Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS TINGKAT USAHATANI KAKAO (Theobroma cacao l)

STUDI KASUS DI DESA LATU KECAMATAN AMALATU


KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

Raihana Kaplale
Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian FAPERTA-UNPATI, e-mail:

ABSTRAK

Desa Latu merupakan salah satu daerah penghasil kakao di Kecamatan Amalatu
Kabupaten Seram Bagian Barat sebagai salah satu sumber pendapatan petani.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan petani kakao,
faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani kakao, dan kelayakan
usahatani kakao. Sampel ditentukan dengan metode acak sederhana (simple
random sampling). Jumlah responden terpilih sebanyak 32 petani (25%) dari 128
Kepala Keluarga (KK) yang mengusahakan usahatani kakao.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendapatan usahatani
kakao adalah Rp 6,2 juta/ha/thn. Berdasarkan hasil analisis regeresi linier
berganda, factor-faktor utama penentu tingkat pendapatan usahatani kakao yaitu
luas lahan, biaya produksi, produksi dan harga jual. Usahatani kakao layak
karena menguntungkan berdasarkan nilai BCR 3,89.

Kata Kunci: Theobroma cacao, Amalatu, Seram bagian Barat

I. PENDAHULUAN Desa Latu adalah merupakan salah satu


1.1. Latar Belakang desa yang terletak di Pulau Seram, tepatnya di
Pembangunan nasional dewasa ini Kabupaten Seram Bagian Barat, Kecamatan Ama
diprioritaskan pada bidang perekonomian Latu. Desa Latu mayoritas mata pencaharian
sehingga pemerintah selalu berusaha untuk penduduk 70 persen adalah sebagai petani.
menerapkan kebijaksanaan dalam peningkatan Usahatani kakao yang berada di Desa Latu
hasil produksi pertanian. Apalagi negara kita diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat
terkenal dengan negara agraris yang mempunyai karena usaha tersebut dikelola oleh petani sendiri
areal pertanian yang mempunyai areal pertanian dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
yang cukup luas, dengan sumber daya alam yang keluarga.
sangat perlu digali dan dimanfaatkan untuk Kegiatan usahatani kakao yang dilakukan
pemenuhan kebutuhan manusia. Sasaran utama tidak didasari oleh prinsip ekonomi, yaitu
pembangunan pertanian dewasa ini adalah manajemen usaha. Petani tidak pernah
peningkatan produksi pertanian dan pendapatan melakukan proses pencatatan dan perhitungan
petani. Pembangunan pertanian yang diusahakan dari setiap biaya yang dikeluarkan selama proses
pada berbagai bidang cabang usahatani dari produksi, sehingga petani tidak mengetahui
sektor pertanian, ditujukan agar petani dapat untung atau rugi dari usahatani kakao yang
berhasil dalam usahanya dengan memperoleh dijalankan. Oleh karena itu diperlukan suatu
pendapatan yang lebih tinggi. penelitian terhadap usahatani kakao yang
Salah satu subsektor pertanian yang dilakukan oleh petani untuk mengetahui masalah-
dijadikan titik perhatian untuk terus masalah yang dihadapi guna peningkatan
dikembangkan adalah subsektor perkebunan. produksi dan perbaikan tingkat pendapatan petani
Kakao (Theobroma Cacao, L) adalah salah satu yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan
komoditas perkebunan yang memiliki peranan terhadap keluarga petani tersebut.
penting dalam pembangunan, karena dilihat dari
peran ekonomi kedepan dan kebelakangnya
cukup besar.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

1.2. Tujuan Penelitian 2.4. Kerangka Analisis


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Analisis yang digunakan untuk menjawab
untuk mengetahui : masalah pertama menyangkut besarnya tingkat
1. Tingkat pendapatan yang diterima oleh petani pendapatan petani kakao adalah:
dari usahatani kakao. Untuk menghitung penerimaan digunakan
2. Besarnya kontribusi pendapatan usahatani formula (Soekartawi, 1995):
kakao terhadap pendapatan keluarga petani.
………..………………..(1)
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
Dimana :
tingkat pendapatan keluarga petani kakao. TRi : Total penerimaan dari hasil usahatani
4. Kelayakan usahatani kakao di Desa Latu kakao
Kecamatan Ama Latu Kabupaten Seram Yi : Produksi yang diperoleh dari hasil
Bagian Barat usahatani kakao.
Pyi : Harga jual hasil usahatani kakao
1.3. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian tersebut diharapkan Untuk menghitung pendapatan digunakan
dapat memberi manfaat sebagai berikut: formula (Soekartawi, 1995):
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi ………………………….(2)
pemerintah daerah khususnya dalam rangka Dimana:
B : Pendapatan bersih dari usahatani kakao
pembinaan terhadap petani kakao dalam TR : Penerimaan dari usahatani kakao
upaya peningkatan hasil produksi dan tingkat TC : Jumlah biaya produksi dari usahatani kakao
pendapatan petani.
2. Untuk menambah pengalaman dan Masalah kedua menyangkut besarnya
pengetahuan penulis tentang masalah kontribusi dijawab dengan menggunakan analisis
pertanian khususnya sektor tanaman coklat kontribusi usahatani kakao terhadap pendapatan
3. Sebagai bahan referensi dan perbandingan keluarga petani:
bagi peneliti berikutnya yang akan melakukan
pengkajian masalah yang relevan. ………………….(3)

II. METODO PENELITIAN Dimana:


2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kk : Kontribusi usahatani kakao
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Latu Bk : Pendapatan usahatani kakao
Kecamatan Amalatu Kabupaten Seram Bagian BTotal : Pendapatan total
Barat. Penelitian ini berlangsung pada bulan Masalah ketiga menyangkut faktor-faktor
Desember 2010 sampai bulan Januari 2011. apa yang berhubungan dengan tingkat
pendapatan rumah tangga petani kakao dijawab
2.2. Metode Pengambilan Sampel dengan menggunakan alat analisis Regresi Linier
Metode pengambilan sampel yang Berganda. Menurut Wibisono (2005) formula
digunakan dalam penelitian ini adalah secara untuk kedua alat analisis adalah :
acak sederhana (simple random sampling)
sebesar 25 persen dari 128 kepala keluarga (KK) …..(4)
yang mengusahakan usahatani kakao, dimana Dimana :
setiap kepala keluarga petani kakao mempunyai Y : Tingkat pendapatan Rumah Tangga Petani
peluang yang sama untuk dipilih menjadi dari usahatani Kakao
responden (Singarimbun dan Effendi, 1982). : Intercep/konstanta
: Koefisien Regresi (parameter yang ditaksir)
2.3. Metode Pengumpulan Data X1 : Umur
Data yang digunakan dalam penelitian ini X2 : Tingkat pendidikan
adalah meliputi data primer dan data sekunder. X3 : Jumlah beban tanggungan keluarga
Data primer adalah data yang diperoleh dari X4 : Luas lahan
X5 : Tenaga Kerja
pengamatan langsung melalui teknik wawancara
X6 : Biaya Produksi usahatani Kakao
langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan X7 : Produksi
yang telah disiapkan, sedangkan data sekunder E : Faktor kesalahan (Error term)
adalah dari beberapa pustaka serta informasi dari
instansi terkait. Masalah keempat menyangkut dengan
kelayakan usahatani kakao dijawab dengan

61
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

menggunakan alat analisis Benefit Cost Ratio 3.2. Pendidikan


(B/C). Menurut Kadariah, dkk, (1987), ialah Kualitas sumber daya manusia disektor
perbandingan antara jumlah nilai kini total pertanian relatif rendah bila dibandingkan dengan
penerimaan dan jumlah nilai kini biaya. Jika B/C sektor lainnya, yang ditandai dengan masih
> 1 maka usahatani kakao layak untuk rendahnya tingkat pendidikan meskipun ada
dikembangkan dan jika B/C < 1 maka tidak layak kemajuan disektor pertanian tetapi petani yang
untuk dikembangkan. berpendidikan SD cukup besar jumlahnya.
……………………………...(5) Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
kondisi demikian juga terjadi didaerah penelitian,
Dimana :
dimana tingkat pendidikan yang dimiliki petani
B/C : Benefit Cost Ratio
responden dikategorikan pada pendidikan rendah.
B : Benefit (Pendapatan)
Hal ini karena petani yang mengusahakan
C : Cost (Biaya)
usahatani kakao dengan tingkat pendidikan SD
memiliki persentase yang lebih besar
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang
3.1. Karakteristik Responden
lain. Lihat Tabel 5.
3.1.1. Umur
Tabel 5. Menunjukkan bahwa sebagian
Umur petani merupakan salah satu faktor
besar petani responden di Desa Latu hanya
yang berkaitan dengan kemampuan petani dalam
mampu bersekolah pada jenjang Sekolah Dasar
mengelolah usahataninya. Semakin tua umur
(SD) yaitu sebanyak 18 orang (56,25 %). Hal ini
petani kemampuan kerja cenderung menurun,
dapat disebabkan dari berbagai hal, seperti
yang akhirnya dapat mempengaruhi produksi dan
rendahnya tingkat ekonomi keluarga sehingga
pendapatan petani itu sendiri. Umur produktif
tidak memungkinkan bagi mereka untuk
tenaga kerja adalah 14 – 64 tahun (Badan Pusat
melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan
Statistik). Berdasarkan hasil penelitian yang
berikutnya, dan juga pada saat itu jenjang
dilakukan terhadap petani responden, umumnya
pendidikan SMP dan SMA belum ada di daerah
umur yang dimiliki petani berkisar antara 29 – 62
tersebut sehingga mereka tidak melanjutkan
tahun. Lebih jelasnya mengenai tingkat umur
sekolah untuk bersekolah ke tempat lain.
responden berdasarkan usia produktif dan tidak
Sedangkan petani responden yang berada pada
produktif dari tenaga kerja dapat dilihat pada
tingkat pendidikan SMP sebanyak 7 orang
Tabel 4.
(21,875 %), SMA sebanyak 6 orang (18,75 %),
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Umur dan Akademik/Perguruan Tinggi hanya 1 orang
Produktif dan Tidak Produktif (1 %).
Umur Jumlah Persentase
(Tahun) ( orang ) (%) Tabel 5. Distribusi Responden Menurut
Produktif 14 - 64 32 43,75 Pendidikan
Non Produktif 65 - 84 0 56,25 Tingkat Jumlah Persentase
Jumlah 32 100 Pendidikan ( orang ) (%)
Sumber : Data Primer 2010. SD 18 56,25
SMP 7 21,875
Tabel 4. memperlihatkan bahwa petani SMA 6 18,75
responden yang ada seluruhnya berada pada Akademik/PT 1 1
umur produktif tenaga kerja yaitu sebanyak 32 Jumlah 32 100
responden (100 %). Sedangkan petani yang Sumber : Data Primer 2010
berada pada umur non produktif tidak ada atau (0
%). Petani yang berada pada usia produktif Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa
tenaga kerja 14 – 64 tahun biasanya mempunyai tingkat pendidkan petani kakao di Desa Latu
semangat kerja yang tinggi dalam menjalankan masih rendah yaitu hanya sebatas bangku SD,
kegiatan usahataninya, karena ditunjang oleh sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan
kemampuan fisik yang masih baik dan sudah para petani untuk meningkatkan ketrampilan dan
mempunyai pengalaman, sehingga masih untuk menyerap informasi dan proses adopsi
berpotensi untuk mengembangkan usahatani inovasi. Menurut Mosher (1998), pendidikan
kakao. formal bertujuan untuk menyiapkan diri para
petani dalam menghadapi kehidupan sekarang
maupun di masa yang akan dating. Maka untuk
mengatasi masalah tersebut para petani perlu

62
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

mendapatkan pendidikan non formal misalnya, pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting
melakukan berbagai jenis penyuluhan kepada dalam proses usahatani (Daniel, 2002).
para petani. Lahan usahatani yang dimiliki petani pada
daerah penelitian berkisar antara 0,1 – 3 hektar
3.3. Jumlah Tanggungan Keluarga (Lampiran 1). Tingkat luas usahatani
Jumlah tanggungan keluarga adalah menggambarkan tingkat kesejahteraan petani,
banyaknya orang yang berada dalam rumah semakin luas lahan usahatani menggambarkan
tangga. Berdasarkan hasil penelitian, umumnya semakin tinggi produksi dan pendapatan yang
keluarga dari petani responden berkisar antara 2 – diterima. Pemilikan lahan yang sempit cenderung
9 orang (Lampiran 1). Lihat Tabel 6. akan berakibat pada sedikitnya hasil panen yang
Tabel 6, memperlihatkan bahwa petani didapat yang akan berimbas pada pendapatan
dengan jumlah tanggungan keluarga sedang (4 – petani serta kemampuan memenuhi kebutuhan
6 orang) memiliki persentase tertinggi yaitu hidup. Dan sebaliknya pemilikan lahan yang luas
68,75 % atau sebanyak 22 responden. Kemudian akan menghasilkan hasil panen yang melimpah
di ikuti oleh jumlah tanggungan kepala keluarga yang akan membuat terpenuhinya kebutuhan
dengan kategori tinggi (7 – 9 orang) sebesar hidup petani itu sendiri.
21,875 % atau sebanyak 7 responden. Sedangkan Menurut Hernanto (1996) petani dapat
jumlah tanggungan kepala keluarga dengan dikelompokkan berdasarkan luas lahan
kategori rendah (< 3 orang) adalah yang paling usahataninya yaitu :
terendah yaitu sebesar 9,375 % atau sebanyak 3 a. Golongan petani sempit ( < 0,5 Ha)
responden. b. Golongan petani sedang (0,5 – 2 Ha)
c. Golongan petani luas ( > 2 Ha)
Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Jumlah
Tanggungan Keluarga d. Golongan buruh tani tidak bertanah
Jumlah tanggungan Perbedaan golongan petani berdasarkan
Jumlah Persentase luas lahan tersebut akan berpengaruh terhadap
kepala keluarga
(orang) (%) sumber dan distribusi pendapatannya. Luas lahan
(orang)
Rendah ( < 3 ) 3 9,375 usaha petani kakao pada daerah penelitian dapat
Sedang ( 4 – 6 ) 22 68,75 dilihat pada Tabel 7.
Tinggi (7–9) 7 21,875
Jumlah 32 100 Tabel 7. Distribusi Petani Responden Menurut
Sumber : Data Primer 2010 Luas Lahan Usaha
Luas
Jumlah tanggungan kepala keluarga dapat Kategori Jumlah Persentase
Lahan
dijadikan sebagai faktor pendorong bagi petani Lahan (orang) (%)
(Ha)
untuk bekerja lebih giat dalam mengolah
usahataninya untuk memenuhi kebutuhan Sempit < 0,5 6 18,75
keluarganya. Sedang 0,5 – 2 25 78,125
Sejalan dengan itu, Hernanto (1996) Luas > 2 1 3,125
mengatakan bahwa semakin besar beban Jumlah 32 100
tanggungan dalam suatu keluarga maka petani Sumber : Data Primer 2010
akan lebih giat dengan berusaha dan bekerja
dalam kegiatan usahataninya untuk memperoleh Hasil penelitian pada Tabel 7. menunjukkan
pendapatan yang lebih besar sehingga bahwa petani kakao yang berada pada daerah
kesejahteraan petani dan seluruh anggota penelitian lebih banyak mengusahakan usahatani
keluarga dapat terpenuhi. kakao pada lahan sedang yaitu sebanyak 25 orang
(78,125 persen), pada kategori lahan sempit
3.4. Luas Lahan Usaha sebanyak 6 orang (18,75 persen), dan pada
Ketidakmerataan pendapatan rumah tangga kategori lahan luas hanya 1 orang (3, 125
di pedesaan yang berbasis pertanian berkaitan persen).
erat dengan ketidakmerataan struktur penguasaan
lahan pertanian (Nurmanaf, 2001). Sebagian 3.5. Tenaga Kerja
besar rumah tangga petani yang berlahan sempit Setiap usahatani yang dilakukan pasti
mengandalkan usahatani sebagai sumber utama memerlukan tenaga kerja yang dapat diperoleh
pendapatan. Lahan adalah tanah yang digunakan dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Hasil
untuk usaha pertanian. Luas penguasaan lahan penelitian menunjukkan bahwa penggunaan

63
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

tenaga kerja pada usahatani kakao berasal dari Tanpa biaya pengorbanan-pengorbanan tidak
dalam keluarga dan juga dari luar keluarga yang akan dapat diperoleh suatu hasil dan
dicurahkan untuk setiap kegiatan mulai dari pengorbanan-pengorbanan itu harus diukur
pemeliharaan sampai pada pasca panen. dengan nilai uang.
Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan Biaya yang dikeluarkan oleh seorang
pembibitan dan penanaman umumnya dilakukan petani dalam proses produksi serta membawanya
sendiri oleh petani responden, hanya satu menjadi produk disebut biaya produksi yang
responden yang menggunakan tenaga kerja dari meliputi biaya tetap dan biaya variabel, biaya-
luar keluarga untuk tahapan kegiatan ini. Untuk biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi
pembibitan Rp 200.000 per 5 orang, dan untuk usahatani kakao tersebut tersaji dalam (Lampiran
penanaman menggunakan 3 tenaga kerja dengan 5). Lebih jelasnya mengenai biaya produksi pada
upah Rp 1.500 per pohon. usahatani kakao dapat dilihat pada Tabel 8.
Pemeliharaan pohon kakao dilakukan Berdasarkan hasil penelitian biaya tetap yang
dengan cara pemangkasan dan perampasan buah dikeluarkan oleh petani kakao adalah biaya
yang busuk dan rusak akibat terserang hama dan penyusutan peralatan pertanian dan biaya PBB
juga pembersihan terhadap gulma yang berada (Pajak Bumi dan Bangunan). Biaya penyusutan
disekitar tanaman induk. Tenaga kerja yang peralatan pertanian yang dikeluarkan seperti
digunakan adalah tenaga kerja dari dalam biaya untuk membeli parang, cangkul, linggis,
keluarga dan juga dari luar keluarga. Berdasarkan garpu, penggait, dan arit. Sedangkan biaya
hasil penelitian hanya sebagian kecil petani yang variabel meliputi biaya tenaga kerja, biaya
hanya menggunakan tenaga kerja dari luar pengangkutan, biaya pemasaran dan pembelian
keluarga. Untuk kegiatan pemeliharaan, petani benih.
yang menggunakan tenaga kerja dari luar Berdasarkan Tabel 8. biaya penyusutan
keluarga umumnya menyewa buru tani dengan peralatan pertanian yang dikeluarkan sebesar Rp
upah Rp 100.000 untuk 3 orang pekerja dalam 3.274.024,04 dengan rata-rata Rp 102.313,25,
satu kali kerja. Untuk frekuensi waktu biaya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) sebesar
pembersihan dalam satu tahun dengan Rp 221.000 dengan rata-rata Rp 6.906,25, biaya
menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga tenaga kerja sebesar Rp 5.350.000 dengan rata-
tergantung dari keadaan perkebunan petani. rata Rp 167.187,5, biaya pengangkutan sebesar
Kegiatan pembersihan biasanya paling banyak Rp 740.000 dengan rata-rata Rp 23.125, biaya
dilakukan tiga kali dalam satu tahun. pemasaran sebesar Rp 770.000 dengan rata-rata
Kegiatan panen untuk tanaman kakao Rp 24.062,5 dan untuk biaya benih sebesar Rp
meliputi pengambilan buah yang masak dan 165.000 dengan rata-rata Rp 5.156,25 sehingga
memecahkan buah kemudian mengambil bijinya total biaya produksi yang dikeluarkan untuk
yang basah. Untuk kegiatan panen, petani selain usahatani kakao adalah sebesar Rp 10.520.024,04
menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga dengan rata- rata sebesar Rp 328.750,8/tahun.
juga menggunakan tenaga kerja dari luar Dimana biaya produksi tertinggi adalah pada
keluarga. Upah yang diterima dari tenaga kerja upah tenaga kerja dengan persentase sebesar
luar keluarga untuk kegiatan panen adalah Rp (50,86 persen), hal ini disebabkan karena petani
50.000 per orang, dengan frekuensi lima sampai responden tidak hanya saja mengandalkan tenaga
tujuh kali dalam musim panen. kerja dari dalam keluarga tetapi juga
Tenaga kerja dalam keluarga umumnya mengandalkan tenaga kerja dari luar keluarga
tidak diupah secara langsung, sehingga biaya atau menyewa orang lain, sehingga harus
tunai yang dibayar tidak ada. Sejalan dengan itu, mengeluarkan biaya untuk memberi upah kerja
Mubyarto (1994) mengatakan bahwa tenaga kerja kepada pekerja atau buru tani.
yang berasal dari dalam keluarga yang terdiri dari Kemudian biaya penyusutan peralatan
ayah, ibu dan anak merupakan sumbangan pertanian dengan dengan persentase sebesar
keluarga petani pada produksi pertanian secara 31,12 persen, hal ini disebabkan karena dalam
keseluruhan yang tidak pernah dinilai dengan satu tahun frekuensi petani untuk membeli
uang. peralatan pertanian adalah 2 sampai 3 kali beli
karena cepat rusak dan alat ini tidak saja untuk
3.6. Biaya Produksi dipakai pada usahatani kakao tetapi juga
Menurut Wasis (1992), biaya produksi digunakan untuk usahatani tanaman lainnya
ialah pengorbanan-pengorbanan yang mutlak sehingga cepat rusak dan harus menggantinya
harus diadakan agar dapat diperoleh suatu hasil. dengan yang lain.

64
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

Kemudian biaya pemasaran dengan up) yang khusus untuk mengangkut


persentase sebesar 7,32 persen. Berdasarkan hasil masyarakatnya ke lahan pertanian. Biaya yang
penelitian petani responden umumnya digunakan untuk mengangkut hasil panen kakao
memasarkan hasil usahatani kakao ke pedagang selama 6 sampai 7 kali frekuensi panen dalam
pengumpul di Desa sehingga tidak memungut satu tahun, biaya angkutan seperti pemeliharaan
biaya. Hanya terdapat 3 responden yang atau lain-lain tidak diperhitungkan dalam biaya,
memasarkan hasil pertaniannya ke Ambon atau karena setiap harinya petani pergi ke kebun
ibu kota Provinsi, karena harga belinya lebih hanya dengan menggunakan sepeda, sepeda
tinggi bila dibandingkan dengan menjual hasil ke motor atau dengan berjalan kaki.
pedagang pengumpul. Di daerah penelitian, petani dalam
Biaya pengangkutan atau transportasi mengusahakan usahatani kakao tidak pernah
yang dikeluarkan oleh petani responden sebesar menggunakan pupuk, sehingga biaya untuk
7,04 persen. Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan ini tidak ada. Hal ini disebabkan karena
umumnya petani menggunakan transportasi petani hanya mengandalkan kondisi alam
untuk ke kebun karena di daerah penelitian terhadap tanah dan tanaman yang diusahakan.
tersebut terdapat beberapa mobil angkutan (pick

Tabel 8. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Kakao


Jumlah Biaya Rata-rata Biaya Persentase
Biaya Produksi
Produksi (Rp) Produksi (Rp) (%)
1. Biaya Tetap :
- Penyusutan Alat 3.274.024,04 102.313,25 31,12
- PBB 221.000 6.906,25 2,1
2. Biaya Variabel :
- Biaya Tenaga Kerja 5.350.000 167.187,5 50,86
- Biaya Pengangkutan 740.000 23.125 7,04
- Pemasaran 770.000 24.062,5 7,32
- Benih 165.000 5.156,25 1,56
Total 10.520.024,04 328.750,8 100
Sumber : Data Primer 2010

3.7. Produksi kurangnya pemeliharaan yang intensif serta


Produksi adalah suatu kegiatan dengan adanya serangan hama dan penyakit. Faktor-
mempergunakan berbagai sumber alam untuk faktor yang menyebabkan adanya perbedaan
menghasilkan barang dan jasa (Hernanto, 1995). produksi kakao antara lain jarak tanam dan umur
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata produksi tanaman. Jarak tanaman yang digunakan petani
kakao adalah sebesar 405,93 Kg per tahun responden sangat verbervariasi antara lain 2.5 m
dengan rata-rata luas lahan 0,78 ha. Produksi x 3 m, 3 m x 3 m, dan 4 m x 4 m. Menurut
tertinggi yang dimiliki oleh petani responden Sunanto (1992), jarak tanam yang baik untuk
adalah 850 kg dan terendah 50 kg per tahun. tanaman kakao adalah 3 m x 3m. Hal ini agar
Untuk lebih jelasnya mengenai produksi kakao tajuk tanaman tidak saling bersentuhan dan
lihat Tabel 9. tanaman bisa mendapat cahaya sinar matahari
yang cukup untuk pertumbuhan dan
Tabel 9. Rata-rata Luas Lahan dan Produksi perkembangan tanaman tersebut.
Kakao Tanaman kakao di Desa Latu berumur
Rata-Rata Total Produksi Rata-Rata antara 8 – 30 tahun. Umur tersebut menunjukkan
Luas Lahan (Kg) Produksi keadaan tanaman kakao ada yang masih
(Ha) (Kg)
produktif dan ada yang telah melewati satu siklus
0,78 12.990 405,93
hidup tanaman kakao. Menurut Sunanto (1992),
Sumber : Data Primer 2010
siklus hidup tanaman kakao sampai pada umur 25
Semakin luas lahan yang diusahakan, maka tahun, jika pemeliharaannya dilakukan secara
semakin banyak jumlah tanaman yang dapat baik akan terus berproduksi namun produksinya
ditanam dan produksi semakin meningkat akan menurun. Selain itu banyak tanaman yang
demikian sebaliknya. Rendahnya produksi yang terserang oleh hama penggerek buah yaitu Cacao
dihasilkan petani dari usahatani kakao Mot dan penyakit busuk buah atau Botrydiplodia
disebabkan oleh luas lahan yang kecil 0,2 ha dan theobramae Pat.

65
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

3.8. Pendapatan Usahatani Kakao 328.750,8 dan rata-rata pendapatan yang


Salah satu indikator yang digunakan untuk diperoleh per tahun sebesar Rp 7.476.092,95.
mengukur tingkat hidup dan kesejahteraan petani Menurut Prayitno (1987), mengatakan
adalah tingkat penghasilan yang diterima oleh bahwa besar kecilnya pendapatan usahatani
keluarga petani. Pendapatan adalah selisih antara ditentukan oleh luas lahan garapan dan harga jual
penerimaan dengan biaya produksi yang yang berlaku. Harga jual yang ditentukan
digunakan dalam proses produksi. berkisar Rp 17.000 – Rp 20.000/kg/biji kakao
kering. Sedangkan luas lahan berkisar antara 0,1
Tabel 10. Distribusi Responden Menurut Tingkat
Pendapatan dari Usahatani Kakao di
– 3,00 Ha dengan rata-rata jumlah pohon
Desa Latu sebanyak 477,5 pohon (Lampiran 1).
Skala Pendapatan Jumlah Persentase Dalam analisa usahatani ini, pendapatan
(Rp) (orang) (%) petani digunakan sebagai indikator penting
Rendah 13 40,625 karena merupakan sumber utama dalam
742.250 – 5.513.750 mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Besar
Sedang 12 37,5 kecilnya tingkat pendapatan turut menentukan
5.550.000 – 1.063.750 besar kecilnya tingkat kemiskinan rumah tangga
Tinggi 7 21,875 petani. Semakin tinggi tingkat pendapatannya
> 11.100.000 maka cenderung mempengaruhi tingkat
Total 32 100
kemiskinannya. Tingkat kemiskinan menurut
Sumber : Data Primer 2010
Berdasarkan Table 10. dapat dilihat bahwa Sajogyo melihat kemiskinan dari segi komsumtif
sebanyak 13 petani responden (40,625 persen) atau kemampuan konsumsi beras pertahun yang
mempunyai tingkat pendapatan yang rendah, kuantitaskan dengan batas garis kemiskinan Rp
kemudian sebanyak 12 petani responden (37,5 %) 220.000 per kapita per bulan.
mempunyai tingkat pendapatan yang sedang dan Secara relatif petani kakao yang berada di
sebanyak 7 petani responden (21,875 %) yang desa Latu masih ada yang miskin. Berikut ini
mempunyai tingkat pendapatan tinggi. tingkat kemiskinan rumah tangga petani kakao di
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total desa Latu menurut indikator Sajogyo yang diukur
pendapatan dari usahatani kakao di Desa Latu berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga
adalah sebesar Rp 239.620.955 dengan rata-rata petani perkapita perbulan.
pendapatan sebesar Rp 7.488.154,83. Pendapatan Tabel 12. Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga
petani responden kakao di Desa Latu tertinggi Petani Kakao di Desa Latu berdasarkan
sebesar Rp 16.541.250 dan terendah sebesar Rp Kriteria Sajogyo
742.250. Tinggi rendahnya pendapatan petani di Tingkat
Kemiskinan

Kemiskinan (%) kemiskinan


Batas garis
Kriteria

Desa Latu dipengaruhi oleh besarnya biaya yang


dikeluarkan dalam mengusahakan usahatani di Desa Latu Total
Tdk (%)
kakao dan besarnya penerimaan petani yang Miskin
Miski
diperoleh dari hasil penjualan biji kakao. (%)
n (%)
Pendapatan petani juga dipengaruhi oleh luas
78,13 21,87
lahan, tingkat produksi. Selengkapnya mengenai Sajogyo 100 Rp 220.000
(25) (7)
rata-rata penerimaan, biaya produksi dan Sumber : Data Primer 2010
pendapatan dari usahatani kakao dapat dilihat
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat
pada Tabel 11.
kemiskinan rumah tangga petani kakao di Desa
Tabel 11. Rata-Rata Penerimaan, Biaya Produksi Latu mencapai 78,13 persen atau sebanyak 25
dan Pendapatan Usahatani Kakao di responden dari total 32 responden berdasarkan
Desa Latu indikator Sajogyo.
Uraian Total Rata-Rata Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar
Penerimaan (Rp) 249.755.000 7.804.843,75 pendapatan rata-rata per kapita perbulan rumah
Biaya Produksi (Rp) 10.520.024,0 328.750,8
tangga petani di daerah penelitian masih berada
Pendapatan (Rp) 239.234.976 7.476.092,95
Sumber : Data Primer 2010 di bawah garis batas kemiskinan berdasarkan
indikator Sajogyo.
Berdasarkan Tabel 11. Dapat dilihat bahwa Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa
rata-rata penerimaan dari usahatani kakao per usahatani kakao belum secara optimal dapat
tahun sebesar Rp 7.804.843,75. Rata-rata biaya memperbaiki taraf hidup petani. Oleh karena itu
produksi yang dikeluarkan per tahun sebesar Rp perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan

66
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

produksi agar kontribusi pendapatan usahatani 52,8 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang
meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat tidak dimasukkan dalam model regresi seperti
Gittinger (1986) bahwa untuk meningkatkan kesuburan tanah, iklim, dan cuaca.
pendapatan petani dapat ditempuh dengan
melaksanakan upaya peningkatan produksi dan 3.10. Analisis Kelayakan Usahatani Kakao
perbaikan kualitas hasil. Dengan demikian tujuan Sistem usahatani kakao adalah bagaimana
pembangunan nasional di bidang pertanian untuk memadukan faktor-faktor produksi untuk
meningkatkan kesejahteraan petani dapat dicapai memperoleh suatu hasil dalam usahatani kakao.
melalui perbaikan dan penganekaragaman Usahatani yang baik adalah suatu usahatani yang
usahatani. layak. Layak atau tidak layaknya suatu usahatani
dapat dianalisis dengan beberapa formula,
3.9. Analisis Regresi Linier Berganda faktor- misalnya NPV, BCR, IRR, ROI, R/C.
faktor yang berhubungan dengan Analisis kelayakan usahatni kakao di
Tingkat Pendapatan Rumah Tangga daerah penelitian dianalisis dengan metode
Petani Kakao Benefit Cost Ratio (BCR). Nilai BCR yang
Hubungan antara faktor umur, tingkat diperoleh merupakan perbandingan antara
pendidikan, jumlah beban tanggungan keluarga, pendapatan yang diperoleh dengan besarnya
luas lahan, tenaga kerja, dan biaya produksi biaya yang dikeluarkan petani selama proses
terhadap pendapatan usahatani kakao produksi.
berdasarkan analisis Regresi Linier Berganda Hasil penelitian pada Tabel 10.
dapat dilihat pada Tabel 8. Menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan yang
Berdasarkan hasil analisis dengan diperoleh lebih besar dari rata-rata total biaya
menggunakan Regresi Linier Berganda, produksi yang dikeluarkan dan rata-rata nilai
diperoleh persamaan regresi sebagai berikut. BCR adalah sebesar 23,65. Nilai ini
menunjukkan bahwa usahatani kakao di Desa
Y = 8899351 – 65713,0 X1 – 807304 X2 –
Latu layak untuk dikembangkan karena nilai
154446 X3 + 4703296 X4 + 195750,1 X5 +
BCR yang diperoleh lebih besar dari 1. Hal ini
1,601 X6.
berarti bahwa setiap penambahan satu satuan
Dari persamaan di atas maka dapat input produksi, maka akan memberikan
disebutkan bahwa faktor umur, pendidikan, keuntungan sebesar 23,65 rupiah.
beban tanggungan keluarga, luas lahan, tenaga
kerja dan biaya produksi berpengaruh terhadap IV. KESIMPULAN DAN SARAN
tingkat pendapatan usahatani kakao di Desa Latu. 4.1. Kesimpulan
Hal ini dapat dipertegas dengan membuktikan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
nilai F hitung > F tabel pada hasil analisis varians. disimpulkan bahwa :
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa nilai F 1. Tingkat pendapatan yang diperoleh petani dari
hitung yang diperoleh sebesar 3,725 dan F tabel hasil usahatani kakao tergolong sedang jika
sebesar 2,60, sehingga persamaan regresi diatas dibandingkan dengan Upah Minimum
adalah signifikan. Maka dapat disimpulkan Regional (UMR) untuk tanaman perkebunan
bahwa faktor umur, pendidikan, beban pada Provinsi Maluku yaitu sebesar Rp
tanggungan keluarga, luas lahan, tenaga kerja dan 840.000 per bulan dengan rata-rata
biaya produksi berpengaruh signifikan (nyata) pendapatan petani kakao di Desa Latu per
terhadap tingkat pendapatan usahatani kakao. tahun adalah sebesar Rp 7.488.154,83.
Besarnya pengaruh faktor umur, 2. Usahatani kakao memberikan kontribusi yang
pendidikan, beban tanggungan keluarga, luas sedang yaitu 17,7 persen jika dibandingkan
lahan, tenaga kerja dan biaya produksi terhadap dengan kontribusi dari usahatani lainnya
tingkat pendapatan usahatani kakao dapat dilihat maupun dari sektor non usahatani.
berdasarkan nilai Koefisien Determinasi (r2). 3. Berdasarkan hasil analisis dengan Regresi
Nilai koefisien determinasi yang diperoleh adalah Linier Berganda, faktor umur, pendidikan,
sebesar 0,472 berarti penggunaan faktor umur, jumlah beban tanggungan keluarga, luas
pendidikan, beban tanggungan keluarga, luas lahan, tenaga kerja, dan biaya produksi
lahan, tenaga kerja, dan biaya produksi yang mempengaruhi tingkat pendapatan rumah
dimasukkan ke dalam model regresi berpengaruh tangga petani kakao sebesar 47,2 persen.
sebesar 47,2 persen terhadap pendapatan 4. Kelayakan usahatani kakao di Desa Latu
usahatani kakao di Desa Latu, sedangkan sisanya dilihat dari nilai BCR sebesar 23,65. Nilai ini

67
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

lebih besar dari 1 yang menunjukkan bahwa 2. Kepada petani agar lebih memperluas area
setiap penambahan satu satuan input produksi perkebunan kakao karena kakao memiliki
akan memberikan penambahan keuntungan nilai ekonomi yang tinggi sehingga
usahatani sebesar 23,65 rupiah. pendapatan meningkat. Dan juga perlu lebih
ditingkatkan kegiatan pemeliharaan secara
4.2. S a r a n intensif agar pertumbuhan tanaman menjadi
1. Kepada Pemerintah daerah untuk mengadakan lebih baik dan produksi yang diharapkan akan
penyuluhan dan pelatihan agar petani dapat meningkat
meningkatkan kuantitas dan kualitas kakao.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2006. Ekonomi Petani Indonesia. FSPI, Jakarta


Badan Pusat Statistik. 2008.Maluku Dalam Angka. Ambon.
Hernanto. 1996. Ilmu Usahatani. Penerbit PT. Swadaya Jakarta.
Mosher. 1998. Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Yasaguna. Jakarta.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Sunanto. X.F., 1994. Tanaman Kakao. Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius, Yogyakarta.
Sunanto, Hatta. 1992. Cokelat Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius. Yogyakarta.

68

Anda mungkin juga menyukai