Anda di halaman 1dari 4

BAB 3

LANDASAN TEORI

3.1 Pengertian Endapan Nikel Laterit

Endapan nikel laterit merupakan bijih yang di hasilkan dari proses pelapukan batuan

ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Istilah laterit sendiri diambil dari bahasa latin “later”

yang berarti batubata merah, yang dikemukakan oleh M. F. Buchanan (1807), yang digunakan

sebagai bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah india bagian

selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah di potong, tetapi apabila terlalu lama

terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat. Smith (1992) mengemukakan

bahwa laterit merupakan Regolith atau tubuh batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi

dan telah mengalami pelapukan, termasuk didalamnya profil endapan material hasil transportasi

yang masih tampak batuan asalnya. Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan

logam yang tinggi dan dapat bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel,

mangan dan bauksin.

Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan suatu material

dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang terjadi

pada iklim tropis dengan intensitas pelaukan tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit

atau proses yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel

sekunder.
3.2 Genesa Pembentukan Nikel Laterit

Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa, dalam

hal ini adalah batuan Harzburgit. Batuan ini banyak mengandung olivin, piroksen, magnesium

silikat dan besi, mineral-mineral tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan. Proses

pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit), dimana batuan ini banyak

mengandung mineral olivine, piroksen, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya

mengandung 0,30% nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritic

(Boldt , 1967)

Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silica dari

profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab dan membentuk konsentrasi

endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co. (Rose et al., 1979

dalam nusantara 2002).

Menurut Hasanudin, dkk, 1992, air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfir dan

terkayakan kembali oleh material-material organis dipermukaan meresap kebawah permukaan

tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air

tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan

asal dan melarutkan mineral-mineral yang tidak stabil seperti olivine/serpentin dan piroksen. Mg,

Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral-

mineral baru pada proses pengendapan kembali. Endapan besi yang bersenyawa dengan oksida

akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silica akan

tetap tertinggal didalam larutan dan bergrak turun selama suplai air yang masuk kedalam tanah

terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan pelindihan/leaching.
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar, maka Ni yang

terbawa oleh air turun kebawah, lambat laun akan terkumpul di zona air sudah tidak dapat turun

lagi dan tidak dapat menembus batuan dasar (bedrock). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan

Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierite dengan rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5 (OH)4.

Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan

supergen/supergent enrichment. Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona saprolit. Dalam

satu penampang vertical profil laterit dan juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal

tersebut dapat terjadi Karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama tergantung dari

perubahan musim.

3.3 Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan pada fied trip genesa bahan galian kali ini adalah :

Observasi langsung dilapangan (teknik pengmpulan data dengan observasi).

Teknik observasi merupakan metode pengumpulan data dengan mengalami langsung

dilapangan. Proses ini berlangsung dengan pengamatan yang meliputi melihat, merekam,

menghitung, mengukur dan mencatat kejadian. Observasi bisa dikatakan kegiatan yang meliputi

pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, prilaku, obyek-obyek yang dapat dilihat dan hal-

hal lain dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Pada tahap awal observasi

dilakukan secara umum, penelitian mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap

selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus yaitu mulai menyempitkan data atau

informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menentukan pola-pola prilaku dan hubungan

yang terus menerus terjadi. Jika hal itu sudah ditemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-

tema yang akan diteliti.


3.4 Tahapan Pengambilan Data Dilapangan

Adapun tahapan yang digunakan dalam pengambilan data dilapangan yaitu :

1. Tahapan menyampling yaitu tahapan mengambil sampel dengan mengunakan palu

geologi, selanjutnya menentukan arah penyebaran batuan, mengambil gambar singkapan

yang sudah diukur dengan interval 0-50 cm samapai dengan jarak singkapan sepanjang

20 m setelah itu mengukur kedudukan singkapan dengan mengunkan GPS dan

selanjutnya memplok arah penggambaran dengan menggunakan kompas geologi.

2. Tahapan selanjutnya sampel yang didapatkan dimasukan kedalam kantung sampel.

Selanjutnya sampel diidentifikasi berdasarkan jenis batuanya. Tahapan indentifikasinya

yaitu :

1). Data singapan berupa pengukuran titik kordinat, arah penyebaran, dan penggabaran.

2). Data litologi berupa jenis batuan, warna lapuk, warna segar, tekstur, struktur serta

komposisi mineral dan nama batuan.

3). Data geomorfologi berupa relief, tipe morfologi, tingkat pelapukan, sungai, soil, tata

guna lahan dan stadia daerah.

4). Data struktur berupa lapisan, lipatan foliasi, kekar dan sesar.

Anda mungkin juga menyukai