Anda di halaman 1dari 26

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Widhi Satrio Nugroho, drg


Stambuk : 10542 0149 09
Judul Referat : Terapi Cairan Pasien Post Operasi Reseksi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka

Surabaya, Januari 2019


Pembimbing

Drg. Soesanto Sp.,BM

ii

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4
A.
B. Cairan Tubuh ............................................................................................... 4
C. Jenis Cairan ................................................................................................. 10
D. Elektrolit ...................................................................................................... 15
E. Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit .............................................. 16
F. Definisi Terapai Cairan ............................................................................... 18
G. Tujuan Terapi Cairan ................................................................................... 18
H. Resusitasi Cairan ......................................................................................... 19
I. Terapi Caiaran Resusitasi dan Rumatan ...................................................... 20
J. Teknik Pemberian ....................................................................................... 22
K. Terapi Cairan Preoperatif ............................................................................ 22
L. Terapi Cairan Intraoperatif .......................................................................... 23
M. Terapi Cairan Postoperatif .......................................................................... 23
N. Komplikasi .................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 45

2
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam
tubuh. Tubuh terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat
padat seperti protein, lemak, dan mineral. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda
tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh.
Proporsi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan pada wanita
lebih rendah dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak
dibanding pria, dan lemak mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau
bayi sangat rentan terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air
yang paling tinggi dibandingkan dengan dewasa.1
Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air, elektrolit serta
nutrien-nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang
masuk setara dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan elektrolit
dari tubuh dapat berupa urin, tinja, keringan dan uap air pada saat bernapas.
Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit akan terpenuhi. Selain
itu terapi cairan juga dapat digunakan untuk memasukkan obat dan zat
makanan secara rutin atau juga digunakan untuk menjaga keseimbangan asam
basa.1
Selain untuk mempertahankan atau memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit, penderita yang akan/sedang menjalani masa pascabedah
memerlukan tambahan pemberian cairan untuk mengganti asupan cairan
selama pasien dipuasakan, mengganti kehilangan darah, kehilangan cairan ke
rongga ketiga, dan kehilangan cairan lambung, dll. Tiga prinsip utama yang
harus dipenuhi untuk melakukan terapi cairan yaitu memenuhi kebutuhan
normal per hari, koreksi keku-rangan atau kehilangan cairan, dan koreksi
kekurangan atau kehilangan elektrolit. Koreksi tidakperlu dilakukan sampai
mencapai nilai normal, namun cukup sampai masuk ke batas kompensasi

1
karena selanjutnya akan diatasi oleh mekanisme homeostasis tubuh. Hal ini
bertujuan menghindari penyulit iatfogenik akibat terapi yang berlebihan.8
Pemenuhan kebutuhan normal cairan adalah untuk mengganti cairan
yang normalnya keluar melalui ginjal, saluran cerna, paru-paru dan keringat
(lihatTabel 8-7). Rata-rata kebutuhan cairan 30-40 mL/kgBB/24 jam. Bila
pasien tidak dapat minum, cairari diberikan melalui infus atau pipa lambung.
Dalam perhitungan pemberian cairan selain dihitung jumlah cairan, juga
dihitung kebutuhan elektrolit terutama natrium dan kalium. Kebutuhan
natrium harian yaitu 2-4 mEq/ kgBB/hari sedangkan kebutuhan kalium harian
sebesar 1-2 mEq/kgBB/hari. Pada hari pertama atau kedua pascabedah
biasanya tidak diperlukan pemberian kalium kecuali jika hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan hipokalemia.8
Pada saat lahir, kandungan air mengisi sekitar 75% berat badan
manusia, saat menginjak usia 1 bulan mencapai 65% berat badan, sedangkan
saat dewasa pada pria mencapai 60% berat badan dan 50% berat badan pada
wanita. Air dalam tubuh terbagi kedalam dua kelompok besar, yaitu yang
berada pada ruang interselular, serta yang berada pada ruang ekstraselular.
Ekstraselular dibagi lagi menjadi cairan intravaskuler dan cairan interstisial.1
Terapi cairan dibutuhkan pada keadaan tertentu, saat kebutuhan akan
air serta nutrisi-nutrisi tersebut tidak dapat terpenuhi secara peroral. Misalnya
pada kasus pasien yang harus puasa dalam jangka waktu lama, karena
pembedahan saluran cerna, dan dibutuhkan juga pada kondisi pasien dengan
perdarahan masif, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah tak
berkesudahan, serta kondisi-kondisi lainnya. Hampir seluruh pasien yang
menjalani prosedur pembedahan membutuhkan akses vena serta terapi cairan
intravena. Pemeliharaan volume intravaskuler agar tetap pada batas normal
sangatlah penting dalam periode perioperatif. Penilaian volume intravaskuler
serta penggantian dari cairan dan elektrolit yang hilang selama prosedur
pembedahan sedang berlangsung harus dapat dilakukan dengan tepat.
Kesalahan dalam penggantian cairan dapat menyebabkan morbiditas yang
cukup bermakna atau bahkan sampai kematian. Mengingat akan hal tersebut,

2
maka penulis akan mencoba menguraikan tentang terapi cairan dalam referat
ini.1
Tujuan umum pemberian cairan dan elektrolit adalah mengganti atau
mempertahankan volume cairan intravaskular, interstisial, dan intraselular;
mempertahankan keseimbangan air, elektrolit, dan komponen darah; atau
mempertahankan kadar protein darah. Sedangkan tujuan khususnya adalah
mempertahankan beban pra-jantung (beban hulu, preload) serta curah jantung
(cardiac output). Dengan demikian, oksigenasi dan perfusi jaringan dapat
menjamin keseimbangan metabolisme sel.8
Pembedahan memicu gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
puasa sebelum pembedahan, terjadi kehilangan banyak cairan melalui saluran
cerna (muntah, dilatasi lambung atau usus, diare), perdarahan, atau
berpindahnya cairan ke rongga ketiga (peritonitis, ileus obstruksi). Masalah
keseimbangan cairan dan elektrolit pada saat pembedahan bertambah rumit
jika terdapat komorbid, misalnya penyakit ginjal, jantung, dan masalah paru-
paru.8

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Reseksi
Reseksi dan rekonstruksi mandibula merupakan gold standartd dalam
penatalaksanaan kasus ameloblastoma. Salah satu jenis reseksi dan
rekonstruksi mandibula adalah dengan tehnik modeling sebagian tulang.
Tulang yang biasa digunakan adalah tulang costa dan crista illiaca. Pada
penatalaksanaanya, resiko jangka panjang dapat berupa iskhemia dan
3,4
kegagaalan kontak pada tulang pasca operasi. dengan demikian,
penatalaksanaan dengan rekonstruksi mandibula memerlukan perhatian
khusus untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Reseksi dengan rekonstruksi
tergolong pembedahan yang kompleks, dengan disertai perluasan area operasi
hingga pembelahan bibir dan mandibula untuk meberikan ruang tiga dimensi
untuk reseksi pada lidah, dasar mulut dan berlanjut hingga jaringan limfatik di
daerah leher. Pada banyak kasus, Massa tumor yang menginfiltrasi jaringan
mandibula, memerlukan pengambilan mandibula untuk mencegah resiko
rekuresi lokal. 7

Tingkat keberhasilan dari reseksi dengan rekonstruksi mandibula


sangat bergantung pada pada perawatan perioperatif pasca operasi.
Penatalaksanaan yang kompherensif dan terpadu merupakan hal yang mutlak
dilakukan. Kerjasama antar pasien, dokter, perawat dan keluarga pasien
menentukan proses pemulihan pasien.

B. Cairan Tubuh1,8
Air adalah pelarut Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air
merupakan perlarut bagi semua yang terlarut. Air tubuh total atau total body
water (TBW) adalah persentase dari berat air dibagi dengan berat badan total,
yang bervariasi berdasarkan kelamin, umur, dan kandungan lemak yang ada di
dalam tubuh. Air membuat sampai sekitar 60 persen pada laki laki dewasa.

4
Sedangkan untuk wanita dewasa terkandung 50 persen dari total berat badan.
Pada neonatus dan anak-anak, presentase ini relatiflebih besar dibandingkan
orang dewasa. 1
1. Hall, J. E., 2006. Guyton's Textbook of Medical Physiology. 11 ed.
Philadelpia: Elsevier. Chow JL, B. K. a. B. L., 2004. Critical Care Handbook
of the Massachusetts General Hospital. 3rd ed. US: Lippincott Williams &
Wilkins.
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif
maupun perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika
gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi
dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar .
Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian
J.Anaesh.2003;47(5):380-387.
Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Distribusi cairan
tubuh manusia dewasa:
1. Zat padat : 40% dari berat badan
2. Zat cair : 60% dari berat badan
Zat cair (60% BB), terdiri dari:
a. Cairan intrasel : 40% dari BB
b. Cairan ekstrasel : 20% dari BB, terdiri dari:
-
cairan intravaskuler : 5% dari BB
-
cairan interstisial : 15% dari BB

c. Cairan transselular (1-3% BB), terdiri dari:


-
LCS, sinovial, gastrointestinal dan intraorbital
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat
badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat

5
badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat dalam
proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-nutrien
dalam cairan tubuh.
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan
ekstraseluler berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai
nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah
relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular.
Cairan ekstraselular adalah deficit cairan dalam ruang ini adalah biasa
dalam populasi dirawat di rumah sakit sebagai contoh obstruksi cairan cerna
atai muntah, kehilangan cairan termasuk isotonik, maka intravascular dan
cairan interstitial hilang. Cairan intraselular tidak akan memberikan
kompensasi efektif karena perubahan osmolaritas tidak ditandai. Kristaloid
isotonik adalah pilihan lebih disukai.9

Cairan ekstraselular dibagi menjadi :


1. Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar
11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstitial.
2. Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
(contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar
5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah
merah, sel darah putih dan platelet.
3. Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan
sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan

6
transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat
masuk dan keluar dari ruang transeluler.
Tabel 1. Komposisi cairan intrasel (CIS) dan Cairan Ekstrasel (CES)8

CIS (mEq/L) CES (mEq/L)


Natrium 20 135 – 145
Kalium 150 1–5
Klorida 3 98 – 110
Bikarbonat 10 20 – 25
Fosfat 110 – 115 5
Protein 75 10

Dalam cairan tubuh terlarut elektrolit. Elektrolit yang terpenting


dalam:

Ekstrasel : Na+ dan Cl-

Intrasel : K+ dan PO4-
Non elektrolit:
 BM kecil : Glukosa
 BM besar : Protein
Cairan intravaskuler (5% BB) bila ditambah eritrosit (3% BB)
menjadi darah. Jadi volume darah sekitar 8% dari berat badan. Jumlah
darah bila dihitung berdasarkan estimated blood volume (EBV) adalah:
 Neonatus = 90 ml/kg BB
 Bayi = 80 ml/kg BB
 Anak dan dewasa = 70 ml/kg BB
Bayi mempunyai cairan ekstrasel lebih besar dari intrasel.
Perbandingan ini akan berubah sesuai dengan perkembangan tubuh,
sehingga pada dewasa cairan intrasel dua kali cairan ekstrasel.
Ginjal berfungsi mengatur jumlah cairan tubuh, osmolaritas cairan
ekstrasel, konsentrasi ion-ion penting dan keseimbangan asam basa.
Fungsi ginjal sempurna setelah anak mencapai umur satu tahun, sehingga
komposisi cairan tubuh harus diperhatikan pada saat terapi cairan.
1. Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari
a. Dewasa:
Air : 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-5%

7
Na+: 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g)
K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)
b. Bayi dan anak:
Air
 0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)
 10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000
ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)
 >20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500
ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)
Na+ : 2 mEq/kg
K+ : 2 mEq/kg
Cairan masuk:
 Minum : 800-1700 ml
 Makanan : 500-1000 ml
 Hasil oksidasi : 200-300 ml
Hasil metabolisme: - Dewasa : 5 ml/kg/hari
- Anak : 2-14 tahun = 5-6 ml/kg/hari
: 7-11 tahun = 5-7 ml/kg/hari
: 5-7 tahun = 8-8,5 ml/kg/hari
- Balita = 8 ml/kg/hari
Cairan keluar: - Urin : normal > 0,5-1 ml/kg/jam
- Feses : 1 ml/hari
- Invisble loss : - dewasa : 15 ml/kg/hari
- anak : {30-usia (tahun)} ml/kg/hari
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung
secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui
membran semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar
lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya
sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air,

8
sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama.
Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air
(pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh:
 Tekanan hidrostatik
 Tekanan onkotik = mencapai keseimbangan
 Tekanan osmotik
Gangguan kesimbangan cairan tubuh umumnya menyangkut
extracell fluid atau cairan ekstrasel. Tekanan hidrostatik adalah tekanan
yang mempengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler. Bila
albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan
onkotik akan menurun sehingga cairan intravaskuler akan didorong
masuk ke interstisial yang berakibat edema.
Tekanan onkotik atau tekanan osmotik koloid adalah tekanan
yang mencegah pergerakan air. Albumin menghasilkan 80% dari
tekanan onkotik plasma, sehingga bila albumin cukup pada cairan
intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstisial.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan
dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%,
Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih
rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut
hipertonik.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan
akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi
rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air
masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung
kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang
memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat

9
bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari
pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar
di dalam sel.
2. Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan
Kebutuhan ekstra / meningkat pada :
• Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C )
• Hiperventilasi
• Suhu lingkungan tinggi
• Aktivitas ekstrim
• Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )
Kebutuhan menurun pada :
• Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )
• Kelembaban sangat tinggi
• Oligouri atau anuria
• Aktivitas menurun / tidak beraktivitas
• Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll )

C. Jenis Cairan5,6,7
Cairan intravena ada tiga jenis:
1. Cairan Kristaloid
Misal : NaCl 0,9%, Lactate Ringer, Ringer’s solution, 5% Dextrose
 Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah (< 8000 Dalton)
dengan atau tanpa glukosa.
 Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang
ekstraselular.
2. Cairan Koloid
Misal : a. Albumin
b. Plasma protein fraction : plasmanat
c. Koloid sintetik : dextran, hetastarch
 Cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi (> 8000 Dalton),
misal: protein

10
 Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di
ruang intravaskuler.
3. Cairan khusus
 Digunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti NaCl 3%,
Bicnat, Manitol
 Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =
CEF). Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan
koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit.
1. Ringer Laktat
Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan.
Banyak digunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok
hipovolemik, diare, trauma, luka bakar. Laktat yang terdapat di dalam RL
akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki
keadaan seperti metabolik asidosis.
Kalium yang terdapat di dalam RL pula tidak cukup untuk
maintenance sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium. RL juga tidak
mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai cairan
maintenance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis.
2. Ringer
Komposisinya mendekati fisiologis tetapi bila dibandingkan dengan
RL ada beberapa kekurangan, seperti:
 Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlah besar dapat
menyebabkan asidosis dilusional dan asidosis hiperkloremia.
 Tidak mengandung laktat yang dapat dikonversi menjadi bikarbonat
untuk memperingan asidosis.
 Dapat digunakan pada keadaan dehidrasi dengan hiperkloremia,
muntah-muntah dan lain-lain.
3. NaCl 0,9% (normal saline)

11
Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama
pada kasus:
 Kadar Na+ yang rendah
 Keadaan di mana RL tidak cocok untuk digunakan seperti pada
alkalosis, retensi kalium
 Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala
 Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi
Tetapi ia memiliki beberapa kekurangan yaitu:

Tidak mengandung HCO3-

Tidak mengandung K+

Kadar Na+ dan Cl- relatif lebih tinggi sehingga dapat terjadi asidosis
hiperkloremia, asidosis delusional dan hipernatremia.

4. Dextrose 5% dan 10%


Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan
pembatasan intake natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit.
Penggunaan perioperatif untuk:
 Berlangsungnya metabolisme
 Menyediakan kebutuhan air
 Mencegah hipoglikemia
 Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g
karbohidrat untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh
 Menurunkan level asam lemak bebas dan keton
 Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200g karbohidrat
Cairan infus mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak
boleh diberikan pada pasien trauma kapitis (neuro trauma). Dextrose dan
air dapat berpindah secara bebas ke dalam sel otak. Sekali berada dalam
sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air yang menyebabkan
edema otak.
5. Darrow
Digunakan pada defisiensi kalium untuk mengantikan kehilangan
harian, kalium banyak terbuang (diare, diabetik asidosis).
 Cairan Koloid

12
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat
zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik
yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6
jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan
untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat
dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Yang termasuk golongan ini adalah:
1. Albumin
2. Bloood product: RBC
3. Plasma protein fraction: plasmanat
4. Koloid sintetik: dextran, hetastarch
Berdasarkan tujuan pemberian cairan, ada 3 jenis:
1. Cairan rumatan (maintenance)
 Cairan bersifat hipotonis: 5% Dextrose, 5% Dextrose in 0,25 NS dan
5% Dextrose in 0,5 NS
2. Cairan pengganti (replacement)
 Cairan bersifat isotonis: RL, NaCl 0,9%, koloid
3. Cairan khusus
 Cairan bersifat hipertonis: NaCl 3%, Manitol 20%, Sodium bicarbonas
(Bicnat).
 Kristaloid dibanding Koloid
Resusitasi dengan kristaloid akan menyebabkan ekspansi ke ruang
interstisial, sedangkan koloid yang hiperonkotik akan cenderung
menyebabkan ekspansi ke volume intravaskuler dengan menarik cairan dari
ruang interstitial. Koloid isoonkotik akan mengisi ruang intravaskuler tanpa
mengurangi volume interstisial.
Secara fisiologis kristaloid akan lebih menyebabkan edema
dibandingkan koloid. Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, koloid ada
kemungkinan akan merembes ke dalam ruang interstisial dan akan

13
meningkatkan tekananan onkotik plasma. Peningkatan tekanan onkotik plasma
ini dapat menghambat kehilangan cairan dari sirkulasi.
Keunggulan koloid terhadap respons metabolik adalah meningkatkan
pengiriman oksigen ke jaringan (DO2) dan konsumsi oksigen (VO 2) serta
menurunkan laktat serum. DO2 dan VO2 dapat menjadi indikator untuk
mengetahui prognosis pasien.

14
Tabel 2. Perbandingan Kristaloid dan Koloid7

Kristaloid Koloid
Keunggulan 1. Lebih mudah tersedia
dan 1. Ekspansi volume plasma
murah. tanpa ekspansi interstisial
2. Komposisi serupa dengan 2. Ekspansi volume lebih
plasma (Ringer asetat/ringer besar
laktat) 3. Durasi lebih lama
3. Bisa disimpan di suhu kamar 4. Oksigenasi jaringan lebih
4. Bebas dari reaksi anafilaktik baik.
5. Komplikasi minimal 5. Gradien O? alveolar-
arterial lebih sedikit
6. Insiden edema paru
dan/atau edema sistemik
lebih rendah
Kekurangan 1. Edema bisa mengurangi 1. Anafilaksis
ekspansibilitas dinding dada 2. Koagulopati
2. Oksigenasi jaringan terganggu 3. Albumin bisa
karena bertambahnya jarak memperberat depresi
kapiler dan sel miokard pada pasien syok
3. Memerlukan volume (mungkin dengan
4. kali lebih banyak mengikat kalsium,
mengurangi kadar ion Ca+
+
)

 Efek terhadap Volume Intravaskuler


Antara ruang intravaskuler dan interststial dibatasi oleh dinding kapiler
yang permiabel terhadap air dan elektrolit tetapi impermeabel terhadap makro
(protein plasma). Cairan dapat melewati dinding kapiler akibat adanya tekanan
hidrostatik. Bila tekanan onkotik menurun maka tekanan hidrostatik lebih
besar, sehingga akan mendorong cairan dari intervaskuler ke interstisial.
Efek kristaloid terhadap volume intravaskuler jauh lebih singkat
dibanding koloid. Ini karena kristaloid dengan mudah didistribusi ke cairan
ekstraseluler, hanya sekitar 20% elektrolit yang diberikan akan tinggal di
ruang intravaskuler. Waktu paruh intravaskuler yang lama sering dianggap
sebagai sifat koloid yang menguntungkan. Hal ini akan merugikan jika terjadi
hemodilusi yang berlebihan atau terjadi hipovolemia yang tidak sengaja,
khususnya pada pasien penyakit jantung.

15
Kristaloid akan menyebabkan terjadinya hipovolemia pasca resusitasi.
Resusitasi dengan kristaloid dan koloid sampai saat ini masih kontroversi.
Untuk menentukan apakah diberikan kristaloid, harus dilihat kasus per kasus.
 Efek terhadap Volume Interstitial
Pasca syok hemoragik akan terjadi perubahan cairan interstitial. Pada
syok terjadi defisit cairan interstitial, pendapat lain yang menyatakan volume
cairan interstitial meningkat pasca syok hemoragik. Kedua pendapat yang
bertentangan ini mungkin bias diterima, karena pada syok hemoragik dini
dapat terjadi defisit cairan interstitial sedangkan pada syok hemoragik lanjut
atau syok septik akan terjadi perubhan permeabilitas kapiler sehingga volume
cairan interstitial meningkat. Pada keadaan volume cairan interstitial
berkurang maka kristaloid lebih efektif untuk mengantikan defisit volume
dibanding koloid.
Distribusi koloid berbeda antara volume intravaskuler dan interstitial.
Jika volume cairan interstitial bertambah, maka garam hipertonik atau albumin
25% akan lebih efektif, karena cairan interstitial akan berpindah ke ruang
intravaskuler. Pada pemberian koloid dapat terjadi reaksi-reaksi yang tidak
diinginkan, seperto gangguan hemostasis yang berhubungan dengan dosis.
Pada umumnya pemberian koloid maksimal adalah 33 ml/kg BB.

D. Elektrolit
Gangguan elektrolit yang sering mengancam kehidupan pada pasien
keadaan kritis adalah kalium, natrium, kalsium, magnesium dan fosfat.
Urgensi terapi tergantung pada keadaan klinis, bukan kadar absolut (absolute
electrolyte value).
1. Kalium
b. Kalium penting untuk mempertahankan membran potensial elektrik.
c. Gangguan kadar kalium terutama mempengaruhi system
kardiovaskuler, neuromuskuler dan gastrointestinal.
d. Kadar normal: 3,5-5,5 mEq/L.

2. Natrium

16
a. Natrium penting dalam menentukan osmolaritas darah, berperan pada
regulasi volume ekstrasel.
b. Gangguan natrium mempengaruhi neuronal dan neuromuscular
junction.
c. Kadar normal: 135-145 mg/L.
3. Kalsium
a. Kalsium berfungsi untuk kontraski otot, transmisi impuls saraf, sekresi
hormone, pembekuan darah, pembelahan dan pergerakan sel dan
penyembuhan luka.
b. Kadar kalsium sebaiknya dinilai dari ionized calcium.
c. Kadar normal: 1-1,25 m.mol/L.
4. Fosfat
a. Berperan dalam metabolism energy
5. Magnesium
a. Berfungsi untuk transver energy dan stabilitas elektrik.

E. Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit


1. Gangguan Keseimbangan Cairan
Kehilangan cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan
cairan yang mengakibatkan dehidrasi, misalnya pada keadaan
gastroenteritis, demam tinggi, pembedahan, luka bakar, dan penyakit lain
yang menyebabkan input dan output tidak seimbang.
a. Dehidrasi
Adalah keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah
normal akibat kehilangan cairan, asupan yang tidak mencukupi atau
kombinasi keduanya. Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan
kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150
mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150
mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi
(80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-
10% dari kasus.
Dehidrasi dibedakan atas :
 Dehidrasi hipotonik

17
Terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium
lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis
besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan
air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di
kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen
ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume
intravaskular.
-
Kadar Na < 130 mmol/L
-
Osmolaritas < 275 mOsm/L
-
Letargi, kadang-kadang kejang
 Dehidrasi isotonic
Terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan
konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium
besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun
kompartemen ekstravaskular.
-
Na dan osmolaritas serum normal
 Dehidrasi hipertonik
Terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium
lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis
besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan
natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di
kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume
intravaskular.
-
Na > 150 mmol/L
-
Osmolaritas > 295 mOsm/L
-
Haus, iritabel, bila Na > 165 mmol/L dapat terjadi kejang
F. Definisi Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau
koloid (plasma ekspander) secara intravena.

18
Terapi cairan ini dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan-keadaan
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Selain itu khususnya dalam
pembedahan dengan anestesia yang memerlukan puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, maka terapi cairan tersebut berfungsi untuk mengganti defisit
cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan
rutin saat pembedahan dan mengganti perdarahan yang terjadi.

G. Tujuan Terapi Cairan


Pemberian cairan intravena adalah untuk memulihkan volume sirkulasi
darah. Pada syok, tujuan resusitasi cairan adalah untuk memulihkan perfusi
jaringan dan pengiriman oksigen ke sel (DO2) agar tidak terjadi iskemia
jaringan yang berakibat gagal organ. Dalam terapi cairan perlu
dipertimbangkan distribusi diferensial air, garam, dan protein plasma. Volume
cairan pengganti yang diperlukan untuk mengembalikan volume sirkulasi
darah ditentukan oleh ruang distribusi cairan pengganti, yang tergantung kadar
koloid dan NA+ cairan pengganti.
Formula efek cairan dalam mengekspansi plasma volume (PV)
Δ PV = Volume infus (PV/Vd)
Δ PV = Perubahan yang diharapkan
Vd = Volume distribusi cairan infus
PV : 5% dari BB ECF: 20% dari BB
Rumus di atas berlaku bila tidak ada syok: syok, sepsis atau hipoksemia
yang berkepanjangan, sebab keadaan tersebut akan mengganggu kemampuan
membran kapiler untuk membatasi perpindahan transvaskuler protein serum.

H. Resusitasi Cairan
 Kristaloid :
-
NaCl 0,9% : maksimal 15 ml/kg
-
Lactate Ringer : dapat sampai 5L
 Koloid :
-
6% HES 0,5 dalam NaCl : maksimal 15 ml/kg
-
6% HES 0,5 dalam larutan berimbang : maksimal 33 ml/kg

19
HES BM 130.000 dan derajat substitusi 0,4 adalah ideal.
Koloid pada umumnya: maksimal 20 ml/kg
Resusitasi berhasil bila:
-
Central venous pressure : 8-12 mmHg
-
Mean arterial pressure : ≥ 65 mmHg
-
Urine output : ≥ 0,5 ml/kg/jam
-
Central venous (superior vena cava) or mixed venous oxygen
saturation: ≥ 70%
-
Cardiac Index : ≥ 2,5 L/min/m2
-
Normal mental status

I. Teknik Pemberian 2
Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan
vena-vena dipunggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, dan daerah
cubiti. Pada pasien anak kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung
kaki, depan mata kaki dalam atau pada daerah kepala. Pada pasien neonatus,
dapat juga digunakan akses vena umbilikaslis.
Penggunaan jarum anti karat atau kateter vena berbahan plastic anti
trombogenik pada vena perifer biasanya perlu diganti tiap 1-3 hari untuk
menghindari infeksi dan macetnya tetesan. Pemberian cairan infus lebih lama
dari 3 hari, sebaiknya menggunakan kateter berukuran besar dan panjang yang
ditusukan pada vena femoralis, vena cubiti, vena subklavia, vena jugularis
eksterna atau interna yang ujungnya sedekat mungkin dengan atrium kanan
atau di vena cava inferior atau superior.

J. Terapi Cairan Preoperatif


Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa,
lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada
masa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada
diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada
jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti
dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose.

20
Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup
maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi.
Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan
(elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam
lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik,
dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti
dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

21
Tabel 3. Pengganti deficit prabedah

Jumlah kebutuhan
Usia
(ml/Kg/jam)
Dewasa 1,5 – 2
Anak 2–4
Bayi 4–6
Neonatum 3

K. Terapi Cairan Intraoperatif


Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan
(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan
yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah
yang hilang :
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya
bedah mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja
selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat
diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar
ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.
Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang
seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk
pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.

L. Terapi Cairan Postoperatif


Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.
Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal
sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak
dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari
sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat

22
stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung
menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca
bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum
baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150
mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat
menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus
dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup
dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan
ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
-
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap
kenaikan 1°C suhu tubuh
2. Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
-
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi
dan humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr
%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut
oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,
jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
M. Komplikasi
Sistemik :
 Kelebihan / kekurangan cairan tubuh
 Kelainan elektrolit
 Ketidakseimbangan asam-basa
 Kelainan gula darah
 Emboli udara
Lokal : Flebitis dan infeksi local

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan


Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP/RSUP Dr. Kariadi. Semarang:
Ikatan Dokter Spesialis Anestesi dan Reanimasi (IDSAI) Cabang Jawa
Tengah; 2010.p.259-64.

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Edisi kedua. Bagian


Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta. 2009; 133-9.

3. Sunatrio. Resusitasi Cairan. Media Aesculapius. Jakarta; 2000.

4. Leksana E. Terapi Cairan dan Elektrolit. SMF/Bagian Anestesi


dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro. Semarang.

5. Sunatrio S. Terapi Cairan Kristaloid dan Koloid untuk Resusitasi


Pasien kritis. Second Fundamental Course on Fluid Therapy. PT. Widatra
Bhakti. Jakarta; 2003.

6. Ramelan S, Gatot D, Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam


Pendidikan Kedokteran berkelanjutan (Continuing Medical Education)
Pediatrics Updates, 2005, Jakarta, IDAI cabang Jakarta, halaman: 21-30.

7. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC.


2010.

8. Graber, A Mark. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik Edisi 3.


Farmedia. Jakarta: 2010.

9. British Journal of Hospital Medicine, April 2007, Vol 68, No 4.

24

Anda mungkin juga menyukai