KEGIATAN BELAJAR 1 Hakikat Mata Kuliah Konsep Dasar IPS
Dalam bidang pengetahuan sosial, terdapat beberapa istilah yaitu meliputi Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (social studies) , dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dalam bidang studi IPS sering disebut dengan istilah-istilah Antropologi, Sosiologi, Ekonomi, Geografi, Sejarah, Ilmu Politik, Psikologi maupun Psikologi Sosial. Istilah lain yang digunakan untuk menyebut bidang studi IPS antara lain Sosial Education dan Sosial learning. Kedua istilah tersebut menurut Cheppy lebih menitikberatkan kepada berbagai pengalaman di sekolah yang dipandang dapat membantu anak didik untuk lebih mampu bergaul di tengah-tengah masyarakat. Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Indonesia tidak lepas dari perkembangan dan keberadaan Social Studies ( Studi Sosial) di Amerika Serikat. Studi Sosial (Sosial Studies) bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin bidang akademis., melainkan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Achmad Sanusi (1971:18) memberikan penjelasan tentang Studi Sosial sebagai berikut : “Adapun Studi Sosial tidak selalu bertaraf akademis Universitas, bahkan dapat merupakan bahan-bahan pembelajaran bagi murid-murid sejak Pendidikan Dasar, dan dapat befungsi selanjutnya sebagai pengantar bagi lanjutan kepada disiplin-disiplin ilmu sosial . Studi Sosial bersifat Interdisipliner, denga menetapkan pilihan judul atau masalah-masalah tertentu berdasarkan sesuatu dalam rangka referensi, dan meninjaunya beberapa sudut sambil mencari logika dan hubungan yang satu dengan lainnya. Sesuatu acara ditinjau dari beberapa sudut sekomprehensif mungkin”. Perbedaan antara Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ssebagai bidang studi dengan disiplin Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences) antara lain : 1. IPS itu bukanlah suatu disiplin ilmu seperti halnya Ilmu Sosial, tetapi IPS lebih tepat dilihat sebagai bidang kajian, yaitu suatu kajian terhadap masalah-masalah kemasyarakatan. 2. Pendekatan yang dilakukan dalam IPS menggunakan Pendekatan Multidisiplin atau Interdisiplin, tidak seperti halnya Ilmu Sosial yang menggunakan Pendekatan Disiplin Ilmu atau Monodisiplin. 3. IPS sengaja dirancang untuk kepentingan kependidikan, keberadaan IPS lebih memfokuskan pada dunia persekolahan, tidak seperti Ilmu Sosial keberadaannya bisa di dunia persekolahan, Perguruan Tinggi, atau dipelajari di masyarakat umum sekalipun. 4. IPS di samping menggunakan ilmu-ilmu sosial sebagai bahan pengembangan materi pembelajaran dilengkapi dengan mempertimbangkan aspek Psikologis – Pemdagogis. Selain itu IPS juga sangat memperhatikan dan mempertimbangkan kemanfaatan, urutan, dan ruang lingkup bahan bagi setiap peserta didik dalam hidup dan kehidupannya kelak, tidak seperti halnya ilmu sosial yang hampir lepas dan tidak mempermasalahkan pertimbangkan pertimbangan. Keseluruhan IPS sebagai sarana pendidikan yang memaparkan manusia dalam segi tiga waktu - ruang – hidup, sebagaimana dilakukan oleh Studi Sejarah ( membicarakan ‘Man In Time’), Geografi (membicarakan ‘Man In Space’), dan gabungan Sosiologi, Antropologi, Ekonomi, Tata Negara ( membicarakan ‘Man In Life’), hubungan ketiganya adalah Transmisi Budaya (Sejarah), Adaptasi Ekologis (Geografi), dan Perjuangan Hidup (Sosiologi dan seterusnya). Melalui sejarah diadakan pengalaman umat manusia dan segenap masa lampau, untuk mengerti masa kini serta untul menentukan masa depan. Melalui Geografi di tunjukkan peran manusia dalam kegiatannya menyesuaikan diri dengan tantangan dan tawaran lingkungan alam. IPS sebagai satu program pendidikan tidak hanya menyajikan konsep-konsep pengatahuan semata, nammun harus pula mampu membina peserta didik menjadi warga negara dan warga masyarakat yang akan hak dan kewajibannya. IPS memiliki lima tujuan sebagai berikut : 1. Mempersiapkan siswa untuk studi lanjut di bidang Sosial Sciences 2. Mendidik Kewarganegaraan yang baik 3. Merupakan suatu kompromi antara 1 