Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN JIWA


“DEMENSIA PADA PENYAKIT
ALZHEIMER ONSET LAMBAT”

Disusun oleh:
Suci Purnama
1102015230

Pembimbing:
dr. Esther Sinsuw, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 24 JUNI - 27 JULI 2019
KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. SR
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Wonogiri, 22 Mei 1951
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SKKA (SMK)
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Leutik Hj Ilya No.35 Rt 08/Rw 02, Jakarta
Selatan
Tanggal Datang Poli : 26 Juni 2019
Tanggal Pemeriksaan : 26 Juni 2019

1
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Autoanamnesis : Pada tanggal 26 Juni 2019 di Poli Jiwa
Alloanamnesis : Pada tanggal 26 Juni 2019 di Poli Jiwa
Pada tanggal 29 & 30 Juni di telfon
A. Keluhan Utama
Pasien diantar ke rumah sakit oleh keluarganya karena sering lupa.
B. KeluhanTambahan
Sulit berkomunikasi, gatal-gatal, marah-marah, dan sering gerak mondar
mandir tidak jelas.
C. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien Ny. SR, 68 tahun, datang ke Poli Jiwa RS. Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto pada tanggal 26 Juni 2019 diantar oleh suami dan anaknya. Pasien datang
dengan keluhan sering lupa, terutama pasien sering lupa mengenai aktivitas dan
kejadian yang baru terjadi sebelumnya. Pasien mengatakan merasa mulai sering
lupa sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu dan semakin hari semakin memberat
lupanya. Pasien juga merasa sulit untuk berkomunikasi.
Pasien merasa sering kebingungan sehingga saat dirumah pasien sering
jalan mondar mandiri tidak jelas, pasien juga sering merasa lupa terhadap suami
dan cucu-cucunya tetapi masih ingat dengan teman-teman lamanya. Terkadang
pasien merasa apa yang muncul di otaknya lalu cepat lupa sehingga sulit
dibicarakan. Pasien juga terkadang suka marah-marah dan suka merasa curigaan
takut barang-barangnya diambil orang. Pasien juga mengatakan terkadang melihat
ibunya.
Menurut keterangan keluarga pasien, pasien sering salah menyebutkan
nama suaminya, lupa dengan nama cucu-cucunya dan juga lupa dengan jalan tetapi
jalan sekitar rumah masih ingat. Saat pergi pasien sering lupa tempat yang sedang
dikunjunginya dan tidak menyadari saat diperjalananya. Sejak satu bulan yang lalu
pasien mulai mengaku sering bertemu dengan ibunya yang sudah meninggal. Pasien
sering menambil barang lalu menyembunyikan barang tersebut kemudian lupa
menyembunyikan barang tersebut dimana. Pasien juga suka marah-marah dan

2
curiga saat barangnya hilang. Pasien juga sering merasa cemas dan mencari suami
dan cucunya padahal suami dan cucunya masih disekitar pasien.
Saat pemeriksaan pasien tidak mengingat menggunakan kendaraan apa saat
ke rumah sakit, tidak mengingat sudah makan dan minum apa sebelumnya, pasien
tidak mengingat hari dan tanggal saat itu dan juga pasien terlihat kebingungan saat
ditanya mengenai aktivitas saat itu. Pasien juga bingung saat ditanya mengenai pagi
siang malam. Pasien juga mengeluh badan sering gatal-gatal.
Keluarga pasien mengatakan bahwa dulunya pasien pernah memiliki usaha
yang berkembang kemudian beberapa tahun kemudian bangkrut karena sering
ditipu orang, lalu pasien tetap bangkit kembali dan mencoba membuka usaha
kembali tetapi tetap tidak mendapatkan hasil yang diharapkan. Pasien sempat
terlihat sedih dan kecewa terhadap diri sendiri dalam jangkan waktu lumayan lama
sehingga pasien mulai menarik diri dari lingkungan sekitarnya tetapi tetap tidak
menarik diri dari lingkungan keluarga. Pasien mengatakan memiliki riwayat DM
dan pernah terkena malaria tetapi sudah sembuh. Pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi, trauma kepala, kejang, stroke dan penyakit saraf lainya.
D. Riwayat Gangguan Dahulu
1. Gangguan Psikiatrik
Tidak terdapat riwayat gangguan psikiatri sebelumnya.
2. Gangguan Medik
Berdasarkan keterangan pasien, pasien memiliki riwayat diabetes
melitus (DM Tipe 2). Riwayat hipertensi, trauma kepala, kejang, stroke dan
penyakit saraf dan vaskular lainnya disangkal.
3. Gangguan Zat Psikoaktif dan Alkohol
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol dan zat
psikoaktif.
E. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Perkembangan Kepribadian
a. Masa prenatal dan perinatal
Pasien lahir di Wonogiri, 22 Mei 1951. Pasien lahir dengan usia
kehamilan cukup bulan dengan persalinan normal, dalam kondisi baik

3
secara fisik dan mental. Kondisi kesehatan ibu secara fisik baik selama
kehamilan dan persalinan.
b. Riwayat masa kanak awal (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh orang tuanya. Proses perkembangan dan
pertumbuhan sesuai dengan anak sebaya. Pasien tidak pernah mendapat
sakit berat, demam tinggi, kejang, ataupun trauma kepala.
c. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Tidak ada hambatan dalam proses belajar. Tumbuh kembang baik
dan normal seperti anak seusianya. Pergaulan antar teman sebaya baik.
Pasien tidak memiliki masalah yang berarti dalam proses belajarnya.
d. Masa kanak akhir dan remaja (12-18 tahun)
Pasien tumbuh dalam lingkungan yang sederhana. Pasien sering
bermain dengan teman-teman sebayanya, pasien berteman dengan laki-
laki dan perempuan.
e. Masa dewasa (>18 tahun)
Pasien menempuh pendidikan kejuruan, lalu tidak melanjutkan ke
jenjang perguruan tinggi dikarenakan...
2. Riwayat Pendidikan
a. SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD hingga tuntas
b. SMP : Pasien menyelesaikan pendidikan SMP hingga tuntas
c. SMK : Pasien menyelesaikan pendidikan SMK hingga tuntas
d. Perguruan Tinggi: Pasien tidak melanjutkan ke perguruan tinggi
3. Riwayat Pekerjaan
Setelah menyelesaikan sekolah kejuruan, pasien bekerja sebagai
marketing sales selama kurang lebih 2 tahun, karena merasa tidak cocok
dengan bakatnya pasien beralih menjadi wirausaha. Saat menjadi wirausaha
pasien cukup lama kurang lebih 7 tahun, pasien membuka usaha salon yang
berkembang dan memiliki 3 cabang salon. Pasien juga membuka usaha
restoran dan katering. Usaha yang dijalankanya berkembang pesat.
Kemudian pasien mulai usaha dengan investasi-investasi bersama teman-
temanya, mulai dari sini pasien mulai sering ditipu dan uang dibawa kabur

4
temannya. Untuk mengganti uang yang dipinjam karena mengikuti investasi
pasien mulai menjual cabang usaha-usahanya sampai akhirnya dikarenakan
sering tertipu maka usaha pasien mulai dijual-jual dan pasien menjadi
bangkrut.
4. Kehidupan Beragama
Pasien percaya dengan adanya Tuhan, pasien meyakini agama Islam,
pasien mengerti tentang ajaran Islam dan taat beribadah.
5. Kehidupan Sosial dan Perkawinan
Pasien menikah sudah kurang lebih 50 tahun. Hubungan pasien
dengan suami dan keluarga baik. Kehidupan sosial pasien dengan teman-
temanya berkurang karena pasien mulai menarik diri.
6. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah terlibat dalam peradilan yang menyangkut
hukum dan tidak pernah melanggar serta berurusan dengan aparat hukum.
F. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak kedua. Pasien memiliki satu kakak perempuan. Dari
anamnesis diketahui hubungan pasien dengan kakak baik. Ibu pasien meninggal
dan pernah menderita penyakit yang sama demensia. Sejak kecil pasien diasuh
oleh kedua orang tua pasien. Dari anamnesis diketahui pasien tinggal bersama
suami, anak bungsunya dan cucunya.

5
Keterangan :

Laki-Laki Perempuan Penderita

Perempuan Perempuan Meninggal

Keturunan Menikah

G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien tidak tau bahwa dirinya demensia dan pasien juga tidak memahami
penyakit tersebut.
H. Impian, Fantasi, dan Cita-Cita Pasien
Tidak ada

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien perempuan berusia 68 tahun dengan penampakan fisik sesuai dengan
usianya. Kulit berwarna sawo matang. Pada saat wawancara, pasien
berpakaian kurang rapi dan perawatan diri cukup baik.
2. Kesadaran
Compos mentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
a. Sebelum wawancara : Pasien terlihat tenang
b. Selama wawancara : Pasien terlihat tenang dan kurang dapat
menjawab pertanyaan dengan baik
c. Sesudah wawancara : Pasien terlihat tenang
4. Sikap terhadap pemeriksa
Selama wawancara pasien menunjukkan sikap kooperatif dan tenang

6
5. Pembicaraan
Pasien berbicara tidak spontan, lambat dan ragu-ragu saat menjawab
pertanyaan.
B. Mood dan Afek
1. Mood : Eutimia (saat pemeriksaan)
2. Afek : Normal (saat pemeriksaan)
3. Keserasian : Serasi
C. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Ada
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
D. Pikiran
1. Arus pikir
a. Kontinuitas : Koheren
b. Hendaya bahasa : Tidak terganggu
2. Isi pikir
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Miskin isi pikir : Tidak ada
c. Waham : Ada (waham curiga)
d. Obsesi : Tidak ada
e. Kompulsi : Ada
f. Fobia : Tidak ada
E. Sensorium dan Kognitif (Fungsi Intelektual)
1. Taraf pendidikan : SKKA / SMK
2. Pengetahuan umum : Kurang baik
3. Kecerdasan : Kurang baik
4. Konsentrasi : Kurang baik
5. Orientasi
a. Waktu : Tidak baik, pasien tidak dapat menyebutkan
pemeriksaan dilakukan pada siang hari dan tidak

7
dapat menyebutkan hari dan tanggal pada saat
pemeriksaan.
b. Tempat : Kurang baik, pasien dapat memberitahukan bahwa
sekarang pasien sedang berada di RS tetapi tidak
bisa menyebutkan nama RS.
c. Orang : Kurang baik, pasien mengenali beberapa orang-
orang saja di sekitarnya.
6. Daya ingat
a. Jangka panjang : Kurang baik, pasien tidak dapat mengingat
tempat, tangal, dan tahun kelahiran tetapi masih
dapat mengingat nama teman-teman lamanya.
b. Jangka pendek : Tidak baik, pasien tidak dapat menyebutkan
menu sarapan pasien dan tidak dapat menyebutkan
menggunakan kendaraan apa saat ke RS.
c. Segera : Tidak baik, pasien tidak dapat menyebutkan
kembali 3 benda yang disebutkan oleh pemeriksa
7. Pikiran abstraktif : Tidak baik, pasien tidak dapat menyebutkan
perbedaan apel dan pir
8. Visuospasial : Tidak baik, pasien tidak dapat menggambar
bentuk yang pemeriksa minta
9. Kemampuan menolong diri : Baik, pasien tidak membutuhkan bantuan
untuk makan, mandi dan berganti pakaian.
F. Pengendalian Impuls
Baik, selama wawancara pasien tampak tenang dan tidak menunjukkan
gejala agresif.
G. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial : Baik, pasien dapat membedakan perbuatan baik
dan buruk
2. Uji daya nilai : Baik, pasien menjawab ketika diberikan simulasi
jika berada di ruangan yang terbakar apa yang
harus dilakukan.

8
3. RTA : Tidak terganggu (saat pemeriksaan)
H. Tilikan
Derajat 4 (Pemahaman behwa dirinya sakit, tetapi tidak mengetahui
penyebabnya)
I. Reliabilitas (Tarif Dapat Dipercaya)
Pemeriksa mendapat kesan bahwa keseluruhan jawaban pasien dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internus
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b. Respiration Rate : 18x/menit
c. Heart Rate : 88x/menit
d. Suhu : 36,3 ˚C
4. Sistem Kardiovaskular : Tidak diperiksa
5. Sistem Respiratorius : Tidak diperiksa
6. Sistem Gastrointestinal : Tidak diperiksa
7. Ekstermitas : Tidak diperiksa
8. Sistem Urogenital : Tidak diperiksa

B. Status Neurologik
1. Kesadaran: Komposmentis
2. Nervus kranialis :
Kanan Kiri
N.I Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.II
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Cahaya Langsung + +
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9
N.III, IV, VI
M.rectus medius Normal Normal
M.rectus superior Normal Normal
M.rectus inferior Normal Normal
M.Obliqus inferior Normal Normal
M.levator palpebral Normal Normal
Refleks tak langsung Normal Normal
N.V
Sensorik
V1 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V2 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Motorik Normal Normal
Mengigit
Membuka rahang
N.VII
Sensorik (pengecapan 2/3 Tidak dilakukan
anterior lidah)
Motorik Mengerutkan dahi =Normal
Mengangkat alis = Normal
Memejamkan mata = Normal
Meringis/senyum = Normal
Menggembungkan pipi = Normal
N.VIII (Tidak dilakukan)
N.IX (Tidak dilakukan)
N.X (Tidak dilakukan)
N.XI
Mengangkat bahu Normal Normal
Memalingkan kepala Normal Normal
N.XII (Tidak dilakukan)

3. Fungsi Motorik : Tidak dilakukan


4. Fungsi Sensorik: Tidak dilakukan
5. Otonom: Tidak dilakukan
6. Koordinasi : Tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Penunjang
MMSE dengan skor 6

10
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
1. Ny.SR 68 tahun datang dengan perawatan cukup baik.
2. Pasien sering lupa terhadap hal-hal yang telah dilakukan seperti
menyimpan barang, makan apa, menggunakan kendaraan apa saat ke
rumah sakit dan rute jalan.
3. Pasien pernah lupa terhadap keluarganya. Pasien mengalami kesulitan
mengingat jumlah anak dan cucunya serta nama-nama mereka dan nama
suaminya.
4. Pasien mengatakan mulai sering lupa sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu
dan semakin hari semakin memberat lupanya.
5. Pasien terkadang merasa cemas tiba-tiba setelah melihat cucu dan
suaminya tidak ada di rumah sehingga langsung mondar mandir panik tidak
jelas mencari cucu dan suaminya.
6. Beberapa bulan terakhir pasien mengaku melihat ibu pasien sedangkan ibu
pasien sudah meninggal.
7. Pasien sering curigaan dan merasa barangnya hilang diambil orang lain,
pasien juga menuduh pembantu rumah tangga yang tinggal di rumah pasien
sering mencuri.
8. Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu sulit berkomunikasi, gatal-gatal,
marah-marah, dan sering gerak mondar mandir tidak jelas.
9. Riwayat keluarga: ibu memiliki penyakit demensia
10. Riwayat hipertensi, trauma kepala, kejang, stroke dan penyakit saraf dan
pembuluh darah lainnya disangkal. Pasien memiliki riwayat diabetes
melitus (DM Tipe 2). Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
alkohol dan zat psikoaktif. Pasien tidak terdapat riwayat gangguan psikiatri
sebelumnya.
11. Pada temuan status mental didapatkan mood eutim, afek normal, terdapat
halusinasi visual, waham curiga, sensorim dan kognitif terganggu, RTA
tidak teranggu dan tilikan derajat 4

11
12. Hasil pemeriksaan penunjang yaitu MMSE (Mini Mental State
Examination) menunjukkan adanya definite gangguan kognitif, yaitu skor
nya 6.

VI. FORMULA DIAGNOSTIK


1. Setelah seluruh pemeriksaan, pada pasien ditemukan adanya sindroma atau
perilaku dan psikologi yang bermakna secara klinis dan menimbulkan
penderitaan (distress) dan ketidakmampuan/hendaya (disability/
impairment) dalam fungsi serta aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa yang sesuai
dengan definisi yang tercantum dalam PPDGJ III.
2. Pasien ini termasuk dalam gangguan mental organik karena dari anamnesis
ditemukan adanya gangguan fungsi kognitif pada kemampuan mengingat
serta daya pikir yang mengganggu perhatian serta kegiatan harian dari
pasien. (F0)
3. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif karena pasien tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol dan zat psikoaktif. (F1)
4. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan skizofrenia karena afek pasien
masih normal walaupun terdapat gangguan isi pikiran dan persepsi dan juga
fungsi kognitif pasien terganggu. (F2)
5. Pada pasien ini tidak didapatkan gejala afektif yang menonjol. (F3)
6. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform
dan ganguan terkait stress. (F4)

Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna


dengan urutan untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut:
a. Aksis I : Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang Menjadi Fokus
Perhatian Klinis
Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya penurunan
kemampuan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu kegiatan harian
(pasien sering lupa, lupa dimana ia meletakkan barang, lupa bahwa ia

12
sudah makan dan lupa dengan keluarga), kesadaran pasien baik, sudah
berlangsung kurang lebih tiga tahun dengan onset bertahap dan sulit
ditentukan, riwayat ibu pasien memiliki penyakit demensia lalu pada
pasien tidak adanya bukti kondisi klinis dari gangguan yang dapat
menimbulkan demensia, tidak adanya gejala neurologis kerusakan otak
fokal, onset setelah usia 65 tahun, dengan progresivitas lambat sehingga
dapat digolongkan kedalam gangguan mental organik (F0), maka
berdasarkan PPDGJ III ditegakkan diagnosis untuk Aksis I adalah
Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat. (F00.1)
b. Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
c. Aksis III : Kondisi Medis Umum
Tidak ada diagnosis aksis III
d. Aksis IV : Problem Psikososial dan Lingkungan
Tidak ada diagnosis aksis IV
e. Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global
Assement of Functioning (GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF 60-51,
gejala sedang (moderate), disabilitas sedang (pada saat pemeriksaan).

Evaluasi multiaksial
Aksis I : F00.1 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat
Aksis II : Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV : Tidak ada diagnosis aksis IV
Aksis V : GAF 60-51, gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
(pada saat pemeriksaan).

VII. DIAGNOSIS
a. Diagnosis : F00.1 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat
b. Diagnosis Banding : F03 Demensia YTT
F01 Demensia Vaskular

13
VIII. PROGNOSIS
a. Ad Vitam : Ad bonam. Pengaruh penyakit terhadap kehidupan
pasien tidak sampai pada tahap mengancam nyawa pasien.
b. Ad Functionam : dubia ad malam. Demensia merupakan suatu
penyakit degeneratif, dan sampai sekarang obat-obatan yang ada hanya
berperan untuk mengurangi gejala dan memperlambat proses
penurunan kognisi, belum ada terapi untuk mengembalikan fungsi
kognisi seperti semula.

IX. RENCANA TERAPI


1. Farmakologi
a. Asetilkolin esterase inhibitor : Donepezil HCl 1x5 mg
b. Nootropic agent : Piracetam 2x400 mg
c. Anti psikotik : Haloperidol 1x0,5 mg malam hari
2. Psikoterapi
a. Psikoedukasi
a) Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dialami pasien.
b) Mengingatkan pasien perlu minum obat sesuai aturan dan datang
kontrol ke poli kejiwaan.
c) Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga
akan membantu keadaan pasien dan terus mengawasi kemungkinan
adanya perilaku pasien yang membahayakan diri sendiri dan orang
lain.
b. Psikoterapi
a) Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik untuk
memacu aktivitas fisik dan otak yang baik (brain-gym).
b) Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan,
mudah dicerna, penyajian menarik dan praktis.
c) Melaksanakn hobi dan aktifitas sosial sesuai kemampuan.
d) Melaksanakan ”LUPA” (Latih, Ulang, Perhatikan, dan Asosiasi).

14
e) Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang
mendapatkan cahaya cukup.
f) Penderita diingatkan akan waktu dan tempat
g) Beri tanda khusus untuk tempat-tempat tertentu, misalnya kamar
mandi

15
TINJAUAN PUSTAKA
DEMENSIA
I. DEFINISI
Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai latar
belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek, gangguan
global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan berpikir
abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil, dan
hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan dalam pekerjaan,
aktivitas harian, dan social

II. KLASIFIKASI
Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel yaitu :
1. Demensia Reversibel
Ditemukan pada kurang dari 20% penderita demensia. Demensia reversibel
dapat disebabkan oleh:
 Alkoholisme
Pemakaian jangka panjang berbagai jenis obat antidepresan secara
bersamaan, antiaritmia, antihipertensi, analgetik, dan digitalis.
 Gangguan psikiatri
Depresi, skizofrenia (terutama tipe paranoid), gangguan bipolar, dan
gangguan pribadi berat.
 Normal pressure Hydrocephalus
Ditemukan pada 2-6% demensia, biasa ditemukan pada usia lanjut
dengan gejala gangguan memori, bingung, reaksi lambat, gangguan
bejalan, dan inkotinensia. Pada penderita dapa dijumpai riwayat trauma,
meningitis, atau perdarahan subarakhnoid, tetapi pada sebagian besar
kasus tidak ditemukan kelainan sebelumnya. Dengan pemasangan
ventriculo-peritoneal shunt, keadaan dapat pulih kembali.

16
 Demensia Vaskular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak
dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya
demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat
gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai
demensia vaskular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1) Peningkatan reflek tendon dalam
2) Kelainan gaya berjalan
3) Kelemahan anggota gerak

2. Demensia Ireversibel
Pada umumnya berhubungan dengan proses degenerasi otak yang bersifat
permanen.
 Demensia Alzheimer
Merupakan frekuensi demensia yang paling tinggi, meliputi 50-55 %
dari seluruh demensia, biasanya memeiliki faktor risiko seperti usia yang
lebih dari 40 tahun, riwayat keluarga Alzheimer, Parkinson, Sindroma
Down.
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami
kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami
gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan
proses berpikir. Sekitar 50-60% penderita demensia disebabkan karena
penyakit Alzheimer.
Demensia ini ditandai dengan gejala :
1) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),

17
5) Kehilangan inisiatif.
Demensia Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
- Stadium Ringan .
Gangguan memori menonjol, namun penderita masih dapat
melakukan aktivitas harian sederhana.
- Stadium Sedang.
Gangguan memori diikuti oleh gangguan kognisi lain : Penderita
membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas harian, terutama
yang kompleks.
- Stadium Lanjut.
Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif
berat, biasanya diikuti penurunan fungsi motorik, sehingga penderita
sulit bergerak dan memerlukan bantuan penuh ntuk melakukan
aktifitas hariannya.
Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat. Perubahan
prilaku dapat terjadi pada stadium ringan, sedang, maupun lanjut.
Perubahan dimulai dengan penarikan fungsi sosial, indiferen, impulsif,
gangguan tidur, gelisah, dan wandering.
 Pick’s Disease
Penyakit neurodegeneratifyang ditandai oleh atrofi kortikal berat, terutama
di daerah fontotemporal.gejala terutama berhubungan dengan gangguan
lobus frontal / temporalyang ditandai dengan penurunan fungsi mental,
perubahan perilaku, dan gangguan tilikan diri. Pda stadium lanjut diikuti
ganguan memori jangka panjang dan gangguan berbahasa, munculnya
refleks primitif. Pada stadium akhir dapat dijumpai gangguan anglia basalis.
 Parkinson’s Disease Dementia1
Penyakit neurodegeneratif progresif yang ditandai oleh adanya rigiditas,
bradikinesia, tremor, dan isntabilitas postural; diikuti oleh gangguan bicara,
berjalan, dan koordinasi. Gejala demensia terdapat pada kurang lebih40%
penderita, biasanya diawali dengan gejala disorientasi pada malam hari,
diikuti oleh gangguan kognitif lainnya.

18
 Demensia terkait AIDS
Dipertimbangkan pada penderita dengan riwayat transfusi, penyimpangan
perilaku seksual, pemakaian obat NAPZA terutama suntikan. Gejala
dimulai dengan mudah lupa, lamban, gangguan konsentrasi, dan pemecahan
masalah.
Gangguan perilaku yang menonjol adalah apatis dan menarik diri. Dapat
ditemukan pula kelainan fisik, berupa tremor, ataksia, hipertonus,
hiperrefleks, dan gangguan gerak bola mata.

III. PATOFISIOLOGI
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah
adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol
pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses
penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah
hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh
orang-orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka
belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti
ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah
kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan
sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke
rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.

19
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji ddan
mengenali gejala demensia.

Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor
psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka
semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien
dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri
yang lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap.
Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala.
Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan
mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami
gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek
kognitifnya akan menghilang.

IV. DIAGNOSIS
Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional, dan perilaku,
sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neuropsikologis.
Anamnesis/wawancara meliputi awitan penyakit (akut/perlahan), perjalanan
penyakit (stabil/ progresif, membaik), usia awitan, riwayat medis umum dan
neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat psikiatri, riwayat yang
berhubungan dengan etiologi (seperti infeksi, gangguan nutrisi, penggunaan obat,
dan riwayat keluarga). Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pemeriksaan umum,
pemeriksaan neurologis dan neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan laboratorium dan radiologis

A. Anamnesis

Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan


mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh). Hal
yang paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama

20
kognitif dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan (mendadak/progresif lambat),
dan adanya perubahan prilaku dan kepribadian.

Riwayat Medis Umum

Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit,


sehingga perlu diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan Sifilis),
ganguan endokrin (hiper/hipotiroid), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan
merokok, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, dan
aterosklerosis.

Riwayat Neurologis

Perlu umtuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler,


trauma kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.

Riwayat Gangguan Kognisi

Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian dari bagian terpenting dari


diagnosis demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek, dan jangka
panjang; gangguan orientasi ruang, waktu, dan tempat, benda, muapun gangguan
komprehensif; gangguan fungsi eksekutif (meliputi pengorganisasian, perencanaan,
dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis, dan visuospasial.

Selain itu, perlu, ditanyakan mengenai aktivitas harian, diantaranya


melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mempersiapkan keperluan harian,
melaksanakan hobi, dan mengikuti aktivitas sosial. Dalam hal ini, perlu
pertimbangan berdasarkan pendidikan dan sosial budaya.

Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian

Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita


demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya
depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat
ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, misidentifikasi,

21
depresi, apatis, dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan,
(Wandering), agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness, dan disinhibisi.

Riwayat Intoksikasi

Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida,


insektisida, alkoholisme, dan merokok. Riwayat pengobatan terutama pemakaian
kronis antidepresan dan narkotika.

Riwayat Keluarga

Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindroma


down, dan retardasi mental.

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum, dilakukan sebagaimana biasa pada prakter klinis.

Pemeriksaan Neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan


neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom,
koordinasi, gangguan penglihatan, gerakan abnormal/apraksia dan adanya refleks
patologis dan primitif.

Pemeriksaan Neuropsikologi
Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial,
dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination (MMSE) adalah pemeriksaan
penapisan yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi kognisi, menilai
efektifitas pengobatan, dan untuk menentukan progresifitas penyakit. Nilai normal
MMSE adalah 24-30. Sementara untuk nilai 18-23 digolongkn sebagai Mild
Cognitive Impairment (MCI), dan untuk nilai <18 digolongkan sebagai demensia.
Gejala awal demensia perlu dipertimbangkan pada penderita dengan nilai MMSE
kurang dari 27, terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Selain itu perlu pula
dilakukan pemeriksaan Activity of Daily Living (ADL) dan Instrumental of Daily
Living (IADL). Hasil pemeriksaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
sosial, dan budaya.

22
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium (darah lengkap
termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, hormon tiroid, dan kadar vitamin B12,
pemeriksaan HIV dan neurosifilis dianjurkan pada penderita dengan risiko tinggi),
pemeriksaan pencitraan otak (CT Scan dan MRI).

V. TATALAKSANA
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine,
Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti
Aspirin, Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke
otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang
bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-
psikotik (misalnya Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone). Tetapi
obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat
anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami
halusinasi atau paranoid.
2. Dukungan atau Peran Keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu
penderita tetap memiliki orientasi.

23
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang
berjalan-jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara
rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan
akan memperburuk keadaan.
3. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik:
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah

24
PEMBAHASAN KASUS
Telah diperiksa seorang perempuan berumur 68 tahun di poliklinik jiwa RS
POLRI pada tanggal 26 Juni 2019 dengan diagnosis klinik demensia pada Penyakit
Alzheimer Onset Lambat. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis didapatkan
adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu
kegiatan harian (pasien sering lupa, lupa dimana ia meletakkan barang, lupa bahwa
ia sudah makan dan lupa dengan keluarga), kesadaran pasien baik, sudah
berlangsung kurang lebih tiga tahun dengan onset bertahap dan sulit ditentukan,
riwayat ibu pasien memiliki penyakit demensia lalu pada pasien tidak adanya bukti
kondisi klinis dari gangguan yang dapat menimbulkan demensia, tidak adanya
gejala neurologis kerusakan otak fokal, onset setelah usia 65 tahun, dengan
progresivitas lambat
Pemeriksaan fisik ditemukan mood eutim, afek normal, terdapat halusinasi
visual, waham curiga, sensorim dan kognitif terganggu, RTA tidak teranggu dan
tilikan derajat 4. Pada pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan serta
gangguan kognitif definitif melalui pemeriksaan mini mental state examination
(MMSE) dengan skor 6.
Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh karena degenerasi
sel otak atau kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami kematian sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan anti kolinesterase (donepezil 1x5
mg), nootropic agent (piracetam 2x80 mg po), dan antipsikotik (haloperidol 1x0,5
mg malam hari). Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia
antara lain program aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang teratur dan
sistematis, misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan “ LUPA” (latih, ulang,
perhatikan, dan asosiasi , serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu
dan tempat, beri tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).

25
DAFTAR PUSTAKA

Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia. Jakarta:
PERDOSSI.
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia. Ed III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI ; 1993.
Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England Journal
of Medicine. 1996; (8);330-364.
Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health and
Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.
Japardi, Iskandar. 2003. Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara.
Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, hal
211-214
Rabins PV et al. 2007. Practice Guideline for the treatment of patients with
Alzheimer’s disease and other dementias second edition.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatric : Behaviour
Sciences/Clinical Psychiatric. 10th ed. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins; 2007.

26

Anda mungkin juga menyukai