Disusun Oleh :
ASTIN MANGGOMBRAB
NIM : 20160711014012
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolonganNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Terima kasih juga kepada dosen mata
kuliah yang memberikan tugas makalah ini guna menambah wawasan kami. Tidak lupa kami juga
menyampaikan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan bagi pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Untuk itu kami minta kritikan dan saran yang
membangun, agar kedepannya penulisan makalah dapat dibuat menjadi lebih baik, jelas dan
sistematis.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca dan menjadi bahan
referensi. Demikian makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua, Terimakasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, baik bencana alam maupun
karena ulah manusia. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bencana ini adalah kondisi
geografis, iklim, geologis dan faktor-faktor lain seperti keragaman sosial budaya dan politik.
Indonesia rawan terjadi bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir dan
angin puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan
baik dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam, seperti tanah longsor, banjir bandang,
kebakaran hutan dan kekeringan. Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya
berbagai sarana dan prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum dan
sarana transportasi serta fasilitas umum lainnya. Namun demikian, dampak yang lebih mendasar
adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban bencana
akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana
air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk.
Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak mendapatkan
Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya status gizi kelompok
masyarakat. bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya
ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk kondisi yang ada. Masalah lain yang seringkali
muncul adalah adanya bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati
masa kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta melimpahnya
bantuan susu formula bayi dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk lagi dengan kurangnya
pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan lokal khususnya untuk bayi dan balita.
Bayi dan anak berumur di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan
dan memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok
tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, terlebih pada situasi bencana. Risiko
kematian lebih tinggi pada bayi dan anak yang menderita kekurangan gizi terutama apabila bayi
dan anak juga menderita kekurangan gizi mikro. Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa
kematian anak balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur.
Oleh karena itu penanganan gizi dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani
pengungsi secara cepat dan tepat.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana peran seorang ahli gizi atau petugas kesehatan terkait dengan penanggulangan
bencana?
2. Apa saja rangkaian kegiatan yang dimulai pada saat pra bencana, situasi bencana, dan pasca
bencana?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penanganan masalah gizi pada saat kondisi darurat adalah meningkatkan dan mencegah
,memburuknya status gizi pengungsi.
2. Tujuan Khusus
b. Petugas kesehatan dapat menciptakan kondisi lintas sektor dan terjadinya penyelenggaraan
program penanganan gizi.
c. Petugas kesehatan dapat mampu menganalisis data status gizi balita dan ibu hamil korban
bencana.
BAB II
PEMBAHASAN
Penyelenggaraan makanan darurat dipersiapkan oleh petugas pada waktu terjadi keadaan darurat
yang ditetapkan oleh pemangku kepentingan setempat sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Pada saat masyarakat dinyatakan mengungsi, sehingga masyarakat tidak mungkin
untuk mengadakan makanan sendiri.
2. Penyuluhan gizi
Penyuluhan gizi yang diberikan oleh tenaga petugas gizi pada kondisi darurat bencana
mempunyai makna yang signifikan. Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia
baik individu maupun masyarakat sehingga dapat menciptakan sikap mental dan kemampuan
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya guna dapat meningkatkan dan mempertahankan
status gizi yang baik. Harapan dari upaya ini adalah masyarakat dapat memahami pentingnya
makanan dan gizi, sehingga mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma gizi.
Peran tenaga kesehatan atau ahli gizi pada saat kondisi darurat bencana dapat memberikan
kontribusi terhadap pelayanan gizi di tempat pengungsian menjadi lebih optimal. Pada tahap
tanggap darurat peran petugas kesehatan dapat membantu di dapur umum dengan mengatur
menu serta memperhatikan gizi dan kebersihan makanan yang akan diberikan pada masyarakat
yang menderita akibat bencana. Dapur umum ini bisa saja diadakan di kantor-kantor pemerintah
atau mungkin juga disekitar terjadinya bencana terutama pada tempat-tempat pengungsian.
Pada fase penyelamatan pengungsi baru saja terkena bencana, petugas belum sempat
mengidentifikasi pengungsi secara lengkap, belum ada perencanaan pemberian makanan yang
terinci sehingga semua kelompok umur menerima bahan makanan yang sama. Pemberian
makanan jadi sudah harus tersedia dalam waktu sesingkat mungkin dengan membentuk
penyelenggaraan dapur umum. Bahan makanan yang mudah dibawa dan dimasak seperti beras,
telur, ikan kaleng, kerupuk, dan mie instan adalah bahan makanan umum yang tersedia pada saat
kondisi darurat.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana merupakan rangkaian
kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana (pra bencana), pada situasi bencana
yang meliputi tahap tanggap darurat awal, tahap tanggap darurat lanjut dan pasca bencana.
Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian
makanan agar pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya, sementara
penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi
masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Dalam rangka pelaksanaan
kegiatan tersebut di atas perlu memaksimalkan pemanfaatan anggaran operasional
penanggulangan bencana Kementerian Kesehatan.
b. Saran
Sebagai seorang ahli gizi/tenaga kesehatan yang berkompeten dalam bidang gizi, dapat lebih
optimal dalam melayani masyarakat, terlebih khusus lagi masyarakat yang mengalami bencana
yang disebabkan oleh alam. Karena hal tersebut menyebabkan timbulnya masalah yang
berdampak besar yaitu adanya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat
korban bencana. Sehingga petugas kesehatan perlu lebih memfokuskan perhatian untuk
menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang terjadi di daerah yang
terkena bencana tersebut.
Daftar Pustaka
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/11/Buku-Pedoman-Kegiatan-Gizi-dalam-
Penanggulangan-Bencana.pdf
https://bnpb.go.id/evaluasi-penanganan-bencana-banjir-bandang-sentani
http://manajemen-pelayanankesehatan.net/naskah-akademis-sistem-kesehatan-provinsi-riau/bab-
v-pelayanan-kesehatan-korban-bencana/
https://www.academia.edu/7439299/HO_13-14_Manajemen_Gizi_Dalam_Bencana
https://duta.co/peran-ahli-gizi-dalam-penanggulangan-bencana/
https://jogjaprov.go.id/berita/detail/penanganan-gizi-saat-bencana-perlu-jadi-prioritas
http://pengetahuanbahanpangana.blogspot.com/2017/05/singkong.html
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-3115517/racun-sianida-juga-ada-di-singkong-mengapa-
tidak-bikin-keracunan