MODUL
1 KEBIJAKAN DALAM
KONTRAK KONSTRUKSI
BANDUNG, 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan modul 1 tentang Kebijakan
Kontrak Konstruksi ini. Modul ini adalah modul ke-1 dari 7 modul yang harus diselesaikan
dalam Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi. Pelatihan tersebut diadakan
mengingat dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang lazim dilakukan di Indonesia akan
melibatkan pihak pengguna jasa konstruksi dan penyedia konstruksi serta tertuang dalam
kontrak konstruksi yang dipergunakan sebagai dasar hubungan hukum kedua belah pihak.
Setiap tahun, puluhan ribu kontrak konstruksi ditandatangani dan diimplementasikan
sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi sengketa kontrak konstruksi. Dalam
menyelesaikan sengketa kontrak konstruksi ada dua pilihan penyelesaian yaitu penyelesaian
melalui jalur peradilan dan penyelesaian di luar peradilan. Pelatihan penyelesaian sengketa
kontrak konstruksi ini dimaksudkan untuk membekali para ASN di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, khususnya yang terkait dalam penanganan kontrak
konstruksi dalam melaksanakan tugasnya, untuk mengantisipasi bila terjadi kemungkinan
sengketa.
Modul Kebijakan Kontrak Konstruksi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan
pengetahuan kepada peserta pelatihan mengenai kebijakan yang berlaku dalam kontrak
konstruksi. Dalam modul ini akan dibahas tentang : Pengertian Kebijakan, Kebijakan Kontrak
Konstruksi dan Macam-macam Kebijakan Kontrak Konstruksi
Modul Kebijakan Kontrak Konstruksi ini masih memiliki kekurangan, karena kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT. Untuk itu masukan dan kritikan yang membangun dari berbagai
pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan modul ini di masa yang akan datang. Akhirnya
semoga modul dapat bermanfaat.
Bandung, 2017
Kepala
Pusdiklat Sumber Daya Air dan Konstruksi
Modul 1
1
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
DAFTAR ISI
Modul 1
2
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
DAFTAR LAMPIRAN
DAF
TAR LAMPIRAN
Modul 1
3
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
DAFTAR INFORMASI VISUAL
DAFTAR INFORMASI
VISUAL
Modul 1
4
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
PETUNJUK PENGGUNAAN
MODUL
Modul 1
5
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebijakan kontrak konstruksi, dan kebijakan publik lainnya berkontribusi terhadap iklim
usaha di sektor konstruksi. Kebijakan pemerintah dalam bentuk aturan dan regulasi dalam
hal kontrak konstruksi semakin baik dan terjamin maka akan memberikan efek positif
terhadap kondusifitas iklim usaha di sektor konstruksi. Iklim usaha akan mempengaruhi
keberhasilan penyelenggaraan konstruksi dan nilai tambah (value for money) infrastruktur.
Iklim usaha di sektor konstruksi masih buruk dan akibatnya kinerja industri konstruksi
rendah.
Setiap tahun, puluhan ribu kontrak konstruksi ditandatangani dan diimplementasikan. Dalam
hal ini sudah hampir pasti akan terjadi sengketa konstruksi akibat perbedaan intrepretasi
maupun akibat lain yang bersifat fisik maupun non fisik. Terbitnya Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi perlu dijadikan momentum untuk memutakhirkan
kebijakan terkait tata kelola kontrak konstruksi. Pemerintah dalam rangka menerbitkan
peraturan pemerintah perlu mempertimbangkan implikasi kebijakan terkait pengadaan
terhadap iklim usaha, kinerja industri konstruksi dan nilai manfaat penyediaan infrastruktur
publik.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Hadirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konsruksi sebagai acuan
kebijakan regulasi kontrak konstruksi sangat diharapkan akan dapat mewujudkan industri
konstruksi yang sehat dan mampu menghasilkan infrastruktur yang memberikan nilai
manfaat (value for money) yang tinggi khususnya kaitannya dengan pasar pemerintah dan
juga pasar swasta.
Aturan mengenai hal ini menjadi penting mengingat pemerintah adalah penyelenggara
perekonomian negara yang kedudukannya jelas tidak sama dengan pihak swasta.
Pentingnya aturan mengenai hal tersebut menjadi semakin dibutuhkan saat pihak swasta
Modul 1
6
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
yang bekerja sama dengan pemerintah adalah pihak swasta asing. Berbagai hal yang
dilakukan oleh pemerintah termasuk dalam menentukan bentuk kontrak konstruksi yang
akan digunakan adalah bagian dari kebijakan,
Selain kebijakan bersifat regulative tersebut juga ada aturan kebijakan non regulasi kontak
konstruksi (baik berupa Surat Edaran (SE), Petunjuk Pelaksana, Petunjuk
Operasional atau Petunjuk Teknis, Instruksi , Pengumuman). Kebijakan non regulasi atau
dikenal kebijakan semu bukan merupakan peraturan perundang-undangan mengingat badan
yang mengeluarkan aturan kebijakan tesebut tidak memiliki kewenangan untuk membuat
peraturan perudang-undangan. Walaupun aturan kebijakan bukan peraturan perundang-
undangan, namun aturan kebijakan mengikat masyarakat secara tidak langsung. Selain itu
keberadaan aturan kebijakan tersebut memberikan peluang kepada badan tata usaha
negara untuk menjalankan kewenangan pemerintahan (diskresi) dalam rangka mengatasi
kondisi peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman.
Kebijakan pemerintah dalam bentuk aturan dan regulasi dalam hal kontrak konstruksi
apabila semakin baik dan terjamin maka akan memberikan efek positif terhadap kondusivitas
iklim usaha di sektor konstruksi.
Modul ini membahas tentang pengertian kebijakan, kebijakan konstruksi, kebijakan non
regulasi, dan kebijakan regulasi dalam kontrak konstruksi.
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan pembelajaran
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu memahami kebijakan yang berlaku dalam
kontrak konstruksi.
D. MATERI POKOK
Modul ini terdiri dari dua materi pokok, yaitu kebijakan kontrak konstruksi dan macam-
macam kebijakan kontrak konstruksi. Modul ini akan menjelaskan materi pokok kebijakan
kontrak konstruksi yang dimulai tiap tiap sub pokok bahasan sebagai prespektif yang akan
melandasi proses pembelajaran pada Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi.
Modul 1
7
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
MATERI
KEBIJAKAN KONTRAK
1 KONSTRUKSI
Indikator keberhasilan
Setelah mempelajari materi 1 tentang pengertian kebijakan kontrak konstruksi
ini indikator ke keberhasilan adalah apabila anda dapat :
1. Menjelaskan pengertian kebijakan.
2. Menjelaskan apa yang dimaksud kebijakan pemerintah.
3. Dapat menjelaskan pengertian kebijakan kontrak konstruksi.
Secara etimologis, kebijakan adalah terjemahan dari kata policy. Kebijakan dapat juga
berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.
Kebijakan dapat berbentuk keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh
pengambil keputusan puncak dan bukan kegiatan-kegiatan berulang yang rutin dan
terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat tahun 2014 dijelaskan bahwa
kebijakan berasal dari kata bijak yang artinya: (1) Selalu menggunakan akal budinya; pandai;
mahir. (2) Pandai bercakap-cakap; petah lidah. Selanjutnya dijelaskan bahwa kebijakan
diartikan sebagai (1) Kepandaian; kemahiran; kebijaksanaan; (2) Rangkaian konsep dan
asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi dan sebagainya);
pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen
dalam usaha mencapai sasaran; garis haluan.
Modul 1
8
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi
pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan kepemimpinan dan cara bertindak.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-
keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas
program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga
dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk
mencapai suatu tujuan eksplisit. (Sumber dari Wikipedia bahasa Indonesia)
Kebijakan juga bisa diaplikasikan terhadap pemerintah, organisasi sektor privat dan
kelompok, termasuk juga individual. Kebijakan berbeda dari aturan atau hukum. Sementara
hukum bisa memaksa atau melarang suatu perilaku (misalnya hukum mengharuskan
pembayaran pajak penghasilan), kebijakan lebih kepada memberi petunjuk terhadap
tindakan yang dilakukan untuk meraih hasil yang diinginkan.
Kebijakan juga berkenaan dengan proses dalam membuat keputusan organisasi yang
penting, termasuk identifikasi dari alternatif-alternatif berbeda seperti misalnya program-
program atau prioritas pembelanjaan, dan memilih di antara mereka berdasarkan akibat
yang mungkin terjadi. Kebijakan-kebijakan bisa dipahami sebagai mekanisme politis,
manajemen, keuangan, dan administratif yang disusun untuk meraih tujuan-tujuan tertentu.
Efek-efek yang dikehendaki dari sebuah kebijakan bervariasi berdasarkan organisasi dan
konteks dimana mereka dibuat. Secara umum, kebijakan-kebijakan secara tipikal dibentuk
untuk menghindari beberapa efek negatif yang telah disadari di dalam organisasi, atau untuk
mencari beberapa manfaat positif.
Kebijakan-kebijakan juga memiliki efek samping atau konsekuensi yang tidak dikehendaki.
Karena lingkungan yang hendak dipengaruhi atau dimanipulasi oleh kebijakan adalah sistem
yang kompleks (misalnya pemerintah, masyarakat, perusahaan besar), membuat suatu
perubahan kebijakan bisa memiliki hasil yang bertentangan. Contohnya, pemerintah
bermaksud membuat kebijakan untuk menaikkan pajak, dengan harapan untuk
meningkatkan penerimaan pajak secara keseluruhan. Bergantung dari ukuran peningkatan
Modul 1
9
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
pajak tersebut, hal ini bisa memiliki efek berupa penerimaan pajak yang menurun karena
disebabkan oleh perginya modal ke tempat lain.
Kebijakan dapat juga berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.
Pengertian kebijakan menurut organisasi PBB dan beberapa ahli diartikan sebagai berikut :
Menurut PBB: kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar pedoman (untuk)
bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktifitas-aktifitas
tertentu atau suatu rencana.
Heclo (1977) berpendapat bahwa kebijakan merupakan cara bertindak yang sengaja
dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah.
Amara raksasa taya (1976) berpendapat bahwa kebijakan ialah suatu taktik atau strategi
yang diarahkan untuk mencapai tujuan.
Indrafachrudi (1984) berpendapat bahwa kebijakan adalah suatu ketentuan pokok yang
menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau pengelolaan.
Carl friedrich berpendapat bahwa kebijakan ialah sebuah tindakan yang mengarah pada
tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan.
Eulau (1977) berpendapat bahwa kebijakan merupakan keputusan tetap, dicirikan oleh
tindakan yang bersinambung dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan
melaksanakan kebijakan.
Menurut KBBI: kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak
(tetang perintah, organisasi, dan lainnya).
Modul 1
10
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
umumnya dan kebijakan tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan.
Anderson dalam Tahir (2014:12), kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai
tujuan yang dilakukan sesorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu
masalah. Selanjutnya Anderson dalam Tahir (2014:21) mengklasifikasi kebijakan, policy,
menjadi dua: substantif dan prosedural. Kebijakan substantif yaitu apa yang harus
dikerjakan oleh pemerintah sedangkan kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana
kebijakan tersebut diselenggarakan. Ini berarti, kebijakan publik adalah kebijakan-
kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.
Sementara itu Nugroho (2003: 7) mengemukakan bahwa kebijakan adalah suatu aturan
yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh
warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sangsi sesuai dengan bobot pelanggaran
yang dilakukan dan dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai
tugas menjatuhkan sangsi.
Friedrich dalam Wahab (1991), mengartikan kebijakan adalah suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu
seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran
yang diinginkan.
Menurut William Dunn dalam Sahya Anggara (2014:5) menjelaskan bahwa ada empat
ciri pokok masalah kebijakan, yaitu sebagai berikut:
Modul 1
11
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
d. Dinamika masalah kebijakan. Cara pandang orang terhadap masalah pada akhirnya
akan menentukan solusi yang ditawarkan untuk memecahkan masalah tersebut.
2) Kebijakan sebagai ekspresi tujuan umum atau aktifitas negara yang diharapkan,
misal kebijakan tentang pelayanan publik yang berkualitas dan terjangkau oleh
seluruh masyarakat, kebijakan pengurangan angka kemiskinan;
8) Kebijakan sebagai sebuah hasil (outcome), misal: peningkatan nilai investasi dan
pendapatan pengusaha kecil sebagai implikasi pengalihan subsidi bahan bakar
minyak untuk usaha kecil;
9) Kebijakan sebagai sebagai teori atau model, misal: jika infrastruktur fisik wilayah
indonesia timur diperbaiki maka perkembangan sosial ekonomi wilayah itu
semakin meningkat; dan
10) Kebijakan sebagai sebuah proses, misal pembuatan kebijakan dimulai sejak
penetapan agenda, keputusan tentang tujuan, implementasi sampai dengan
evaluasi.
Mengikuti definisi Thomas Dye (1975) misalnya, hampir semua yang diputuskan atau
tidak diputuskan oleh pemerintah termasuk dalam definisi sebagai kebijakan
(whatever governments choose to do or not to do).
Modul 1
12
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
warganegaranya. Dalam literatur administrasi. (Subarsono, 2005:87)
Untuk lebih memahami tentang kebijakan pemerintah, berikut Definisi Kebijakan Pemerintah
Menurut Para Ahli:
Carl J. Friedrich mengatakan kebijakan pemerintah adalah suatu arah tindakan yang
diusulkan pada seseorang, golongan, atau Pemerintah dalam suatu lingkungan
dengan halangan-halangan dan kesempatan-kesempatannya, yang diharapkan
dapat memenuhi dan mengatasi halangan tersebut di dalam rangka mencapai suatu
cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak serta suatu tujuan tertentu. (Soenarko,
2003:42)
Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt mengatakan Kebijakan dapatlah diberi definisi
sebagai suatu keputusan yang siap dilaksanakan dengan ciri adanya kemantapan
perilaku dan berulangnya tindakan, baik oleh mereka yang membuatnya maupun
oleh mereka yang harus mematuhinya. (Soenarko, 2003:41)
Kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atas dasar kebijakan yang bersifat luas.
Menurut Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaha mencapai
tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu.
Modul 1
13
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK
Sedangkan jika di artikan secara terpisah atau secara etimologi, Kebijakan (policy) berasal
dari bahasa Yunani yaitu dari kata polis yang artinya negara, kota. Sedangkan pada bahasa
latin dari kata politia yang artinya negara, dan pada bahasa Inggris policy untuk menunjuk
pada suatu masalah yang berhubungan dengan permasalahan Publik dan Administrasi
pemerintahan.
Sedangkan arti dari kata Publik berasal dari bahasa Inggris, yaitu public yang artinya umum,
masyarakat atau negara. Jadi, pengertian publik yaitu sejumlah manusia yang mempunyai
kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan suatu tindakan yang benar dan bersih
berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka punyai.
Pengertian Kebijakan Publik Menurut Para Ahli antara lain sebagai berikut:
Menurut W.N.Dunn menyatakan bahwa kebijakan publik yaitu Suatu daftar pilihan
tindakan yang saling berhubungan yang disusun oleh suatu instansi atau pejabat
pemerintah antara lain dalam suatu bidang pertahanan, kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan, pengendalian kriminalitas, dan sebuah pembangunan perkotaan.
Menurut Woll menyatakan bahwa Kebijakan publik yaitu sejumlah suatu aktifitas
pemerintah untuk memecahkan suatu permasalahan di masyarakat, baik secara
langsung maupun melalui berbagai suatu lembaga yang mempengaruhi sebuah
kehidupan masyarakat.
Menurut Robert Eyestone menyatakan bahwa kebijakan publik yaitu sebagai hubungan
suatu unit pemerintah dengan suatu lingkungannya. Pernyataan ini bisa diklasifikasikan
sebagai democratic governance, yang dimana didalamnya terdapat sebuah interaksi
negara dengan rakyatnya dalam rangka untuk mengatasi persoalan publik.
Menurut G. Peters menyatakan bahwa kebijakan publik yaitu Sejumlah suatu aktifitas
Pemerintah, baik yang dilakukan sendiri atau melalui sebuah lembaga lain, yang akan
mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Menurut Carl Friedrich menyatakan bahwa kebijakan publik ialah Suatu usulan arah
tindakan atau sebuah kebijakan yang diajukan oleh seseorang, kelompok, atau suatu
pemerintah guna untuk mengatasi hambatan atau untuk memanfaatkan sebuah
kesempatan pada suatu lingkungan tertentu dalam rangka untuk mencapai suatu tujuan
atau merealisasikan suatu sasaran.
Menurut Henz Eulau dan Kenneth Previt Merumuskan kebijakan publik yaitu sebagai
sebuah keputusan yang tetap, yang ditandai oleh kelakuan yang berkesinambungan dan
Modul 1
14
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
berulang-ulang pada mereka yang membuat suatu kebijakan dan yang
melaksanakannya.
Menurut Robert Eyestone menyatakan bahwa kebijakan publik yaitu sebagai hubungan
suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pernyataan ini bisa diklasifikasikan
sebagai democratic governance, yang dimana didalamnya terdapat sebuah interaksi
negara dengan rakyatnya dalam rangka untuk mengatasi suatu persoalan publik.
Menurut Amara Raksasataya menyatakan bahwa kebijakan publik yaitu suatu kebijakan
sebagai sebuah taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Arnold Rose menyatakan bahwa kebijakan pubik yaitu Suatu rangkaian
tindakan yang saling berhubungan.
Menurut Bill Jenkins menyatakan bahwa Kebijakan publik yaitu suatu keputusan yang
berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna untuk
menentukan tujuan dan mendapatkan hasil yang berdasarkan suatu pertimbangan
situasi tertentu.
Dalam merumuskan suatu kebijakan publik yang diatur menurut urutan waktu yang secara
bertahap dari penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, dan penilaian kebijakan. Pada tahapan ini mencerminkan suatu kegiatan yang
terus berlangsung sepanjang waktu. Setiap tahapan berhubungan dengan tahap berikutnya.
Perumusan kebijakan publik ini menyangkut beberapa permasalahan antara lain: Energi dan
lingkungan, Kesehatan, Masalah perkotaan, Pendidikan, Pembangunan Infrastruktur,
kesejahteraan sosial, dll.
Modul 1
15
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Apabila masyarakat tidak aktif dalam perumusan suatu kebijakan publik, kebijakan tersebut
tidak akan sesuai dengan keinginan masyarakat.
Selain itu, peran masyarakat sipil dalam mengawal dan mengkaji suatu kebijakan perlu
diperhitungkan dalam bentuk forum-forum dialog ataupun konsultasi antar pemangku
kepentingan
Dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan atau ditetapkan oleh pemerintah pasti mempunyai
tujuan. Tujuan dalam pembuatan kebijakan publik pada dasarnya yaitu untuk :
Anda telah menyelesaikan materi pengertian kebijakan . Silahkan mencoba latihan berikut
untuk mengingat kembali dan mengukur tingkat kerberhasilan anda sampai pada tahap
pembelajaran ini.
LATIHAN 1
Apabila belum berhasil menjawab silahkan pelajari kembali materi terkait pengertian
kebijakan dalam modul tersebut. Selamat berlatih.
Modul 1
16
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
1.2. KEBIJAKAN KONTRAK KONSTRUKSI
Pada pembahasan materi berikutnya pada modul ini anda akan mempelajari pengertian
kebijakan kontak konstruksi.
Kajian LKPP (2016) menemukan bahwa kebijakan pengadaan barang/ jasa, kebijakan di
sektor konstruksi, kebijakan kontrak konstruksi, dan kebijakan publik lainnya berkontribusi
terhadap iklim usaha di sektor konstruksi.
Kebijakan pemerintah dalam bentuk aturan dan regulasi dalam hal kontrak konstruksi
semakin baik dan terjamin maka akan memberikan efek positif terhadap kondusivitas iklim
usaha di sektor konstruksi. Iklim usaha akan mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan
konstruksi dan nilai tambah (value for money) infrastruktur. Iklim usaha di sektor konstruksi
masih buruk dan akibatnya kinerja industri konstruksi rendah. Pengembangan iklim usaha
memerlukan pemutakhiran kebijakan terkait pengadaan. Pemutakhiran persyaratan usaha,
persyaratan tender, kepastian biaya transaksi ekonomi, kepastian hukum, ketiadaan
intervensi politik, akses sumber daya teknologi, material dan peralatan, tenaga kerja
termasuk permodalan, standarisasi pemeriksaan hasil pekerjaan membentuk iklim usaha.
Pemerintah melalui kerjasama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah
(LKPP) dan Kementerian PUPR perlu merancang pemutakhiran regulasi pengadaan,
regulasi usaha, regulasi kontrak dan regulasi lainnya agar lebih efektif mengembangkan iklim
usaha bagi kinerja industri konstruksi serta tercapainya nilai uang (value for money) dalam
pembangunan infrastruktur.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi perlu dijadikan
momentum untuk memutakhirkan kebijakan terkait pengadaan, khususnya kebijakan usaha
di sektor konstruksi yang meliputi klasifikasi dan kualifikasi usaha, registrasi dan lisensi
usaha, persyaratan usaha, dan sistem transaksi dan perikatan serta tata kelola kontrak
konstruksi. Pemerintah dalam rangka menerbitkan peraturan pemerintah perlu
mempertimbangkan implikasi kebijakan terkait pengadaan terhadap iklim usaha, kinerja
industri konstruksi dan nilai manfaat penyediaan infrastruktur publik.
Pengertian kontrak konstruksi bisa dilihat dari ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 tentang Jasa Konstruksi dalam Pasal 1 angka 8 mengatur pengertian Kontrak Kerja
Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara
Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Dari beberapa definisi kebijakan yang telah diuraikan sebelumnya dalam modul ini dapat
ditarik kesimpulan terkait definisi kebijakan Kontrak Konstruksi.
Modul 1
17
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Terkait pengatuan lebih lanjut Kebijakan kontrak konstruksi dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 diatur dalam Paragraf 3 Kontrak Kerja Konstruksi sebagai berikut:
a) Pasal mengenai pengikatan para pihak dalam pekerjaan konstruksi yaitu Pasal 46
yang mengatur bahwa:
Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus
dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
b) Pasal-pasal mengenai muatan materi yang harus dicantumkan dalam kontrak kerja
konstruksi diatur dalam Pasal 47 yang menyatakan bahwa:
b) rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan,
e) hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa
i) wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
l) keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan
dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
Modul 1
18
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
m) Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau
Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban
Kegagalan Bangunan;
o) pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban
para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau
menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
q) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak Kerja Konstruksi dapat
memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.
c) Ketentuan lain yang harus dimuat dalam kontrak konstruksi diatur dalam Pasal 48
sebagai berikut:
Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Kontrak Kerja
Konstruksi:
a. Untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak kekayaan
intelektual;
c. Dan yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih teknologi.
d) Ketentuan lain terkait kontak konstruksi diatur dalam Pasal 49, 50 dan Pasal 51
sebagai berikut:
(2) Dalam hal Kontrak Kerja Konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
(3) Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) digunakan Kontrak Kerja Konstruksi dalam bahasa Indonesia.
Modul 1
19
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Ketentuan dalam Pasal 51 yang menyatakan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai
Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Gambar 1. Pengatuan Lebih Lanjut Kebijakan Kontrak Konstruksi dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 diatur dalam Paragraf 3 Kontrak Kerja Konstruksi
Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai: (sesuai Pasal 47)
a. para pihak
b. rumusan pekerjaan
c. harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
d. masa pertanggungan,
e. hak dan kewajiban yang setara,
f. cara pembayaran,
g. wanprestasi,
h. penyelesaian perselisihan,
i. pemutusan kontrak kerja konstruksi
j. keadaan memaksa.
Kegagalan Bangunan,
pelindungan pekerja,
pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja,
aspek lingkungan,
jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak
Kontrak Kerja Konstruksi selain tersebut diatas juga dapat memuat uraian
mengenai: (sesuai Pasal 48)
Kontrak Kerja Konstruksi untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan
tentang hak kekayaan intelektual
Modul 1
20
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dalam
ketentuan penutup pada Pasal 104 yang menyatakan bahwa semua peraturan perundang-
undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833) dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Untuk itu ada beberapa kebijakan peraturan dan perundang-undangan lainnya yang terkait
dengan Jasa Konstruksi yang masih menjadi dasar hukum Kontrak Konstruksi, di antaranya:
b. Peraturan Pemerintah Nomor 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 4/2010 Tentang Perubahan
Atas PP Nomor 28/2000 dan PP Nomor 92/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas PP
Nomor 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
Pembahasan lebih lanjut tentang Kebijakan regulasi terkait kontrak konstruksi akan diuraikan
pada sub pokok bahasan Macam-Macam Kebijakan Kontrak Konstruksi pada modul ini.
Anda telah menyelesaikan materi pengertian kebijakan. Silahkan mencoba latihan berikut
untuk mengingat kembali dan mengukur tingkat kerberhasilan anda sampai pada tahap
pembelajaran ini.
LATIHAN 2
Apabila belum berhasil menjawab silahkan pelajari kembali materi terkait pengertian
kebijakan dalam modul tersebut. Selamat berlatih.
Modul 1
21
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
RANGKUMAN
a. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan dan cara bertindak.
b. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang memihak kepada masyarakat, dimana dalam
perumusannya masyarakat perlu dilibatkan dalam proses-proses partisipatif, mulai dari
tahap perencanaan dan perancangan kebijakan; substansi; dan implementasi.
c. Kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat
secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut
kepentingan umum
d. Kebijakan Kontrak Konstruksi adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman
dan dasar rencana dalam pelaksanaan keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur
hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan
Jasa Konstruksi.
EVALUASI MATERI 1
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan pemerintah ?
2. Apa yang dimaksud dengan kebijakan Kontrak Konstruksi?
3. Bagaimana pengaturan Kebijakan Kontrak Konstruksi sesuai Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi?
UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan anda
terhadap materi Modul
Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi Modul 1
Untuk latihan soal, setiap soal memiliki bobot nilai yang sama, yaitu 20/soal.
80 – 89 % = baik
70 – 79 % = cukup
< 70 % = kurang
Modul 1
22
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
TINDAK LANJUT
Bila anda dapat menjawab salah satu dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus mengulangi materi
modul 1, terutama bagian yang belum anda kuasai.
Modul 1
23
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
MATERI
MACAM – MACAM
2 KEBIJAKAN DALAM
KONTRAK KONSTRUKSI
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi 1 tentang pengertian kebijakan kontrak konstruksi
ini indikator ke keberhasilan adalah apabila anda dapat :
1. Menjelaskan macam-macam kebijakan dalam kontrak konstruksi,
2. Menjelaskan kebijakan non regulasi kontrak konstruksi
3. Menjelaskan kebijakan non regulasi kontrak konstruksi
Dalam mengawali pembahasan modul ini Anda akan diminta mendiskusikan berbagai
macam bentuk kebijakan kontrak konstruksi. Sebagai panduan diskusi ini, Anda diminta
mengikuti instruksi sesuai lembar kerja dibawah ini :
LEMBAR KERJA
(1) Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat memberikan
tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;
(2) Anda dapat melakukan diskusi dengan mengidentifikasi hal-hal apa saja yang
membedakan antara kebijakan non regulasi dan kebijakan regulasi dalam kontrak
konstruksi sesuai dengan aspek –aspek yang ditetapkan dalam format diskusi di atas;
(4) Penyuluh/Pelatih menulis hasil kesepakatan dengan mengklarifikasi hal-hal yang perlu
penegasan dan kesepakatan bersama.
Modul 1
24
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Setelah melakukan diskusi dan merumuskan hasil kesepakatan bersama mari cocokan hasil
diskusi tersebut dengan teori yang ada dalam uraian materi modul terkait macam-macam
kebijakan kontrak konstruksi.
Perlu anda ketahui Istilah kebijakan atau kebijaksanaan yang diterjemahkan dari kata policy
memang biasanya dihubungkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang
mempunyai kekuasaan (wewenang) untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung
jawab melayani kepentingan umum.
Pengertian kebijakan menurut pendapat Said Zainal Abidin dalam Dedy Mulyadi (2015:38-
39), dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:
a. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan
baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan
wilayah atau instansi yang bersangkutan.
Pusat : Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah atau lembaga negara di pusat untuk
mengatur semua warga negara dan seluruh wilayah Indonesia.
Daerah : Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah atau sebuah lembaga Daerah untuk
mengatur daerahnya masing-masing.
c) Bersifat regulatif: Artinya Kebijakan yang isinya sejumlah peraturan dan kewajiban
yang harus dipatuhi oleh warga negara ataupun penyelenggara untuk menciptakan
suatu ketertiban,kelancaran. Contohnya :Kebijakan dalam menetapkan UMR
Kebijakan dapat berbentuk keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh
pengambil keputusan puncak dan bukan kegiatan-kegiatan berulang yang rutin dan
terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan.
Modul 1
25
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Jadi kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik
dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk mencapainya.
Berdasarkan teori tersebut, Kebijakan terkait kontrak konstruksi dapat dibedakan menjadi
dua macam yaitu :
Dalam pembahasan modul ini akan diuraikan bagaimana keberadaan aturan kebijakan
(surat edaran, instruksi, petunjuk teknik) yang diterbitkan badan tata usaha negara apakah
termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Badan atau pejabat tata usaha negara seringkali menempuh berbagai langkah kebijakan
tertentu, antara lain menciptakan apa yang sering dinamakan aturan kebijakan (beleidsregel,
policy rule). Produk semacam ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan freies ermessen,
yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan merumuskan kebijakan
dalam pelbagai bentuk seperti peraturan, pedoman, pengumuman, dan surat edaran.
Suatu aturan kebijakan pada hakekatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha
negara, namun tanpa disertai kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat
tata usaha negara tersebut. Aturan kebijakan dimaksud pada kenyataannya telah
merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan.
Modul 1
26
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Pertimbangan untuk membentuk legislasi semu haruslah benar-benar cermat karena
keadaan mendesak yang mengharuskan pemerintah segera mengeluarkan sebuah legislasi
(aturan), karena tidak ada peraturan perundang-undangan yang dapat dipakai oleh
pemerintah sebagai dasar perbuatan hukum pemerintah yang hendak dilakukan (ingat asas
legalitasi).
Sebagai contoh dari substansi legislasi semu dapat disebutkan hal-hal sebagai berikut:
1) Direktur Jenderal Imigrasi mengeluarkan pengumuman bagi calon mahasiswa Akademi
Keimigrasian tentang salah satu syarat bahwa calon mahasiswa tinggi badannya paling
kurang 165 cm.
2) Menteri Hukum dan HAM menetapkan bahwa seorang pegawai negeri berusia 55 tahun
tidak dapat dipromosikan lagi dari eselon III untuk menduduki jabatan eselon II B dan II
A.
3) Menteri Hukum dan HAM mengharuskan calon pejabat yang akan menduduki jabatan
eselon II A harus pernah bertugas di daerah;
4) Menteri Hukum dan HAM menetapkan klasifikasi lembaga pemasyarakatan
5) Menteri Pendidikan Nasional menetapkan berbagai persyaratan terhadap calon
mahasiswa yang akan memasuki perguruan tinggi (misalnya lulus Ujian Masuk
Bersama).
6) Kapolri memerintahkan kepada segenap jajaran polisi untuk melakukan pemeriksaan
terhadap pawai peserta unjuk rasa dan menindak mereka yang membawa senjata
tajam, dan melarang pawai diadakan di lokasi yang berdekatan dengan kawasan vital
(istana, gedung DPR/DPRD, dan lain-lain).
Modul 1
27
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
d) Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen dan ketiadaan wewenang
administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan;
e) Pengujian terhadap peratruran kebijaksanaan lebih diserahkan
kepada doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang
layak;
f) Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan,
instruksi, surat edaran, pengumuman, dan lain-lain, bahkan dapat dijumpai dalam
bentuk peraturan.
Dalam praktek pemerintahan sehari-hari legislasi semu dapat diterbitkan oleh semua badan
atau organ pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Umumnya format dan
nomenklatur yang dipakai untuk legislasi semu berbeda dengan peraturan perundang-
undangan, walaupun dapat pula dijumpai substansi legislasi semu dituangkan dalam format
perundang-undangan.
Tidak ada suatu format baku yang digunakan dalam pembentukan legislasi semu. Beberapa
contoh yang populer legislasi semu dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Surat Edaran (SE), biasanya digunakan oleh seorang pejabat (menteri atau direktur
jenderal) untuk memberitahukan kepada jajaran di bawahnya mengenai suatu kebijakan
yang harus dilaksanakan yang berkaitan dengan pelayanan publik. Di lingkungan
perpajakan (sebelum lahirnya Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan yang baru)
banyak terdapat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak, yang mengatur berbagai
persoalan teknis perpajakan. Demikian pula di lingkungan Departemen Hukum dan
HAM, dapat dikemukakan adanya Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum
Umum yang mengatur tentang tata cara pendaftaran fidusia sebagai pedoman bagi
Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM dalam memberikan pelayanan publik
mengenai pendaftaran akta jaminan fidusia.
Contoh surat edaran terkait kontrak konstruksi :
Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 02/SE/Db/2016 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.
Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 18/SE/Db/2012 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.
Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 07/SE/Db/2015 Tentang penanganan
kontrak kritis (terlampir)
b. Petunjuk Pelaksana, yang dikeluarkan oleh pejabat sebagai pedoman bagi
bawahan untuk melaksanakan peraturan tertentu yang termasuk dalam tugas pokok
dan fungsinya.
c. Petunjuk Operasional atau Petunjuk Teknis yang memuat berbagai cara teknis
adminstratif dan operasional mengenai tugas tertentu.
d. Instruksi yang dikeluarkan oleh pimpinan yang bersifat perintah untuk menjalankan
tugas tertentu.
Modul 1
28
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
e. Pengumuman, yang antara lain berisi informasi yang diperlukan bagi masyarakat yang
berkepentingan mengenai suatu pelayanan publik yang disediakan oleh instansi
pemerintah.
Mengenai kekuatan mengikat dari aturan kebijakan diantara para pakar hukum tidak terdapat
kesamaan pendapat. Menurut Bagir Manan, aturan kebijakan bukan peraturan perundang-
undangan dan tidak langsung mengikat secara hukum, tetapi mengandung relevansi hukum.
Aturan kebijakan pada dasarnya ditujukan kepada administrasi negara sendiri, sehingga
yang pertama-tama melaksanakan ketentuan tersebut adalah badan atau pejabat tata usaha
negara. Meskipun demikian, ketentuan tersebut secara tidak langsung akan dapat mengenai
masyarakat umum.
Menurut hamid attamimi aturan kebijakan mengikat secara umum, karena masyarakat yang
terkena aturan kebijakan tersebut tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikutinya.
Suatu perbedaan hukum lain yang penting antara peraturan perundang-undangan dengan
peraturan kebijaksanaan, adalah bahwa peraturan kebijaksanaan mengandung suatu syarat
pengetahuan yang tidak tertulis (aangeschreven harheidsclausule). Ini berarti bahwa
manakala terdapat keadaan khusus yang mendesak, maka badan tata usaha negara di
dalam hal yang sifatnya individual – harus menyimpang dari peraturan kebijaksanaan guna
kemaslahatan warga. Hal ini disebabkan karena tidak diatur dalam peraturan perundang-
undangan, maka badan tata usaha negara berdasar ketentuan peraturan kebijaksanaan
sendiri, tidak dapt meniadakan kewenangan di dalam hal yang menyimpang dari garis
kebijaksanaan. Tata usaha negara pada setiap kasus harus menanyakan sendiri apakah
tidak terdapat keadaan-keadaan khusus.
Modul 1
29
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Suatu perbedaan hukum lagi ialah bahwa peraturan perundang-undangan termasuk bidang
hukum dan karena itu dapat diuji dalam kasasi, sedangkan peraturan kebijaksanaan
termasuk dunia fakta dan karena itu tidak dapat berperan dalam kasasi.
Adanya peraturan kebijaksanaan di Indonesia dapat dilihat pada pelbagai keputusan, surat
edaran, surat edaran bersama, dan lain-lain, yang dibuat oleh badan atau pejabat tata usaha
negara. Hanya saja produk peraturan kebijaksanaan sedemikian masih belum secara sadar
diberlakukan sebagai “peraturan kebijaksanaan” mengingat ketiadaan wewenang
pembuatan dari badan atau pejabat tata usaha negara yang membuat peraturan
kebijaksanaan itu kadangkala masih dilihat dari sudut ukuran pendekatan hukum
(rechtmatigheid). Hal dimaksud mengakibatkan bahwa suatu peraturan kebijaksaan
adakalanya dinilai sebagai produk perbuatan penguasa yang melanggar hukum.
Dalam Renstra 2015-2019 Kementerian PUPR yang salah satu tujuannya “Meningkatnya
Kapasitas Dan Pengendalian Kualitas Konstruksi Nasional” dengan outcome sebagai
berikut:
Dalam Renstra 2015-2019 Kementerian PUPR terkait kontrak konstruksi pada Program
Prioritas Pembinaan Konstruksi yaitu Peningkatan tertib penyelenggaraan konstruksi melalui:
Modul 1
30
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Peningkatan tertib penyelenggaraan konstruksi salah satunya melalui
Peningkatan tertib administrasi kontrak konstruksi
Dalam pelaksanaan kontrak, diperlukan tertib administrasi kontrak yang baik agar apa yang
menjadi tujuan keduapihak dalam berkontrak mencapai sasaran, yaitu menjamin
kesetaraandan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan
kewajiban yang tertuang dalam dokumen kontrak konstruksi dan mengikat kedua pihak.
Anda telah menyelesaikan materi pengertian kebijakan . Silahkan mencoba latihan berikut
untuk mengingat kembali dan mengukur tingkat kerberhasilan anda sampai pada tahap
pembelajaran ini.
LATIHAN 3
Apabila belum berhasil menjawab silahkan pelajari kembali materi terkait pengertian
kebijakan dalam modul tersebut. Selamat berlatih.
Modul 1
31
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
2.2. KEBIJAKAN REGULASI KONTRAK KONSTRUKSI
Di Indonesia belum ada peraturan khusus yang menjadi pedoman kontrak kerjasama antara
pemerintah dengan swasta, khususnya dalam bidang pembangunan konstruksi. Dalam hal
pengaturan kerja sama dengan swasta, Indonesia memiliki Peraturan Presiden Nomor 8
Tahun 2006 sebagai penyempurnaan dari Kepres Nomor 80/2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa. Di dalam Peraturan Presiden tersebut lebih
banyak diatur tentang aspek administrasi, belum banyak menyentuh aspek kontrak. Selain
Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa, hal yang mengatur tentang
kontrak-kontrak yang dibuat oleh pemerintah terdapat dalam Undang-undang Nomor 17
tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan negara. Kedua undang-undang itu merupakan peraturan lanjutan dari
Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Namun, kedua undang-undang
tersebut juga tidak mengatur tentang teknis kontrak yang dilakukan oleh pemerintah dan
swasta. Didalamnya hanya mengatur tentang hal yang berhubungan dengan keuangan dan
aset-aset negara yakni mengenai cara penggunaan dan pertanggungjawabannya. Di dalam
Undang-Undang Perbendaharaan Negara sedikit disinggung tentang investasi pemerintah
terhadap swasta itupun memerlukan peraturan pemerintah untuk pelaksanaan lebih lanjut.
Hadirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konsruksi sangat diharapkan
akan dapat mewujudkan industri konstruksi yang sehat dan mampu menghasilkan
infrastruktur yang memberikan nilai manfaat (value for money) yang tinggi khususnya
kaitannya dengan pasar pemerintah dan juga pasar swasta.
Aturan mengenai hal ini menjadi penting mengingat pemerintah adalah penyelenggara
perekonomian negara yang kedudukannya jelas tidak sama dengan pihak swasta.
Pentingnya aturan mengenai hal tersebut menjadi semakin dibutuhkan saat pihak swasta
yang bekerja sama dengan pemerintah adalah pihak swasta asing.
Berbagai hal yang dilakukan oleh pemerintah termasuk dalam menentukan bentuk kontrak
yang akan digunakan adalah bagian dari kebijakan. Terkadang kebijakan yang dipilih
menimbulkan bentuk permasalahan tersendiri.
Demikian juga kebijakan untuk menggandeng pihak swasta dalam melakukan perwujudan
pembanguan infrastruktur. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta
dalam kerjasama pembangunan infrastruktur akan menimbulkan akibat hukum seperti
adanya prestasi-prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak.
Berikut beberapa kebijakan regulasi berupa peraturan dan perundang-undangan yang terkait
dengan Jasa Konstruksi dan menjadi dasar hukum Kontrak kerja konstruksi, di antaranya:
2) Peraturan Pemerintah Nomor 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 4/2010 Tentang Perubahan
Atas PP Nomor 28/2000 dan PP Nomor 92/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas
PP Nomor 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
Modul 1
32
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
3) Peraturan Pemerintah Nomor 29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 54 Tahun 2016 tentang perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor
29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
Dalam pembahasan modul ini akan diuraikan lebih lanjut kebijakan regulasi yang
menjadi dasar pengaturan tentang kontrak konstruksi sebagai berikut:
Modul 1
33
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi;
keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan konstruksi;
tenaga kerja konstruksi;
pembinaan;
sistem informasi Jasa Konstruksi;
partisipasi masyarakat;
penyelesaian sengketa;
sanksi administratif; dan
ketentuan peralihan.
Permasalahan yang sering timbul antara penyedia jasa dan pengguna jasa di bidang
usaha jasa konstruksi diakibatkan kurangnya pemahaman tentang dokumen-dokumen
Kontrak. Dengan adanya modul ini diharapkan ikut membantu pengguna atau penyedia
jasa bisa memahami kebijakan terkait dokumen-dokumen yang akan dikontrakkan,
sehingga pekerjaan konstruksi tidak akan terhambat.
Berikut beberapa kebijakan regulasi terkait kontrak konstruksi yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi sebagai berikut:
a. Pengertian Terkait kontrak kerja konstruksi diatur dalam Bab I ketentuan umum
pasal 1 angka 5 yang menyatakan bahwa dalam undang-undang ini yang
dimaksud dengan kontrak kerja kontruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak
yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
penyelenggaraan jasa kontruksi
c. Ketentuan pasal 47 yang mengatur kontrak kerja kontruksi paling sedikit harus
mencakup uraian materi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam sub
pokok bahasan sebelumnya dalam modul ini.
(2) Dalam hal kontrak kerja konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat
dalam bahasa indonesia dan bahasa inggris.
(3) Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) digunakan kontrak kerja konstruksi dalam bahasa indonesia.
Modul 1
34
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
f. Ketentuan terkait penyelesaian sengketa kontrak konstruksi diatur dalam pasal
88.
(1) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja
konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), para pihak yang bersengketa
membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa
yang akan dipilih.
(2) Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. Mediasi;
b. Konsiliasi; dan
c. Arbitrase.
(3) Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
a dan huruf b, para pihak dapat membentuk dewan sengketa.
(4) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan
sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pemilihan keanggotaan dewan
sengketa dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak menjadi
bagian dari salah satu pihak.
Modul 1
35
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
2) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG
PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
Peraturan Pemerintah ini telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor .54 Tahun 2016 sedangkan perubahan sebelumnya adalah
perubahan pertama dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 dan
perubahan kedua yaitu Peraturan Pemerintah Nomor.79 Tahun 2010.
Modul 1
36
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, perlu melakukan perubahan ketiga atas
Peraturan pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi, dengan tujuan untuk memberikan landasan hukum bagi Badan Usaha
Milik Daerah penerima penugasan Pemerintah Daerah agar dapat menunjuk
langsung Badan Usaha Milik Daerah lain, anak perusahaan Badan Usaha Milik
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau anak perusahaan Badan Usaha Milik
Negara dalam melaksanakan penugasan tersebut.
1. Ketentuan ayat (1) huruf a pasal 8 ditambah angka 7): pekerjaan proyek strategis
nasional yang merupakan penugasan dari Pemerintah Daerah kepada Badan
Usaha Milik Daerah
2. Ketentuan ayat (2) pasal 8 disisipkan 1 (satu) ayat di antara ayat (2a) dan ayat (3),
yakni ayat (2b). Badan Usaha Milik Daerah penerima penugasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 7) hanya dapat melakukan penunjukan
langsung kepada Badan Usaha Milik Daerah lain, anak perusahaan Badan Usaha
Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau anak perusahaan Badan
Usaha Milik Negara.
3. Ketentuan ayat (1) huruf a pasal 12 ditambah angka 7), pekerjaan proyek strategis
nasional yang merupakan penugasan dari Pemerintah Daerah kepada Badan
Usaha Milik Daerah;
5. Ketentuan pasal 12 di antara ayat (2b) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (2c): Badan Usaha Milik Daerah penerima penugasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 7) hanya dapat melakukan penunjukan
langsung kepada Badan Usaha Milik Daerah lain, anak perusahaan Badan Usaha
Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau anak rusahaan Badan Usaha
Milik Negara.
(1) Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan dari Pemerintah dapat
melaksanakan penunjukan langsung kepada Badan Usaha Milik Negara lain
atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara untuk pekerjaan
terintegrasi.
(2) Badan Usaha Milik Daerah yang mendapat penugasan dari Pemerintah
Daerah dapat melaksanakan penunjukan langsung kepada Badan Usaha Milik
Daerah lain, anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, dan/atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara untuk
pekerjaan terintegrasi.
Modul 1
37
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Perubahan PP ini dapat juga dipahami sebagai penataan kembali khususnya
yang menyangkut proyek strategis dan Badan Usaha yang memperoleh
penugasan melalui penunjukan.
Modul 1
38
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
10) Mengembalikan jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah,
sedangkan bagi penyedia jasa yang menang mengikuti ketentuan
yang diatur dalam dokumen pelelangan;
Lump sum;
Harga satuan;
Aliansi
Modul 1
39
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Tahun jamak.
Secara berkala.
(4) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan gabungan lump sum
dan harga satuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3)
huruf a angka 4 merupakan gabungan lump sum dan atau harga
satuan dan atau tambah imbalan jasa dalam 1 (satu) pekerjaan yang
diperjanjikan sejauh yang disepakati para pihak dalam kontrak kerja
konstruksi.
Modul 1
40
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
ditetapkan lingkup. Dan volume pekerjaan yang belum diketahui
ataupun diperinci secara pasti sedangkan pembayarannya dilakukan
secara biaya tambah imbal jasa dengan suatu pembagian tertentu
yang disepakati bersama atas penghematan ataupun biaya lebih
yang timbul dari perbedaan biayasebenarnya dan harga kontrak
referensi.
Konsiderasi;
Lingkup pekerjaan;
Modul 1
41
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
3) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA
DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI
Perpres Nomor 54 Tahun 2010 ini telah mengalami beberapa kali perubahan,
yang terakhir dengan pepres seperti yang dijelaskan lebih lanjut dalam
penjelasan peraturan presiden ini, tata cara pengadaan barang/jasa pemrintah
tersebut berhubungan dengan tata pemerintahan yang baik dan bersih (good
governance and clean government), yaitu seluruh aspek yang terkait dengan
kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam
menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal.
Modul 1
42
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil,
transparan, profesional, dan akuntabel.
Modul 1
43
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
5) PERATURAN MENTERI PUPR NOMOR 31/PRT/M/2015 TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR 07/PRT/M/2011 TENTANG STANDAR DAN PEDOMAN
PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTANSI
Ketentuan pengadaan pekerjaan kontruksi pada ayat (2) dan ayat (3) Pasal 6c
Pasal berbunyi sebagai berikut :
meneliti dan menilai kewajaran harga satuan dasar meliputi harga upah, bahan,
dan peralatan dari harga satuan penawaran, sekurang-kurangnya pada setiap
mata pembayaran utama;
meneliti dan menilai kewajaran kuantitas/koefisien dari unsur upah, bahan, dan
peralatan dalam Analisa Harga Satuan;
hasil penelitian huruf a. dan huruf b. digunakan untuk menghitung harga satuan
yang dinilai wajar tanpa memperhitungkan keuntungan yang ditawarkan;
harga satuan yang dinilai wajar digunakan untuk menghitung total harga
penawaran yang dinilai wajar dan dapat dipertanggungjawabkan; dan
Apabila total harga penawaran yang diusulkan lebih kecil dari hasil evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka harga penawaran dinyatakan tidak
wajar dan gugur harga.
kontrak Lump Sum, Harga Satuan, Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan
untuk pekerjaan konstruksi tunggal.
Kontrak Harga Satuan Jasa Konsultansi didasarkan atas input (tenaga ahli dan
biaya-biaya langsung terkait termasuk perjalanan dinas) yang harus disediakan
konsultan (Input based) untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Kerangka
Acuan Kerja/ TOR. Jenis pekerjaan pada kelompok ini yaitu supervisi/
pengawasan pekerjaan konstruksi, monitoring, manajemen konstruksi, survey,
dan lainnya.
Modul 1
44
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
KEBIJAKAN REGULASI LAINNYA TERKAIT ASAS KONTRAK KERJA
KONSTRUKSI
Ada lima asas hukum utama yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan kontrak yaitu:
1) Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”
Para pihak bebas untuk memperjanjikan apa yang mereka inginkan,dengan syarat tidak
bertentangan dengan Undang-Undang,Ketertiban Umum dan Kesusilaan.
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
2) Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata.Pada
pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata
kesepakatan antara kedua belah pihak.Asas ini merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak.Kesepakatan adalah persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
3) Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan
asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.Asas pacta sunt servanda merupakan
asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.Mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer.yang
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati
dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-
undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak
dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal
1338 ayat (2) KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu.
Modul 1
45
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
4) Asas Itikad Baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak,
yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.Asas
itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakniitikad baik nisbi dan itikad baik mutlak.Pada
itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari
subjek.Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta
dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut
norma-norma yang objektif.
Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, hakim diberi suatu
kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai
pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan.Kepatutan
dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu pihak terdesak,
harus adanya keseimbangan. Keadilan artinya bahwa kepastian untuk mendapatkan apa
yang telah diperjanjikan dengan memperhatikan norma-norma yang berlaku.
5) Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal
ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata
menegaskan:
“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain
untuk dirinya sendiri.”
Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut
harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi:
“Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”
Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya
berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat
pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan:
“Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian
yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung
suatu syarat semacam itu.”
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak
untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang
ditentukan.Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur
perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk
orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu
maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga,
sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli
warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan
demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan
Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.
Modul 1
46
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Konsisten dengan hal tersebut, penerapan salah satu asas dalam hukum perjanjian, yakni
asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, diaplikasikan pada Undang-Undang Jasa Konstruksi Tahun 2017
melalui penerapan asas kebebasan sebagai salah satu asas yang digunakan dalam
penyelenggaraan jasa kontruksi. Asas kebebasan dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi
Tahun 2017 dimaknai sebagai kebebasan berkontrak antara Penyedia Jasa dan Pengguna
Jasa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Perihal kebebasan berkontrak,
Johannes Gunawan menjelaskan bahwa asas kebebasan berkontrak meliputi:
a. Kebebasan setiap orang untuk memutuskan apakah ia membuat perjanjian atau
tidak membuat perjanjian.
b. Kebebasan para pihak untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu
perjanjian.
c. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian.
d. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian.
Sejalan dengan lingkup asas kebebasan berkontrak di atas, Pasal 46 ayat (2) Undang-
Undang Jasa Konstruksi Tahun 2017 mengatur Kontrak Kerja Konstruksi dibentuk dengan
mengikuti perkembangan kebutuhan untuk mengakomodasi bentuk-bentuk kerja konstruksi
yang berkembang di masyarakat dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Hal menarik adalah perihal kesetaraan kedudukan antara Penyedia Jasa dan Pegguna Jasa.
Perihal kekurangan kesetaraan Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa diakui secara eksplisit
dalam Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang Jasa Konstrusi 1999 sebagai salah satu
faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi jasa konstruksi nasional pada saat
diundangkannya Undang-Undang Jasa Konstruksi 1999. Adapun dalam Undang-Undang
Jasa Konstruksi 2017, walaupun tidak menyatakan hal serupa, namun Undang-Undang Jasa
Konstruksi 2017 menempatkan kesetaraan antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa
sebagai salah satu asas dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, yakni asas
kesetaraan yang dimaknai bahwa kegiatan Jasa Konstruksi harus dilaksanakan dengan
memperhatikan kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa. Serta
menempatkan kesetaraan hubungan kerja Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sebagai salah
satu tujuan dari penyelenggaraan jasa konstruksi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3
huruf (b) Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017 sebagai berikut:
Penyelenggaran Jasa Konstruksi salah satunya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban
penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara
Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta
meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sejalan dengan penggunaan asas kesetaraan dan tujuan penyelenggaraan jasa konstruksi,
Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017 memberikan kewajiban kepada Pemerintah Pusat,
melalui Pasal 4 ayat (1) huruf b, untuk menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara
Pengguna jasa dan Penyedia jasa. Dan untuk pelaksanaan kewajibannya tersebut,
Pemerintah diberikan kewenangan mengembangkan Kontrak Kerja Konstruksi yang
menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) huruf (b) Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017.
Modul 1
47
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Bahkan sebagai salah satu upaya untuk mencapai tujuan penyelengaraan jasa konstruksi
terkait dengan kesetaraan Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam Pasal 3 huruf (b)
Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017 di atas, penjelasan Pasal 3 huruf (b) menyebutkan
penerapan dokumen kontrak standar sebagai salah satu upaya.
Adapun mengenai kontrak standar ini bukanlah hal baru dalam dunia konstruksi.Tercatat
beberapa standar kontrak kontruksi yang diterbitkan oleh beberapa negara atau asosiasi
profesi seperti FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Counsels), JCT (Joint
Contract Tribunals), AIA (American Institute of Architects) dan SIA (Singapore Institute of
Architects).
Lebih lanjut, kedua ketentuan perihal jasa konstruksi tersebut mengatur pula ketentuan-
ketentuan yang sekurang-kurangnya harus tercantum dalam suatu Kontrak Kerja
Konstruksi.Secara umum, tidak ada perbedaan signifikan diantara kedua pengaturan
tersebut. Beberapa perbedaan yang dimuat dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017
sekiranya perlu menjadi catatan adalah sebagai berikut:
LATIHAN 4
2. Sebutkan dua kebijakan regulasi terkait kontrak konstruksi yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Apabila belum berhasil menjawab silahkan pelajari kembali materi terkait pengertian
kebijakan dalam modul tersebut. Selamat berlatih!
Modul 1
48
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
RANGKUMAN
1. Pertimbangan untuk membentuk legislasi semu haruslah benar-benar cermat karena
keadaan mendesak yang mengharuskan pemerintah segera mengeluarkan sebuah
legislasi (aturan), karena tidak ada peraturan perundang-undangan yang dapat dipakai
oleh pemerintah sebagai dasar perbuatan hukum pemerintah yang hendak dilakukan
(ingat asas legalitasi).
2. Aturan kebijakan (baik berupa surat edaran, instruksi, petunjuk operasional) bukan
merupakan peraturan perundang-undangan mengingat badan yang mengeluarkan aturan
kebijakan tesebut tidak memiliki kewenangan untuk membuat peraturan perudang-
undangan. Walaupun aturan kebijakan bukan peraturan perundang-undangan, namun
aturan kebijakan mengikat masyarakat secara tidak langsung. Selain itu keberadaan
aturan kebijakan memberikan peluang kepada badan tata usaha negara untuk
menjalankan kewenangan pemerintahan (diskresi) dalam rangka mengatasi kondisi
peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman.
3. Dalam praktek pemerintahan sehari-hari legislasi semu dapat diterbitkan oleh semua
badan atau organ pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Umumnya format
dan nomenklatur yang dipakai untuk legislasi semu berbeda dengan peraturan
perundang-undangan, walaupun dapat pula dijumpai substansi legislasi semu dituangkan
dalam format perundang-undangan.Tidak ada suatu format baku yang digunakan dalam
pembentukan legislasi semu. Beberapa contoh yang populer legislasi semu dapat
dikemukakan sebagai berikut yaitu Surat Edaran (SE), Petunjuk Pelaksana, Petunjuk
Operasional atau Petunjuk Teknis, Instruksi , Pengumuman.
b) rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan,
e) hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh hasil
Jasa
f) Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta hak
Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya
melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;
Modul 1
49
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
konstruksi bersertifikat;
i) wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
l) keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan
dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
o) pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban
para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau
menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
p) aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang
lingkungan;
q) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
(1) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja
konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), para pihak yang bersengketa
membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa yang
akan dipilih.
(2) Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. Mediasi;
b. Konsiliasi; dan
Modul 1
50
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
c. Arbitrase.
(3) Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
dan huruf b, para pihak dapat membentuk dewan sengketa.
(4) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan
sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pemilihan keanggotaan dewan
sengketa dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak menjadi bagian
dari salah satu pihak.
EVALUASI MATERI 2
1. Sebutkan Macam-macam Kebijakan Kontrak Konstruksi!
2. Sebutkan ciri – ciri legislasi semu menurut Bagir Manan!
3. Jelaskan mengenai ketentuan pasal 88 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 yang
mengatur kebijakan penyelesaian sengketa kontrak kerja kontruksi!
UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan anda
terhadap materi Modul
Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi Modul 1
Untuk latihan soal, setiap soal memiliki bobot nilai yang sama, yaitu 20/soal.
Tes formatif:
80 – 89 % = baik
70 – 79 % = cukup
< 70 % = kurang
Modul 1
51
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
TINDAK LANJUT
Bila anda dapat menjawab salah dua dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi apabila belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus mengulangi
materi modul 2, terutama bagian yang belum anda kuasai.
Modul 1
52
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
PENUTUP
Selamat Anda sudah menyelesaikan modul 3 tentang Kebijakan Kontrak Kontruksi.
Suatu aturan kebijakan pada hakekatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha
negara, namun tanpa disertai kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat
tata usaha negara tersebut. Aturan kebijakan dimaksud pada kenyataannya telah
merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan.
Aturan kebijakan (baik berupa surat edaran, instruksi, petunjuk operasional) bukan
merupakan peraturan perundang-undangan mengingat badan yang mengeluarkan aturan
kebijakan tesebut tidak memiliki kewenangan untuk membuat peraturan perudang-
undangan. Walaupun aturan kebijakan bukan peraturan perundang-undangan, namun
aturan kebijakan mengikat masyarakat secara tidak langsung. Selain itu keberadaan aturan
kebijakan memberikan peluang kepada badan tata usaha negara untuk menjalankan
kewenangan pemerintahan (diskresi) dalam rangka mengatasi kondisi peraturan perundang-
undangan yang sudah ketinggalan zaman.
Dalam praktek pemerintahan sehari-hari legislasi semu dapat diterbitkan oleh semua badan
atau organ pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Umumnya format dan
nomenklatur yang dipakai untuk legislasi semu berbeda dengan peraturan perundang-
undangan, walaupun dapat pula dijumpai substansi legislasi semu dituangkan dalam format
perundang-undangan.Tidak ada suatu format baku yang digunakan dalam pembentukan
legislasi semu. Beberapa contoh yang populer legislasi semu dapat dikemukakan sebagai
berikut yaitu Surat Edaran (SE), Petunjuk Pelaksana, Petunjuk Operasional atau Petunjuk
Teknis, Instruksi , Pengumuman.
Semoga anda bisa mencapai seluruh indikator keberhasilan yang diminta dalam
pembelajaran modul tentang kebijakan kontrak konstruksi.
Sesuai tujuan semula dari pelatihan penyelesaian sengketa kontrak konstruksi ini
dimaksudkan untuk membekali para ASN di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, khususnya yang terkait dalam penanganan kontrak konstruksi dalam melaksanakan
tugasnya, untuk mengantisipasi bila terjadi kemungkinan sengketa. Untuk itu Modul kesatu
tentang Kebijakan Kontrak Konstruksi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan
pengetahuan kepada peserta pelatihan mengenai kebijakan yang berlaku dalam kontrak
konstruksi. Dalam modul ini akan dibahas tentang : Untuk itu setelah mempelajari modul ini
diharapkan pemahaman anda tentang Pengertian Kebijakan, Kebijakan Kontrak Konstruksi
dan Macam-macam Kebijakan Kontrak Konstruksi semakin meningkat.
Modul 1
53
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
KUNCI JAWABAN
MATERI 1 - LATIHAN 1
Secara etimologis, kebijakan adalah terjemahan dari kata policy. Kebijakan dapat juga
berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.
Kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat
secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut
kepentingan umum
Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang memihak kepada masyarakat, dimana dalam
perumusannya masyarakat perlu dilibatkan dalam proses-proses partisipatif, mulai dari
tahap perencanaan dan perancangan kebijakan; substansi; dan implementasi.
MATERI 1 - LATIHAN 2
Kebijakan Kontrak Konstruksi adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi
pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan keseluruhan dokumen kontrak yang
mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
e) Pasal mengenai pengikatan para pihak dalam pekerjaan konstruksi yaitu Pasal 46
yang mengatur bahwa:
Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus
dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
f) Pasal-pasal mengenai muatan materi yang harus dicantumkan dalam kontrak kerja
Modul 1
54
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
MATERI 1 - LATIHAN 2
konstruksi diatur dalam Pasal 47 yang menyatakan bahwa:
t) rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan,
w) hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa
aa) wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu
pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
dd) keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar
kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah
satu pihak;
ff) pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
gg) pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan
Modul 1
55
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
MATERI 1 - LATIHAN 2
kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
hh) aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan
tentang lingkungan;
ii) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain
dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan;
dan
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak Kerja Konstruksi
dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.
g) Ketentuan lain yang harus dimuat dalam kontrak konstruksi diatur dalam Pasal 48
sebagai berikut:
Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Kontrak Kerja
Konstruksi:
d. Untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak kekayaan
intelektual;
f. Dan yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih teknologi.
h) Ketentuan lain terkait kontak konstruksi diatur dalam Pasal 49, 50 dan Pasal 51
sebagai berikut:
(5) Dalam hal Kontrak Kerja Konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
(6) Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) digunakan Kontrak Kerja Konstruksi dalam bahasa Indonesia.
Ketentuan dalam Pasal 51 yang menyatakan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai
Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan
Pasal 50 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Modul 1
56
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
EVALUASI MATERI 1
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan pemerintah ?
Kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat
secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang
menyangkut kepentingan umum
2. Apa yang dimaksud dengan kebijakan Kontrak Konstruksi?
Kebijakan terkait Kontrak Kerja Konstruksi diatur dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi yang mengatur bahwa kontrak
kerja konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:
a) para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;
b) rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan,
e) hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa
i) wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
Modul 1
57
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;
o) pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian
atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
q) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus
dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
b) Pasal-pasal mengenai muatan materi yang harus dicantumkan dalam kontrak kerja
konstruksi diatur dalam Pasal 47 yang menyatakan bahwa:
b) rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja,
nilai pekerjaan,
e) hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa
Modul 1
58
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
g) penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga
kerja konstruksi bersertifikat;
i) wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu
pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
o) pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan
kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
q) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain
dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan;
dan
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak Kerja Konstruksi
dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.
a) Ketentuan lain yang harus dimuat dalam kontrak konstruksi diatur dalam Pasal 48
sebagai berikut:
Modul 1
59
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Kontrak Kerja
Konstruksi:
c. Dan yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih teknologi.
b) Ketentuan lain terkait kontak konstruksi diatur dalam Pasal 49, 50 dan Pasal 51
sebagai berikut:
(2) Dalam hal Kontrak Kerja Konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
(3) Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) digunakan Kontrak Kerja Konstruksi dalam bahasa Indonesia.
Ketentuan dalam Pasal 51 yang menyatakan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai
Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan
Pasal 50 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
MATERI 2 - LATIHAN 3
Modul 1
60
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
MATERI 2 - LATIHAN 3
kepada doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan
yang layak;
Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan,
instruksi, surat edaran, pengumuman, dan lain-lain, bahkan dapat dijumpai dalam
bentuk peraturan.
2. Sebutkan contoh surat edaran terkait kontrak konstruksi!
Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 02/SE/Db/2016 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.
Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 18/SE/Db/2012 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.
MATERI 2 - LATIHAN 2
1. Sebutkan macam-macam kebijakan kontrak konstruksi ?
a. Kebijakan semu/Non Regulasi berupa Surat Edaran (SE), Petunjuk
Pelaksana, Petunjuk Operasional atau Petunjuk Teknis, Instruksi , Pengumuman
terkait kontrak konstruksi. Contoh:
Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 02/SE/Db/2016 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.
Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 07/SE/Db/2015 Tentang penanganan
kontrak kritis (terlampir)
b. Kebijakan Regulasi berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Menteri yang mengatur kontrak konstruksi contoh: Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi .
2. Sebutkan dua kebijakan regulasi terkait kontrak konstruksi yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi!
1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sendiri secara
spesifik menyebutkan bahwa kontak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen
kontrak yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa
dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.
2) Kebijakan Penyusunan Dokumen Kontrak Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor29
Tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah No 59 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan
Jasa Kontruksi, diatur dalam bagian Ketiga pada beberapa pasal
Modul 1
61
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
EVALUASI MATERI 2
Modul 1
62
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
(2) Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. Mediasi;
b. Konsiliasi; dan
c. Arbitrase.
(3) Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
dan huruf b, para pihak dapat membentuk dewan sengketa.
(4) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan
sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pemilihan keanggotaan dewan
sengketa dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak menjadi bagian
dari salah satu pihak.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.
Modul 1
63
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh Surat Edaran Kebijakan Kontrak Konstruksi
Modul 1
64
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
65
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
66
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
67
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
68
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
69
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
70
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
DAFTAR PUSTAKA
Regulasi
Buku
Abdul Wahab, Solichin, 1997, Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara, Penerbit P.T. Bumi Aksara, Jakarta.
Abdul Wahab, Solichin. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 2008.
Anggara, Sahya, 2014, Kebijakan Publik, Penerbit CV Pustaka Setia, Bandung.
Islamy, Irfan, 2001, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Cetakan X, Bumi Aksara,
Jakarta.
Jones, Charles O, 1996, Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy) Terjemahan Ricky
Ismanto, Penerbit P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen PendidikanNasional, 2014,
Cetakan VII, Edisi IV, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mulyadi, Dedy, 2015, Studi Kebjakan Publik dan Pelayanan Publik, Penerbit Alfabeta,
Bandung.
Nugroho D, Riant, 2006, Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang, Penerbit PT
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Nurcholis, Hanif, 2007, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Penerbit P.T.
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Sutrisno, Edy (2009), Mengenal Perencanaan, Implementsi & Evaluasi Kebijakan/Program,
Penerbit, Untag Press, Surabaya.
Tahir, Arifin, 2014, Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaran Pemerintah Daerah,
Penerbit Alfabeta, Bandung.
Akhmad Suraji & Krishna S Pribadi, (2012) Membangun Struktur Industri Konstruksi Nasional
Yang Kokoh, Andal Dan Berdayasaing Serta Memberikan Kesempatan Kepada
Para Pelaku Usaha Tumbuh Dan Berkembang Secara Adil Melalui Restrukturisasi
Sistem, (BP Konstruksi, LPJKN dan Gapensi);
Anderson, James E., Public Policy-Making, 1984
Baghir Manan. Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia. Jakarta: IND-HILL.CO, 1992.
Industri Konstruksi, BP Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum;
Kajian Iklim Usaha Di Sektor Konstruksi, 2015
Kurniawan, Freddy. Jenis Sengketa Yang Sering Terjadi Pada Proyek Konstruksi Di
Surabaya. Universitas Narotama. 2015
Modul 1
71
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, Studi Konstruksi Nasional, 2013
Lasswell, Harold D. and Kaplan, A. Power and Society, 1970.
LKPP, “Kajian Strategi PBJP Dalam rangka Pengembangan Iklim Usaha dan Nasional”,
2011
Nazir. 2005. “Metodologi Penelitian” Ghalia Indonesia, Bogor
Nugroho, Riant. Public Policy. Teori Kebijakan – Analisis Kebijakan – Proses Kebijakan,
Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management dalam Kebijakan
Publik sebagai The Fifth Estate – Metode Penelitian Kebijakan, 2009
Nazir, M., Metode Penelitian, 1988
Ofori, G (1990), The Construction Industry, Aspects of Its Economics and Management,
Singapore University Press, National University of Singapore,
Ofori, George. “Challenges of construction industries in developing countries: Lessons from
various countries.” 2nd International Conference on Construction in Developing
Countries: Challenges Facing the Construction Industry in Developing Countries,
Gaborone, November. 2000.
PusBin SDI, BP Konstruksi, Kementerian PU, Makalah Arahan Kebijakan: Pengembangan
Pasar Konstruksi. 2014
PusBin SDI, BP Konstruksi, Kementerian PU. Ringkasan Eksekutif: Kajian Konsep Strategi
Dan Kebijakan Pengembangan Pasar Konstruksi Domestik. 2013
PusbinPK (2011) Laporan Kajian Konstruksi Berkelanjutan, Jakarta
PusbinSDI (2014) Laporan Studi Rantai Pasok Material & Peralatan Konstruksi untuk
Elevated Road Structure, Jakarta
Pustra (2014) Laporan Kajian Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Permukiman yang Berwawasan Lingkungan, Jakarta
Philipus M Hadjon, et.al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogayakarta: Gadjah
Mada University Press, 1997.
Sarwono, Jonathan, Mengenal PLS-SEM,
http://www.jonathansarwoNomorinfo/teori_spss/PLSSEM.pdf, 2014
Sekaran, Umar. Metode Penelitian Untuk Bisnis. 2000
Sinambela, Prof.Dr. Lijan Poltak, MM, MPd. Metodologi Penelitian Kuantitatif. 2014
Straub, Joseph and Attner, Raymond.1994.”Introduction To Business”, California: Wardworth
Publishing Company
Suandi, I Wayan.Eksistensi Kebijakan Publik dan Hukum Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Vol.1.
Nomor1, 2010.
Suharno, Edi. Analisis Kebijakan Publik, 2008.
Suraji, A (2011) Catatan Penutup Buku Konstruksi Indonesia 2011: Konsepsi, Inovasi dan
Praktek Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan, BP Konstruksi, Jakarta
Suraji, A (2012) Revitaliasi Industri Konstruksi, Makalah Posisi, Jakarta
Suraji, A (2013) Transformasi Konstruksi Indonesia, Makalah Posisi, Jakarta
Suraji, A., Parikesit, D & Mulyono, A.T (2004) Readiness Assessment of The Indonesian
Construction Industry for Global Competition, Proceeding of The International
Symposium on Globalisation Construction, CIB W 107, Bangkok, September
Modul 1
72
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa, 2006.
Winarno, Budi. Kebijakan Publik :Teori dan Proses, 2007.
Zafrullah Salim. Legislasi Semu (pseudowetgeving). http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-
dan-puu/1299-legislasi-semu-pseudowetgeving.html, diakses tanggal 9 September
2014.
Website:
http://www.markijar.com/2016/06/pengertian-dan-macam-macam-kebijakan.htm
Modul 1
73
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
GLOSARI
Administrasi : Kegiatan yang meliputi: catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan
ringan, ketik-mengetik, agenda, dan sebagainya yang bersifat teknis
ketatausahaan.
Akuntabilitas : Menggambarkan tingkat pertanggungjawaban seseorang ataupun
suatu lembaga tertentu yang berkaitan dengan sistem administrasi
yang dimilikinya.
Almatsus : Alat material khusus
Alutsista : Alat utama sistem senjata
Andragogi : Proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu
struktur pengalaman belajar.
Clean Goverment : Pemerintahan yang bersih dan berwibawa
Diskresi : Kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang
dihadapi.
Feasibilty Study : Studi kelayakan
Formal : Resmi
Good Governance : Suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan
pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican
framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha
HPS : Harga Perkiraan Sendiri
Informal : Tidak resmi
Intervensi : Campur tangan
Legislasi Semu : Penciptaan daripada aturan-aturan hukum oleh pajabat administrasi
negara yang berwenang yang sebenarnya dimaksudkan sebagai
garis pedoman (richtlijnen) pelaksanaan policy (kebijakan) untuk
menjalankan suatu ketentuan undang-undang, akan tetapi
dipublikasikan secara luas
Lumpsum : Pembayaran yang dilakukan sekaligus dalam satu waktu saja
Otorisasi : Permberian kuasa
Pacta Sun : Asas kepastian hukum
Servanda
Substansi : Isi;pokok;inti
Transparansi : Keterbukaan
Modul 1
74
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi