Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

GBS adalah penyakit langka atau yang jarang terjadi, menyebabkan

kelemahan dan kehilangan sensasi yang biasanya sembuh total dalam waktu

mingguan atau bulanan. Nama GBS berdasarkan nama 2 orang dokter dari

perancis yaitu Guillain(Ghee-lan) dan Barre (Bar-ry) yang menemukan pada tahun

1916 pada tentara yang terkena paralisis, tetapi kemudian sembuh. Penyakit ini

mengenai sekitar 1 dari 40.000 tiap tahunnya yaitu sekitar 1500 orang tiap

tahunnya di Inggris. Penyakit ini bisa timbul pada semua usia akan tetapi lebih

sering pada usia tua. Lebih sering pada pria dibandingkan wanita. Bukan penyakit

keturunan, bukan penyakit menular. Akan tetapi penyakit ini sering berkembang

seminggu atau dua minggu bahkan sampai setelah infeksi pada usus atau

tenggorokan (Ruba’, 2013).

Guillain-Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit 'demyelinating'

saraf (Nolte 1999). Juga merupakan salah satu polineuropati, karena hingga

sekarang belum dapat dipastikan penyebabnya. Namun karena kebanyakan kasus

terjadi sesudah proses infeksi, diduga GBS terjadi karena sistem kekebalan tidak

berfungsi. Gejalanya adalah kelemahan otot (parese hingga plegia), biasanya

perlahan, mulai dari bawah ke atas. Jadi gejala awalnya biasanya tidak bisa

berjalan, atau gangguan berjalan. Sebaliknya penyembuhannya diawali dari

bagian atas tubuh ke bawah, sehingga bila ada gejala sisa biasanya gangguan

berjalan (Fredericks et all 1996) dalam (Anggarani, 2011).


Fungsi selaput myelin adalah mempercepat konduksi saraf. Oleh karenanya

hancurnya selaput ini mengakibatkan keterlambatan konduksi saraf, bahkan

mungkin terhenti sama sekali (Nolte 1999) dalam (Anggarani, 2011). Sehingga

penderita GBS mengalami gangguan motorik dan sensorik. Kelambatan kecepatan

konduksi otot bisa dilihat dari hasil pemeriksaan EMG. Gangguan motorik yang

pada GBS diawali dengan kelemahan otot bagian bawah. Mula-mula yang

dirasakan kelemahan (parese), bila berlanjut menjadi lumpuh (plegia) (Anggarani,

2011).

Gejala GBS juga disertai gangguan saraf otonomik, sehingga akan terjadi

gangguan saraf simpatik dan para simpatik. Yang tampak adalah gejala

naikturunnya tekanan darah secara tiba-tiba, atau pasien berkeringat di tempat

yang dingin (Pryor & Webber 1998) dalam (Anggarani, 2011). Bila terjadi

gangguan cranial nerves akibatnya adalah tidak bisa menelan, berbicara atau

bernafas, atau kelemahan otot-otot muka. Uniknya kelemahan otot biasanya

simetris, artinya anggota badan yang kiri mengalami kelemahan yang sama

dengan anggota badan kanan.

Paling banyak pasien-pasien dengan sindrom ini ditimbulkan oleh adanya

infeksi, 1 sampai 3 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologik.Pada

beberapa keadaan. Dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedaha. Ini juga dapat

terjadi dapat diakibatkan oleh infeksi virus primer, reaksi imun, cedera medula

spinalis dan beberapa proses lain atau sebuah kombinasi proses. Penyakit ini

timbul dari pembengkakan syaraf peripheral, sehingga mengakibatkan tidak

adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan yang dapat diterima oleh otot

yang terserang. Karena banyak syaraf yang terserang termasuk syaraf immune
sistem maka sistem kekebalan tubuh kita pun akan kacau. Dengan tidak

diperintahakan dia akan menngeluarkan cairan sistem kekebalan tubuh ditempat-

tempat yang tidak diinginkan. Dengan pengobatan maka sistem kekebalan tubuh

akan berhenti menyerang syaraf dan bekerja sebagaimana mestinya (Ruba’,

2013).
DAFTAR PUSTAKA

Anggarani, M. (2011) ‘PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI LATIHAN

PADA KONDISI GUILLAN BARRE SYNDROME DI RSUD SALATIGA’.

Available at: http://eprints.ums.ac.id/16030/4/BAB_I.pdf (Accessed: 9 August

2019).

Ruba’, R. (2013) ‘ASKEP PADA PASIEN GUILLAIN BARRE SYNDROM’.

Available at:

http://www.academia.edu/download/32400756/MAKALAH_ASKEP_GBS_final.

docx (Accessed: 9 August 2019).

Anda mungkin juga menyukai