dan 2 tersebut diatas, ditemukan definisi IPS sebagai “suatu penyederhanaan dan penyaringan ilmu-ilmu sosial, yang penyajiannya disesuaikan kemampuan guru dan peserta didik 4. Mempelajari Closed Areas atau masalah-masalah sosial 5. Materi yang dipilih disaring dan disinkronkan Pembelajaran IPS meliputi nilai edukatif, nilai praktis, nilai teoritis, nilai filsafat, dan nilai ketuhanan. Nilai-nilai tersebut di kemukakan oleh Nursid Sumaatjmaja (1997), yaitu sebagai berikut : A. Nilai Edukatif Salah satu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS, yaitu adanya perubahan perilaku sosial peserta didik ke arah yang lebih baik, meliputi aspek-aspek Kognitif, Efektif, dan Psikomotor. Peningkatan Kognitif tidak hanya terbatas meningkatnya pengetahuan sosial, melainkan pula nalar sosial dan kemampuan mencari alternatif- alternatif pemecahan masalah sosial. B. Nilai Praktis Diterapkan secara praktis dalam kehidupan sosial sehari-hari. Pokok bahasan jangan hanya tentang pengetahuan yang konseptual-teoritis belaka, melainkan digali dari kehidupan sehari- hari. Nilai praktis disesuaikan dengan tingkat usia dan kegiatan peserta didik sehari-hari. C. Nilai Teoritis Pendidikan IPS tidak hanya menyajikan dan membahas kenyataan, fakta dan data, melainkan menelaah keterkaitan aspek kehidupan sosial dengan yang lainnya. Kemampuan menyelidiki dan meneliti denga mengajukan berbagai pernyataan ( Sense Of Inquiry ). D. Nilai Filsafat Mengembangkan kesadaran mereka selaku anggota masyarakat atau sebagai makhluk sosial. E. Nilai Ketuhanan Kekaguman kita sebagai manusia pada segala ciptaan-Nya baik berupa fenomena fisikal, alamiah maupun fenomena kehidupan, merupakan nilai ketuhanan yang strategis sebagai bangsa yang berfalsafahkan Pancasila.
KEGIATAN BELAJAR 2 Karakteristik Mata Kuliah Konsep Dasar IPS
Dalam kehidupan Sosial kita manusia, ada aspek sejarah, yaitu peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang telah lalu yang tidak kita alai sendiri. Nu’man Somantri, yang dikutip oleh Daldjoeni (1981) menyatakan bahwa pembaharuan pengajaran IPS sebenarnya masih dalam proses yang penuh berisi berbagai eksperimen. Ekonomi, objeknya mempelajari tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai kemakmuran. Politik, mempelajari kehidupan negara, pemerintahan dan kehidupan manusianya sebagai ”An Organized Of Political Man”. Ekologi, mempelajari bagaimana manusia berhubungan dengna lingkungan alamnya, memelihara, mengembangkan, dan melestarikannya. Sosiologi, mempelajari bentuk dan proses sifat atau ciri yang timbul dari kehidupan masyarakat yaitu interaksi sosial yang dilembagakan. Antropologi, mempelajari tentang manusia dan karyanya “The Science Of Group Of Man and Their Behavior and Production”. Psikologi Sosial, mempelajari proses mental manusia sebagai anggota masyarakat. Sejarah, mempelajari aspek historis kehidupan manusia yang meliputi peristiwa kemanusiaan sesuai dengan kurun waktunya dan sesuai dengna urutan kejadian. Geografi, mempelajari relasi manusia dengan akan yang terungkapkan pada pemanfaatan alam dalam berbagai bentuknya. Evaluasi Pembelajaran IPS berlandaskan asas yang meliputi : 1. Asas Komprehensif atau asas keseluruhan 2. Asas Kontinuitas atau asas kesinambungan 3. Asas Objektif MODUL 2 SEJARAH PERKEMBANGAN IPS
Kegiatan Belajar 1 Sejarah perkembangan IPS secara umum
IPS adalah terjemahan dari social Studies.Untuk mengetahui perkembangan IPS ini, tentu kita harus melihat sejarah perkembangan social studies yang berkembang di Amerika Serikat. Perkembangan pemikiran ini dapat dilihat diberbagai karya Akademis yang dipublikasikan oleh National councilv for the social studies ( NCSS ) Definisi tentang “Social Studies” menurut Edgar Bruce Wasley pada tahun 1937 ( barr , Bart dan Shermis , 1977:12 ) yaitu “the social studies are the social sciences simplified for pedagogical purposes “. Social studies adalah ilmu- ilmu social yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan.Pengertian ini dikemudian dibakukan bahwa”social