Laporan GBG
Laporan GBG
LANDASAN TEORI
Endapan nikel laterit merupakan bijih yang di hasilkan dari proses pelapukan batuan
ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Istilah laterit sendiri diambil dari bahasa latin “later”
yang berarti batubata merah, yang dikemukakan oleh M. F. Buchanan (1807), yang digunakan
sebagai bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah india bagian
selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah di potong, tetapi apabila terlalu lama
terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat. Smith (1992) mengemukakan
bahwa laterit merupakan Regolith atau tubuh batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi
dan telah mengalami pelapukan, termasuk didalamnya profil endapan material hasil transportasi
yang masih tampak batuan asalnya. Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan
logam yang tinggi dan dapat bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel,
Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan suatu material
dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang terjadi
pada iklim tropis dengan intensitas pelaukan tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit
atau proses yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel
sekunder.
3.2 Genesa Pembentukan Nikel Laterit
Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa, dalam
hal ini adalah batuan Harzburgit. Batuan ini banyak mengandung olivin, piroksen, magnesium
silikat dan besi, mineral-mineral tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan. Proses
pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit), dimana batuan ini banyak
mengandung mineral olivine, piroksen, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya
mengandung 0,30% nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritic
(Boldt , 1967)
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silica dari
profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab dan membentuk konsentrasi
endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co. (Rose et al., 1979
Menurut Hasanudin, dkk, 1992, air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfir dan
tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air
tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan
asal dan melarutkan mineral-mineral yang tidak stabil seperti olivine/serpentin dan piroksen. Mg,
Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral-
mineral baru pada proses pengendapan kembali. Endapan besi yang bersenyawa dengan oksida
akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silica akan
tetap tertinggal didalam larutan dan bergrak turun selama suplai air yang masuk kedalam tanah
terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan pelindihan/leaching.
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar, maka Ni yang
terbawa oleh air turun kebawah, lambat laun akan terkumpul di zona air sudah tidak dapat turun
lagi dan tidak dapat menembus batuan dasar (bedrock). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan
Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierite dengan rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5 (OH)4.
Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan
supergen/supergent enrichment. Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona saprolit. Dalam
satu penampang vertical profil laterit dan juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal
tersebut dapat terjadi Karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama tergantung dari
perubahan musim.
Adapun metode yang digunakan pada fied trip genesa bahan galian kali ini adalah :
dilapangan. Proses ini berlangsung dengan pengamatan yang meliputi melihat, merekam,
menghitung, mengukur dan mencatat kejadian. Observasi bisa dikatakan kegiatan yang meliputi
pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, prilaku, obyek-obyek yang dapat dilihat dan hal-
hal lain dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Pada tahap awal observasi
dilakukan secara umum, penelitian mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap
selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus yaitu mulai menyempitkan data atau
informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menentukan pola-pola prilaku dan hubungan
yang terus menerus terjadi. Jika hal itu sudah ditemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-
yang sudah diukur dengan interval 0-50 cm samapai dengan jarak singkapan sepanjang
yaitu :
1). Data singapan berupa pengukuran titik kordinat, arah penyebaran, dan penggabaran.
2). Data litologi berupa jenis batuan, warna lapuk, warna segar, tekstur, struktur serta
3). Data geomorfologi berupa relief, tipe morfologi, tingkat pelapukan, sungai, soil, tata
4). Data struktur berupa lapisan, lipatan foliasi, kekar dan sesar.