Anda di halaman 1dari 19

KEGAWATDARURATAN PADA MATA

Pembimbing :
dr. Sylvia, Sp. M. (K)

Disusun oleh :
Intan Aziz
NIM 11151030000048

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah mengenai Kegawatdaruratan pada Mata ini dapat diselesaikan
dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabatnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Sylvia, Sp.M. (K) yang telah membimbing dan
mengarahakan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus besar ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus besar ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulisan ini. Semoga
laporan kasus besar ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi penulis.

Jakarta, 1 April 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 1


DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 4
BAB III KESIMPULAN .......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 18

2
BAB I
PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu panca indera yang merupakan jalur informasi utama manusia.
Berdsarkan Word Health Organization (WHO) terdapat 180 juta orang di dunia yang menderita
gangguan penglihatan. 40-45 juta diantaranya buta, 9 dari 10 di antara mereka yang menggalami
gangguan penglihatan dan buta tinggal di negara berkembang. Dari data tersebut, diperoleh fakta
bahwa 80% penyebab gangguan penglihatan dan kebutaan tersebut dapat dicegah atau ditangani.1
Berdasarkan data ini, penulis ingin membuat suatu tulisan mengenai tatalaksana kegawatdaruratan
pada mata untuk mencegah gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia.
Diharapkan dengan adanya makalah ini, pemahaman penulis dan pembaca tentang hal ini
lebih mendalam dan dapat dimanfaatkan di masa mendatang.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kegawatdaruratan pada Mata


Kegawaatdaruratan mata merupakan suatu keadaan dimana mata akan kehilangan fungsi
penglihatan atau menjadi buta bila tidak dilakukan tindakan atau pengobatan secepatnya.
Kecuigaan kegawatdaruratan mata penting untuk dipertimbangkan jika terdapat satu atau lebih
gejala di bawah ini:
a) Riwayat Trauma :
Kimia, Asam, Basa (alkali)
Panas
Trauma tumpul
Trauma tembus dengan atau tanpa benda asing
b) Penglihatan menurun mendadak dengan atau tanpa mata merah
c) Sakit kepala berat sampai mual muntah

Kegawatdaruratan pada bidang mata (ophtalmology) dibagi menjadi tiga bagian:


2.1.1 Gawat Sangat
Pada keadaan gawat sangat, keadaan atau kondisi pasien memerlukan tindakan
yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa menit. Terlambat sebentar saja dapat
mengakibatkan kebutaan. Terdapat setidaknya dua penyakit mata yang masuk dalam
kategori ini:
1. Trauma kimia: asam atau basa
Luka bakar alkali dua kali lebih umum daripada luka bakar asam, karena alkali
lebih banyak digunakan baik di rumah maupun di industri. Tingkat keparahan cedera
bahan kimia berkaitan dengan faktor-faktor seperti: sifat-sifat bahan kimia tersebut,
area permukaan mata yang terkena, lama paparan (termasuk retensi bahan kimia
partikular pada permukaan bola mata atau di bawah penutup atas).
Alkali cenderung menembus lebih dalam daripada asam. Alkali yang paling
sering terlibat adalah:
a. Amonia,
b. Natrium hidroksida (NaOH)
c. Kapur (Ca(OH)2)

4
Gambar 1. Trauma alkali

i. Gejala klinis trauma alkali yang dapat terjadi:


- Pada Kornea:
a. Membran sel rusak
b. Terjadi kerusakan komponen vaskuler iris, badan silier dan epitel lensa
c. Tekanan intra okuler meninggi
d. Hipotoni akan terjdi bila kerusakan pada badan silier
e. Kornea keruh dalam beberapa menit
- Pada Kelopak:
a. Margo palpebra rusak
b. Kerusakan pada kelenjar air mata, sehingga mata menjadi kering
- Pada Konjungtiva:
a. Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang
- Pada Lensa:
a. Lensa keruh

ii. Penatalaksanaan keegawatdaruratan trauma alkali:


 Irigasi dengan aqua atau larutan fisiologis 30 menit + 2000 ml sampai ph
normal (7,3)
 EDTA
 Zalf antibiotik
 Sikloplegi
 Beta bloker dan diamox untuk menurunkan TIO
 Rujuk segera

Trauma asam relatif lebih ringan karena terjadi proses koagulasi protein dari
sel epitel. Asam yang paling sering terlibat adalah:

5
a. Asam klorida (HCl)
b. Asam sulfat (H2SO4)

Gambar 2. Trauma asam

i. Gejala klinis trauma asam yang dapat terjadi:


a. Konjungtiva bulbi hiperemi dan perdarahan
b. Tekanan Intra Okuler meningkat
c. Tukak kornea

ii. Penatalaksanaan kegawatdaruratan trauma asam:


Penatalaksanaan kegawatdaruratan trauma asam sama dengan
penatalaksanaan kegawatdaruratan trauma basa.

Klasifikasi trauma kimia menurut Thoft:


- Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai keratitis
- Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea
- Derajat 3 : hiperemi disertai nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel
kornea
- Derajat 4 : Konjungtiva nekrosis sebanyak 50 %

2. Oklusi arteri retina sentral


Suatu keadaan dengan penurunan aliran darah secara tiba-tiba pada arteri
retina sentral sehingga menyebabkan iskemi pada bagian dalam retina. Oklusi arteri
retina adalah keadaan darurat karena menyebabkan kehilangan penglihatan yang
ireversibel kecuali sirkulasi retina dibentuk kembali sebelum perkembangan infark
retina.

6
i. Gejala klinis oklusi arteri retina sentral
- Keluhan:
a. Amaurosis fugaks (transient monocular blindness) -> hilangnya
penglihatan sekilas berlangsung 5- 10 menit
b. kelainan mata luar (-)
c. Nyeri (-)
d. Hilang dalam beberapa detik atau menit
- Pemeriksaan fisik:
a. Visual axis sangat menurun
b. Persepsi cahaya bisa (-)
c. RAPD (+)
d. Pemeriksaan fundus: cherry red spot pada fovea, retina peripapiler
mungkin tampak terutama bengkak dan opak, 20% emboli dapat terlihat,
edema retina membutuhkan waktu beberapa jam, tanda-tanda yang muncul
setelah beberapa minggu: atrofi optik, terjadi perselubungan pembuluh
darah dan atrofi retina dalam yang tidak merata serta perubahan RPE.

Gambar 3. Cherry red spot

ii. Penatalaksanaan kegawatdaruratan oklusi retina sentral


Secara teoritis, pemindahan trombus atau emboli yang tepat waktu dapat
memperbaiki kehilangan penglihatan berikutnya. Perawatan berikut dapat dicoba
pada pasien dengan oklusi kurang dari 24-48 jam:
 Postur terlentang dapat meningkatkan perfusi okular dan harus selalu
diimplementasikan

7
 Pijat mata menggunakan three-mirror contact lens (memungkinkan
visualisasi arteri langsung). Tujuannya adalah untuk secara otomatis
membuat lumen arteri kolaps dan menyebabkan perubahan cepat dalam
aliran arteri, meningkatkan perfusi dan berpotensi menghancurkan
embolus atau trombus. Salah satu metode yang dijelaskan terdiri dari
tekanan positif selama 10-15 detik kemudian diistirahatkan dengan waktu
yang sama, dilanjutkan selama 3-5 menit. Pijat sendiri melalui kelopak
mata tertutup dapat dilanjutkan oleh pasien.
 'Rebreathing' ke dalam kantong kertas untuk mengangkat darah karbon
dioksida dan asidosis pernapasan telah dianjurkan, karena ini dapat
meningkatkan vasodilatasi.
 Apraklonidin topikal 1%, timolol 0,5% dan acetazolamide IV 500 mg
untuk mencapai penurunan tekanan intraokular yang lebih berkelanjutan.
 Isosorbide dinitrate sublingual untuk menginduksi vasodilatasi
 Rujuk segera

2.1.2 Gawat
Pada keadaan gawat, keadaan atau kondisi pasien memerlukan tindakan yang harus
sudah diberikan dalam waktu diberikan dalam satu atau beberapa jam.

- Trauma tembus – tumpul


i. Hal-hal yang bisa didapati:
- Hematoma kelopak
Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau
penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh
darah palpebra. Apabila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai
kedua kelopak dan berbentuk kaca mata hitam yang sedang dipakai, maka
keadaan ini diseut sebagai hematoma kaca mata. Hematoma ini dapat
terjadi akibat adanya pecah arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur
basis kranii.

8
Gambar 4. Hematoma kelopak
 Kompres dengan air dingin
 Segera rujuk

- Hifema
Merupakan suatu keadaan dimana bilik mata depan ditemukan
darah. Dapat terjadi karena : trauma tumpul atau trauma tembus atau
spontan (rubeosis iridis, tumor, kelainan darah)
- Primer: segera seteleh trauma
- Sekunder: 2-5 jam setelah trauma
- Grading:
Microscopic: no layering
I. : < 33% COA
II. : 33% - 50% COA
III. : 50%-95% COA
IV. : 100% COA

Gambar 5. Hifema

 Hentikan perdarahan, cegah perdarahan ulang


 Kendalikan TIO
 Cegah imbibisi kornea
 Jika perlu : tindakan mengeluarkan darah dari bilik mata depan

- Laserasi palpebra
Terjadi Ruptur canaliculi lakrimalis dan/ ruptur lig.palpebra.

9
 pembersihan dan pejahitan luka

Gambar 6. Laserasi palpebra

- Edema kornea
Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan
terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat.
Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel
radang dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea.
 larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan garam hipertonik 2-
8%, glukose 40% dan larutan albumin.
 Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan
asetazolamid.

Gambar 7. Edema palpebra

- Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasya epitel kornea. Dalam
waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan
menutupi defek epitel tersebut. Pasien akan merasa sangat kesakitan
karena kornea mempunyai serat sensibel yang banyak. Mata akan berair,
dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan
terganggu oleh media kornea yang keruh. Pada pewarnaan fluoresein akan

10
berwarna hijau. Yang perlu diperhatikan disini adalah adanya infeksi yang
timbul kemudian.

Gambar 8. Erosi kornea


 Anastesi topikal
 Antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol, dan
sulfasetamid tetes mata
 Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka
diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida.
 Mata dibebat tekan selama 24 jam
Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.

- Kelainan pada lensa : luksasi, subluksasi, katarak


Pada luksasi dan subluksasi lensa, keluhan penurunan tajam
penglihatan dapat timbul secara perlahan atau cepat tergantung pada
penggantung lensa yang terkena trauma. Pada katarak, penglihatan turun
secara perlahan bahkan dapat terjadi selama bertahun-tahun.
 Rujuk untuk terapi pembedahan

- Perdarahan corpus vitreous


Kekeruhan vitreus akibat perdarahan ditemukan pada diabetes
melitus, hipertensi, leukemi, rudapaksa, tarikan vitreus pada
neovaskularisasi dan robekan retina. Perdarahan vitreus adalah
ekstravasasi darah ke salah satu dari beberapa ruang potensial yang
terbentuk di dalam dan di sekitar korpus vitreus.
Keluhan yang timbul biasanya berupa penglihatan menghitam
secara mendadak disertai dengan klinis dari penyebab perdarahan
(misalnya akibat hipertensi  tekanan darah sedang sangat tinggi).
 Observasi 2-4 minggu dilihat apakah terjadi perbaikan

11
 Rujuk untuk dilakukan pembedahan jika terjadi non-clearing
hemorrhage
 Semi fowler position

Gambar 9. Semi fowler position

- Benda asing pada bola mata


Dapat terjadi pada konjungtiva, kornea, dan intra okuler
 Penatalaksanaan : keluarkan benda asing

- Glaukoma akut
Glaukoma merupakan peningkatan tekanan bola mata yang pada kasus akut dapat
encapai 45mmHg yang terjadi akibat tertutupnya jalan keluar aquos humor atau
berlebihnya produksi aquos humor. Pada glaukoma akut, keluhan yang dirasa adalah
nyeri pada sekitar mata, mata merah dan berair, serta penglihatan pasien yang
menurun tajam. Klinis yang tampak adalah adanya edema kornea disertai dengan mid
dilatasi pupil.
 Asetazolamid
Awal diberi 500 mg per oral, dilanjutkan dengan 4x250 mg setelah 1 jam, hingga
TIO <21mmHg
 Beta-bloker topikal 0,5% 2 x 1
 Steroid topikal 4 x 1
 Pilokarpin 2%
Diberikan 1 jan setelahterapi medikamentosa awal karena baru bisa bekerja
setelah iskemia iris berkurang dan TIO <40mmHg. Diberikan 2 x selang 15
menit, selanjutnya diberikan 6 x 1 tetes pada mata yang terkena. Mata yang tidak

12
terkena diberikan profilaksis pilokarpin 1% 4 x 1 sampai dilakukan laser
iridektomi.
 Posisikan pasien selalu terlentang

- Ablasio Retina
Merupakan kondisi terpisahnya lapisan retina sensorik dari epitel pigmen
retina.faktor-faktornya: usia, trauma, riwayat myopia, diabetes. Manifestasi klinis
yang didapat adalah penglihatan yang seperti tertutup sebagian atau tertutup tirai.
Tekanan bola mata dapat menjadi sangat turun (<10mmHg). Apabila ablasio telah
mengenai makula, pasien akan mengalami penurunan tajam yang sangat drastis,
yang mencapai 1/60 sampai 1/~ (persepsi cahaya).
 Kurangi mobilisasi (bedrest)
 Berbaring kesisi “tirai” sambil dirujuk ke spesialis mata

- Sellulitis
Selulitis Orbita memiliki berbagai penyebab dan mungkin terkait dengan
komplikasi yang serius. Sebanyak 11% dari kasus-kasus Selulitis Orbita hilangnya
penglihatan. Penyebab yang paling umumnya adalah Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus pyogenes dan Haemophilus influenzae.
Gambaran klinis selulitis orbita yaitu: gejala subjektif berupa demam, nyeri
pergerakan bola mata, penurunan penglihatan .Gejala objektif berupa mata merah,
kelopak sangat edema, proptosis,kemosis, restriksi motilitas bola mata, exophtalmus,
peningkatan tekananintraokular, rinore. Proptosis dan oftalmoplegi adalah tanda
kardinal dari selulitis orbita.

Gambar 10. Seulitis Orbita

13
 Terapi antibiotik spektrum luas diberikan secara oral dan lokal
 Bedrest
 Segera rujuk

- Blenorrhoe (Gonorrhoe Conjunctivitis Neonatorum)


Gonoblennorrhea neonatorum adalah conjunctivitis purulenta yang disebabkan
Neisseriagonorrhoeae. Kuman-kuman yang berada pada jalan lahir menyebabkan
infeksi pada mata bayi yang baru dilahirkan.

Gambar 11. Blenorrhoe (Gonorrhoe Conjunctivitis Neonatorum)

Presentasi klasik yang muncul adalah konjungtivitis purulen bilateral yang parah.
Keterlibatan kornea, termasuk edema epitel difus, ulserasi limbal yang berdekatan
dengan kemosis konjungtiva berat, dan kekeruhan difus, dapat berkembang menjadi
perforasi kornea dan endophthalmitis. Pasien juga mungkin memiliki manifestasi
sistemik, termasuk rinitis, stomatitis, radang sendi, meningitis, infeksi anorektal, dan
septikemia. Presentasi Clamidial konjungtivitis dapat berkisar dari hiperemia ringan
dengan sedikit pengeluaran mukoid hingga pembengkakan kelopak mata, kemosis,
dan pembentukan pseudomembran.
 Salep eritromisin topikal dan sefalosporin generasi ketiga IV atau IM sesegera
mungkin setelah pemeriksaan lab dilakukan
 Eritromisin 0,5% topikal dan 1% tetrasiklin dianggap sama efektifnya untuk
profilaksis infeksi gonore okular pada bayi baru lahir. Silver nitrat topikal,
povidone-iodine, dan erythromycin semuanya efektif dalam pencegahan
konjungtivitis neonatal non-klamidia nonklamidial neonatal.

- Ulkus kornea
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai olehadanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi
dari epitel sampai stroma. Perluasan ulkus akan menyebabkan timbulnya komplikasi

14
seperti desmetokel, perforasi, endaftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang
sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan
nomer dua di Indonesia.
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea,
menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,
mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki
tajam penglihatan.

Gambar 12. Ulkus kornea

 Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya


 Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
 Irigasi dengan RL dan Povidon Iodine 0,5% dengan tujuan untuk
membersihkan mata dari sekret dan kotoran mata dan benda asing
 Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
 Berikan analgetik jika nyeri
 Air mata buatan dapat diberikan agar terjadi penyerapan obat tetes mata dengan
baik
 Vitamin C diberikan untuk reepitelisasi kornea
 Mengobati infeksi yang mungkin ada disekitar mata
 Sulfas atropin
 Analgetik
 Antibiotik spektrum luas, pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali

15
2.1.3 Semi Gawat
Pada keadaan semi gawat, pengobatan sudah terlebih dahulu diberikan pada beberapa hari
hingga minggu sebelumnya.

16
BAB III
KESIMPULAN

Kegawatdaruratan pada mata merupakan suatu hal yang harus selalu diwaspadai. Peran
dokter umum adalah memberikan terapi tatalaksana awal dengan tepat sehingga tidak membuat
keadaan pasien makin buruk serta memberikan edukasi terkait penyakit yang sedang dihadapi agar
pasien dapat memiliki awareness yang cukup pula agar mau dirujuk ke dokter spesialis mata demi
mencegah perburukan kondisi mata pasen.

17
DAFTAR PUSTAKA

- Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 4.Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013
- Nana Wijana S.D., Ilmu Penyakit Mata, Jakarta: Abadi Tegal; 1993
- Vaughan MD, Asbury T, Paul Riordan-Eva.Trauma, Ofthalmologi Umum, Edisi 14,
Jakarta: Widya Medika; 2000
- Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. Edinburgh: Butterworth-
Heinemann/Elsevier, 2007.
- Riordan-Eva P dan Whitcher JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum; alih bahasa,
Brahm U. Pendit; editor edisi bahasa indonesia, Diana Susanto. Ed 17. Jakarta: EGC; 2009
- Sitorus SR, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Ophtalmology. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2017

18

Anda mungkin juga menyukai