studies”meliputi aspek aspek sejarah,ilmu ekonomi, ilmu politik , sosiologi , antropologi, psikologi, ilmu geografi dan filsafat. Bila dianalisis dengan cermat . didalam pengertian awal,”social studies”tersebut diatas terkandung hal-hal sebagai berikut : 1. social studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu social 2. Disiplin dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan / pembelajaran baik pada tingkat persekolahan maupun pada tingkat pendidikan tinggi 3. Aspek-aspek dari masing-masing disiplin uilmu social itu perlu diseleksi sesuai tujuan tersebut 4. Antara tahun 1940-1950 NCSS mendapat serangan yang berkisar pada pertanyaan mesti tidaknya 5. social studies menanamkan nilai dan ikap demokratis kepada para pemuda. Hal itu tumbuh sebagai dampak yang melahirkan tuntutan bagi sekolah untuk berpartisipasi dalam mayarakat demokratis. Pada tahun 1960-an, timbul suatu gerakan akademis yang mendasar dalam pendidikan, yang secara khusus dapat dipandang sebagai suatu revolusi dalam social studies.Yang dipelopori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu social.Kedua kelompok ilmuan tersebut terpikat oleh social studies, antara lain karena pada saat itu pada pemerintah federal menyediakan dana yang sangat besar untuk perkembangan kurikulum.Namun demikian sampai tahun 1970-an ternyata gagasan untuk mendapatkan the new spcial studies belum menjadi kenyataan.Isu yang terus menrpa social studies. Pada tahun 1940-1960 ditegaskan oleh Barr,dkk, ( 1977:36 ) yaitu terjadinya tarik menarik antara dua visi socisl studies, disatu pihak adanya gerakan mengintegrasi diberbagai disiplin ilmu social untuk tujuan citicenship education.Dilain pihak,terua bergulirnya gerakan pemisahan berbagai disiplin ilmu social yang cenderung memperlemah konsepsi social studies education. Pada tahun 1955 terjadi terobosan besar , demikian diungkapkan Barr,dkk.( 1977:37 ) berupa inovasi Maurice Hunt dan Lawrence Metcalf yang mencoba melihat cara baru dalam pengintegrasian pengatahuan dan keterampilan ilmu social untuk tujuan citizenship education. Tekanan perubahan lain yang juga cukup dahsyat muncul pada tahun 1957 dalam bentuk upaya komperenhansip untuk mereformasi social studies.Pemicu perubahan tersebut adalah keberhasilan Rusia meluncurkan pesawat ruang angkasa “sputnik”yang telah membuat Amerika menjadi panic dan merasa jauh tertinggal dari Rusia. Gerakan the new social studies yang menjadi pilar dari mpermukaan social studies pada tahun 1960-an , bertolak dari kesimpulan bahwa social studies dinilai sangat tidak efektif dalam mengajarkan substansi yang mempengaruhi perubahan sikap para siswa.Oleh karena itu, para ilmuan dalam hal ini sejarawan dan ahli-ahli ilmu social bersatu padu untuk bergerak meningkatkan social studies kepada taraf higher level of intellectual pursuit ( Barr,dkk.1977:42 ) yakni mempelajari ilmu social secara mendasar dengan orientasi baru tersebut maka dimulailah era modus pembelajaran social science education. Pada dasa warsa 1960-an tercata (Barr,dkk:45) adanya perubahan orientasi pada disiplin akademik yang terpisah pisah kesuatu upaya untuk mencari hubungan interdisipliner. Untuk ini The social studies curriculum center at Syracuse mengindentifikasi 34 konsep dasar yang di gali dari sejumlah ilmu social yang dinilai perlu diajarkan disekolah. Pada dasa warsa 1970-an , demikian direkam Barr,dkk (1877:46) terjadi pertemuan social studies yang serupa dengan perkembangan sebelumnya.Para ahli ternyata mendapatkan kesimpulan yang sama yakni terlepas dari upaya pemerintah belum banyak terjadi perubahan disekolah Barr,dkk(1978:1917) Jika dilihat dari visi, misi strateginya ,Barr,dkk (1978:1917) social studies telah dan dapat dikembangkan dalam tiga tradisi yakni social studies taught as citizenship transmission, sogialstudies tought as social science, and social studies tought asreflegtive inguiry.Masing masing tradisi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Tradisi citizenship transmission merujuk pada suatu modus pembelajaran social yang bertujuan untuk mengembangkan warga Negara yang baik yang ditandai oleh confoms to certain accepted practices, hold particular belief, isloyal to certain values, participates in certain activities. And conform to norm which are often local to character. Sedangkan tradisi social science merupakan modus pembelajaran social yang juga mengembangkan karakter warga Negara yang baik, yang ditandai oleh kemampuannya dalam melihat dan mengatasi masalah-masalah social dan personal dengan menggunakan visi dan cara kerja ilmuwan social. Dilain pihak tradisi revlective inguiry merupakan modus pembelajaran social yang menekankan pada hal yang sama yakni pengembangan waraga Negara yang baik dengan criteria yang berbeda yaitu dilihat dari kemampuannya. Jika dilihat dari definisi dan tujuannya, social menurut laporan tersebut terkandung dalam hal sebagai berikut: 1. Pertama social studies merupakan mata pelajaran dasar diseluruh jenjang pendidikan persekolahan. 2. Kedua tujuan utamamata pelajaran ini ialah mengembangkan siswa untuk menjadi warga Negara yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan. 3. Ketiga konten pembebelajarannya digali dan diselaksi dari sejarah dan ilmu-ilmu social 4. Keempat pembelajarannya menggunakan cara-cara yang mencerminkan kesadaran pribadi , kemasyarakatan, pengalaman budaya perkembangan siswa. Pada tahun 1992 the bord of direction of the nationa council for the social studies mengadopsi visi terbaru mengenai social studies yang kenudian diterbitkan dalam dokuman resmi NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectations of excellence: curriculum standart of social studies.Dokumen ini nampaknya yang sedang mewarnai pemikiran dan praksid social studies di Amerika Serikat saat ini. Didalam dokumen teresbut ( NCSS, 1994:13) diadopsi pengertian social studies sebagai berikut: Secara essensial terkandung visi, misi, dan strategi pendidikan social studies yang mengokohkan kristalisasi pemikiran yang lebih solid dan kohesif dari pakar dan praktisi yang tergabung dalam NCSS.Yang secara social akademik sangat berpengaruh di Amerika serikat, yang juga biasanya memberi dampak yang sangat signifikan terhadap pemikiran dan praksis dalam bidang itu dan Negara lain. Sebagai rambu-rambu dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan setrategi baru social studies tersebut, NCSS (1994) menggariskan hal-hal sebagai berikut: Pertama program social studies mempunyai tujuan pokok yang ditegaskan kembali bahwa civic competence itu bukanlah menjadikan tanggung jawab dari social studies . Kedua program social studies dalam dunia pendidikan persekolahan mulai dari taman kanak- kanak sampai dengan pendidikan menengah ditandai oleh keterpaduan know ladge, skill, and attitudes within and cross disciplines ( NCSS.1994:3 )hal ini memberikan dasar bahwa pendidikan social studies memiliki dua akternatif yakni yang bersifat monodisipliner. Pda kelas rendah ditekankan pada social studies yang mengintegrasikan beberapa disiplin yang bertolak dari suatu tema tertentu misalnya tema tine, continutity, an cange sedangkan pada kelas lanjutan dan menengah program social studies dapat diteruskan dengan mengintegrasikan secara interdisipliner yang sering disebut dengan secara interdisciplinary yang lebih luas. Ketiga program social studies dititikberatkan pada upaya membantu siswa dalam construcl a know base and attitudes drawn from academic diciplines as specialized ways of viewing reality ( NCSS ,1994:4). Disini siswa di perankan bukan sebagai penerima pengetahuan yang pasif, tetapi sebagai pembangun pengetahuan dan sikap yang aktif melalui cara pandang escara akademik terhadap realita Keempat program social studies mencerminkan “The chaging nature know , ledge, fostering entirely now and highly integrated approfe dres to resolving issue of significance to humanity”(NCSS 1994:5) dengan begitu hakikat pengetahuan yang semula dilihat secara kotak- kotak kini harus dilihat secara terpadu yang menuntun perlibatan sebagai disiplin.
KEGIATAN BELAJAR 2 Sejarah Perkembangan IPS di Indonesia
Untuk menelusuri perkembangan pemikiran / konsep Pendidikan IPS di Indonesia secara histories epistomologis terasa sangat sukar karena ada dua alasan 1. Di Indonesia belum ada profisional bidang pendidikan IPS seperti NCSS ( national Council for the social studies) 2. Perkembangan kurikulum dan pembelajaran IPS sebagai ontology ilmu pendidikan ( disiplin ) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual / kelompok pakar yang ditugasi secara incidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui pusat pengembangan kurikulum dan sarjana pendidikan badan penelitian perkembangan ( BALITBANG DIKNAS ) dan pusat kurikulum ( purkur ) Istilah IPS untuk pertama kalinya muncul dalam seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo, dalam winata putra, 1972; 42 ada 3 istilah yang muncul dan digunakan secara bertukar pakai (in tere hangeably), yaitu: 1. Pengetahuan social 2. Studi social 3. Ilmu Pengetahuan Social Ketiga istilah tersebut diartikan sebagai suatu studi masalah-masalah social yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah- masalah social itu dapat dipahami oleh siswa. Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk kedalam dunia persekolahan terjadi pada tahun 1972- 1973,yakni dalam kurikulum proyek perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam kurikulum SD PPSP diartikan sama dengan pendidikan kewarganegaraan , sedangkan dalam kurikulum sekolah menengah 4 tahun, digunakan istilah 1. Studi Social 2. Pendidikan kewarganegaraan 3. Civies dan hokum Pada tahap ini konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk , yaitu: 1. Pendidikan IPS , terintegrasi denagn nama pendidikan kewargaan Negara / Studi Social 2. Pendidikan IPS terpisah , dimana istilah IPS hanya digunakan sebagai konsep, payung untuk mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi. 3. Pendidikan kwargaan Negara sebagai suatu bentuk Pendidikan IPS khusus, yang dalam konsep tradisi Social Studies termasuk “Citizenship Trans Mission”(Barr , dkk;1978) Konsep pendidikan IPS tersebut kemudian memberi Inspirasi terhadap kurikulum 1975 , menampilkan 4 profil, yakni : a. Pendidikan moral pancasila menggantikan kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadahi tradisi citizenship transmission b. Pendidikan IPS terkonferdasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep paying yang menaungi mata pelajaran geografi ,sejarah dan ekonomi koperasi. c. Pendidikan IPS terpadu untuk sekolah dasar d. pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah , geografi , ekonomi, untuk SMA atau sejarah dan Geografi untuk SPG. Secara konseptual mata pelajaran ini masih tetap merupakan bidang pendidikan IPS yang khusus mewadahi tradisi citizenship transmission dengan muatan utama butir-butir pancasila yang diorganisasikan dengan menggunakan pendidikan spiral of concept development ala Taba dan expanding evirenment approach ala Hanna dengan bertitik tolak dari masing-masing sila pancasila. Dalam kurikulum 1994, mata pelajaran social khusus yang wajib diikuti semua siswa ( SD, SLTA, SMU) sedang mata pelajaran IPS diwujudkan dalam : 1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas III-VI 2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTA yang mencakup materi geografi , sejarah dan ekonomi koperasi 3. Pendidikan terpisah, yang mirip dengn tradisi “Sosial Studies” Dilihat dari tujuan setiap mata pelejaran sama / memiliki tujuan yang bervariasi 1. Sejarah, untuk menanamkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini 2. Ekonomi, untuk memberikan pengetahuan konsep-konsep dan teori sederhana untuk menjelaskan fakta, peristiwa dan masalah ekonomi yang dihadapi 3. Sosiologi, untuk memberikan kemampuan secara kritis berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang muncul. Seiring dengan perubahan masyarakat dan budaya. 4. Tata Negara, untuk meningkatkan kemampuan agar siswa memahami penyelenggaraan Negara sesuai dengan tata kelembagaan Negara, tata peradilan, sistim pemerintahan Negara RI maupun Negara lain. 5. Antropologi, untuk memberikan pengetahuan mengenahi proses terjadinya kebudayaan , pemanfaatan dan perwujudan dalam kehidupan sehari-hari. M.Numan Somantri selaku pakar dan ketua HISPISI, kembali menegaskan adanya 2 versi PIPS. Sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan Yogyakarta tahun 1991 Versi PIPS untuk pendidikan dasar dan menengah ; PIPS adalah penyederhanaan, adaptasidari disiplin ilmu-ilmu social dan humairo, serta kegiatan dasar manusia, yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagagis / psikologis untuk tujuan pendidikan. Versi PIPS untuk jurusan pendidikan IPA-IKIP PIPS adalahseleksi dari disiplin ilmu-ilmu social dan humaninior serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Dilihat dari perkembangan pemikiran yang berkembang di Indonesia sampai saat ini pendidikan IPS terpilih dalam 2 arah : 1. PIPS, untuk persekolahan dan dasarnya merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu social, dan humaiora yang diorganisasikan secara psikopedagogis untuk tujuan pendidikan persekolahan 2. PDIPS, untuk perguruan tinggi, pda dasarnya merupakan penyelesaian dan pengorganisasian secara ilmiah dan meta psikopedagogis dari ilmu social, humaniora dan disiplin lain yang relevan untuk tujuan pendidikan professional guru IPS PIPS untuk dunia persekolahan terpilah menjadi 2 versi / tradisi 1. Tradisi citizenship transmission dalam banyak mata bentuk mata pelajaran pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan dan sejarah Indonesia 2. Tradisi social science dalam bentuk mata pelajaran terkonfenderen untuk SLTA, dan IPS terpisah-pisah untuk SMU Secara filsafat ilmu pengetahuan bagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan bersifat ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang terorganisasikan dan bersistem yang digali dan dibangun dengan menggunakan pendekatan ilmiah menurut Golmark ( 1968, dalam bank, 1977:16 ) yaitu “Bahwa suatu kebenaran tidaklah mutlak dan tidak berubah , akan tetapi merupakan suatu kesimpulan yang disepakati komutis yang memahaminya dengan baik dan menghasilkan sesuatu. Suatu metode ilmiah mempunyai ciri-ciri : Systematyzed, Precise, expanding, testable, open itu public judgment, demans responsibility dan reconstructable. Bidang pengetahuan yang bersifat ilmiah ini dikenal sebagai suatu disiplin ilmu. Logika disiplin ilmu seperti di kemukakan oleh Gold mark pada dasarnya mencerminkan apa yang menjadi telaah dan bagaimana pengetahuan itu digali dan dikembangkan dengan mengikuti prinsip dan prosedur yang baku . Dalam wacana filsafat pengetahuan ( suriasumantri, 1984 , 1986 ) Terang tersebut dikenal sehingga “landasan antologi dan epistemology” Logika eksternal seperti dikemukakan oleh Dufty ( 1967 ) dan Somantri ( 1998 ) pada dasarnya mencerminkan seharusnya pengetahuan itu digunakan sehingga memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakan Negara , apabila mungkin terhadap masyarakat dunia. Dalam wacana filsafat pengetahuan kerangka pemikiran teresbut dikenal sebagai “ Landasan Aksiologi “ PDIPS tersebut sebagai berikut: 1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP, dan SMU 2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP / FKIP 3. Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SUP, dan SMU 4. disiplin ilmu-ilmu social , humaniora, dan disiplin lain yang relevan. 5. Teori, prinsip, strategi, media dan evaluasi pembelajaran IPS 6. Masalah-masalah social dan masalah ilmu dan teknologi yang berdampak social 7. Norma agama yang melandasi dan memperbuat profesionalisme 8. Paradigma pembangunan pengetahuan dalam bidang PDIPS Hal yang dimaksud dengan paradigma adalah accepted pattern or model : ( kuhn:1970 ). Ser ofperasional paradigma pembangunan pengetahuan dalambidang PDIPS diartikan sebagai pola pikir , pola sikap , dan pola tindak yang tertata secara utuh yang seyogyanya digunakan oleh para pakar /ilmuan PDIPS dalam melakukan kegiatan” Kontruksi, interprestasi , tranformasi dan rekontruksi ( KITR )”pengetahuan sampai pda akhirnya ditemukan teori ( Sanusi, 1998 : 19 ) Teori inilah yang pda gilirannya membangun suatu system pengetahuan / disiplin ilmu . Namun demikian disiplin itu sendiri tidak dapat dipandang hanya sebagai akumulasi informasi , fakta ,teori / paradigma.Melainkan system berfikir.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita