Anda di halaman 1dari 33

GAMBARAN KEJADIAN HIPERTENSI DENGAN RIWAYAT

HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DEWASA DI LIMA NEGERI

(AIRA, SOUHOKU,RUTAH,HARUO,YAINWELO)

KECAMATAN AMAHAI TAHUN 2018

Disusun Oleh :

dr. Nuning La Udin

Dokter Pembimbing :

dr. Rosmince B. Wattimury

PUSKESMAS PERAWATAN AMAHAI


KABUPATEN MALUKU TENGAH
PROVINSI MALUKU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang besar dan serius bagi
dunia. Menurut World Health Organization (WHO) , hipertensi merupakan faktor
risiko dari tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular di seluruh dunia akibat
meningkatnya prevalensi dari faktor-faktor yang berkontribusi. Secara global,
tingginya tekanan darah diperkirakan menjadi penyebab 7,1 juta kematian atau
sekitar 13% total kematian. Sekitar 62% penyakit serebrovaskular dan 49%
penyakit jantung iskhemik disebabkan oleh tingginya tekanan darah .1,3
Hipertensi menjadi beban finansial yang cukup besar di dunia, baik bagi
masyarakat maupun sistem sistem kesehatan dan menghabiskan banyak sumber
daya. Secara umum, prevalensi hipertensi di dunia cukup tinggi dan semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, sekitar 26,4% masyarakat dunia
menderita hipertensi, dan meningkat pada tahun 2003 menjadi 28%.2
Menurut catatan WHO ada satu milyar orang di dunia menderita
hipertensi dan dua per-tiga diantaranya berada di negara berkembang yang
berpenghasilan rendah dan sedang. Prevalensi hipertensi diperkirakan akan terus
meningkat dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa diseluruh
dunia menderita hipertensi. Laporan statistik kesehatan dunia Tahun 2012
menyebutkan bahwa satu dari tiga orang dewasa diseluruh dunia menderita
tekanan darah tinggi yang merupakan penyebab sekitar setengah dari semua
kematian akibat stroke dan serangan jantung. Di Dunia prevalensi hipertensi
tertinggi berada dibeberapa Negara yang berpendapatan rendah seperti di Afrika.
Diperkirakan lebih dari 40% orang dewasa di Negara tersebut terkena hipertensi.3
Di Indonesia pada tahun 1995 satu dari sepuluh orang berusia 18 tahun
keatas menderita hipertensi, kemudian kondisi ini meningkat menjadi satu dari
tiga orang menderita hipertensi pada tahun 2007. Prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 31,7% atau satu dari tiga orang dewasa mengalami hipertensi,
76,1% diantaranya tidak menyadari sudah terkena hipertensi, 4,5
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2001, menyebutkan
prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar 17-21%
dengan proporsi hipertensi pada pria 27% dan wanita 29%, sedangkan hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004, prevalensi hipertensi di
Indonesia pada orang yang berusia diatas 35 tahun ≥ 15,6% dengan proporsi pria
12,2% dan wanita 15,5%.6 Menurut Data Riskesdas 2007 juga disebutkan
prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 30% dengan insiden komplikasi
penyakit kardiovaskular lebih banyak perempuan (52% )dibandingkan laki-laki
(48%).7
Kejadian penyakit hipertensi ini, pemerintah Indonesia sudah banyak
melakukan upaya untuk mengatasi kejadian hipertensi diantaranya adalah
mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif
(skrining), meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini
melalui kegiatan posbindu Penyakit Tidak Menular (PTM), meningkatkan akses
pasien terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi puskesmas untuk
pengendalian PTM.8
Black dan Hawks menyatakan bahwa ada beberapa faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian hipertensi. Faktor risiko ini diklasifikasikan menjadi
faktor yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko
yang tidak dapat diubah yaitu riwayat keluarga, umur, jenis kelamin, genetik dan
etnis. Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah yaitu olahraga, obesitas, stress,
kebiasaan merokok, pola makan makanan asin/garam, konsumsi alkohol,
konsumsi kalium, konsumsi lemak dan konsumsi kafein.9
Berbagai penelitian telah membuktikan berbagai faktor risiko yang
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi. Hasil studi sebelumnya menyebutkan
faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi yang tidak dapat diubah seperti
riwayat keluarga, jenis kelamin, dan usia, serta faktor yang dapat dikontrol seperti
pola konsumsi makanan yang mengandung natrium, lemak, perilaku merokok,
obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik.10
Dalam penelitian Ade et al Tahun 2009 melaporkan hasil penelitiannya
bahwa, hipertensi terjadi karena oleh berbagai faktor antara lain yaitu oleh usia
>45 tahun (89,1%), berjenis kelamin wanita (56,5%), genetik (65,2%), merokok
(56,5%) dan pola asupan garam (65,2%). Kenyataan yang didapatkan angka
kejadian hipertensi masih cukup tinggi. 11
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka peneliti berniat untuk
melakukan penelitian mengenai salah satu faktor risiko hipertensi yaitu gambaran
riwayat hipertensi yang dimiliki keluarga.

1.2 Rumusan Masalah


Sesuai latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana gambaran kejadian
hipertensi dengan riwayat hipertensi di Dusun Aira Negeri Soahuku, Kecamatan
Amahai tahun 2018?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi dengan riwayat hipertensi
di Dusun Aira Negeri Soahuku, Kecamatan Amahai tahun 2018
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi dengan riwayat hipertensi
di Dusun Aira Negeri Soahuku, Kecamatan Amahai tahun 2018
1.3.2.2 Membantu mencegah meluasnya kasus hipertensi di Dusun Aira Negeri
Soahuku, Kecamatan Amahai tahun 2018

1.3.3 Manfaat Penelitian


1.3.3.1 Bagi Penulis
Adapun manfaat penulisan ini adalah penulis dapat mengembangkan
kemampuan penulis dalam melakukan penulisan.
1.3.3.2 Bagi Puskesmas Perawatan Amahai
Membantu pihak puskesmas dalam hal pendataan penyakit hipertensi di
Dusun Aira Negeri Soahuku, Kecamatan Amahai tahun 2018.
1.3.3.3 Bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit hipertensi,
sehingga mereka memiliki kesadaran untuk ikut serta dalam mencegah terjadinya
penyakit hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg secara


kronis. Ia dapat dibagi menjadi hipertensi primer, esensial, atau idiopatik dimana
penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder dimana ia berasosiasi
dengan penyakit lain. Hipertensimerupakan penyakit genetik yang kompleks
karena dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada target organ seperti sistem
saraf pusat, ginjal, jantung, dan mata. Jika hipertensi disuspek pada individu,
haruslah dilakukan pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya 2 kali di waktu
yang berlainan.12

2.2. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa klasifikasi untuk hipertensi seperti dari World Health
Organization (WHO), International Society of Hypertension (INH), European
Society of Hypertension (ESH), British Hypertension Society (BSH), Canadian
Hypertension Education Program (CHEP) tetapi umumnya digunakan JNC VII.13
Tabel 2.1. Klasifikasi menurut Joint National Committee VII (2003)
Klasifikasi Sistolik (Mmhg) Diastolik (Mmhg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 -89
Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi stage 2  160 atau  100

Klasifikasi tekanan darah diatas adalah untuk dewasa dengan usia ≥ 18


tahun. Klasifikasi ini berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih pengukuran, dalam
keadaan duduk, pada dua kunjungan atau lebih. Prehipertensi tidak termasuk
dalam kategori penyakit tetapi berfungsi untuk mengidentifikasi individual yang
beresiko untuk terjadi hipertensi agar dokter dan pasien dapat mengambil langkah
prevensi terhadaap peningkatan tekanan darah lebih lanjut. Individu pada
kelompok ini tidak disarankan untuk mendapatkan pengobatan tetapi cukup
dengan hanya memodifikasi pola hidup untuk menurunkan resiko mengalami
penyakit hipertensi pada masa akan datang. 14

2.3. EPIDEMIOLOGI
Hipertensi diperkirakan diderita oleh 20 % orang dewasa di seluruh dunia
dan meningkat pada usia lebih dari 60 tahun.18 Prevalensi hipertensi mencapai 1
miliyar di dunia dan menyebabkan kematian pada 9.4 juta penduduk dunia setiap
tahunnya.19 Angka kejadian hipertensi diperkirakan akan meningkat sebesar 60%
pada tahun 2025.20 Secara umum angka kejadian hipertensi lebih tinggi di negara
berkembang dibanding dengan negara maju.21 Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013, hipertensi merupakan masalah kesehatan dengan
prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%.15
Prevalensi hipertensi juga tergantung dari komposisi ras populasi yang
dipelajari dan kriteria yang digunakan.Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan
pada populasi kulit hitam. Pada wanita, prevalensinya berhubungan erat dengan
usia, dengan terjadinya peningkatan setelah usia 50 tahun. Peningkatan ini
mungkin berhubungan dengan perubahan hormone saat menopause, meskipun
mekanismenya masih belum jelas. Dengan demikian, rasio frekuensi hipertensi
pada wanita disbanding pria meningkat dari 0,6 sampai 0,7 pada usia 30 tahun
menuju 1,1 sampai 1,2 pada usia 65 tahun.12

2.4. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO


Hipertensi primer merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor
genetik dan lingkungan walaupun mekanisme patogenik dari hipertensi pada
mayoritas individu masih tidak diketahui.12 Faktor-faktor resiko yang mendorong
timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:
1. Faktor resiko, seperti:
 diet dan asupan garam
 stress
 ras
 obesitas
 merokok
 genetis
2. Sistem saraf simpatis
 Tonus simpatis
 Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi:
 Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari
endotel, otot polos, dan interstisium juga memberikan kontribusi
akhir baik dalam meningkatkan resistensi perifer maupun
peningkatan
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin, dan aldosteron.16

2.5. PATOGENESIS
Hipertensi terjadi apabila keseimbangan antara curahan jantung dan
tahanan perifer terganggu.17 Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar : Tekanan Darah = Curah Jantung
x Tahanan Perifer, dapat dilihat pada gambar:14
Sejumlah faktor secara khusus terlibat dalam terjadinya hipertensi,
termasuk asupan garam, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, ukuran keluarga, dan
kepadatan.Faktor ini penting dalam peningkatan tekanan darah bersamaan dengan
bertambahnya usia pada masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya tekanan
darah menurun dengan bertambahnya usia pada kebudayaan yang lebih primitif.12
Gambar 2.1. Faktor-Fakor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan Darah14

a) Sensitivitas terhadap Garam


Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan
garam. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan
asupan garam minimal.14 Bahkan faktor ini menggambarkan sifat heterogen dari
populasi hipertensi essensial. Penyebab sensitivitas khusus terhadap berbagai jenis
garam ini, dengan aldosteronisme primer, stenosis arteri renalis bilateral, penyakit
parenkim ginjal, atau hipertensi esensial rendah-renin bertanggung jawab terhadap
sekitar separuh pasien. Sisanya, patofisiologinya masih belum diketahui tetapi
terdapat beberapa postulated contributing factors termasuk asupan klorida, asupan
kalsium, defek membran sel yang menyeluruh, resistensi insulin dan
nonmodulation.13
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma dan secara tidak langsung meningkatkan curah
jantung, dan tekanan darah. Biasanya peningkatan asupan garam ini akan diikuti
oleh peninggian ekskresi garam sehingga tercapai keadaan hemodinamik yang
normal tetapi pada pasien hipertensi essensial, mekanisme peningkatan ekskresi
garam tersebut terganggu.13
b) Ion Natrium, Klorid, dan Kalsium
Sebagian besar penelitian menilai peranan garam pada proses hipertensi
disimpulkan bahwa ion natrium yang penting. Akan tetapi, beberapa peneliti
menunjukkan bahwa ion klorida mungkin sama pentingnya. Kesimpulan ini
berdasarkan observasi pemberian garam natrium bebas klorida pada hewan coba
hipertensi yang sensitif terhadap garam gagal menaikkan tekanan arteri. Kalsium
juga terlibat dalam patogenesis beberapa bentuk hipertensi esensial. Asupan
kalsium yang rendah disertai dengan kenaikan tekanan darah pada penelitian
epidemiologik; kenaikan kadar kalsium sitosolik leukosit dilaporkan pada
beberapa penderita hipertensi; dan akhirnya, penghambat jalan masuk kalsium
merupakan obat hipertensi yang efektif. Beberapa pcnelitian melaporkan
hubungan potensial antara bentuk hipertensi yang sensitif terhadap garam dan
kalsium. Disimpulkan bahwa dengan beban garam dan defek kemampuan ginjal
untuk mengekskresinya, terjadi kenaikan sekunder dalam faktor natriuretik
sekunder. Salah satu dari ini, disebut faktor natriuretik seperti digitalis,
menghambat ATPase kalium-natrium yang sensitif ouabain dan dengan demikian
mengakibatkan akumulasi Icalsium, intraseluler dan otot polos vaskuler
hiperreaktif.12
c) Defek Membran Sel
Penjelasan lain untuk hipertensi yang sensitif terhadap garam adalah defek
membran sel yang menyeluruh. Disimpulkan bahwa abnormalitas ini
menunjukkan perubahan membrana seluler yang tidak dapat dijelaskan dan defek
ini terjadi pada beberapa, mungkin semua, sel tubuh, terutama otot polos vaskuler.
Karena defek ini, selanjutnya terdapat akumulasi kalsium yang abnormal dalam
otot polos vaskuler, mengakibatkan responsivitas vaskuler yang tinggi terhadap
obat vasokonstriktor.12
d) Resistensi Insulin
Resistensi insulin dan/atau hiperinsulinemia diduga bertanggung jawab
terhadap kenaikan tekanan arteri pada beberapa pasien dengan hipertensi.
Hiperinsulinisme menunjukkan adanya gangguan pengambilan glukosa oleh
jaringan, Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan peningkatan produksi
insulin oleh sel beta pankreas sehingga terjadilah keadaan hiperinsulinisme
tersebut. Sifat ini menjadi lebih luas dikenal sebagai bagian dari sindroma X, atau
sindroma metabolik, yang juga ditandai dengan obesitas, dislipidemia (khususnya
peningkatan trigliserida), dan tekanan darah yang tinggi. Resistensi insulin biasa
pada pasien dengan diabetes mellitus tipe II atau obesitas. Obesitas maupun
diabetes mellitus terjadi lebih sering pada penderita hipertensi dibandingkan
normotensi. Akan tetapi, beberapa penelitian menemukan bahwa hiperinsulinemia
dan resistensi insulin lebih daripada hal kebetulan, karena terjadi bahkan pada
pasien hipertensi kurus yang bebas dari diabetes mellitus.12
Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih
dari empat mekanisme. Asumsi yang mendasarinya pada masing-masing adalah
beberapa, tetapi tidak semua, jaringan target insulin resisten terhadap efeknya.
Khususnya jaringan yang terlibat dalam homeostasis glukosa yang resisten
(dengan demikian menimbulkan hiperinsulinemia. Mula-mula, hiperinsulinemia
menghasilkan retensi natrium ginjal (paling sedikit secara akut) dan meningkatkan
aktivitas simpatik. Salah satu atau keduanya dapat mengakibatkan kenaikan
tekanan arteri. Mekanisme lain adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder
terhadap kerja mitogenik insulin. Akhimya, insulin juga mengubah transpor ion
melalui membran sel, dengan demikian secara potensial meningkatkan kadar
kalsium sitosolik dari jaringan vaskuler atau ginjal yang sensitif terhadap insulin.
Melalui mekanisme ini, tekanan arteri ditingkatkan karena alasan yang sama
dengan yang dijelaskan di atas untuk hipotesis defek-membran. Akan tetapi,
penting menunjukkan bahwa peranan insulin dalam mengendalikan tekanan arteri
adalah hanya dimengerti samar-samar, dan oleh karena itu, potensinya sebagai
faktor patogenik dalam hipertensi tetap tidak jelas.12
e) Nonmodulation
Ini adalah kelompok individu dengan hipertensi yang sensitive terhadap
garam tetapi penurunan respon adrenal terhadap restriksi sodium. Pada individual
ini, asupan garam tidak mempengaruhi respon vascular dari adrenal ataupun renal
terhadap angiotensin II. Individu ini mempresentasi 25 – 30% dari populasi
hipertensi, dimana aktivitas plasma reninnya normal atau tinggi jika diukur pada
individu dengan diet rendah garam, dan adalah hipertensi sensitive garam karena
defek pada ginjal untuk mensekresi garam dengan sempurna. Nonmodulation ini
lebih sering dietemukan pada pria dan wanita posmenopause.12
f) Genetik
Satu pendekatan untuk menilai hubungan tekanan darah dalam keluarga
(agregasi familial). Dari penelitian ini, ukuran minimum faktor genetik dapat
dinyatakan dengan koefisien korelasi kurang lebih 0,2. Akan tetapi, variasi ukuran
faktor genetik dalam penelitian yang berbeda menekankan kembali kemungkinan
sifat heterogen populasi hipertensi esensial. Selain itu, sebagian besar penelitian
mendukung konsep bahwa keturunan mungkin bersifat multifaktorial atau jumlah
defek genetiknya naik.12
Telah ditemukan gene yang bertanggungjawab terhadap 3 distinct tetapi
jarang monogenic hipertensif sindrom, dimana 2 daripadanya diturunkan secara
dominan.
1) Pasien dengan glucocorticoid-remediable hypertension (GRA) cenderung
terjadi onset yang lebih awal dengan peningkatan frekuensi untuk
terjadinya stroke dan terdapat bukti adanya hiperaldosteronism. Plasma
aldosteron tinggi, plasma rennin rendah, dan hipokalemi adalah sering.
Telah ditemukan chimeric gene yang mempunyai promoter kepada 11-
hydroxylase gene dan coding sequence untuk aldosterone synthase gene
pada pasien ini yang menyebabkan produksi aldosterone yang ektopik,
dimana ia adalah corticosteroid dependent.
2) Mutasi pada epithelial amiloride-sensitive sodium channel yang terletak di
collecting cortical tubule. Pasien juga mempunyai aktivitas aldosteron
yang tinggi, penekanan plasma rennin, dan hipokalemi.
3) Syndrome of apparent minerelocorticoid excess (AME) yang disebabkan
oleh defek pada renal 11-hydroxysteroid dehydrogenase. Pada pasien ini
protective conversion dari corstisol kepada cortisone yang tidak aktif
tidak terjadi, dan cortisol lokal bergabung dengan receptor
minerelocorticoid pada renal.12

2.6. KOMPLIKASI
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ – organ target yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah : jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina /
infark miokardium, gagal jantung), otak (strok, transient ischemic attack),
penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, retinopati.12
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ –
organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada
organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi aterhadap
reseptor AT I angiotensinogen II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi
nitric oxide synthase, dan lain – lain.
Jantung
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh
darah, akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan
mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan tibulnya penyakit
kardiovaskular.
Faktor resiko :
1. Merokok
2. Obesitas
3. Kurangnya aktivitas fisik
4. Dislipidemia
5. Diabetes mellitus
6. Mikroalbuminuria atau LFG < 60 mL/menit
7. Usia (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
8. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur
(laki-laki < 55 tahun, perempuan < 65 tahun)14
Penyakit jantung adalah penyebab kematian yang paling umum pada
pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensif merupakan adaptasi fungsi dan
struktur yang mengarah pada hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik, gagal
jantung kronik, abnormalitas gangguan darah akibat penyakit jantung koroner
aterosklerotik, penyakit mikrovaskuler, dan aritmia jantung.12
Baik faktor genetik maupun hemodinamik berpengaruh terhadap hipertrofi
ventrikel kiri.Seseorang dengan hipertrofi ventrikel kiri beresiko tinggi untuk
strok, gagal jantung kronik, dan mati mendadak.Pengendalian hipertensi yang
agresif dapat menekan atau melawan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan
mengurangi resiko penyakit kardiovaskular. Hipertrofi ventrikel kiri dapat
dievaluasi dengan elektrokardiogram.12
Abnormalitas fungsi diastolik, meliputi penyakit jantung tanpa gejala
sampai gagal jantung yang jelas terlihat, umum ditemukan pada pasien
hipertensi.Pasien dengan gagal jantung diastolik memiliki fraksi ejeksi yang tetap,
yang mana merupakan ukuran untuk fungsi sistolik.Kurang lebih 1/3 dari pasien
dengan gagal jantung kronik tidak memiliki gangguan pada fungsi sistolik namun
memiliki abnormalitas fungsi diastolik. Abnormalitas fungsi diastolik merupakan
konsekuensi awal dari penyakit jantung yang berhubungan dengan hipertensi dan
dipicu oleh hipertrofi dan iskemia ventrikel kiri. Fungsi diastolik dapat dievaluasi
dengan ekokardiografi dan angiografi radionuklir.12

Otak
Hipertensi adalah sebuah faktor resiko untuk infark dan perdarahan
otak.Kurang lebih 85 % dari pasien stroke disebabkan infark dan sisanya
disebabkan perdarahan, baik intraserebral maupun sub araknoid.Insidensi strok
meningkat secara progresif dengan meningkatnya tekanan darah, khususnya pada
tekanan sistolik individu berusia > 65 tahun. Pengobatan hipertensi secara pasti
menurunkan resiko strok baik iskemik dan perdarahan.12
Hipertensi juga berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif pada
populasi usia lanjut, dan penelitian longitudinal memberi kesan bahwa adanya
hubungan antara hipertensi usia pertengahan dengan penurunan kognitif usia
lanjut. Gangguan kognitif yang berhubungan dengan hipertensi dan pikun bisa
jadi merupakan sebuah konsekuensi dari infark tunggal akibat penyumbatan pada
pembuluh darah besar atau infark lakunar yang banyak akibat penyumbatan
pembuluh darah kecil yang berdampak iskemia substansi alba sub kortikal.
Beberapa uji klinis menyatakan bahwa terapi anti-hipertensif memiliki efek
menguntungkan pada fungsi kognitif, walaupun hal ini masih dalam
penyelidikan.12
Aliran darah serebral tetap tidak berubah di sekitar jarak luas tekanan
arteri ( tekanan arteri rata-rata 50 – 150 mmHg) melalui sebuah proses yang
disebut autoregulasi aliran darah. Pada pasien dengan sindroma klinis hipertensi
maligna, ensefalopati berhubungan dengan kegagalan autoregulasi aliran darah
serebral pada ambang batas atas tekanan, yang mengakibatkan vasodilatasi dan
hiperperfusi. Gejala dan tanda ensefalopati hipertensif dapat meliputi sakit kepala
berat, mual dan muntah ( biasanya proyektil), tanda neurologis fokal, dan
perubahan status mentalis. Tidak diobati, ensefalopati hipertensif dapat
berkembang menjadi stupor, koma, kejang, dan kematian dalam hitungan jam.
Sangat penting untuk membedakan ensefalopati hipertensif dari sindroma
neurologis yang mungkin berhubungan dengan hipertensi, seperti iskemia
serebral, strok perdarahan atau trombotik, gangguan kejang, lesi massa,
pseudotumor cerebri, delirium tremens, meningitis, porfiria intermiten akut,
kerusakan otak akibat trauma atau zat kimia, dan ensefalopati uremikum.12

Ginjal
Penyakit ginjal primer adalah penyebab hipertensi sekunder paling
umum.Sebaliknya, hipertensi adalah sebuah faktor resiko untuk kerusakan ginjal
dan Penyakit Ginjal Stadium Akhir.Penigkatan resiko berhubungan dengan
tekanan darah yang tinggi bertahap, terus – menerus, dan ada pada seluruh
distribusi tekanan darah di atas nilai optimal. Resiko ginjal tampak lebih erat
hubungannya dengan tekanan sistolik daripada diastolik, dan orang kulit hitam
lebih beresiko menjadi Penyakit Ginjal Stadium Akhir dibanding orang kulit putih
pada seluruh tingkat tekanan darah.12
Lesi vaskuler aterosklerotik yang berhubungan dengan hipertensi pada
ginjal pada awalnya mempengaruhi arteriol preglomerular, mengakibatkan
perubahan iskemik pada glomerulus dan struktur postglomerular.Kerusakan
glomerulus dapat juga merupakan konsekuensi dari kerusakan langsung pada
kapiler glomerulus akibat hipoperfusi pada glomerulus.Patologi glomerulus
berkembang menjadi glomerulosklerosis, dan tubulus renalis dapat juga menjadi
iskemik dan secara perlahan menjadi atrofi. Lesi ginjal yang berhubungan dengan
hipertensi maligna terdiri dari nekrosis fibrinoid dari arteriol aferen, terkadang
memanjang hingga ke glomerulus, dan dapat mengakibatkan nekrosis fokal pada
glomerulus.12
Secara klinis, makroalbuminuria (rasio albumin/kreatinin sewaktu >300
mg / g) atau mikroalbuminuria (rasio albumin / kreatinin urin sewaktu 30 – 300
mg / g) adalah petanda awala dari kerusakan ginjal. Ini juga merupakan faktor
resiko untuk berkembanganya penyakit ginjal dan penyakit kardiovaskuler.12
Arteri perifer
Sebagai tambahan untuk yang berperan dalam patogenesi hipertensi,
pembuluh darah mungkin merupakan organ target penyakit aterosklerotik yang
muncul akibat meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang lama.Pasien
hipertensi dengan penyakit arteri pada tungkai bawah memilki resiko yang
meningkat untuk penyakit kardiovakular di masa mendatang.Walaupun pasien
dengan lesi stenosis pada tungkai bawah bisa jadi tanpa gejala, klaudikasi
intermiten adalah gejala klasik penyakit arteri perifer.Hal ini dikarakteristikan
dengan sakit nyeri pada betis atau bokong saat berjalan yang hilang dengan
beristirahat.Ankle-brachial Index adalah metode yang efektif untuk mengevaluasi
penyakit arteri perifer dan diartikan sebagai rasio tekanan sistolik arteri pada
pergelangan kaki terhadap lengan.Ankle-brachial index< 0,9 dianggap sebagai
diagnosis penyakit arteri perifer dan berhubungan dengan > 50 % stenosis pada
paling tidak satu pembuluh darah utama tungkai bawah. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa ankle-bracial index < 0,8 berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah, khususnya tekanan darah sistolik.12

2.7 DIAGNOSIS
2.7.1 Anamnesis
Penilaian awal pasien hipertensi harus mencakup riwayat lengkap dan
pemeriksaan fisik untuk memastikan diagnosis hipertensi, menyaring faktor resiko
penyakit kardiovaskuler yang lain, menyaring penyebab sekunder hipertensi,
identifikasi konsekuensi kardiovaskuler dari hipertensi dan komorbid yang lain,
menilai tekanan darah-berhubungan dengan gaya hidup, dan menentukan
kekuatan untuk intervensi.17
Kebanyakan pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala khusus yang
dapat merujuk pada peningkatan tekanan darahnya.Walaupun sangat lazim
dianggap sebuah gejala peningkatan tekanan arteri, sakit kepala secara umum
terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi berat.Secara karakteristik,sakit kepala
terjadi pada pagi hari dan terlokalisasi pada daerah oksipital. Gejala tidak spesifik
lainnya yang dapat berkaitan dengan peningkatan tekanan darah termasuk pusing,
berdebar – debar, mudah lelah, dan impotensi. Saat gejala muncul, secara umum
berhubungan dengan penyakit kardiovaskular atau manifestasi dari hipertensi
sekunder.17

Riwayat relevan dari pasien


1. Durasi hipertensi

2. Terapi sebelumnya : respon dan efek samping

3. Riwayat keluarga penyakit hipertensi atau penyakit kardiovaskular

4. Riwayat pola makan dan psikososial

5. Faktor resiko lain : perubahan berat badan, dislipidemia, merokok, diabetes,


inaktif fisik

6. Bukti hipertensi sekunder : riwayat penyakit ginjal, perubhan penampilan, lemah


otot, berkeringat, berdebar – debar, tremor, erratic sleep, mendengkur, tidur di
siang bolong, gejala hipo- atau hipertiroid, pemakain agen yeng meningkatkan
tekanan

7. Bukti kerusakan oragan target: riwayat serangan iskemik sementara, stroke, buta
sementara, sakit dada, infark miokard, gagal jantung kongestif, fungsi seksual

8. Komorbid lainnya

2.7.2 Pengukuran Tekanan Darah


Pengukuran tekanan darah yang nyata bergantung pada perhatian terhadap
detil teknik dan kondisi pengukuran. Akurasi intstrumen tekanan darah
terotomatisasi harus dipastikan.Sebelum mengukur, seseorang harus duduk tenang
selama 5 menit di tempat yang pribadi, tenang dengan suhu ruangan yang
nyaman. Pusat dari cuff harus pada ketinggian jantung, dan lebar dari cuff harus
paling tidak menutup 40% lingkar lengan; panjang cuff harus mengelilingi paling
tidak 80 % lingkar lengan. Penting untuk memperhatikan penempatan cuff,
penempatan stetoskop, dan kecepatan pengempisan cuff(2 mmHg/s). Tekanan
darah sistolik adalah yang pertama pada paling tidak dua denyut regular bunyi
korotkoff, dan tekanan diastolik pada titik dimana bunyi korotkoff terakhir
terdengar.17

2.7.3 Pemeriksaan Fisik


Bentuk tubuh, termasuk tinggi dan berat badan, harus dicatat.Pada
pemeriksaan awal, tekanan darah harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik
pada posisi berbaring, duduk, dan berdir untuk mengevasluasi hipotensi postural.
Bahkan jika pulsasi femoralis normal pada palpasi, tekanan arteri harus diukur
paling tidak sekali di tungkai bawah pada pasien yang hipertensi ditemukan
sebelum usia 30 tahun. Denyut jantung harus dicatat.Seseorang hipertensi
mengalami peningkatan prevalensi fibrilasi atrium.Leher harus dipalpasi untuk
pembesaran kelenjar tiroid, dan pasien harus dinilai untuk tanda- tanda hipo- dan
hipertiroi. Pemerikasaan pembuluh darah dapat memeberikan petunjuk tentang
penyakit vaskular yang mendasari dan harus mencakup pemeriksaan funduskopi,
aukultasi untuk bising pada arteri karotis dan femoralis., dan palpasi pada pulsasi
femoralis dan pedalis. Retina adalah satu-satunya jaringan yang mana arteri dan
arteriol dapat diperiksa secara langsung.Dengan meningkatnya keparahan
hipertensi dan penyakit aterosklerotik, perubahan funduskopi yang progresif
termasuk meningkatnya refleks cahaya arteriolar, defek penyilangan
arteriovenosus, perdarahan dan eksudat, dan pada pasien dengna hipertensi
maligna, papiledema. Pemeriksaan jantung dapat menunjukkan S2 mengeras
karena penutupan katup aorta dan sebuah S4 gallop, kontraksi atrial melawan
ventrikel kiri yang tidak kompliens. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dideteksi
dengan membesarnya, memanjanganya dan berpindah ke lateralnya iktus
kordis.Bising abdomen, khususnya yang menyamping dan memanjang sepanjang
sistol hingga diastol, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskuler.Ginjal
pada pasien dengan penyakit ginjal polikista dapat teraba di abdomen.
Pemeriksaan fisik harus mencakup evaluasi tanda-tanda gagal ginjal kronik ddan
pemeriksaan neurologis.17

2.7.4 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratoirum yang direkomendasikan bertujuan untuk
memeriksa komplikasi yang sedang atau telah terjadi.22
Tabel 2.2. Pemeriksaan yang direkomendasikan pada evaluasi awal pada pasien
hipertensi

Sistem Pemeriksaan
Organ

Ginjal Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin, serum BUN dan/atau kreatinin

Endokirn Serum sodium, potassium, calcium, TSH

Metabolik Gula darah puasa, total cholesterol, HDL dan LDL, cholesterol,
triglycerides

Lainnya Hematokrit, elektrokardiogram


Pengukuran ulang fungsi renal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid harus
dilakukan setelah pemakaian agen antihipertensif yang baru dan per tahun, atau
lebih sering jika indikasi klinis.17
2.8. Tatalaksana
Tujuan dan Target Terapi
Tujuan utama dari pengobatan pasien hipertensi adalah untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan renal. Pada percobaan klinik,
menurunkan tekanan darah dapat menurunkan resiko pada (1) Insidensi stroke
sebesar 35-40%; (2) infark myokard sebesar 20-25 %; dan (3) gagal jantung
sebesar > 50%.13
Fokus utama dari terapi hipertensi adalah mencapai target tekanan darah
sistolik. Target tekanan darah adalah <140/90 mmHg sedangkan untuk individu
dengan diabetes dan penyakit ginjal, maka targetnya adalah < 130/80 mmHg.22
Berdasarkan JNC VIII, saat ini, seluruh target terapi hipertensi, baik untuk pasien
diabetes dan penyakit ginjal adalah <140/90 mmHg.23

Indikasi Terapi
Pasien dengan tekanan darah diastolik >90 mmHg atau tekanan sistolik >140
mmHg dan telah diukur berulang kali, harus memulai pengobatan kecuali bila
terdapat kontraindikasi yang spesifik.17Tatalaksana hipertensi dapat dimulai
dengan modifikasi gaya hidup, namun terapi antihpertensi dapat langsung dimulai
untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan hipertensi derajat 2.22 Terapi non
farmakologis berupa modifikasi gaya hidup direkomendasikan pada semua
individu dengan pre-hipertensi dan sebagai keharusan tambahan selain terapi
farmakologis pada penderita hipertensi.17

Terapi Non Farmakologis


Terapi non farmakologi bagi penderita hipertensi adalah dengan memodifikasi
gaya hidup.Berikut adalah langkah-langkah intervensi gaya hidup dalam
pencegahan dan terapi hipertensi sesuai yang direkomendasikan JNC 7:
1. Menurunkan berat badan
- Rekomendasi: menurunkan hingga menjaga berat badan normal
(IMT 18.5 – 24.9 kg/m2.
- Kisaran pengurangan tekanan sistolik: 5-20 mmHg/10 kg
2. Mengadopsi pola makan DASH (Dietary Aproaches to Stop Hypertension)
- Rekomendasi: Meningkatkan konsumsi buah, sayur, produk susu
rendah lemak dengan kandungan lemak jenuh dan lemak total yang
sudah dikurangi.
- Kisaran pengurangan tekanan sistolik: 8-14 mmHg
3. Menurunkan asupan garam pada diet
- Rekomendasi: Mengurangi pemasukan garam sampai tidak lebih
dari 100 mmol per hari ( 2.4 gram natrium atau 6 gram natrium
klorida)
- Kisaran pengurangan tekanan sistolik: 2-8 mmHg
4. Meningkatkan aktifitas fisik
- Rekomendasi: Aktifitas fisik aerobic secara reguler seperti berjalan
minimal 30 menit per hari dan hampir setiap hari dalam satu
minggu.
- Kisaran pengurangan tekanan sistolik: 4-9 mmHg
5. Mengurangi konsumsi alkohol yang berlebih
- Membatasi konsumsi alkohol sampai tidak lebih dari 2 porsi
minuman per hari untuk pria dan tidak lebih dari 1 porsi untuk
wanita.
- Kisaran pengurangan tekanan distolik: 2-4 mmHg.22

Terapi Farmakologis
Pemilihan agen obat anti hipertensi dan kombinasi nya harus
mempertimbangkan kondisi setiap individu dan melihat berbagai faktor seperti
umur, derajat hipertensi, resiko penyakit kardiovaskuler lainya, kondisi komorbid,
dan memperhitungkan hal seperti biaya, frekuensi dosis dan efek samping.17
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis yang dianjurkan oleh
JNC 7:
 Diuretika, terutama jenis Thiazide atau Aldosterone Antagonist
 Beta Blocker
 Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
 Angiotensin II Receptor Blocker 14

Sekali terapi antihipertensi dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat
pengaturan dosis setiap bulan sampai target tekanan darah tercapai. Frekuensi
kontrol untuk hipertensi derajat 2 disarankan lebih sering. Setelah tekanan darah
mencapai target dan stabil, frekuensi kunjungan dapat diturunkan hingga menjadi
3-6 bulan sekali. Namun, jika belum tercapai, diperlukan evaluasi terhadap
pengobatan dan gaya hidup, serta pertimbangan terapi kombinasi.Setelah tekanan
darah tercapai, pengobatan harus dilanjutkan dengan teteap memperhatikan efek
samping dan komplikasi hipertensi. Pasien perlu diedukasi bahwa terapi
antihipertensi ini bersifat jangka panjang (seumur hidup) dan terus dievaluasi
secara berkala. 22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. DESAIN PENELITIAN


Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif, dengan studi
cross sectional. Studi cross sectional adalah yaitu peneliti melakukan
observasi dan pengukuran variabel pada satu saat tertentu.

3.2. LOKASI DAN WAKTU


3.2.1 Lokasi
Lokasi penelitian di Desa Aira yang merupakan daerah administratif dari
Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah.
3.2.2. Waktu
Waktu penelitian dilakukan selama satu bulan, yaitu bulan September 2018.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL


3.3.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Perawatan Amahai yang berjumlah kepala keluarga.
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh orang dewasa di Desa Aira yang
berjumlah 252 orang.

3.4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Data dalam penelitian ini adalah data primer yang didapatkan langsung dari
hasil penelitian kuesioner oleh responden.

3.5. INSTRUMEN PENELITIAN


Kuesioner
3.6. KRITERIA SUBYEK PENELITIAN
3.6.1. Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Umur > 18 tahun
3.6.2. Kriteria Eksklusi
Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pasien yang tidak datang memeriksakan diri pada Pusling yang di
adakan.
b. Tidak bersedia ikut dalam penelitian.
3.7. KERANGKA KONSEP

Faktor risiko yang tidak


dapat diubah:

- Usia
- Jenis Kelamin
- Genetic
- Riwayat keluarga
- Etnis Hipertensi

Sosial ekonomi:

- Obesitas
- Konsumsi makanan
asin
- Alcohol
- Konsumsi lemak
- Komsumsi kalium
- Konsumsi kafein
- merokok
1.8. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
1.8.1. Pengolahan data
Data yang terkumpul selanjutnya diproses dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a. Editing
Pada tahap ini akan dilakukan pengecekan terhadap hasil pengisian kuesioner,
apakah diisi dengan lengkap, relevan dengan pertanyaan dan konsisten.
b. Coding
Pada tahap ini data yang telah diedit akan dilakukan pengkodean, yaitu data
yang berbentuk kalimat atau huruf akan diubah menjadi data angka atau
bilangan, dengan tujuan mempermudah peneliti pada saat analisis data dan
mempercepat dalam memasukan data (data entry) di komputer.
c. Memasukkan data (data entry)
Pada tahap ini jawaban dari masing–masing responden yang dalam bentuk
kode dimasukkan ke software komputer.
1.8.2. Analisis
Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan yaitu secara manual dan
komputerisasi dengan software Microsoft Excel. Analisis data secara univariat
dilakukan untuk menggambarkan karakteristik, tingkat pendidikan, tindakan yang
dilakukan ketika sakit, alasan tidak berobat ke Pustu, anggapan responden tentang
Pustu dan kualitas pelayanan petugas menurut responden. Data yang diperoleh
adalah kategorikal maka hasil dari analisis disajikan dalam jumlah (n) dan
persentase (%).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lima daerah yaitu Negeri Souhoku, Dusun Haruo
Dusun Aira, dan Dusun Dusun Yanweilo. Kelima daerah ini termasuk didalam
wilayah Administratif dari Kecamatan Amahai. KecamatanAmahai terletak di
pulau Seram, dengan luas wilayah kecamatan mencapai 1.149,07 Km2.
Kecamatan Amahai terdiri dari 13 desa dan 1 kelurahan. Desa yang memiliki
luas terbesar adalah desa Tamilouw.
Kepadatan penduduk tertinggi berada di Negeri Administratif Yainuelo
dan Negeri Administratif Hatuhenu dengan kepadatan penduduk diatas 7000
jiwa/km2 hal ini disebabkan karena penentuan luas dan batas wilayah kedua
negeri terbatas pada permukiman penduduk sedangkan penggunaan lahan
lainnya masih menjadi kewenangan bersama dengan Negeri Sepa sebagai negeri
induk dari kedua negeri pasca pemekaran kedua dusun tersebut menjadi Negeri
Administrati Sedangkan desa yang memiliki luas terkecil adalah desa
Nuweletetu Kecamatan Amahai terletak pada 3°7” -3°27” Lintang Selatan dan
128°10” - 129°45” Bujur Timur yang dibatasi oleh :
- Pegunungan sembilan(Kec. Seram Utara) : Sebelah Utara
- Laut Banda : Sebelah Selatan
- Teluk Elpaputih :Sebelah Barat
- Kecamatan Tehoru : Sebelah Timur

4.1.2. Deskripsi Pengambilan Sampel Penelitian


Sampel penelitian yang diambil adalah setiap pasien berusia > 18 tahun
dan memiliki TD diatas 130 mmhg yang datang untuk memeriksakan diri di
Puskesmas Keliling (Pusling) yang diadakan peneliti. Jumlah pasien yang datang
ke Pusling adalah 165 orang yang terbagi dalam Negeri Aira 50 orang Negeri
Rutah 17 orang, Negeri Haruo 44 orang, Negeri Yainwelo 22 orang, dan Negeri
Souhoku 32 orang sedangkan yang memenuhi kriteria inklusi yaitu sebesar 79
orang (47,9%), yang terbagi atas Negeri Aira 20 orang (25,31%) Negeri Rutah 6
orang (7,6%), Negeri Haruo 25 orang (31,6%), Negeri Yainwelo 9 orang (11,3),
dan Negeri Souhoku 19 orang (24,1%) . Jadi sampel peneltian ini sebesar 79
orang (47,9%).

4.1.3. Distribusi Responden Menurut Riwayat Keluarga


Dari hasil penelitian diketahui bahwa pasien yang memiliki riwayat keluarga
dengan hipertensi berjumlah 56 (71%) orang dari 79 orang yang terdeteksi
menderita hipertensi dan datang untuk berobat ke Pusling yang terbagi atas,
sebanyak 19 orang (34%) di Negeri Aira, 8 orang (14%) di Negeri Rutah, 16
orang (29%) di negeri Haruo, 6 orang (11%) di Negeri Yainwelo serta 7 orang
(12%) di Negeri Souhoku.

4.1 Distribusi Responden Menurut Riwayat Keluarga dengan Hipertensi

Jumlah (n) Presentasi


(%)
Negeri Aira 19 34
Negeri Rutah 8 14
Negeri Haruo 16 29
Negeri Yainwelo 6 11
Negeri soahoku 7 12
Total 56 100%
4.2 PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian didapati lebih dari setengah pasien hipertensi,
mengaku anggota keluarga terdekat mereka (ayah/ibu ) memiliki riwayat
hipertensi yaitu sebesar 56 orang (71%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anggraini,dkk dalam penelitiannya didapati ada hubungan
bermakna antara riwayat keluarga terhadap hipertensi dengan probabilitas
terjadinya hipertensi pada keluarga sekitar delapan kali lebih tinggi dibandingkan
dengan yang tidak memiliki riwayat hipertensi. 10
Ha ini juga sejalan dengan hasil penelitian dari Hasurungan yang
menyatakan bahwa seseorang yang memiliki riwayat keluarga penderita hipertensi
beresiko lebih besar 2.035 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang
tidak memiliki keluarga hipertensi.24
Peran factor genetic terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur ) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetic hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan
gejala.16
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pasien yang menderita

hipertensi cukup tinggi, yaitu sebanyak 79 orang dari 165 pasien yang datang ke

Pusling.

5.2. KETERBATASAN PENELITIAN

Keterbatasan penelitian antara lain:

1. Subyek dalam penelitian ini hanya pasien yang datang ke Pusling saja

sementara pasien yang tidak datang, tidak diikutsertakan dalam peneltian.

2. Penelitian ini hanya bersifat deskriptif sehingga tidak dapat melihat ada

tidaknya hubungan antara setiap variabel-variabel penelitian.

5.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian, maka penulis

menyarankan beberapa hal:

1. Petugas medis lebih gencar lagi memberikan sosialisasi mengenai


hipertensi agar masyarakat dapat sadar akan bahaya hipertensi
2. Perlu meningkatkan kegiatan- kegiatan yang dapat mencegah
terjadinya hipertensi seperti senam, jalan santai dan lain- laim
Daftar Pustaka

1. Tesfaye, F. dkk. 2007. “Association Between Body Mass Indeks and Blood
pressure Across Three Population and Africa and Asia”. Journal of
Human Hypertension Vol 21 (28-37).
2. Adediran, O. et.al. 2009. “Relationship Between BMI Ana Blood Pressure
and Rural Nigerian dwellers”. Internet Journal of Nutrition and Wellness
Vol.7 No.1.
3. WHO. World Health Organization Hipertension Report. 2011
4. InfoKes Depkes RI. InaSH Menyokong Penuh Penanggulangan
Hipertensi. Jan 23 2007. [ cited 2018 20 agust].
Available from:
http://74.125.153.132/search?q=cache:HxfllCanz4J:dinkeskotasemarang.g
o.id
5. Kementrian kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012.
6. Puskom Depkes RI. Kendalikan stress dan hipertensi, raih produktifitas.
Jul 3,2008 [ cited 2018 20 agust]
Available From:
http://www.depkes.go.id/index.php?option=newsblik&task=viewarticle&s
id
7. Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS.Jakarta:
Balitbang.Kemenkes RI.
8. Kementrian kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012.
9. Black, J.M & Hawks, J.H. 2005. Medical surgical nursing: clinical
magament for positive outcomes. 7th.Edition. St. Louis: Elsevier Saunders.
10. Anggraini, dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008.
11. Asdie, Ahmad Husein dkk. Faktor-Faktor Kejadian Hipertensi pada
Perempuan Usia 20-50 tahun di Kota Bengkulu. April 21, 2009 [ cited
2018 20 agust ]
Available from :
http://fetpugm.com/index.php?option=com_content&view=artcle&id=14
12. Fisher N.D.L, William G.H. Hypertensive Vascular Disease. Harrison’s
Principle Of Internal Medicine.16th Edition. New York: The Mc Graw
Hill. 2005. 230: 1463 – 81.
13. Yogiantoro, M. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. 143: 610-14.
14. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo Jr
JL, Et Al.; National Heart, Lung, And Blood Institute Joint National
Committee On Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High
Blood Pressure National High Blood Pressure Education Program
Coordinating Committee. The Seventh Report Of The Joint National
Committee On Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High
Blood Pressure. NIH Publication. 2004.
15. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta. 2013.
16. Kotchen, A.T. Hypertensive Vascular Disease. Harrison’s Principles Of
Internal Medicine. 17th Edition. New York: The Mcgraw-Hill Companies,
Inc. 2008. 241: 1549-62.
17. Hypertensive Vascular Disease. Robbins And Contran’s Pathologic Basis
Of Disease. 7th Edition. Elsevier Saunders. 2005. 525 – 29
18. The World Health Report 2002-Reducing Risks, Promoting Healthy Life.
Geneva, Switzerland: World Health Organization; 2002.
19. The World Health Organization. A Global Brief Of Hypertention, Silent
Killer Global Public Health Crisis. Geneva : World Health Organization
Press. 2013.
20. Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, Muntner P, Whelton PK, He J.
Global Burden Of Hypertension: Analysis Of Worldwide Data. The
Lancet 2005; 365: 217–223
21. World Health Organization Media Center. [cited 2018 august 20 ]
avalaible from:
Http://Www.Who.Int/Mediacentre/News/Releases/2013/World_Health_D
ay_20130403/En/
22. Ed. Tanto C Et Al. Kapita Selekta Kedokteran Ed 4. Jakarta: Media
Aesculapius. 2014 : 635-639.
23. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C,
Handler J, Et Al. 2014. Evidence-Based Guidlines For The Management
Of High Blood Pressure In Adults: Report From The Panel Members
Appointed To The Eight Joint National Committee (JNC 8). JAMA. 2013.
24. Hasurungan, Jefri 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
hipertensi pada lansia di kota depok tahun 2012. Tesis program pasca
sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai