Anda di halaman 1dari 75

PELATIHAN PENYELESAIAN

SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

MODUL

1 KEBIJAKAN DALAM
KONTRAK KONSTRUKSI

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI


BAD AN PENGEMBANG AN SUMBERDAYA M ANUSI A
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BANDUNG, 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan modul 1 tentang Kebijakan
Kontrak Konstruksi ini. Modul ini adalah modul ke-1 dari 7 modul yang harus diselesaikan
dalam Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi. Pelatihan tersebut diadakan
mengingat dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang lazim dilakukan di Indonesia akan
melibatkan pihak pengguna jasa konstruksi dan penyedia konstruksi serta tertuang dalam
kontrak konstruksi yang dipergunakan sebagai dasar hubungan hukum kedua belah pihak.
Setiap tahun, puluhan ribu kontrak konstruksi ditandatangani dan diimplementasikan
sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi sengketa kontrak konstruksi. Dalam
menyelesaikan sengketa kontrak konstruksi ada dua pilihan penyelesaian yaitu penyelesaian
melalui jalur peradilan dan penyelesaian di luar peradilan. Pelatihan penyelesaian sengketa
kontrak konstruksi ini dimaksudkan untuk membekali para ASN di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, khususnya yang terkait dalam penanganan kontrak
konstruksi dalam melaksanakan tugasnya, untuk mengantisipasi bila terjadi kemungkinan
sengketa.
Modul Kebijakan Kontrak Konstruksi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan
pengetahuan kepada peserta pelatihan mengenai kebijakan yang berlaku dalam kontrak
konstruksi. Dalam modul ini akan dibahas tentang : Pengertian Kebijakan, Kebijakan Kontrak
Konstruksi dan Macam-macam Kebijakan Kontrak Konstruksi
Modul Kebijakan Kontrak Konstruksi ini masih memiliki kekurangan, karena kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT. Untuk itu masukan dan kritikan yang membangun dari berbagai
pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan modul ini di masa yang akan datang. Akhirnya
semoga modul dapat bermanfaat.

Bandung, 2017

Kepala
Pusdiklat Sumber Daya Air dan Konstruksi

Modul 1
1
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 2
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ 3
DAFTAR INFORMASI VISUAL ............................................................................................. 4
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ................................................................................... 5
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 6
MATERI 1 KEBIJAKAN KONTRAK KONSTRUKSI ......................................................... 8
1.1. PENGERTIAN KEBIJAKAN MENURUT PARA AHLI ........................................... 8
1.2. KEBIJAKAN KONTRAK KONSTRUKSI ............................................................. 17
MATERI 2 MACAM-MACAM KEBIJAKAN DALAM KONTRAK KONSTRUKSI ............. 24
2.1. KEBIJAKAN NON REGULASI KONTRAK KONSTRUKSI .................................. 26
2.2. KEBIJAKAN REGULASI KONTRAK KONSTRUKSI .......................................... 32
PENUTUP ....................................................................................................................... 53
KUNCI JAWABAN .............................................................................................................. 54
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 71
GLOSARI ....................................................................................................................... 74

Modul 1
2
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
DAFTAR LAMPIRAN
DAF

Lampiran 1 Contoh Surat Edaran Kebijakan Kontrak Konstruksi ........................................ 64

TAR LAMPIRAN

Modul 1
3
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
DAFTAR INFORMASI VISUAL

DAFTAR INFORMASI
VISUAL

Gambar 1. Pengaturan Lebih Lanjut Kebijakan Kontrak Konstruksi dalam Undang-


Undang Nomor 2 Tahun 2017 diatur dalam Paragraf 3 Kontrak Kerja
Konstruksi ....................................................................................................... 20

Modul 1
4
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
PETUNJUK PENGGUNAAN
MODUL

Peserta “Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi” yang berbahagia.


Modul Kebijakan Kontrak Konstruksi ini adalah modul pertama dari tujuh modul yang harus
Anda selesaikan dalam pelatihan ini. Modul ini teknik penyajiannya dilakukan secara
andragogi dibarengi dengan metode metode lebih banyak diskusi daripada ceramah. Hal ini
dilakukan untuk memberikan keleluasaan pada para peserta mengungkapkan apa yang
sudah diketahuinya. Seperti layaknya sebuah modul, maka pembahasan dimulai dengan
menjelaskan tujuan yang hendak dicapai dan disertai dengan soal pre test yang mengukur
tingkat penguasaan materi setiap topik. Dengan demikian pengguna modul ini secara
mandiri dapat mengukur tingkat pemahaman yang dicapainya.
Dalam mempelajari modul ini, seyogyanya Anda lakukan secara berurutan mulai dari materi
pertama sampai materi terakhir, agar pengetahuan yang Anda miliki menjadi lengkap.
Dengan mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan memahami kebijakan kontrak
konstruksi termasuk kebijakan penyelesaian sengketa kontak konstruksi.
Modul ini terdiri dari dua materi pokok, yaitu kebijakan kontrak konstruksi dan macam-
macam kebijakan kontrak konstruksi. Modul ini akan menjelaskan materi pokok kebijakan
kontrak konstruksi yang dimulai dari tiap tiap sub pokok bahasan sebagai perspektif yang
akan melandasi proses pembelajaran . Pada sesi pembahasan materi ini lebih ditekankan
pada pemahaman tentang kebijakan kontrak konstruksi.
Pada akhir pembahasan tiap materi akan diberikan tes, untuk mengukur kemampuan Anda
dalam memahami tiap-tiap materi. Anda dapat melihat kemampuan Anda dengan
mencocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban yang ada pada akhir modul ini. Apabila
Anda belum dapat menjawab pertanyaan (soal) dengan benar, Anda harus mengulangi
mempelajari materi tersebut. Jujurlah pada diri Anda sendiri.
Apabila ada tugas-tugas, harap dikerjakan baik secara individual maupun kelompok. Untuk
hal-hal yang kurang jelas, Anda dapat menghubungi nara sumber di Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi.
Akhirnya, selamat mempelajari modul ini, semoga sukses.

Modul 1
5
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kebijakan kontrak konstruksi, dan kebijakan publik lainnya berkontribusi terhadap iklim
usaha di sektor konstruksi. Kebijakan pemerintah dalam bentuk aturan dan regulasi dalam
hal kontrak konstruksi semakin baik dan terjamin maka akan memberikan efek positif
terhadap kondusifitas iklim usaha di sektor konstruksi. Iklim usaha akan mempengaruhi
keberhasilan penyelenggaraan konstruksi dan nilai tambah (value for money) infrastruktur.
Iklim usaha di sektor konstruksi masih buruk dan akibatnya kinerja industri konstruksi
rendah.

Pengembangan iklim usaha memerlukan pemutakhiran kebijakan terkait pengadaan.


Pemutakhiran persyaratan usaha, persyaratan tender, kepastian biaya transaksi ekonomi,
kepastian hukum, ketiadaan intervensi politik, akses sumber daya teknologi, material dan
peralatan, tenaga kerja termasuk permodalan, standarisasi pemeriksaan hasil pekerjaan
membentuk iklim usaha. Pemerintah melalui kerjasama Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kementerian PUPR perlu merancang pemutakhiran
regulasi pengadaan, regulasi usaha, regulasi kontrak dan regulasi lainnya agar lebih efektif
mengembangkan iklim usaha bagi kinerja industri konstruksi serta tercapainya nilai uang
(value for money) dalam pembangunan infrastruktur.

Setiap tahun, puluhan ribu kontrak konstruksi ditandatangani dan diimplementasikan. Dalam
hal ini sudah hampir pasti akan terjadi sengketa konstruksi akibat perbedaan intrepretasi
maupun akibat lain yang bersifat fisik maupun non fisik. Terbitnya Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi perlu dijadikan momentum untuk memutakhirkan
kebijakan terkait tata kelola kontrak konstruksi. Pemerintah dalam rangka menerbitkan
peraturan pemerintah perlu mempertimbangkan implikasi kebijakan terkait pengadaan
terhadap iklim usaha, kinerja industri konstruksi dan nilai manfaat penyediaan infrastruktur
publik.

B. DESKRIPSI SINGKAT

Hadirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konsruksi sebagai acuan
kebijakan regulasi kontrak konstruksi sangat diharapkan akan dapat mewujudkan industri
konstruksi yang sehat dan mampu menghasilkan infrastruktur yang memberikan nilai
manfaat (value for money) yang tinggi khususnya kaitannya dengan pasar pemerintah dan
juga pasar swasta.

Aturan mengenai hal ini menjadi penting mengingat pemerintah adalah penyelenggara
perekonomian negara yang kedudukannya jelas tidak sama dengan pihak swasta.
Pentingnya aturan mengenai hal tersebut menjadi semakin dibutuhkan saat pihak swasta

Modul 1
6
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
yang bekerja sama dengan pemerintah adalah pihak swasta asing. Berbagai hal yang
dilakukan oleh pemerintah termasuk dalam menentukan bentuk kontrak konstruksi yang
akan digunakan adalah bagian dari kebijakan,

Selain kebijakan bersifat regulative tersebut juga ada aturan kebijakan non regulasi kontak
konstruksi (baik berupa Surat Edaran (SE), Petunjuk Pelaksana, Petunjuk
Operasional atau Petunjuk Teknis, Instruksi , Pengumuman). Kebijakan non regulasi atau
dikenal kebijakan semu bukan merupakan peraturan perundang-undangan mengingat badan
yang mengeluarkan aturan kebijakan tesebut tidak memiliki kewenangan untuk membuat
peraturan perudang-undangan. Walaupun aturan kebijakan bukan peraturan perundang-
undangan, namun aturan kebijakan mengikat masyarakat secara tidak langsung. Selain itu
keberadaan aturan kebijakan tersebut memberikan peluang kepada badan tata usaha
negara untuk menjalankan kewenangan pemerintahan (diskresi) dalam rangka mengatasi
kondisi peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman.

Kebijakan pemerintah dalam bentuk aturan dan regulasi dalam hal kontrak konstruksi
apabila semakin baik dan terjamin maka akan memberikan efek positif terhadap kondusivitas
iklim usaha di sektor konstruksi.

Modul ini membahas tentang pengertian kebijakan, kebijakan konstruksi, kebijakan non
regulasi, dan kebijakan regulasi dalam kontrak konstruksi.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan pembelajaran
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu memahami kebijakan yang berlaku dalam
kontrak konstruksi.

Tujuan pembelajaran khusus


Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu:
 Menjelaskan pengertian kebijakan
 Menjelaskan pengertian kebijakan kontrak konstruksi
 Menyebutkan macam – macam kebijakan dalam kontrak konstruksi

D. MATERI POKOK

Modul ini terdiri dari dua materi pokok, yaitu kebijakan kontrak konstruksi dan macam-
macam kebijakan kontrak konstruksi. Modul ini akan menjelaskan materi pokok kebijakan
kontrak konstruksi yang dimulai tiap tiap sub pokok bahasan sebagai prespektif yang akan
melandasi proses pembelajaran pada Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi.

Modul 1
7
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
MATERI

KEBIJAKAN KONTRAK
1 KONSTRUKSI

Indikator keberhasilan
Setelah mempelajari materi 1 tentang pengertian kebijakan kontrak konstruksi
ini indikator ke keberhasilan adalah apabila anda dapat :
1. Menjelaskan pengertian kebijakan.
2. Menjelaskan apa yang dimaksud kebijakan pemerintah.
3. Dapat menjelaskan pengertian kebijakan kontrak konstruksi.

MATERI 1 KEBIJAKAN KONTRAK KONSTRUKSI

1.1. PENGERTIAN KEBIJAKAN MENURUT PARA AHLI

Pertama-tama yang perlu Anda ketahui adalah pengertian kebijakan.

Secara etimologis, kebijakan adalah terjemahan dari kata policy. Kebijakan dapat juga
berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.

Kebijakan dapat berbentuk keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh
pengambil keputusan puncak dan bukan kegiatan-kegiatan berulang yang rutin dan
terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat tahun 2014 dijelaskan bahwa
kebijakan berasal dari kata bijak yang artinya: (1) Selalu menggunakan akal budinya; pandai;
mahir. (2) Pandai bercakap-cakap; petah lidah. Selanjutnya dijelaskan bahwa kebijakan
diartikan sebagai (1) Kepandaian; kemahiran; kebijaksanaan; (2) Rangkaian konsep dan
asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi dan sebagainya);
pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen
dalam usaha mencapai sasaran; garis haluan.

Modul 1
8
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi
pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan kepemimpinan dan cara bertindak.

Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-
keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas
program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga
dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk
mencapai suatu tujuan eksplisit. (Sumber dari Wikipedia bahasa Indonesia)

Kebijakan adalah seperangkat sistem prinsip-prinsip yang digunakan untuk mengawal


pembuatan keputusan dan meraih hasil yang rasional. Kebijakan adalah pernyataan tujuan,
dan diimplementasikan sebagai sebuah prosedur atau protokol. Kebijakan-kebijakan bisa
membantu dalam hal pembuatan keputusan secara subjektif dan objektif. Kebijakan-
kebijakan yang digunakan dalam hal pembuatan keputusan secara subjektif biasanya
membantu manajemen senior dalam membuat keputusan yang harus mempertimbangkan
keunggulan relatif dari sejumlah faktor sebelum membuat keputusan dan sebagai hasilnya
seringkali sulit untuk diuji secara objektif, misalnya kebijakan keseimbangan pekerjaan-
kehidupan. Kebalikannya, kebijakan-kebijakan untuk membantu dalam pembuatan
keputusan secara objektif biasanya memiliki sifat yang operasional dan bisa secara objektif
diuji.

Kebijakan juga bisa diaplikasikan terhadap pemerintah, organisasi sektor privat dan
kelompok, termasuk juga individual. Kebijakan berbeda dari aturan atau hukum. Sementara
hukum bisa memaksa atau melarang suatu perilaku (misalnya hukum mengharuskan
pembayaran pajak penghasilan), kebijakan lebih kepada memberi petunjuk terhadap
tindakan yang dilakukan untuk meraih hasil yang diinginkan.

Kebijakan juga berkenaan dengan proses dalam membuat keputusan organisasi yang
penting, termasuk identifikasi dari alternatif-alternatif berbeda seperti misalnya program-
program atau prioritas pembelanjaan, dan memilih di antara mereka berdasarkan akibat
yang mungkin terjadi. Kebijakan-kebijakan bisa dipahami sebagai mekanisme politis,
manajemen, keuangan, dan administratif yang disusun untuk meraih tujuan-tujuan tertentu.

Efek-efek yang dikehendaki dari sebuah kebijakan bervariasi berdasarkan organisasi dan
konteks dimana mereka dibuat. Secara umum, kebijakan-kebijakan secara tipikal dibentuk
untuk menghindari beberapa efek negatif yang telah disadari di dalam organisasi, atau untuk
mencari beberapa manfaat positif.

Kebijakan-kebijakan juga memiliki efek samping atau konsekuensi yang tidak dikehendaki.
Karena lingkungan yang hendak dipengaruhi atau dimanipulasi oleh kebijakan adalah sistem
yang kompleks (misalnya pemerintah, masyarakat, perusahaan besar), membuat suatu
perubahan kebijakan bisa memiliki hasil yang bertentangan. Contohnya, pemerintah
bermaksud membuat kebijakan untuk menaikkan pajak, dengan harapan untuk
meningkatkan penerimaan pajak secara keseluruhan. Bergantung dari ukuran peningkatan

Modul 1
9
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
pajak tersebut, hal ini bisa memiliki efek berupa penerimaan pajak yang menurun karena
disebabkan oleh perginya modal ke tempat lain.

Kebijakan dapat juga berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.

Pengertian kebijakan menurut organisasi PBB dan beberapa ahli diartikan sebagai berikut :

 Menurut PBB: kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar pedoman (untuk)
bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktifitas-aktifitas
tertentu atau suatu rencana.

 Lasswell (1970) berpendapat bahwa kebijakan adalah sebagai suatu program


pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah (a projected program of
goals values and practices).

 Heclo (1977) berpendapat bahwa kebijakan merupakan cara bertindak yang sengaja
dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah.

 Amara raksasa taya (1976) berpendapat bahwa kebijakan ialah suatu taktik atau strategi
yang diarahkan untuk mencapai tujuan.

 Budiardjo (1988) berpendapat bahwa kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang


diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan
dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

 Carter V. Good (1959) berpendapat bahwa kebijakan merupakan sebuah pertimbangan


yang didasarkan atas suatu nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang
bersifat situasional, untuk mengoperasikan perencanaan yang bersifat umum dan
memberikan bimbingan dalam pengambilan keputusan demi tercapainya tujuan.

 Indrafachrudi (1984) berpendapat bahwa kebijakan adalah suatu ketentuan pokok yang
menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau pengelolaan.

 Carl friedrich berpendapat bahwa kebijakan ialah sebuah tindakan yang mengarah pada
tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan.

 Eulau (1977) berpendapat bahwa kebijakan merupakan keputusan tetap, dicirikan oleh
tindakan yang bersinambung dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan
melaksanakan kebijakan.

 Menurut KBBI: kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak
(tetang perintah, organisasi, dan lainnya).

 Mustopadidjaja dalam Tahir (2014:21) menjelaskan, bahwa istilah kebijakan lazim


digunakan dalam kaitannya atau kegiatan pemerintah, serta perilaku negara pada

Modul 1
10
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
umumnya dan kebijakan tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan.

 Anderson dalam Tahir (2014:12), kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai
tujuan yang dilakukan sesorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu
masalah. Selanjutnya Anderson dalam Tahir (2014:21) mengklasifikasi kebijakan, policy,
menjadi dua: substantif dan prosedural. Kebijakan substantif yaitu apa yang harus
dikerjakan oleh pemerintah sedangkan kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana
kebijakan tersebut diselenggarakan. Ini berarti, kebijakan publik adalah kebijakan-
kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.

 Nurcholis (2007:263), memberikan definisi kebijakan sebagai keputusan suatu


organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-
ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam hal: (a) Pengambilan
keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit)
organisasi pelaksanaan kebijakan. (b) Penerapan atau pelaksanaan dari suatu
kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi
pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.

 Sementara itu Nugroho (2003: 7) mengemukakan bahwa kebijakan adalah suatu aturan
yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh
warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sangsi sesuai dengan bobot pelanggaran
yang dilakukan dan dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai
tugas menjatuhkan sangsi.

 Syafiie (2006:104) mengemukakan bahwa kebijakan (policy) hendaknya dibedakan


dengan kebijaksanaan (wisdom) karena kebijaksanaan merupakan pengejawantahan
aturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan kondisi setempat oleh person pejabat
yang berwenang. Untuk itu syafiie mendefinisikan kebijakan publik adalah semacam
jawaban terhadap suatu masalah karena akan merupakan upaya memecahkan,
mengurangi, dan mencegah suatu keburukan serta jadi penganjur, inovasi dan pemuka
terjadinya kebaikan dengan cara terbaik dan tindakan terarah.

 Friedrich dalam Wahab (1991), mengartikan kebijakan adalah suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu
seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran
yang diinginkan.

 Menurut William Dunn dalam Sahya Anggara (2014:5) menjelaskan bahwa ada empat
ciri pokok masalah kebijakan, yaitu sebagai berikut:

a. Saling kebergantungan. Kebijakan bukan merupakan suatu kesatuan yang berdiri


sendiri, melainkan bagian dari seluruh sistem masalah.

b. Subyektifitas. Kondisi eksternal yang menimbulkan suatu permsalahan didefinisikan,


diklarifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif.

c. Sifat bantuan. Masalah-masalah kebijakan dipahami, dipertahankan, dan diubah


secara sosial.

Modul 1
11
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
d. Dinamika masalah kebijakan. Cara pandang orang terhadap masalah pada akhirnya
akan menentukan solusi yang ditawarkan untuk memecahkan masalah tersebut.

Empat hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan mengandung berbagai


pertimbangan, terlebih jika menyangkut masyarakat banyak. Artinya dapat
berhubungan dengan prinsip kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan, dan prinsip
demokrasi.

 Hogwood dan Gunn (1984) menyebutkan 10 penggunaan istilah kebijakan, yang


menunjukkan makna yang berbeda-beda:

1) Kebijakan sebagai label untuk sebuah aktifitas, misal: kebijakan pendidikan,


kebijakan industri;

2) Kebijakan sebagai ekspresi tujuan umum atau aktifitas negara yang diharapkan,
misal kebijakan tentang pelayanan publik yang berkualitas dan terjangkau oleh
seluruh masyarakat, kebijakan pengurangan angka kemiskinan;

3) Kebijakan sebagai proposal spesifik, misal kebijakan pengurangan subsidi bahan


bakar minyak;

4) Kebijakan sebagai keputusan pemerintah, misal: Keppres, Keputusan Menteri;

5) Kebijakan sebagai otorisasi formal, misal: keputusan DPR;

6) Kebijakan sebagai sebagai sebuah program, misal: program pengarusutamaan


gender;

7) Kebijakan sebagai sebuah keluaran (output), misal pengalihan subsidi bahan


bakar minyak untuk mendorong pengembangan usaha kecil;

8) Kebijakan sebagai sebuah hasil (outcome), misal: peningkatan nilai investasi dan
pendapatan pengusaha kecil sebagai implikasi pengalihan subsidi bahan bakar
minyak untuk usaha kecil;

9) Kebijakan sebagai sebagai teori atau model, misal: jika infrastruktur fisik wilayah
indonesia timur diperbaiki maka perkembangan sosial ekonomi wilayah itu
semakin meningkat; dan

10) Kebijakan sebagai sebuah proses, misal pembuatan kebijakan dimulai sejak
penetapan agenda, keputusan tentang tujuan, implementasi sampai dengan
evaluasi.

 Mengikuti definisi Thomas Dye (1975) misalnya, hampir semua yang diputuskan atau
tidak diputuskan oleh pemerintah termasuk dalam definisi sebagai kebijakan
(whatever governments choose to do or not to do).

 Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan


pemerintah (melalui kebijakan pemerintah). Badan-badan tersebut melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan pemerintah dan hari ke hari yang membawa dampak pada

Modul 1
12
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
warganegaranya. Dalam literatur administrasi. (Subarsono, 2005:87)

Untuk lebih memahami tentang kebijakan pemerintah, berikut Definisi Kebijakan Pemerintah
Menurut Para Ahli:

 Thomas R. Dye mengatakan Kebijakan pemerintah merupakan apa saja yang


ditetapkan oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Definisi Thomas R.
Dye itu didasarkan pada kenyataan, bahwa banyak sekali masalah-masalah yang
harus diatasinya, banyak sekali kainginan dan kehendak rakyat yang harus
dipenuhinya. (Soenarko, 2003:41)

 Dimock dalam bukunya yang berjudul Public Administration mengarahkan kebijakan


pemerintah adalah perpaduan dan kristalisasi dan pada pendapat- pendapat dan
keinginan-keinginan banyak orang dan golongan-golongan dalam masyarakat.
(Soenarko, 2003:43)

 Robert Eyestone mengatakan kebijakan pemerintah adalah hubungan suatu lembaga


pemerintah terhadap lingkungannya. (Soenarko, 2003:42)

 Carl J. Friedrich mengatakan kebijakan pemerintah adalah suatu arah tindakan yang
diusulkan pada seseorang, golongan, atau Pemerintah dalam suatu lingkungan
dengan halangan-halangan dan kesempatan-kesempatannya, yang diharapkan
dapat memenuhi dan mengatasi halangan tersebut di dalam rangka mencapai suatu
cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak serta suatu tujuan tertentu. (Soenarko,
2003:42)

 Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt mengatakan Kebijakan dapatlah diberi definisi
sebagai suatu keputusan yang siap dilaksanakan dengan ciri adanya kemantapan
perilaku dan berulangnya tindakan, baik oleh mereka yang membuatnya maupun
oleh mereka yang harus mematuhinya. (Soenarko, 2003:41)

 Kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atas dasar kebijakan yang bersifat luas.
Menurut Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaha mencapai
tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu.

Kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu


keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah
dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut
kepentingan umum.

Modul 1
13
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK

Secara Umum, Kebijakan Publik ialah suatu proses perbuatan


kebijakan oleh suatu pemerintah atau pemegang kekuasaan
yang berdampak kepada masyarakat luas.

Sedangkan jika di artikan secara terpisah atau secara etimologi, Kebijakan (policy) berasal
dari bahasa Yunani yaitu dari kata polis yang artinya negara, kota. Sedangkan pada bahasa
latin dari kata politia yang artinya negara, dan pada bahasa Inggris policy untuk menunjuk
pada suatu masalah yang berhubungan dengan permasalahan Publik dan Administrasi
pemerintahan.

Sedangkan arti dari kata Publik berasal dari bahasa Inggris, yaitu public yang artinya umum,
masyarakat atau negara. Jadi, pengertian publik yaitu sejumlah manusia yang mempunyai
kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan suatu tindakan yang benar dan bersih
berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka punyai.

Pengertian Kebijakan Publik Menurut Para Ahli antara lain sebagai berikut:

 Menurut W.N.Dunn menyatakan bahwa kebijakan publik yaitu Suatu daftar pilihan
tindakan yang saling berhubungan yang disusun oleh suatu instansi atau pejabat
pemerintah antara lain dalam suatu bidang pertahanan, kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan, pengendalian kriminalitas, dan sebuah pembangunan perkotaan.

 Menurut Woll menyatakan bahwa Kebijakan publik yaitu sejumlah suatu aktifitas
pemerintah untuk memecahkan suatu permasalahan di masyarakat, baik secara
langsung maupun melalui berbagai suatu lembaga yang mempengaruhi sebuah
kehidupan masyarakat.

 Menurut Robert Eyestone menyatakan bahwa kebijakan publik yaitu sebagai hubungan
suatu unit pemerintah dengan suatu lingkungannya. Pernyataan ini bisa diklasifikasikan
sebagai democratic governance, yang dimana didalamnya terdapat sebuah interaksi
negara dengan rakyatnya dalam rangka untuk mengatasi persoalan publik.

 Menurut G. Peters menyatakan bahwa kebijakan publik yaitu Sejumlah suatu aktifitas
Pemerintah, baik yang dilakukan sendiri atau melalui sebuah lembaga lain, yang akan
mempengaruhi kehidupan masyarakat.

 Menurut Carl Friedrich menyatakan bahwa kebijakan publik ialah Suatu usulan arah
tindakan atau sebuah kebijakan yang diajukan oleh seseorang, kelompok, atau suatu
pemerintah guna untuk mengatasi hambatan atau untuk memanfaatkan sebuah
kesempatan pada suatu lingkungan tertentu dalam rangka untuk mencapai suatu tujuan
atau merealisasikan suatu sasaran.

 Menurut Henz Eulau dan Kenneth Previt Merumuskan kebijakan publik yaitu sebagai
sebuah keputusan yang tetap, yang ditandai oleh kelakuan yang berkesinambungan dan

Modul 1
14
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
berulang-ulang pada mereka yang membuat suatu kebijakan dan yang
melaksanakannya.

 Menurut Robert Eyestone menyatakan bahwa kebijakan publik yaitu sebagai hubungan
suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pernyataan ini bisa diklasifikasikan
sebagai democratic governance, yang dimana didalamnya terdapat sebuah interaksi
negara dengan rakyatnya dalam rangka untuk mengatasi suatu persoalan publik.

 Menurut Amara Raksasataya menyatakan bahwa kebijakan publik yaitu suatu kebijakan
sebagai sebuah taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.

 Menurut Arnold Rose menyatakan bahwa kebijakan pubik yaitu Suatu rangkaian
tindakan yang saling berhubungan.
 Menurut Bill Jenkins menyatakan bahwa Kebijakan publik yaitu suatu keputusan yang
berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna untuk
menentukan tujuan dan mendapatkan hasil yang berdasarkan suatu pertimbangan
situasi tertentu.

CIRI-CIRI KEBIJAKAN PUBLIK


Untuk mengetahui bahwa ini kebijakan yang sifatnya publik, anda dapat mengacu pada
karakteristik atau ciri-ciri kebijakan publik yang seperti ada dibawah ini :
 Kebijakan Publik yaitu suatu arahan dalam tindakan dari seseorang, kelompok ataupun
pemerintah.
 Kebijakan Publik dilakukan oleh seorang aktor
 Kebijakan Publik yaitu sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan pemerintah
 Kebijakan Publik yaitu sebuah bentuk konkret negara dengan rakyatnya
 Kebijakan Publik yaitu suatu rangkaian sebuah instruksi/ memerintah contohnya
Undang Undang

PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK

Dalam merumuskan suatu kebijakan publik yang diatur menurut urutan waktu yang secara
bertahap dari penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, dan penilaian kebijakan. Pada tahapan ini mencerminkan suatu kegiatan yang
terus berlangsung sepanjang waktu. Setiap tahapan berhubungan dengan tahap berikutnya.
Perumusan kebijakan publik ini menyangkut beberapa permasalahan antara lain: Energi dan
lingkungan, Kesehatan, Masalah perkotaan, Pendidikan, Pembangunan Infrastruktur,
kesejahteraan sosial, dll.

Untuk memecahkan suatu permasalahan tersebut dalam suatu kehidupan masyarakat,


diperlukan partisipasi masyarakat yang artinya keikut sertaan masyarakat atau anggota
masyarakat yang secara aktif dalam perumusan kebijakan publik. Dalam hal itu disebabkan
masyarakat sendiri mengetahui dalam mengalamai suatu permasalahannya. Dalam
membuat suatu kebijakan publik adalah suatu proses pembuatan sebuah keputusan untuk
pengambilan keputusan atau pengambilan sebuah kebijakan dengan cara memilih dan
menilai informasi yang ada untuk memecahkan suatu permasalahan.

Modul 1
15
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Apabila masyarakat tidak aktif dalam perumusan suatu kebijakan publik, kebijakan tersebut
tidak akan sesuai dengan keinginan masyarakat.

Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang memihak


kepada masyarakat, dimana dalam perumusannya
masyarakat perlu dilibatkan dalam proses-proses
partisipatif, mulai dari tahap perencanaan dan perancangan
kebijakan; substansi; dan implementasi.

Selain itu, peran masyarakat sipil dalam mengawal dan mengkaji suatu kebijakan perlu
diperhitungkan dalam bentuk forum-forum dialog ataupun konsultasi antar pemangku
kepentingan

TUJUAN KEBIJAKAN PUBLIK

Dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan atau ditetapkan oleh pemerintah pasti mempunyai
tujuan. Tujuan dalam pembuatan kebijakan publik pada dasarnya yaitu untuk :

 Untuk mewujudkan suatu ketertiban dalam masyarakat

 Untuk melindungi suatu hak-hak masyarakat

 Untuk mewujudkan sebuah ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat

 Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Anda telah menyelesaikan materi pengertian kebijakan . Silahkan mencoba latihan berikut
untuk mengingat kembali dan mengukur tingkat kerberhasilan anda sampai pada tahap
pembelajaran ini.

LATIHAN 1

1. Apakah yang dimaksud dengan Kebijakan ?

2. Apakah yang dimaksud dengan Kebijakan pemerintah?

3. Apakah yang dimaksud dengan Kebijakan yang baik?

Apabila belum berhasil menjawab silahkan pelajari kembali materi terkait pengertian
kebijakan dalam modul tersebut. Selamat berlatih.

Modul 1
16
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
1.2. KEBIJAKAN KONTRAK KONSTRUKSI

Pada pembahasan materi berikutnya pada modul ini anda akan mempelajari pengertian
kebijakan kontak konstruksi.

Kajian LKPP (2016) menemukan bahwa kebijakan pengadaan barang/ jasa, kebijakan di
sektor konstruksi, kebijakan kontrak konstruksi, dan kebijakan publik lainnya berkontribusi
terhadap iklim usaha di sektor konstruksi.

Kebijakan pemerintah dalam bentuk aturan dan regulasi dalam hal kontrak konstruksi
semakin baik dan terjamin maka akan memberikan efek positif terhadap kondusivitas iklim
usaha di sektor konstruksi. Iklim usaha akan mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan
konstruksi dan nilai tambah (value for money) infrastruktur. Iklim usaha di sektor konstruksi
masih buruk dan akibatnya kinerja industri konstruksi rendah. Pengembangan iklim usaha
memerlukan pemutakhiran kebijakan terkait pengadaan. Pemutakhiran persyaratan usaha,
persyaratan tender, kepastian biaya transaksi ekonomi, kepastian hukum, ketiadaan
intervensi politik, akses sumber daya teknologi, material dan peralatan, tenaga kerja
termasuk permodalan, standarisasi pemeriksaan hasil pekerjaan membentuk iklim usaha.
Pemerintah melalui kerjasama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah
(LKPP) dan Kementerian PUPR perlu merancang pemutakhiran regulasi pengadaan,
regulasi usaha, regulasi kontrak dan regulasi lainnya agar lebih efektif mengembangkan iklim
usaha bagi kinerja industri konstruksi serta tercapainya nilai uang (value for money) dalam
pembangunan infrastruktur.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi perlu dijadikan
momentum untuk memutakhirkan kebijakan terkait pengadaan, khususnya kebijakan usaha
di sektor konstruksi yang meliputi klasifikasi dan kualifikasi usaha, registrasi dan lisensi
usaha, persyaratan usaha, dan sistem transaksi dan perikatan serta tata kelola kontrak
konstruksi. Pemerintah dalam rangka menerbitkan peraturan pemerintah perlu
mempertimbangkan implikasi kebijakan terkait pengadaan terhadap iklim usaha, kinerja
industri konstruksi dan nilai manfaat penyediaan infrastruktur publik.

Pengertian kontrak konstruksi bisa dilihat dari ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 tentang Jasa Konstruksi dalam Pasal 1 angka 8 mengatur pengertian Kontrak Kerja
Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara
Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Dari beberapa definisi kebijakan yang telah diuraikan sebelumnya dalam modul ini dapat
ditarik kesimpulan terkait definisi kebijakan Kontrak Konstruksi.

Kebijakan Kontrak Konstruksi adalah rangkaian konsep dan


asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam
pelaksanaan keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur
hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa
dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Modul 1
17
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Terkait pengatuan lebih lanjut Kebijakan kontrak konstruksi dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 diatur dalam Paragraf 3 Kontrak Kerja Konstruksi sebagai berikut:

a) Pasal mengenai pengikatan para pihak dalam pekerjaan konstruksi yaitu Pasal 46
yang mengatur bahwa:

Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus
dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Bentuk Kontrak Kerja Konstruksi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan dan


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b) Pasal-pasal mengenai muatan materi yang harus dicantumkan dalam kontrak kerja
konstruksi diatur dalam Pasal 47 yang menyatakan bahwa:

Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:

a) para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;

b) rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan,

c) harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;

d) masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan


yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;

e) hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa

f) Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta


hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta
kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;

g) penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga


kerja konstruksi bersertifikat;

h) cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam


melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran;

i) wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

j) penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian


perselisihan akibat ketidaksepakatan;

k) pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak


Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu
pihak;

l) keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan
dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;

Modul 1
18
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
m) Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau
Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban
Kegagalan Bangunan;

n) pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam


pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;

o) pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban
para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau
menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;

p) aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan


tentang lingkungan;

q) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan

r) pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.

Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak Kerja Konstruksi dapat
memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.

c) Ketentuan lain yang harus dimuat dalam kontrak konstruksi diatur dalam Pasal 48
sebagai berikut:

Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Kontrak Kerja
Konstruksi:

a. Untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak kekayaan
intelektual;

b. Untuk kegiatan pelaksanaan layanan Jasa Konstruksi, dapat memuat ketentuan


tentang Sub penyedia Jasa serta pemasok bahan, komponen bangunan, dan/atau
peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku;

c. Dan yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih teknologi.

d) Ketentuan lain terkait kontak konstruksi diatur dalam Pasal 49, 50 dan Pasal 51
sebagai berikut:

Ketentuan Pasal 49 mengatur bahwa mengenai Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 47 berlaku juga dalam Kontrak Kerja Konstruksi antara Penyedia
Jasa dan Subpenyedia Jasa.

Sedang ketentuan Pasal 50 mengatur bahwa:

(1) Kontrak Kerja Konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia.

(2) Dalam hal Kontrak Kerja Konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

(3) Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) digunakan Kontrak Kerja Konstruksi dalam bahasa Indonesia.

Modul 1
19
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Ketentuan dalam Pasal 51 yang menyatakan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai
Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Gambar 1. Pengatuan Lebih Lanjut Kebijakan Kontrak Konstruksi dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 diatur dalam Paragraf 3 Kontrak Kerja Konstruksi

Ketentuan lebih lanjut mengenai Kontrak Kerja Konstruksi diatur


dengan Peraturan Pemerintah (sesuai Pasal 51)

Hubungan Kerja antara


Pengguna Jasa dan Penyedia
Jasa (sesuai Pasal (sesuai Pasal KONTRAK KERJA KONSTRUKSI
46)

Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai: (sesuai Pasal 47)

a. para pihak
b. rumusan pekerjaan
c. harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
d. masa pertanggungan,
e. hak dan kewajiban yang setara,
f. cara pembayaran,
g. wanprestasi,
h. penyelesaian perselisihan,
i. pemutusan kontrak kerja konstruksi
j. keadaan memaksa.
 Kegagalan Bangunan,
 pelindungan pekerja,
 pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja,
 aspek lingkungan,
 jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak
Kontrak Kerja Konstruksi selain tersebut diatas juga dapat memuat uraian
mengenai: (sesuai Pasal 48)

a. kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.


b. ketentuan tentang Sub penyedia Jasa serta pemasok bahan, komponen
bangunan, dan/atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku;
dan
c. yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih teknologi.

Kontrak Kerja Konstruksi untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan
tentang hak kekayaan intelektual

Modul 1
20
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dalam
ketentuan penutup pada Pasal 104 yang menyatakan bahwa semua peraturan perundang-
undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833) dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Untuk itu ada beberapa kebijakan peraturan dan perundang-undangan lainnya yang terkait
dengan Jasa Konstruksi yang masih menjadi dasar hukum Kontrak Konstruksi, di antaranya:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi


sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
54 Tahun 2016 tentang perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 4/2010 Tentang Perubahan
Atas PP Nomor 28/2000 dan PP Nomor 92/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas PP
Nomor 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi

c. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa


Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Perpres Nomor 4
Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

d. Peraturan Menteri PU Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman


Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi sebagaimana telah diubah
dengan Permen PU Nomor14/PRT/M/2013 Tentang Perubahan atas Permen PU
Nomor07/PRT/M/2011, Permen PU Nomor07/PRT/M/2014 Tentang Perubahan kedua
atas Permen Nomor07/PRT/M/2011 dan Permen PUPR Nomor31/PRT/M/2015 Tentang
Perubahan Ketiga atas Permen PU Nomor 7/PRT/M/2011.

Pembahasan lebih lanjut tentang Kebijakan regulasi terkait kontrak konstruksi akan diuraikan
pada sub pokok bahasan Macam-Macam Kebijakan Kontrak Konstruksi pada modul ini.

Anda telah menyelesaikan materi pengertian kebijakan. Silahkan mencoba latihan berikut
untuk mengingat kembali dan mengukur tingkat kerberhasilan anda sampai pada tahap
pembelajaran ini.

LATIHAN 2

1. Apa yang dimaksud kebijakan kontrak konstruksi?

2. Bagaimana pengaturan kebijakan kontrak konstruksi menurut Undang-Undang Nomor


2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

Apabila belum berhasil menjawab silahkan pelajari kembali materi terkait pengertian
kebijakan dalam modul tersebut. Selamat berlatih.

Modul 1
21
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
RANGKUMAN

a. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan dan cara bertindak.

b. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang memihak kepada masyarakat, dimana dalam
perumusannya masyarakat perlu dilibatkan dalam proses-proses partisipatif, mulai dari
tahap perencanaan dan perancangan kebijakan; substansi; dan implementasi.

c. Kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat
secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut
kepentingan umum

d. Kebijakan Kontrak Konstruksi adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman
dan dasar rencana dalam pelaksanaan keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur
hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan
Jasa Konstruksi.

EVALUASI MATERI 1
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan pemerintah ?
2. Apa yang dimaksud dengan kebijakan Kontrak Konstruksi?
3. Bagaimana pengaturan Kebijakan Kontrak Konstruksi sesuai Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi?

UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan anda
terhadap materi Modul

Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi Modul 1

Untuk latihan soal, setiap soal memiliki bobot nilai yang sama, yaitu 20/soal.

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:

90 – 100 % = baik sekali

80 – 89 % = baik

70 – 79 % = cukup

< 70 % = kurang

Modul 1
22
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
TINDAK LANJUT
Bila anda dapat menjawab salah satu dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus mengulangi materi
modul 1, terutama bagian yang belum anda kuasai.

Modul 1
23
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
MATERI

MACAM – MACAM

2 KEBIJAKAN DALAM
KONTRAK KONSTRUKSI

MATERI 2 MACAM-MACAM KEBIJAKAN DALAM KONTRAK KONSTRUKSI

Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi 1 tentang pengertian kebijakan kontrak konstruksi
ini indikator ke keberhasilan adalah apabila anda dapat :
1. Menjelaskan macam-macam kebijakan dalam kontrak konstruksi,
2. Menjelaskan kebijakan non regulasi kontrak konstruksi
3. Menjelaskan kebijakan non regulasi kontrak konstruksi

Dalam mengawali pembahasan modul ini Anda akan diminta mendiskusikan berbagai
macam bentuk kebijakan kontrak konstruksi. Sebagai panduan diskusi ini, Anda diminta
mengikuti instruksi sesuai lembar kerja dibawah ini :

LEMBAR KERJA

Matrik Diskusi Kebijakan Kontrak Konstruksi


Kebijakan Non Regulasi
Kebijakan Regulasi
No Unsur-Unsur dalam Kontrak
Kontrak Konstruksi
Konstruksi
1. Pengertian
2. Jenis/Macam
3. Dasar Hukum Pengaturan

(1) Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, kelompok dapat memberikan
tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;

(2) Anda dapat melakukan diskusi dengan mengidentifikasi hal-hal apa saja yang
membedakan antara kebijakan non regulasi dan kebijakan regulasi dalam kontrak
konstruksi sesuai dengan aspek –aspek yang ditetapkan dalam format diskusi di atas;

(3) Memberikan kesempatan kepada peserta lain untuk mengungkapkan pemahaman


dan pengalamannya tentang kedua kerangka atau paradigma tersebut;

(4) Penyuluh/Pelatih menulis hasil kesepakatan dengan mengklarifikasi hal-hal yang perlu
penegasan dan kesepakatan bersama.

Modul 1
24
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Setelah melakukan diskusi dan merumuskan hasil kesepakatan bersama mari cocokan hasil
diskusi tersebut dengan teori yang ada dalam uraian materi modul terkait macam-macam
kebijakan kontrak konstruksi.

Perlu anda ketahui Istilah kebijakan atau kebijaksanaan yang diterjemahkan dari kata policy
memang biasanya dihubungkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang
mempunyai kekuasaan (wewenang) untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung
jawab melayani kepentingan umum.

Pengertian kebijakan menurut pendapat Said Zainal Abidin dalam Dedy Mulyadi (2015:38-
39), dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:

a. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan
baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan
wilayah atau instansi yang bersangkutan.

b. Kebijakan pelaksanaan, adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk


tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.

c. Kebijakan teknis, adalah kebijakan operasional yang berada dibawah kebijakan


pelaksanaan

MACAM-MACAM KEBIJAKAN PUBLIK

1. Kebijakan publik yang ditinjau dari pembuatnya.

Pusat : Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah atau lembaga negara di pusat untuk
mengatur semua warga negara dan seluruh wilayah Indonesia.

Daerah : Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah atau sebuah lembaga Daerah untuk
mengatur daerahnya masing-masing.

2. Kebijakan publik menurut Sifatnya

a) Bersifat distributif: Kebijakan ini bersifat distributif dalam membagi dan


mengalokasikan suatu sumber-sumber material yang sudah didapatkan tersebut
kepada masyarakat luas. Contohnya: pada Kebijakan pemerintah dalam memberi
kartu sehat kepada penduduk kurang mampu.

b) Bersifat ekstraktif: artinya berupa dalam penyerapan sumber-simber material dari


masyarakat luas. Contohnya :Kebijakan pada bea cukai tembakau.

c) Bersifat regulatif: Artinya Kebijakan yang isinya sejumlah peraturan dan kewajiban
yang harus dipatuhi oleh warga negara ataupun penyelenggara untuk menciptakan
suatu ketertiban,kelancaran. Contohnya :Kebijakan dalam menetapkan UMR

Kebijakan dapat berbentuk keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh
pengambil keputusan puncak dan bukan kegiatan-kegiatan berulang yang rutin dan
terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan.

Modul 1
25
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Jadi kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik
dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk mencapainya.

Berdasarkan teori tersebut, Kebijakan terkait kontrak konstruksi dapat dibedakan menjadi
dua macam yaitu :

2.1. KEBIJAKAN NON REGULASI KONTRAK KONSTRUKSI


Sebelum membahas kebijakan non regulasi dalam kontak kontruksi, anda perlu mengetahui
tentang legislasi semu dan perannya dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum.


Norma merupakan suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya
dengan sesama ataupun dengan lingkungannya, sementara norma hukum adalah aturan
yang dibuat dan mengikat secara umum, serta dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.

Dalam pembahasan modul ini akan diuraikan bagaimana keberadaan aturan kebijakan
(surat edaran, instruksi, petunjuk teknik) yang diterbitkan badan tata usaha negara apakah
termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Badan atau pejabat tata usaha negara seringkali menempuh berbagai langkah kebijakan
tertentu, antara lain menciptakan apa yang sering dinamakan aturan kebijakan (beleidsregel,
policy rule). Produk semacam ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan freies ermessen,
yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan merumuskan kebijakan
dalam pelbagai bentuk seperti peraturan, pedoman, pengumuman, dan surat edaran.

Suatu aturan kebijakan pada hakekatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha
negara, namun tanpa disertai kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat
tata usaha negara tersebut. Aturan kebijakan dimaksud pada kenyataannya telah
merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan.

2.1.1. PERAN LEGISLASI SEMU DALAM PENYELENGARAAN PEMERINTAHAN


Legislasi semu memainkan peran penting dalam birokrasi pemerintahan dimanapun di dunia
ini, termasuk di Indonesia. Legislasi semu salah satu bentuk dari instrumen hukum publik
yang digunakan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas-tugas umum pemerintahan.

Pertimbangan untuk membentuk legislasi semu haruslah benar-benar


cermat karena keadaan mendesak yang mengharuskan pemerintah
segera mengeluarkan sebuah legislasi (aturan), karena tidak ada
peraturan perundang-undangan yang dapat dipakai oleh pemerintah
sebagai dasar perbuatan hukum pemerintah yang hendak dilakukan
(ingat asas legalitasi).

Modul 1
26
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Pertimbangan untuk membentuk legislasi semu haruslah benar-benar cermat karena
keadaan mendesak yang mengharuskan pemerintah segera mengeluarkan sebuah legislasi
(aturan), karena tidak ada peraturan perundang-undangan yang dapat dipakai oleh
pemerintah sebagai dasar perbuatan hukum pemerintah yang hendak dilakukan (ingat asas
legalitasi).

Meskipun dasar penerbitan legislasi semu adalah kewenangan diskresioner (discretionary


power) atau freies Ermessen, namun tidaklah berarti kewenangan tersebut dapat digunakan
seenaknya. Dengan demikian :
a. Substansi legislasi semu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan;
b. Legislasi semu dibentuk dalam keadaan mendesak, karena pemerintah memerlukan
suatu peraturan untuk menjalankan tugas umum pemerintahan;
c. Legislasi semu dapat dipertanggungjawabkan secara etika dan moral

Sebagai contoh dari substansi legislasi semu dapat disebutkan hal-hal sebagai berikut:
1) Direktur Jenderal Imigrasi mengeluarkan pengumuman bagi calon mahasiswa Akademi
Keimigrasian tentang salah satu syarat bahwa calon mahasiswa tinggi badannya paling
kurang 165 cm.
2) Menteri Hukum dan HAM menetapkan bahwa seorang pegawai negeri berusia 55 tahun
tidak dapat dipromosikan lagi dari eselon III untuk menduduki jabatan eselon II B dan II
A.
3) Menteri Hukum dan HAM mengharuskan calon pejabat yang akan menduduki jabatan
eselon II A harus pernah bertugas di daerah;
4) Menteri Hukum dan HAM menetapkan klasifikasi lembaga pemasyarakatan
5) Menteri Pendidikan Nasional menetapkan berbagai persyaratan terhadap calon
mahasiswa yang akan memasuki perguruan tinggi (misalnya lulus Ujian Masuk
Bersama).
6) Kapolri memerintahkan kepada segenap jajaran polisi untuk melakukan pemeriksaan
terhadap pawai peserta unjuk rasa dan menindak mereka yang membawa senjata
tajam, dan melarang pawai diadakan di lokasi yang berdekatan dengan kawasan vital
(istana, gedung DPR/DPRD, dan lain-lain).

2.1.2. CIRI-CIRI LEGISLASI SEMU


Menurut Bagir Manan, seperti dikutip oleh Ridwan HR, peraturan kebijaksanaan (legislasi
semu) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan;
b) Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan tidak
dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan;
c) Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang tiodak
ada dasar peraturan perundang-undangan untukmembuat keputusan peraturan
kebijaksanaan tersebut;

Modul 1
27
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
d) Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen dan ketiadaan wewenang
administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan;
e) Pengujian terhadap peratruran kebijaksanaan lebih diserahkan
kepada doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang
layak;
f) Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan,
instruksi, surat edaran, pengumuman, dan lain-lain, bahkan dapat dijumpai dalam
bentuk peraturan.

2.1.3. BENTUK-BENTUK LEGISLASI SEMU

Dalam praktek pemerintahan sehari-hari legislasi semu dapat diterbitkan oleh semua badan
atau organ pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Umumnya format dan
nomenklatur yang dipakai untuk legislasi semu berbeda dengan peraturan perundang-
undangan, walaupun dapat pula dijumpai substansi legislasi semu dituangkan dalam format
perundang-undangan.

Tidak ada suatu format baku yang digunakan dalam pembentukan legislasi semu. Beberapa
contoh yang populer legislasi semu dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Surat Edaran (SE), biasanya digunakan oleh seorang pejabat (menteri atau direktur
jenderal) untuk memberitahukan kepada jajaran di bawahnya mengenai suatu kebijakan
yang harus dilaksanakan yang berkaitan dengan pelayanan publik. Di lingkungan
perpajakan (sebelum lahirnya Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan yang baru)
banyak terdapat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak, yang mengatur berbagai
persoalan teknis perpajakan. Demikian pula di lingkungan Departemen Hukum dan
HAM, dapat dikemukakan adanya Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum
Umum yang mengatur tentang tata cara pendaftaran fidusia sebagai pedoman bagi
Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM dalam memberikan pelayanan publik
mengenai pendaftaran akta jaminan fidusia.
Contoh surat edaran terkait kontrak konstruksi :
 Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 02/SE/Db/2016 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.
 Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 18/SE/Db/2012 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.
 Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 07/SE/Db/2015 Tentang penanganan
kontrak kritis (terlampir)
b. Petunjuk Pelaksana, yang dikeluarkan oleh pejabat sebagai pedoman bagi
bawahan untuk melaksanakan peraturan tertentu yang termasuk dalam tugas pokok
dan fungsinya.
c. Petunjuk Operasional atau Petunjuk Teknis yang memuat berbagai cara teknis
adminstratif dan operasional mengenai tugas tertentu.
d. Instruksi yang dikeluarkan oleh pimpinan yang bersifat perintah untuk menjalankan
tugas tertentu.

Modul 1
28
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
e. Pengumuman, yang antara lain berisi informasi yang diperlukan bagi masyarakat yang
berkepentingan mengenai suatu pelayanan publik yang disediakan oleh instansi
pemerintah.

Mengenai kekuatan mengikat dari aturan kebijakan diantara para pakar hukum tidak terdapat
kesamaan pendapat. Menurut Bagir Manan, aturan kebijakan bukan peraturan perundang-
undangan dan tidak langsung mengikat secara hukum, tetapi mengandung relevansi hukum.
Aturan kebijakan pada dasarnya ditujukan kepada administrasi negara sendiri, sehingga
yang pertama-tama melaksanakan ketentuan tersebut adalah badan atau pejabat tata usaha
negara. Meskipun demikian, ketentuan tersebut secara tidak langsung akan dapat mengenai
masyarakat umum.

Indroharto berpendapat bahwa aturan kebijakan bagi masyarakat menimbulkan keterikatan


secara tidak langsung.

Menurut hamid attamimi aturan kebijakan mengikat secara umum, karena masyarakat yang
terkena aturan kebijakan tersebut tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikutinya.

Sebenarnya penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam suatu negara hukum


bersendikan pada peraturan perundang-undangan sesuai dengan prinsip yang dianut dalam
suatu negara hukum yaitu asas legalitas. Namun, karena peraturan perundang-undangan
sebagai hukum tertulis mengandung kekurangan dan kelemahan, keberadaan aturan
kebijakan menempati posisi penting terutama dalam negara hukum modern.

2.1.4. PERBEDAAN LEGISLASI SEMU DENGAN PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN
Aturan kebijakan (legislasi semu) bukan peraturan perundang-undangan. Badan yang
mengeluarkan peraturan kebijaksanaan adalah in casu tidak memiliki kewenangan
pembuatan peraturan (wetgevende bevoegdheid). Peraturan kebijaksanaan juga tidak
mengikat hukum secara langsung, namun mempunyai relevansi hukum. Peraturan
kebijaksanaan memberi peluang bagaimana suatu badan tata usaha negara menjalankan
kewenangan pemerintahan (beschikkings bevoegdheid). Hal tersebut dengan sendirinya
harus dikaitkan dengan kewenangan pemerintahan atas dasar penggunaan discretionaire
karena jika tidak demikian, tidak ada tempat bagi peraturan kebijaksanaan.

Suatu perbedaan hukum lain yang penting antara peraturan perundang-undangan dengan
peraturan kebijaksanaan, adalah bahwa peraturan kebijaksanaan mengandung suatu syarat
pengetahuan yang tidak tertulis (aangeschreven harheidsclausule). Ini berarti bahwa
manakala terdapat keadaan khusus yang mendesak, maka badan tata usaha negara di
dalam hal yang sifatnya individual – harus menyimpang dari peraturan kebijaksanaan guna
kemaslahatan warga. Hal ini disebabkan karena tidak diatur dalam peraturan perundang-
undangan, maka badan tata usaha negara berdasar ketentuan peraturan kebijaksanaan
sendiri, tidak dapt meniadakan kewenangan di dalam hal yang menyimpang dari garis
kebijaksanaan. Tata usaha negara pada setiap kasus harus menanyakan sendiri apakah
tidak terdapat keadaan-keadaan khusus.

Modul 1
29
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Suatu perbedaan hukum lagi ialah bahwa peraturan perundang-undangan termasuk bidang
hukum dan karena itu dapat diuji dalam kasasi, sedangkan peraturan kebijaksanaan
termasuk dunia fakta dan karena itu tidak dapat berperan dalam kasasi.

Adanya peraturan kebijaksanaan di Indonesia dapat dilihat pada pelbagai keputusan, surat
edaran, surat edaran bersama, dan lain-lain, yang dibuat oleh badan atau pejabat tata usaha
negara. Hanya saja produk peraturan kebijaksanaan sedemikian masih belum secara sadar
diberlakukan sebagai “peraturan kebijaksanaan” mengingat ketiadaan wewenang
pembuatan dari badan atau pejabat tata usaha negara yang membuat peraturan
kebijaksanaan itu kadangkala masih dilihat dari sudut ukuran pendekatan hukum
(rechtmatigheid). Hal dimaksud mengakibatkan bahwa suatu peraturan kebijaksaan
adakalanya dinilai sebagai produk perbuatan penguasa yang melanggar hukum.

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur


berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut maka kegiatan pembangunan baik fisik
maupun non fisik memiliki peranan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat. Sektor
Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang
berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktifitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan
menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Selain berperan mendukung
berbagai bidang pembangunan, Jasa Konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh
dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan secara luas mendukung perekonomian nasional. Oleh
karena penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum.

Dalam Renstra 2015-2019 Kementerian PUPR yang salah satu tujuannya “Meningkatnya
Kapasitas Dan Pengendalian Kualitas Konstruksi Nasional” dengan outcome sebagai
berikut:

Meningkatnya kapitalisasi konstruksi oleh investor nasional

a) Meningkatnya persentase BUJK yang berkualifikasi besar

b) Meningkatnya tertib penyelenggaraan konstruksi

c) Meningkatnya SDM penyedia jasa konstruksi yang kompeten

d) Meningkatnya Utlitas Produk Unggulan

Dalam Renstra 2015-2019 Kementerian PUPR terkait kontrak konstruksi pada Program
Prioritas Pembinaan Konstruksi yaitu Peningkatan tertib penyelenggaraan konstruksi melalui:

a) Penerapan sistem manajemen mutu

b) Peningkatan penerapan K3 Konstruksi

c) Peningkatan tertib pengadaan barang dan jasa dan

d) Peningkatan tertib administrasi kontrak konstruksi

Modul 1
30
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Peningkatan tertib penyelenggaraan konstruksi salah satunya melalui
Peningkatan tertib administrasi kontrak konstruksi

Dalam pelaksanaan kontrak, diperlukan tertib administrasi kontrak yang baik agar apa yang
menjadi tujuan keduapihak dalam berkontrak mencapai sasaran, yaitu menjamin
kesetaraandan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan
kewajiban yang tertuang dalam dokumen kontrak konstruksi dan mengikat kedua pihak.

Pelaksanaan administrasi kontrak konstruksi erat kaitannya dengan pengadaan barang/jasa


Pemerintah seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 atau yang
sekarang telah mengalami perubahan menjadi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.
Pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa yang tertib akan berpengaruh pada
pelaksanaan administrasi kontrak yang tertib pula.

Administrasi kontrak merupakan upaya pengelolaan kontrak dalam periode pelaksanaanya


sehingga kewajiban dan hak masing-masing pihak dapat dijalankan sesuai dengan
ketentuan yang ada dalam kontrak tersebut. Apabila anda ingin memahami lebih lanjut
tentang kontrak konstruksi pada pelatihan ini maka Anda dapat mempelajari modul 2 tentang
kontrak konstruksi dan perundang-undangan, dan pembahasan lebih lanjut dalam modul 4
tentang substansi kontrak.

Anda telah menyelesaikan materi pengertian kebijakan . Silahkan mencoba latihan berikut
untuk mengingat kembali dan mengukur tingkat kerberhasilan anda sampai pada tahap
pembelajaran ini.

LATIHAN 3

1. Sebutkan perbedaan legislasi semu dengan peraturan perundang-undangan!

2. Sebutkan contoh surat edaran terkait kontrak konstruksi?

Apabila belum berhasil menjawab silahkan pelajari kembali materi terkait pengertian
kebijakan dalam modul tersebut. Selamat berlatih.

Modul 1
31
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
2.2. KEBIJAKAN REGULASI KONTRAK KONSTRUKSI
Di Indonesia belum ada peraturan khusus yang menjadi pedoman kontrak kerjasama antara
pemerintah dengan swasta, khususnya dalam bidang pembangunan konstruksi. Dalam hal
pengaturan kerja sama dengan swasta, Indonesia memiliki Peraturan Presiden Nomor 8
Tahun 2006 sebagai penyempurnaan dari Kepres Nomor 80/2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa. Di dalam Peraturan Presiden tersebut lebih
banyak diatur tentang aspek administrasi, belum banyak menyentuh aspek kontrak. Selain
Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa, hal yang mengatur tentang
kontrak-kontrak yang dibuat oleh pemerintah terdapat dalam Undang-undang Nomor 17
tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan negara. Kedua undang-undang itu merupakan peraturan lanjutan dari
Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Namun, kedua undang-undang
tersebut juga tidak mengatur tentang teknis kontrak yang dilakukan oleh pemerintah dan
swasta. Didalamnya hanya mengatur tentang hal yang berhubungan dengan keuangan dan
aset-aset negara yakni mengenai cara penggunaan dan pertanggungjawabannya. Di dalam
Undang-Undang Perbendaharaan Negara sedikit disinggung tentang investasi pemerintah
terhadap swasta itupun memerlukan peraturan pemerintah untuk pelaksanaan lebih lanjut.

Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.


Didalamnya diatur tentang berbagai hal yang bersangkut paut tentang jasa konstruksi mulai
dari batasan jasa konstruksi, kontrak kerjanya sampai pada model pertanggungjawaban.

Hadirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konsruksi sangat diharapkan
akan dapat mewujudkan industri konstruksi yang sehat dan mampu menghasilkan
infrastruktur yang memberikan nilai manfaat (value for money) yang tinggi khususnya
kaitannya dengan pasar pemerintah dan juga pasar swasta.

Aturan mengenai hal ini menjadi penting mengingat pemerintah adalah penyelenggara
perekonomian negara yang kedudukannya jelas tidak sama dengan pihak swasta.
Pentingnya aturan mengenai hal tersebut menjadi semakin dibutuhkan saat pihak swasta
yang bekerja sama dengan pemerintah adalah pihak swasta asing.

Berbagai hal yang dilakukan oleh pemerintah termasuk dalam menentukan bentuk kontrak
yang akan digunakan adalah bagian dari kebijakan. Terkadang kebijakan yang dipilih
menimbulkan bentuk permasalahan tersendiri.

Demikian juga kebijakan untuk menggandeng pihak swasta dalam melakukan perwujudan
pembanguan infrastruktur. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta
dalam kerjasama pembangunan infrastruktur akan menimbulkan akibat hukum seperti
adanya prestasi-prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak.

Berikut beberapa kebijakan regulasi berupa peraturan dan perundang-undangan yang terkait
dengan Jasa Konstruksi dan menjadi dasar hukum Kontrak kerja konstruksi, di antaranya:

1) Undang-Undang Nomor 2/2017 Tentang Jasa Konstruksi

2) Peraturan Pemerintah Nomor 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 4/2010 Tentang Perubahan
Atas PP Nomor 28/2000 dan PP Nomor 92/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas
PP Nomor 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi

Modul 1
32
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
3) Peraturan Pemerintah Nomor 29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 54 Tahun 2016 tentang perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor
29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;

4) Peraturan Pemerintah Nomor 30/2000 Tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa


Konstruksi

5) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa


Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan PerpresNomor
4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010
Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

6) Peraturan Menteri PU Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman


Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi sebagaimana telah diubah
dengan Permen PU Nomor14/PRT/M/2013 Tentang Perubahan atas Permen PU
Nomor07/PRT/M/2011, Permen PU Nomor07/PRT/M/2014 Tentang Perubahan
kedua atas dan Permen PUPR Nomor31/PRT/M/2015 Tentang Perubahan Ketiga

Dalam pembahasan modul ini akan diuraikan lebih lanjut kebijakan regulasi yang
menjadi dasar pengaturan tentang kontrak konstruksi sebagai berikut:

1) UNDANG-UNDANG NOMOR 2/2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI


Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi
tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan
jasa konstruksi, maka perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan bidang jasa
konstruksi. Untuk memenuhi tuntutan itu maka diterbitkan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor2 Tahun 2017, maka Undang-Undang


Nomor .18 Tahun 1999 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku seperti tertulis di pasal
104 Undang-Nomor .2 Tahun 2017 tersebut. Namun menurut ketentuan Pasal 104 itu
juga, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 ini.

Berkembangnya sektorJasa Konstruksi yang semakin kompleks dan semakin tingginya


tingkat persaingan layanan Jasa Konstruksi baik di tingkat nasional maupun internasional
membutuhkan payung hukum yang dapat menjamin kepastian hukum dan kepastian
usaha di bidang Jasa Konstruksi terutama pelindungan bagi Pengguna Jasa, Penyedia
Jasa, tenaga kerja konstruksi, dan masyarakat Jasa Konstruksi. Sebagai
penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat beberapa materi
muatan yang diubah, ditambahkan, dan disempurnakan dalam Undang-Undang ini.

Secara umum materi muatan dalam Undang-Undang ini meliputi

 tanggung jawab dan kewenangan;


 usaha Jasa Konstruksi;

Modul 1
33
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
 penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi;
 keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan konstruksi;
 tenaga kerja konstruksi;
 pembinaan;
 sistem informasi Jasa Konstruksi;
 partisipasi masyarakat;
 penyelesaian sengketa;
 sanksi administratif; dan
 ketentuan peralihan.
Permasalahan yang sering timbul antara penyedia jasa dan pengguna jasa di bidang
usaha jasa konstruksi diakibatkan kurangnya pemahaman tentang dokumen-dokumen
Kontrak. Dengan adanya modul ini diharapkan ikut membantu pengguna atau penyedia
jasa bisa memahami kebijakan terkait dokumen-dokumen yang akan dikontrakkan,
sehingga pekerjaan konstruksi tidak akan terhambat.
Berikut beberapa kebijakan regulasi terkait kontrak konstruksi yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi sebagai berikut:

a. Pengertian Terkait kontrak kerja konstruksi diatur dalam Bab I ketentuan umum
pasal 1 angka 5 yang menyatakan bahwa dalam undang-undang ini yang
dimaksud dengan kontrak kerja kontruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak
yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
penyelenggaraan jasa kontruksi

b. Ketentuan terkait tanggungjawab dan kewenangan diatur dalam pasal 4 huruf b


yang menyatakan bahwa pemerintah pusat bertanggung jawab atas terciptanya
iklim usaha yang kondusif, penyelenggara jasa kontruksi yang transparan,
persaingan usaha yang sehat, serta jaminan kesetaraan hak dan kewajiban
antara pengguna jasa dan penyedia jasa

c. Ketentuan pasal 47 yang mengatur kontrak kerja kontruksi paling sedikit harus
mencakup uraian materi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam sub
pokok bahasan sebelumnya dalam modul ini.

d. Ketentuan lain dalam pasal 47 ayat 2 menjelaskan bahwa selain ketentuan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kontrak kerja konstruksi dapat memuat
kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.

e. Ketentuan dalam pasal 50 mengatur bahwa:

(1) Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa indonesia.

(2) Dalam hal kontrak kerja konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat
dalam bahasa indonesia dan bahasa inggris.

(3) Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) digunakan kontrak kerja konstruksi dalam bahasa indonesia.

Modul 1
34
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
f. Ketentuan terkait penyelesaian sengketa kontrak konstruksi diatur dalam pasal
88.

Sengketa konstruksi yang terjadi saat proses penyelenggaraan jasa konstruksi


memerlukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase atau di
luar pengadilan. Hal ini mengingat penyelesaian sengketa konstruksi lewat peradilan
umum cenderung memakan waktu sehingga pengerjaan proyek dikhawatirkan
mangkrak.

Lembaga arbitrase dalam negeri diharapkan mampu menjadi lembaga penyelesaian


sengketa yang efisien dan efektif bagi para pelaku usaha. Sehingga tercipta iklim
usaha yang kondusif, transparan, persaingan usaha yang sehat, hingga keterbukaan
informasi serta jaminan kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna jasa dan
penyedia jasa.

Ketentuan terkait penyelesaian sengketa kontrak konstruksi diatur dalam pasal


88 yang mengatur bahwa:

(1) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja
konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), para pihak yang bersengketa
membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa
yang akan dipilih.

(2) Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. Mediasi;
b. Konsiliasi; dan
c. Arbitrase.

(3) Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
a dan huruf b, para pihak dapat membentuk dewan sengketa.

(4) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan
sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pemilihan keanggotaan dewan
sengketa dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak menjadi
bagian dari salah satu pihak.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.

Dalam hal terjadi sengketa antar para pihak, Undang-Undang ini


mengedepankan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan.
Terhadap pelanggaran administratif dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi
administratif, sedangkan untuk menghindari kekosongan hukum Undang-Undang
ini mengatur bahwa lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tetap menjalankan tugas sertifikasi
dan registrasi terhadap badan usaha dan tenaga kerja konstruksi sampai
terbentuknya lembaga yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Modul 1
35
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
2) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG
PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

Peraturan Pemerintah ini telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor .54 Tahun 2016 sedangkan perubahan sebelumnya adalah
perubahan pertama dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 dan
perubahan kedua yaitu Peraturan Pemerintah Nomor.79 Tahun 2010.

Peraturan Pemerintah Nomor .29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa


Konstruksi menyatakan adanya ketentuan keteknikan, ketentuan ketenagakerjaan
dan penyelengaraan lingkungan dalam Pasal 30 yang berbunyi:

Untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,


penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang:

a. keteknikan, meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan, mutu


hasil pekerjaan, mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan mutu peralatan
sesuai dengan standar atau norma yang berlaku;

b. keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja konstruksi sesuai dengan


peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai


dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan


peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perubahan ketiga diterbitkan dengan maksud untuk percepatan pelaksanaan proyek


strategis nasional khususnya yang dilaksanakan oleh pemerintah baerah, Pemerintah
Daerah dapat menugaskan Badan Usaha Milik Daerah sebagai agent of development
dalam pelaksanaan pembangunan daerah untuk melaksanakan proyek strategis
nasional dimaksud.

Untuk mendukung pelaksanaan penugasan Pemerintah Daerah tersebut, kembali


perlu dilakukan penataan kembali system pengadaan jasa konstruksi, khususnya
dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang ditugaskan kepada Badan Usaha
Milik Daerah.

Penataan tersebut dimaksudkan agar memberikan kemungkinan bagi Badan Usaha


Milik Daerah yang penerima penugasan untuk menunjuk langsung Badan Usaha Milik
Daerah lain, anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, dan/atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara sebagai pelaksana
jasa konstruksi dalam proyek strategis nasional yang ditugaskan kepadanya.
Penunjukkan langsung hanya diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah lain, anak
perusahaan Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau anak
perusahaan Badan Usaha Milik Negara dengan maksud agar akuntabilitas dalam
pelalsanaan proyek tersebut dapat dijaga.

Modul 1
36
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, perlu melakukan perubahan ketiga atas
Peraturan pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi, dengan tujuan untuk memberikan landasan hukum bagi Badan Usaha
Milik Daerah penerima penugasan Pemerintah Daerah agar dapat menunjuk
langsung Badan Usaha Milik Daerah lain, anak perusahaan Badan Usaha Milik
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau anak perusahaan Badan Usaha Milik
Negara dalam melaksanakan penugasan tersebut.

Perubahan yang dilakukan di PP 54/2016:

1. Ketentuan ayat (1) huruf a pasal 8 ditambah angka 7): pekerjaan proyek strategis
nasional yang merupakan penugasan dari Pemerintah Daerah kepada Badan
Usaha Milik Daerah

2. Ketentuan ayat (2) pasal 8 disisipkan 1 (satu) ayat di antara ayat (2a) dan ayat (3),
yakni ayat (2b). Badan Usaha Milik Daerah penerima penugasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 7) hanya dapat melakukan penunjukan
langsung kepada Badan Usaha Milik Daerah lain, anak perusahaan Badan Usaha
Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau anak perusahaan Badan
Usaha Milik Negara.

3. Ketentuan ayat (1) huruf a pasal 12 ditambah angka 7), pekerjaan proyek strategis
nasional yang merupakan penugasan dari Pemerintah Daerah kepada Badan
Usaha Milik Daerah;

4. Ketentuan ayat (2a) pasal 12 diubah, menjadi: Ketentuan sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf c tidak berlaku dalam hal penunjukan langsung karena
keadaan sebagaimana dimaksdud pada ayat (1) huruf a angka 6) dan 7)

5. Ketentuan pasal 12 di antara ayat (2b) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (2c): Badan Usaha Milik Daerah penerima penugasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 7) hanya dapat melakukan penunjukan
langsung kepada Badan Usaha Milik Daerah lain, anak perusahaan Badan Usaha
Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau anak rusahaan Badan Usaha
Milik Negara.

6. Ketentuan Pasal l3A diubah.menjadi:

(1) Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan dari Pemerintah dapat
melaksanakan penunjukan langsung kepada Badan Usaha Milik Negara lain
atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara untuk pekerjaan
terintegrasi.

(2) Badan Usaha Milik Daerah yang mendapat penugasan dari Pemerintah
Daerah dapat melaksanakan penunjukan langsung kepada Badan Usaha Milik
Daerah lain, anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, dan/atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara untuk
pekerjaan terintegrasi.

Modul 1
37
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Perubahan PP ini dapat juga dipahami sebagai penataan kembali khususnya
yang menyangkut proyek strategis dan Badan Usaha yang memperoleh
penugasan melalui penunjukan.

Kebijakan Penyusunan Dokumen Kontrak Sesuai Peraturan Pemerintah


Nomor29 Tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah No 59 Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Jasa Kontruksi, diatur dalam bagian Ketiga pada beberapa
pasal sebagai berikut:

a) Ketentuan pasal 2 terkait lingkup pengaturan penyelenggaraan


pekerjaan konstruksi meliputi pemilihan penyedia jasa, kontrak kerja
konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, kegagalan bangunan,
penyelesaian sengketa, larangan persekongkolan, dan sanksi
administratif.

b) Ketentuan pasal 15 terkait kewajiban pengguna jasa mengatur


bahwa pengguna jasa dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban
untuk:

1) Mengumumkan secara luas melalui media elektronik dan/atau media


cetak untuk setiap pekerjaan yang ditawarkan dengan cara
pelelangan umum atau pelelangan terbatas;

2) Menerbitkan dokumen pelelangan umum, pelelangan terbatas, atau


pemilihan langsung secara lengkap, jelas, dan benar serta dapat
dipahami, yang memuat: petunjuk bagi penawaran; tata cara
pelelangan umum, pelelangan terbatas atau pemilihan langsung
mencakup prosedur, persyaratan, dan kewenangan; persyaratan
kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus; dan ketentuan
evaluasi.

3) Mengundang semua penyedia jasa yang lulus prakualifikasi untuk


memasukkan penawaran;

4) Menerbitkan dokumen penunjukan langsung secara lengkap, jelas,


dan benar serta dapat dipahami yang memuat:

5) Tata cara penunjukan langsung mencakup prosedur, persyaratan,


dan kewenangan; dan

6) Syarat-syarat kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus;

7) Memberikan penjelasan tentang pekerjaan termasuk mengadakan


peninjauan lapangan apabila diperlukan;

8) Memberikan tanggapan terhadap sanggahan dari penyedia jasa;

9) Menetapkan penyedia jasa dalam batas waktu yang ditentukan dalam


dokumen lelang;

Modul 1
38
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
10) Mengembalikan jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah,
sedangkan bagi penyedia jasa yang menang mengikuti ketentuan
yang diatur dalam dokumen pelelangan;

11) Menunjukkan bukti kemampuan membayar;

12) Menandatangani kontrak kerja konstruksi dalam batas waktu yang


ditentukan dalam dokumen lelang;

13) Mengganti biaya yang dikeluarkan oleh penyedia jasa untuk


penyiapan pelelangan apabila pengguna jasa membatalkan
pemilihan penyedia jasa tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan; dan

14) Memberikan penjelasan tentang risiko pekerjaan termasuk kondisi


dan bahaya yang dapat timbul dalam pekerjaan konstruksi dan
mengadakan peninjauan lapangan apabila diperlukan

c) Ketentuan terkait kontrak kerja konstruksi dalam pasal 20 yang


mengatur bahwa :

1) Kontrak kerja konstruksi pada dasarnya dibuat secara terpisah sesuai


tahapan dalam pekerjaan konstruksi yang terdiri dari kontrak kerja
konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, kontrak kerja konstruksi
untuk pekerjaan pelaksanaan, dan kontrak kerja konstruksi untuk
pekerjaan pengawasan.

2) Dalam hal pekerjaan terintegrasi, kontrak kerja konstruksi


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dituangkan dalam 1
(satu) kontrak kerja konstruksi.

3) Kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dibedakan berdasarkan :

a. Bentuk imbalan yang terdiri dari :

 Lump sum;

 Harga satuan;

 Biaya tambah imbalan jasa;

 Gabungan lump sum dan harga satuan; atau

 Aliansi

b. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang terdiri dari


:

 Tahun tunggal; atau

Modul 1
39
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
 Tahun jamak.

c. Cara pembayaran hasil pekerjaan :

 Sesuai kemajuan pekerjaan; atau

 Secara berkala.

d) Ketentuan Pasal 21 Mengenai Jenis Kontrak Konstruksi Sebagai


Berikut:

(1) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan lump sum


sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3) huruf a angka 1
merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam
jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap
serta semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian
pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh penyedia jasa
sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah.

(2) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan harga satuan


sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3) huruf a angka 2
merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam
jangka waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap
untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis
tertentu, yang volume pekerjaannya didasarkan pada hasil
pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah
dilaksanakan oleh penyedia jasa.

(3) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan biaya tambah


imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3) huruf a
angka 3 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh
pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, dimana jenis-jenis pekerjaan
dan volumenya belum diketahui dengan pasti, sedangkan
pembayarannya dilakukan berdasarkan pengeluaran biaya yang
meliputi pembelian bahan, sewa peralatan, upah pekerja dan lain-
lain, ditambah imbalan jasa yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak.

(4) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan gabungan lump sum
dan harga satuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3)
huruf a angka 4 merupakan gabungan lump sum dan atau harga
satuan dan atau tambah imbalan jasa dalam 1 (satu) pekerjaan yang
diperjanjikan sejauh yang disepakati para pihak dalam kontrak kerja
konstruksi.

(5) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan aliansi sebagaimana


dimaksud dalam pasal 20 ayat (3) huruf a angka 4 merupakan
kontrak pengadaan jasa dimana suatu harga kontrak referensi

Modul 1
40
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
ditetapkan lingkup. Dan volume pekerjaan yang belum diketahui
ataupun diperinci secara pasti sedangkan pembayarannya dilakukan
secara biaya tambah imbal jasa dengan suatu pembagian tertentu
yang disepakati bersama atas penghematan ataupun biaya lebih
yang timbul dari perbedaan biayasebenarnya dan harga kontrak
referensi.

e) Ketentuan pasal 22 mengenai dokumen kontrak konstruksi mengatur


bahwa:

Kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1)


sekurang-kurangnya harusmemuat dokumen yang meliputi :

1) Surat perjanjian yang ditandatangani pengguna jasa dan penyedia


jasa yang memuat antara lain :

 Uraian para pihak;

 Konsiderasi;

 Lingkup pekerjaan;

 Hal-hal pokok seperti nilai kontrak, jangka waktu pelaksanaan; dan

 Daftar dokumen-dokumen yang mengikat beserta urutan


keberlakuannya;

2) Dokumen lelang, yaitu dokumen yang disusun oleh pengguna jasa


yang merupakan dasar bagi penyedia jasa untuk menyusun usulan
atau penawaran untuk pelaksanaan tugas yang berisi lingkup tugas
dan persyaratannya (umum dan khusus, teknis dan administratif,
kondisi kontrak);

3) Usulan atau penawaran, yaitu dokumen yang disusun oleh penyedia


jasa berdasarkan dokumen lelang yang berisi metode, harga
penawaran, jadwal waktu, dan sumber daya;

4) Berita acara berisi kesepakatan yang terjadi antara pengguna jasa


dan penyedia jasa selama proses evaluasi usulan atau penawaran
oleh pengguna jasa antara lain klarifikasi atas hal-hal yang
menimbulkan keragu-raguan;

5) Surat pernyataan dari pengguna jasa menyatakan menerima atau


menyetujui usulan atau penawaran dari penyedia jasa; dan

6) Surat pernyataan dari penyedia jasa yang menyatakan kesanggupan


untuk melaksanakan pekerjaan.

Modul 1
41
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
3) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA
DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI

Peraturan Pemerintah Nomor28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran


Masyarakat Jasa Konstruksi telah mengalami perubahan, yang sebelumnya
sudah diubah dengan PP Nomor 4 Tahun 2010 dan kemudian dengan dirubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2010.

Sebagaimana dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang


usaha dan peran masyarakat ini Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2010
mengatur bagaimana masyarakat melakukan usaha dan berperan dalam bidang
jasa konstruksi yang melingkupi:

 Jenis, bentuk dan bidang usaha


 Klasifikasi dan kualifikasi usaha
 Registrasi badan usaha
 Akreditasi asosiasi perusahaan jasa konstruksi
 Perizinan usaha jasa konstruksi
 Sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja
 Klasifikasi , kualifikasi dan registrasi tenaga kerja
 Forum jasa konstruksi
 Lembaga jasa konstruksi , dan lain-lain.

4) PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG


PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Peraturan presiden ini menyatakan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah


yang efisien, terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan
barang/jasayang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada
peningkatan pelayanan public. Untuk mewujukan pengadaan barang/jasa
pemerintah demikian, perlu pengaturan mengenai tata cara pengadaan
barang/jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola
yang baik, sehingga dapat menjadi pengaturan yang efektif bagi para pihak yang
terkait dengan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Perpres Nomor 54 Tahun 2010 ini telah mengalami beberapa kali perubahan,
yang terakhir dengan pepres seperti yang dijelaskan lebih lanjut dalam
penjelasan peraturan presiden ini, tata cara pengadaan barang/jasa pemrintah
tersebut berhubungan dengan tata pemerintahan yang baik dan bersih (good
governance and clean government), yaitu seluruh aspek yang terkait dengan
kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam
menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal.

Untuk melaksanakan prinsip good governance and clean government, maka


pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan
sumber daya secara efisien, serta mewujudkannya dengan tindakan dan
peraturan yang baik dan tidak berpihak (independen), serta menjamin terjadinya

Modul 1
42
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil,
transparan, profesional, dan akuntabel.

Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan


yang baik dan bersih, perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif,
efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses pengadaan
barang/jasa pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan,
transparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/kompetisi yang sehat dalam
proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, sehingga
diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat
dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi
kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, peraturan presiden tentang pengadaan


barang/jasa pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman
pengaturan mengenai tata cara pengadaan barang/jasa yang sederhana, jelas
dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik.

Pengaturan mengenai tata cara pengadaan barang/jasa pemerintah dalam


peraturan presiden ini diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yang
kondusif, efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan apbn/apbd.
Selain itu, pengadaan barang/jasa pemerintah yang berpedoman pada peraturan
presiden ini ditujukan untuk meningkatkan keberpihakan terhadap industri
nasional dan usaha-usaha kecil, serta menumbuhkan industri kreatif, inovasi, dan
kemandirian bangsa dengan mengutamakan penggunaan industri strategis
dalam negeri.

Hal-hal mendasar dalam ketentuan pengadaan barang/jasa pemerintah yang


diatur dalam peraturan presiden ini antara lain diperkenalkannya metode
pelelangan/seleksi sederhana, pengadaan langsung, dan kontes/sayembara
dalam pemilihan penyedia barang/jasa selain metode pelelangan/seleksi umum
dan penunjukan langsung. Lebih lanjut, peraturan presiden ini juga mengatur
secara khusus pengadaan alutsista tni dan almatsus polri yang pengadaannya
diutamakan terlebih dahulu berasal dari industri strategis dalam negeri, dan
pengaturan pengadaan melalui sistem elektronik (e-procurement). Dalam
peraturan presiden ini juga diatur mengenai tingkat komponen dalam negeri
(tkdn) dan persyaratan keikutsertaan perusahaan asing untuk meningkatkan
penggunaan produksi dalam negeri dan keberpihakan terhadap pengusaha
nasional, pengaturan kontrak payung dan kontrak pembiayaan bersama
(cofinancing) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta peningkatan
nilai pengadaan yang diadakan untuk menumbuhkembangkan usaha mikro, kecil
dan menengah.

Modul 1
43
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
5) PERATURAN MENTERI PUPR NOMOR 31/PRT/M/2015 TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR 07/PRT/M/2011 TENTANG STANDAR DAN PEDOMAN
PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTANSI

Ketentuan pengadaan pekerjaan kontruksi pada ayat (2) dan ayat (3) Pasal 6c
Pasal berbunyi sebagai berikut :

Pada pengadaan Pekerjaan Konstruksi tunggal, untuk harga penawaran yang


nilainya di bawah 80% (delapan puluh perseratus) HPS, wajib dilakukan evaluasi
kewajaran harga dengan ketentuan:

meneliti dan menilai kewajaran harga satuan dasar meliputi harga upah, bahan,
dan peralatan dari harga satuan penawaran, sekurang-kurangnya pada setiap
mata pembayaran utama;

meneliti dan menilai kewajaran kuantitas/koefisien dari unsur upah, bahan, dan
peralatan dalam Analisa Harga Satuan;

hasil penelitian huruf a. dan huruf b. digunakan untuk menghitung harga satuan
yang dinilai wajar tanpa memperhitungkan keuntungan yang ditawarkan;

harga satuan yang dinilai wajar digunakan untuk menghitung total harga
penawaran yang dinilai wajar dan dapat dipertanggungjawabkan; dan

total harga sebagaimana dimaksud pada huruf d. dihitung berdasarkan volume


yang ada dalam daftar kuantitas dan harga.

Apabila total harga penawaran yang diusulkan lebih kecil dari hasil evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka harga penawaran dinyatakan tidak
wajar dan gugur harga.

Ketentuan mengenai Standar Kontrak pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi


Pasal 9 Ayat (3) Dapat menggunakan :

kontrak Lump Sum, Harga Satuan, Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan
untuk pekerjaan konstruksi tunggal.

Kontrak Lump Sum Jasa Konsultansi didasarkan atas produk/keluaran (Output


based) yang harus dihasilkan konsultan sesuai dengan Kerangka Acuan
Kerja/TOR. Jenis pekerjaan pada kelompok ini yaitu feasibility study, design,
study, evaluasi/kajian/telaah, pedoman,petunjukpelaksanaan, petunjuk teknis,
produk hukum, sertifikasi, dan lainnya.

Kontrak Harga Satuan Jasa Konsultansi didasarkan atas input (tenaga ahli dan
biaya-biaya langsung terkait termasuk perjalanan dinas) yang harus disediakan
konsultan (Input based) untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Kerangka
Acuan Kerja/ TOR. Jenis pekerjaan pada kelompok ini yaitu supervisi/
pengawasan pekerjaan konstruksi, monitoring, manajemen konstruksi, survey,
dan lainnya.

Modul 1
44
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
KEBIJAKAN REGULASI LAINNYA TERKAIT ASAS KONTRAK KERJA
KONSTRUKSI
Ada lima asas hukum utama yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan kontrak yaitu:
1) Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”
Para pihak bebas untuk memperjanjikan apa yang mereka inginkan,dengan syarat tidak
bertentangan dengan Undang-Undang,Ketertiban Umum dan Kesusilaan.
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
2) Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata.Pada
pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata
kesepakatan antara kedua belah pihak.Asas ini merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak.Kesepakatan adalah persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
3) Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan
asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.Asas pacta sunt servanda merupakan
asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.Mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer.yang
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati
dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-
undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak
dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal
1338 ayat (2) KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu.

Modul 1
45
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
4) Asas Itikad Baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak,
yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.Asas
itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakniitikad baik nisbi dan itikad baik mutlak.Pada
itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari
subjek.Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta
dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut
norma-norma yang objektif.
Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, hakim diberi suatu
kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai
pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan.Kepatutan
dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu pihak terdesak,
harus adanya keseimbangan. Keadilan artinya bahwa kepastian untuk mendapatkan apa
yang telah diperjanjikan dengan memperhatikan norma-norma yang berlaku.
5) Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal
ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata
menegaskan:
“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain
untuk dirinya sendiri.”
Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut
harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi:
“Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”
Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya
berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat
pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan:
“Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian
yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung
suatu syarat semacam itu.”
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak
untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang
ditentukan.Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur
perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk
orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu
maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga,
sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli
warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan
demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan
Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.

Modul 1
46
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Konsisten dengan hal tersebut, penerapan salah satu asas dalam hukum perjanjian, yakni
asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, diaplikasikan pada Undang-Undang Jasa Konstruksi Tahun 2017
melalui penerapan asas kebebasan sebagai salah satu asas yang digunakan dalam
penyelenggaraan jasa kontruksi. Asas kebebasan dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi
Tahun 2017 dimaknai sebagai kebebasan berkontrak antara Penyedia Jasa dan Pengguna
Jasa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Perihal kebebasan berkontrak,
Johannes Gunawan menjelaskan bahwa asas kebebasan berkontrak meliputi:
a. Kebebasan setiap orang untuk memutuskan apakah ia membuat perjanjian atau
tidak membuat perjanjian.
b. Kebebasan para pihak untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu
perjanjian.
c. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian.
d. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian.
Sejalan dengan lingkup asas kebebasan berkontrak di atas, Pasal 46 ayat (2) Undang-
Undang Jasa Konstruksi Tahun 2017 mengatur Kontrak Kerja Konstruksi dibentuk dengan
mengikuti perkembangan kebutuhan untuk mengakomodasi bentuk-bentuk kerja konstruksi
yang berkembang di masyarakat dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.

Hal menarik adalah perihal kesetaraan kedudukan antara Penyedia Jasa dan Pegguna Jasa.
Perihal kekurangan kesetaraan Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa diakui secara eksplisit
dalam Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang Jasa Konstrusi 1999 sebagai salah satu
faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi jasa konstruksi nasional pada saat
diundangkannya Undang-Undang Jasa Konstruksi 1999. Adapun dalam Undang-Undang
Jasa Konstruksi 2017, walaupun tidak menyatakan hal serupa, namun Undang-Undang Jasa
Konstruksi 2017 menempatkan kesetaraan antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa
sebagai salah satu asas dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, yakni asas
kesetaraan yang dimaknai bahwa kegiatan Jasa Konstruksi harus dilaksanakan dengan
memperhatikan kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa. Serta
menempatkan kesetaraan hubungan kerja Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sebagai salah
satu tujuan dari penyelenggaraan jasa konstruksi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3
huruf (b) Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017 sebagai berikut:
Penyelenggaran Jasa Konstruksi salah satunya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban
penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara
Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta
meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sejalan dengan penggunaan asas kesetaraan dan tujuan penyelenggaraan jasa konstruksi,
Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017 memberikan kewajiban kepada Pemerintah Pusat,
melalui Pasal 4 ayat (1) huruf b, untuk menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara
Pengguna jasa dan Penyedia jasa. Dan untuk pelaksanaan kewajibannya tersebut,
Pemerintah diberikan kewenangan mengembangkan Kontrak Kerja Konstruksi yang
menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) huruf (b) Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017.

Modul 1
47
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Bahkan sebagai salah satu upaya untuk mencapai tujuan penyelengaraan jasa konstruksi
terkait dengan kesetaraan Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam Pasal 3 huruf (b)
Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017 di atas, penjelasan Pasal 3 huruf (b) menyebutkan
penerapan dokumen kontrak standar sebagai salah satu upaya.
Adapun mengenai kontrak standar ini bukanlah hal baru dalam dunia konstruksi.Tercatat
beberapa standar kontrak kontruksi yang diterbitkan oleh beberapa negara atau asosiasi
profesi seperti FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Counsels), JCT (Joint
Contract Tribunals), AIA (American Institute of Architects) dan SIA (Singapore Institute of
Architects).
Lebih lanjut, kedua ketentuan perihal jasa konstruksi tersebut mengatur pula ketentuan-
ketentuan yang sekurang-kurangnya harus tercantum dalam suatu Kontrak Kerja
Konstruksi.Secara umum, tidak ada perbedaan signifikan diantara kedua pengaturan
tersebut. Beberapa perbedaan yang dimuat dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi 2017
sekiranya perlu menjadi catatan adalah sebagai berikut:

1) adanya jaminan pembayaran oleh Pengguna Jasa.


2) perlindungan terhadap pihak ketiga, selain para pihak dan pekerja yang memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian
atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
3) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain
dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan bangunan;
4) membedakan antara penyelesaian perselisihan dan pilihan penyelesaian sengketa;
5) hak dan kewajiban para pihak yang setara;
6) dalam Kontrak Kerja Konstruksi yang menggunakan 2 (dua) bahasa/bilingual,
ketentuan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku dalam hal terjadi perselisihan.
Anda telah menyelesaikan materi pengertian kebijakan kontrak konstruksi. Silahkan
mencoba latihan berikut untuk mengingat kembali dan mengukur tingkat kerberhasilan anda
sampai pada tahap pembelajaran ini.

LATIHAN 4

1. Sebutkan macam-macam kebijakan kontrak konstruksi.?

2. Sebutkan dua kebijakan regulasi terkait kontrak konstruksi yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

Apabila belum berhasil menjawab silahkan pelajari kembali materi terkait pengertian
kebijakan dalam modul tersebut. Selamat berlatih!

Modul 1
48
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
RANGKUMAN
1. Pertimbangan untuk membentuk legislasi semu haruslah benar-benar cermat karena
keadaan mendesak yang mengharuskan pemerintah segera mengeluarkan sebuah
legislasi (aturan), karena tidak ada peraturan perundang-undangan yang dapat dipakai
oleh pemerintah sebagai dasar perbuatan hukum pemerintah yang hendak dilakukan
(ingat asas legalitasi).

2. Aturan kebijakan (baik berupa surat edaran, instruksi, petunjuk operasional) bukan
merupakan peraturan perundang-undangan mengingat badan yang mengeluarkan aturan
kebijakan tesebut tidak memiliki kewenangan untuk membuat peraturan perudang-
undangan. Walaupun aturan kebijakan bukan peraturan perundang-undangan, namun
aturan kebijakan mengikat masyarakat secara tidak langsung. Selain itu keberadaan
aturan kebijakan memberikan peluang kepada badan tata usaha negara untuk
menjalankan kewenangan pemerintahan (diskresi) dalam rangka mengatasi kondisi
peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman.

3. Dalam praktek pemerintahan sehari-hari legislasi semu dapat diterbitkan oleh semua
badan atau organ pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Umumnya format
dan nomenklatur yang dipakai untuk legislasi semu berbeda dengan peraturan
perundang-undangan, walaupun dapat pula dijumpai substansi legislasi semu dituangkan
dalam format perundang-undangan.Tidak ada suatu format baku yang digunakan dalam
pembentukan legislasi semu. Beberapa contoh yang populer legislasi semu dapat
dikemukakan sebagai berikut yaitu Surat Edaran (SE), Petunjuk Pelaksana, Petunjuk
Operasional atau Petunjuk Teknis, Instruksi , Pengumuman.

4. Peningkatan tertib penyelenggaraan konstruksi salah satunya melalui Peningkatan tertib


administrasi kontrak konstruksi

5. Kebijakan terkait Kontrak Kerja Konstruksi diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi yang mengatur bahwa kontrak kerja
konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:

a) para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;

b) rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan,

c) harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;

d) masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan


yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;

e) hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh hasil
Jasa

f) Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta hak
Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya
melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;

g) penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga kerja

Modul 1
49
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
konstruksi bersertifikat;

h) cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam


melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya jaminan
atas pembayaran;

i) wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

j) penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian


perselisihan akibat ketidaksepakatan;

k) pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak


Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu
pihak;

l) keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan
dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;

m) Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau


Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban
Kegagalan Bangunan;

n) pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam


pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;

o) pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban
para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau
menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;

p) aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang
lingkungan;

q) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan

r) pilihan penyelesaian sengketa konstruksi

6. Kebijakan regulasi terkait penyelesaian sengketa kontrak konstruksi diatur dalam


pasal 88 yang mengatur bahwa:

(1) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja
konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), para pihak yang bersengketa
membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa yang
akan dipilih.

(2) Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:

a. Mediasi;
b. Konsiliasi; dan

Modul 1
50
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
c. Arbitrase.

(3) Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
dan huruf b, para pihak dapat membentuk dewan sengketa.

(4) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan
sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pemilihan keanggotaan dewan
sengketa dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak menjadi bagian
dari salah satu pihak.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.

EVALUASI MATERI 2
1. Sebutkan Macam-macam Kebijakan Kontrak Konstruksi!
2. Sebutkan ciri – ciri legislasi semu menurut Bagir Manan!
3. Jelaskan mengenai ketentuan pasal 88 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 yang
mengatur kebijakan penyelesaian sengketa kontrak kerja kontruksi!

UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan anda
terhadap materi Modul

Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi Modul 1

Untuk latihan soal, setiap soal memiliki bobot nilai yang sama, yaitu 20/soal.

Tes formatif:

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:

90 – 100 % = baik sekali

80 – 89 % = baik

70 – 79 % = cukup

< 70 % = kurang

Modul 1
51
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
TINDAK LANJUT
Bila anda dapat menjawab salah dua dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi apabila belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus mengulangi
materi modul 2, terutama bagian yang belum anda kuasai.

Modul 1
52
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
PENUTUP
Selamat Anda sudah menyelesaikan modul 3 tentang Kebijakan Kontrak Kontruksi.

Suatu aturan kebijakan pada hakekatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha
negara, namun tanpa disertai kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat
tata usaha negara tersebut. Aturan kebijakan dimaksud pada kenyataannya telah
merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan.

Aturan kebijakan (baik berupa surat edaran, instruksi, petunjuk operasional) bukan
merupakan peraturan perundang-undangan mengingat badan yang mengeluarkan aturan
kebijakan tesebut tidak memiliki kewenangan untuk membuat peraturan perudang-
undangan. Walaupun aturan kebijakan bukan peraturan perundang-undangan, namun
aturan kebijakan mengikat masyarakat secara tidak langsung. Selain itu keberadaan aturan
kebijakan memberikan peluang kepada badan tata usaha negara untuk menjalankan
kewenangan pemerintahan (diskresi) dalam rangka mengatasi kondisi peraturan perundang-
undangan yang sudah ketinggalan zaman.

Dalam praktek pemerintahan sehari-hari legislasi semu dapat diterbitkan oleh semua badan
atau organ pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Umumnya format dan
nomenklatur yang dipakai untuk legislasi semu berbeda dengan peraturan perundang-
undangan, walaupun dapat pula dijumpai substansi legislasi semu dituangkan dalam format
perundang-undangan.Tidak ada suatu format baku yang digunakan dalam pembentukan
legislasi semu. Beberapa contoh yang populer legislasi semu dapat dikemukakan sebagai
berikut yaitu Surat Edaran (SE), Petunjuk Pelaksana, Petunjuk Operasional atau Petunjuk
Teknis, Instruksi , Pengumuman.

Peningkatan tertib penyelenggaraan konstruksi salah satunya melalui Peningkatan tertib


administrasi kontrak konstruksi

Semoga anda bisa mencapai seluruh indikator keberhasilan yang diminta dalam
pembelajaran modul tentang kebijakan kontrak konstruksi.
Sesuai tujuan semula dari pelatihan penyelesaian sengketa kontrak konstruksi ini
dimaksudkan untuk membekali para ASN di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, khususnya yang terkait dalam penanganan kontrak konstruksi dalam melaksanakan
tugasnya, untuk mengantisipasi bila terjadi kemungkinan sengketa. Untuk itu Modul kesatu
tentang Kebijakan Kontrak Konstruksi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan
pengetahuan kepada peserta pelatihan mengenai kebijakan yang berlaku dalam kontrak
konstruksi. Dalam modul ini akan dibahas tentang : Untuk itu setelah mempelajari modul ini
diharapkan pemahaman anda tentang Pengertian Kebijakan, Kebijakan Kontrak Konstruksi
dan Macam-macam Kebijakan Kontrak Konstruksi semakin meningkat.

Modul 1
53
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
KUNCI JAWABAN

MATERI 1 - LATIHAN 1

1. Apakah yang dimaksud dengan Kebijakan?

Secara etimologis, kebijakan adalah terjemahan dari kata policy. Kebijakan dapat juga
berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.

2. Apakah yang dimaksud dengan Kebijakan pemerintah?

Kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat
secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut
kepentingan umum

3. Apakah yang dimaksud dengan Kebijakan yang baik?

Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang memihak kepada masyarakat, dimana dalam
perumusannya masyarakat perlu dilibatkan dalam proses-proses partisipatif, mulai dari
tahap perencanaan dan perancangan kebijakan; substansi; dan implementasi.

MATERI 1 - LATIHAN 2

1. Apa yang dimaksud kebijakan kontrak konstruksi?

Kebijakan Kontrak Konstruksi adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi
pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan keseluruhan dokumen kontrak yang
mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

2. Bagaimana pengaturan kebijakan kontrak konstruksi menurut Undang-Undang


Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi?

e) Pasal mengenai pengikatan para pihak dalam pekerjaan konstruksi yaitu Pasal 46
yang mengatur bahwa:

Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus
dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Bentuk Kontrak Kerja Konstruksi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan dan


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f) Pasal-pasal mengenai muatan materi yang harus dicantumkan dalam kontrak kerja

Modul 1
54
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
MATERI 1 - LATIHAN 2
konstruksi diatur dalam Pasal 47 yang menyatakan bahwa:

Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:

s) para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;

t) rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan,

u) harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;

v) masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan


pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;

w) hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa

x) Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta


hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta
kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;

y) penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga


kerja konstruksi bersertifikat;

z) cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam


melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran;

aa) wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu
pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

bb) penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian


perselisihan akibat ketidaksepakatan;

cc) pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan


Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban
salah satu pihak;

dd) keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar
kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah
satu pihak;

ee) Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa


dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;

ff) pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;

gg) pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan

Modul 1
55
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
MATERI 1 - LATIHAN 2
kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;

hh) aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan
tentang lingkungan;

ii) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain
dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan;
dan

jj) pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.

Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak Kerja Konstruksi
dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.

g) Ketentuan lain yang harus dimuat dalam kontrak konstruksi diatur dalam Pasal 48
sebagai berikut:

Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Kontrak Kerja
Konstruksi:

d. Untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak kekayaan
intelektual;

e. Untuk kegiatan pelaksanaan layanan Jasa Konstruksi, dapat memuat ketentuan


tentang Sub penyedia Jasa serta pemasok bahan, komponen bangunan, dan/atau
peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku;

f. Dan yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih teknologi.

h) Ketentuan lain terkait kontak konstruksi diatur dalam Pasal 49, 50 dan Pasal 51
sebagai berikut:

Ketentuan Pasal 49 mengatur bahwa mengenai Kontrak Kerja Konstruksi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 berlaku juga dalam Kontrak Kerja Konstruksi
antara Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa.

Sedang ketentuan Pasal 50 mengatur bahwa:

(4) Kontrak Kerja Konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia.

(5) Dalam hal Kontrak Kerja Konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

(6) Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) digunakan Kontrak Kerja Konstruksi dalam bahasa Indonesia.

Ketentuan dalam Pasal 51 yang menyatakan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai
Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan
Pasal 50 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Modul 1
56
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
EVALUASI MATERI 1
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan pemerintah ?
Kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat
secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang
menyangkut kepentingan umum
2. Apa yang dimaksud dengan kebijakan Kontrak Konstruksi?

Kebijakan terkait Kontrak Kerja Konstruksi diatur dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi yang mengatur bahwa kontrak
kerja konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:
a) para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;

b) rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan,

c) harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;

d) masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan


pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;

e) hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa

f) Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta


hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta
kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;

g) penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga


kerja konstruksi bersertifikat;

h) cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam


melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran;

i) wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

j) penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian


perselisihan akibat ketidaksepakatan;

k) pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan


Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban
salah satu pihak;

l) keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar


kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu
pihak;

m) Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa

Modul 1
57
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;

n) pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam


pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;

o) pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian
atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;

p) aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan


tentang lingkungan;

q) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan

r) pilihan penyelesaian sengketa konstruksi

3. Bagaimana pengaturan Kebijakan Kontrak Konstruksi sesuai Undang-Undang


Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi?
a) Pasal mengenai pengikatan para pihak dalam pekerjaan konstruksi yaitu Pasal 46
yang mengatur bahwa:

Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus
dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Bentuk Kontrak Kerja Konstruksi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan dan


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b) Pasal-pasal mengenai muatan materi yang harus dicantumkan dalam kontrak kerja
konstruksi diatur dalam Pasal 47 yang menyatakan bahwa:

Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:

a) para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;

b) rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja,
nilai pekerjaan,

c) harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;

d) masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan


pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;

e) hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa

f) Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan,


serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta
kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;

Modul 1
58
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
g) penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga
kerja konstruksi bersertifikat;

h) cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam


melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran;

i) wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu
pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

j) penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian


perselisihan akibat ketidaksepakatan;

k) pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan


Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban
salah satu pihak;

l) keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar


kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah
satu pihak;

m) Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa


dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;

n) pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam


pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;

o) pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan
kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;

p) aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan


tentang lingkungan;

q) jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain
dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan;
dan

r) pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.

Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak Kerja Konstruksi
dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.

a) Ketentuan lain yang harus dimuat dalam kontrak konstruksi diatur dalam Pasal 48
sebagai berikut:

Modul 1
59
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Kontrak Kerja
Konstruksi:

a. Untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak


kekayaan intelektual;

b. Untuk kegiatan pelaksanaan layanan Jasa Konstruksi, dapat memuat


ketentuan tentang Sub penyedia Jasa serta pemasok bahan, komponen
bangunan, dan/atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku;

c. Dan yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih teknologi.

b) Ketentuan lain terkait kontak konstruksi diatur dalam Pasal 49, 50 dan Pasal 51
sebagai berikut:

Ketentuan Pasal 49 mengatur bahwa mengenai Kontrak Kerja Konstruksi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 berlaku juga dalam Kontrak Kerja Konstruksi
antara Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa.

Sedang ketentuan Pasal 50 mengatur bahwa:

(1) Kontrak Kerja Konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia.

(2) Dalam hal Kontrak Kerja Konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

(3) Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) digunakan Kontrak Kerja Konstruksi dalam bahasa Indonesia.

Ketentuan dalam Pasal 51 yang menyatakan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai
Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan
Pasal 50 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

MATERI 2 - LATIHAN 3

1. Sebutkan perbedaan legislasi semu dengan peraturan perundang-undangan!


Menurut Bagir Manan, seperti dikutip oleh Ridwan HR, peraturan kebijaksanaan
(legfislasi semu) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan;
b. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan
tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan;
c. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang
tiodak ada dasar peraturan perundang-undangan untukmembuat keputusan
peraturan kebijaksanaan tersebut;
d. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen dan ketiadaan
wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan;
e. Pengujian terhadap peratruran kebijaksanaan lebih diserahkan

Modul 1
60
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
MATERI 2 - LATIHAN 3
kepada doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan
yang layak;
Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan,
instruksi, surat edaran, pengumuman, dan lain-lain, bahkan dapat dijumpai dalam
bentuk peraturan.
2. Sebutkan contoh surat edaran terkait kontrak konstruksi!
 Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 02/SE/Db/2016 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.
 Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 18/SE/Db/2012 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.

 Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 07/SE/Db/2015 Tentang penanganan


kontrak kritis

MATERI 2 - LATIHAN 2
1. Sebutkan macam-macam kebijakan kontrak konstruksi ?
a. Kebijakan semu/Non Regulasi berupa Surat Edaran (SE), Petunjuk
Pelaksana, Petunjuk Operasional atau Petunjuk Teknis, Instruksi , Pengumuman
terkait kontrak konstruksi. Contoh:
 Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 02/SE/Db/2016 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.
 Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 07/SE/Db/2015 Tentang penanganan
kontrak kritis (terlampir)
b. Kebijakan Regulasi berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Menteri yang mengatur kontrak konstruksi contoh: Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi .
2. Sebutkan dua kebijakan regulasi terkait kontrak konstruksi yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi!
1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sendiri secara
spesifik menyebutkan bahwa kontak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen
kontrak yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa
dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.
2) Kebijakan Penyusunan Dokumen Kontrak Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor29
Tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah No 59 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan
Jasa Kontruksi, diatur dalam bagian Ketiga pada beberapa pasal

Modul 1
61
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
EVALUASI MATERI 2

1. Sebutkan Macam-macam Kebijakan Kontrak Konstruksi


a. Kebijakan semu/Non Regulasi berupa Surat Edaran (SE), Petunjuk
Pelaksana, Petunjuk Operasional atau Petunjuk Teknis, Instruksi , Pengumuman
terkait kontrak konstruksi. Contoh:
 Surat Edaran Dirjen Bina Marga No : 02/SE/Db/2016 tentang Prosedur Standar
Pelaksanaan Perubahan (Adendum) Kontrak.
 Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 07/SE/Db/2015 Tentang penanganan
kontrak kritis (terlampir)
b. Kebijakan Regulasi berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Menteri yang mengatur kontrak konstruksi contoh: Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

2. Sebutkan ciri – ciri legislasi semu menurut Bagir Manan


Menurut Bagir Manan, seperti dikutip oleh Ridwan HR, peraturan kebijaksanaan
(legislasi semu) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan;
b) Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan
tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan;
c) Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang
tiodak ada dasar peraturan perundang-undangan untukmembuat keputusan
peraturan kebijaksanaan tersebut;
d) Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen dan ketiadaan
wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan;
e) Pengujian terhadap peratruran kebijaksanaan lebih diserahkan
kepada doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan
yang layak;
f) Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni
keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman, dan lain-lain, bahkan dapat
dijumpai dalam bentuk peraturan.

3. Jelaskan mengenai ketentuan pasal 88 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 yang


mengatur kebijakan penyelesaian sengketa kontrak kerja kontruksi
(1) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja
konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), para pihak yang bersengketa
membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa
yang akan dipilih.

Modul 1
62
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
(2) Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. Mediasi;
b. Konsiliasi; dan
c. Arbitrase.
(3) Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
dan huruf b, para pihak dapat membentuk dewan sengketa.
(4) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan
sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pemilihan keanggotaan dewan
sengketa dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak menjadi bagian
dari salah satu pihak.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.

Modul 1
63
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh Surat Edaran Kebijakan Kontrak Konstruksi

Modul 1
64
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
65
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
66
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
67
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
68
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
69
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Modul 1
70
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
DAFTAR PUSTAKA
Regulasi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Kontruksi


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.

Buku
Abdul Wahab, Solichin, 1997, Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara, Penerbit P.T. Bumi Aksara, Jakarta.
Abdul Wahab, Solichin. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 2008.
Anggara, Sahya, 2014, Kebijakan Publik, Penerbit CV Pustaka Setia, Bandung.
Islamy, Irfan, 2001, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Cetakan X, Bumi Aksara,
Jakarta.
Jones, Charles O, 1996, Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy) Terjemahan Ricky
Ismanto, Penerbit P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen PendidikanNasional, 2014,
Cetakan VII, Edisi IV, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mulyadi, Dedy, 2015, Studi Kebjakan Publik dan Pelayanan Publik, Penerbit Alfabeta,
Bandung.
Nugroho D, Riant, 2006, Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang, Penerbit PT
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Nurcholis, Hanif, 2007, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Penerbit P.T.
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Sutrisno, Edy (2009), Mengenal Perencanaan, Implementsi & Evaluasi Kebijakan/Program,
Penerbit, Untag Press, Surabaya.
Tahir, Arifin, 2014, Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaran Pemerintah Daerah,
Penerbit Alfabeta, Bandung.
Akhmad Suraji & Krishna S Pribadi, (2012) Membangun Struktur Industri Konstruksi Nasional
Yang Kokoh, Andal Dan Berdayasaing Serta Memberikan Kesempatan Kepada
Para Pelaku Usaha Tumbuh Dan Berkembang Secara Adil Melalui Restrukturisasi
Sistem, (BP Konstruksi, LPJKN dan Gapensi);
Anderson, James E., Public Policy-Making, 1984
Baghir Manan. Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia. Jakarta: IND-HILL.CO, 1992.
Industri Konstruksi, BP Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum;
Kajian Iklim Usaha Di Sektor Konstruksi, 2015
Kurniawan, Freddy. Jenis Sengketa Yang Sering Terjadi Pada Proyek Konstruksi Di
Surabaya. Universitas Narotama. 2015

Modul 1
71
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, Studi Konstruksi Nasional, 2013
Lasswell, Harold D. and Kaplan, A. Power and Society, 1970.
LKPP, “Kajian Strategi PBJP Dalam rangka Pengembangan Iklim Usaha dan Nasional”,
2011
Nazir. 2005. “Metodologi Penelitian” Ghalia Indonesia, Bogor
Nugroho, Riant. Public Policy. Teori Kebijakan – Analisis Kebijakan – Proses Kebijakan,
Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management dalam Kebijakan
Publik sebagai The Fifth Estate – Metode Penelitian Kebijakan, 2009
Nazir, M., Metode Penelitian, 1988
Ofori, G (1990), The Construction Industry, Aspects of Its Economics and Management,
Singapore University Press, National University of Singapore,
Ofori, George. “Challenges of construction industries in developing countries: Lessons from
various countries.” 2nd International Conference on Construction in Developing
Countries: Challenges Facing the Construction Industry in Developing Countries,
Gaborone, November. 2000.
PusBin SDI, BP Konstruksi, Kementerian PU, Makalah Arahan Kebijakan: Pengembangan
Pasar Konstruksi. 2014
PusBin SDI, BP Konstruksi, Kementerian PU. Ringkasan Eksekutif: Kajian Konsep Strategi
Dan Kebijakan Pengembangan Pasar Konstruksi Domestik. 2013
PusbinPK (2011) Laporan Kajian Konstruksi Berkelanjutan, Jakarta
PusbinSDI (2014) Laporan Studi Rantai Pasok Material & Peralatan Konstruksi untuk
Elevated Road Structure, Jakarta
Pustra (2014) Laporan Kajian Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Permukiman yang Berwawasan Lingkungan, Jakarta
Philipus M Hadjon, et.al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogayakarta: Gadjah
Mada University Press, 1997.
Sarwono, Jonathan, Mengenal PLS-SEM,
http://www.jonathansarwoNomorinfo/teori_spss/PLSSEM.pdf, 2014
Sekaran, Umar. Metode Penelitian Untuk Bisnis. 2000
Sinambela, Prof.Dr. Lijan Poltak, MM, MPd. Metodologi Penelitian Kuantitatif. 2014
Straub, Joseph and Attner, Raymond.1994.”Introduction To Business”, California: Wardworth
Publishing Company
Suandi, I Wayan.Eksistensi Kebijakan Publik dan Hukum Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Vol.1.
Nomor1, 2010.
Suharno, Edi. Analisis Kebijakan Publik, 2008.
Suraji, A (2011) Catatan Penutup Buku Konstruksi Indonesia 2011: Konsepsi, Inovasi dan
Praktek Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan, BP Konstruksi, Jakarta
Suraji, A (2012) Revitaliasi Industri Konstruksi, Makalah Posisi, Jakarta
Suraji, A (2013) Transformasi Konstruksi Indonesia, Makalah Posisi, Jakarta
Suraji, A., Parikesit, D & Mulyono, A.T (2004) Readiness Assessment of The Indonesian
Construction Industry for Global Competition, Proceeding of The International
Symposium on Globalisation Construction, CIB W 107, Bangkok, September

Modul 1
72
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa, 2006.
Winarno, Budi. Kebijakan Publik :Teori dan Proses, 2007.
Zafrullah Salim. Legislasi Semu (pseudowetgeving). http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-
dan-puu/1299-legislasi-semu-pseudowetgeving.html, diakses tanggal 9 September
2014.

Website:

http://www.markijar.com/2016/06/pengertian-dan-macam-macam-kebijakan.htm

Modul 1
73
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi
GLOSARI
Administrasi : Kegiatan yang meliputi: catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan
ringan, ketik-mengetik, agenda, dan sebagainya yang bersifat teknis
ketatausahaan.
Akuntabilitas : Menggambarkan tingkat pertanggungjawaban seseorang ataupun
suatu lembaga tertentu yang berkaitan dengan sistem administrasi
yang dimilikinya.
Almatsus : Alat material khusus
Alutsista : Alat utama sistem senjata
Andragogi : Proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu
struktur pengalaman belajar.
Clean Goverment : Pemerintahan yang bersih dan berwibawa
Diskresi : Kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang
dihadapi.
Feasibilty Study : Studi kelayakan
Formal : Resmi
Good Governance : Suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan
pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican
framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha
HPS : Harga Perkiraan Sendiri
Informal : Tidak resmi
Intervensi : Campur tangan
Legislasi Semu : Penciptaan daripada aturan-aturan hukum oleh pajabat administrasi
negara yang berwenang yang sebenarnya dimaksudkan sebagai
garis pedoman (richtlijnen) pelaksanaan policy (kebijakan) untuk
menjalankan suatu ketentuan undang-undang, akan tetapi
dipublikasikan secara luas
Lumpsum : Pembayaran yang dilakukan sekaligus dalam satu waktu saja
Otorisasi : Permberian kuasa
Pacta Sun : Asas kepastian hukum
Servanda
Substansi : Isi;pokok;inti
Transparansi : Keterbukaan

Modul 1
74
Kebijakan dalam Kontrak Konstruksi

Anda mungkin juga menyukai