Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU
A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobakterium
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Bruner
dan Suddart. 2002).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium tuberculosis (Elizabeth J. Corwn, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium
tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru
adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan
mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau
saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.
B. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas
asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat
tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari
sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif
lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-
paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya
sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan
terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh
karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik
terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J powh
2001)
1) Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2) Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam terapi
kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3) Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4) Individu tanpa perawatan yang adekuat
5) Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by pass
gatrektomi.
6) Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin
Karibia)
7) Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8) Individu yang tinggal di daerah kumuh
9) Petugas kesehatan
C. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat
akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila
ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T ) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai
reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung
dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah
berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas
lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak
membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga
tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat
terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain
atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil,
kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut
limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya
merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk
kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum
Batuk terus menerus dan berdahak 3 (tiga) minggu atau lebih. Merupakan proses
infeksi yang dilakukan Mycobacterium Tuberkulosis yang
menyebabkan lesi pada jaringan parenkim paru.
2. Gejala lain yang sering dijumpai
a. Dahak bercampur darah
Darah berasal dari perdarahan dari saluran napas bawah, sedangkan dahak adalah
hasil dari membran submukosa yang terus memproduksi sputum untuk berusaha
mengeluarkan benda saing.
b. Batuk darah
Terjadi akibat perdarahan dari saluran napas bawah, akibat iritasi karena proses
batuk dan infeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
c. Sesak napas dan nyeri dada
Sesak napas diakibatkan karena berkurangnya luas lapang paru akibat terinfeksi
Mycobacterium Tuberkulosis, serta akibat terakumulasinya sekret pada saluran
pernapasan. Nyeri dada timbul akibat lesi yang diakibatkan oleh infeksi bakteri,
serta nyeri dada juga dapat mengakibatkan sesak napas.
d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih
dari sebulan. Merupakan gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang terus
menerus mengakibatkan kelemahan, serta nafsu makan berkurang, sehingga berat
badan juga menurun, karena kelelahan serta infeksi mengakibatkan kurang enak
badan dan demam meriang, karena metabolisme tinggi akibat pasien berusaha
bernapas cepat mengakibatkan berkeringat pada malam hari.
F. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tubercolosis setadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoplosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolabs dari lobus akibat tertraksi bronkial
3. Bronkietasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif pada paru).
4. Pneumotoraks (adanya udara didalam rongga pleura) spontan, kolabs spontan karena
kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ – organ lain seperti otak, tulang, ginjal, dan lain – lain.
6. Insufisiensi kardiopulmoner ( cardiopulmonary insufficiency)
G. Klasifikasi
Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:

Kelas Tipe Keterangan


0 Tidak ada pejanan TB. Tidak ada riwayat terpajan.
Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes tuberculin
negative.
1 Terpajan TB Riwayat terpajan
Tidak ada bukti infeksi Reaksi tes kulit tuberkulin negative
2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif
Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negative (bila
dilakukan)
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik
atau radiografik Tb aktif
3 TB, aktif secara klinis Biakan M. tuberkulosis (bila
dilakukan).
Sekarang terdapat bukti klinis,
bakteriologik, rsdiografik penyakit
4 TB, Riwayat episode TB atau
Tidak aktif secara klinis Ditemukan radiografi yang abnormal
atau tidak berubah;reaksi tes kulit
tuberkulin positif dan tidak ada bukti
klinis atau radiografik penyakit
sekarang
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda
(Price, 2005)
H. Pemeriksaan penunjang
1. Diagnosis TB paru
 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -
pagi - sewaktu (SPS).
 Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
 Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
 Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
 Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lainlainnya.
 Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada
metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
c. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm
atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik
sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
d. Anemia bila penyakit berjalan menahun
e. Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
f. LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali
normal pada tahap penyembuhan.
g. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
h. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
i. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
j. Tuberkulosis paru BTA positif.
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
k. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
4. Pemeriksaan RadiologisFoto thorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada
area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan
menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.
I. PENATALAKSANAAN
Panduan OAT dan peruntukannya:
1. Kategori -1(2 HRZE / 4H3R3)
Diberikan untuk pasien baru
a) Pasien barui TB paru BTA positif
b) Pasien TB paru BTA negatif thorak positif
c) Pasien TB ekstra paru
2. Kategori – 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)
Diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnyaq
a) Pasien kambuh
b) Pasien gagal
c) Pasien dengan pengobatan 3 tahun terputus ( Default)
3. OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk taha kategori -1 yang
diberikan selama sebulan ( 28 hari)
Jenis dan dosis obat OAT
1. Isoniasid (H)
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif.
Dosis harian yang dianjurkan 5 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 X semingggu diberikan dengan dosis 10 mg / kg BB.
2. Rifamisin (R)
Dapat membununuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh
isoniasid. Dosis 10 mg / kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermiten 3 X seminggu.
3. Pirasinamid (Z)
Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian dianjurkan 25 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten
3 X seminggu
4. Streptomisin (S)
Dosis harian dianjurkan 15 mg / kg BB, sedeangkan untuk pengobatan
intermiten 3 X seminggu diberikan dengan dosis yang sama. Penderita berumur
sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/ hari. Sedangkan untuk berumur 60 th atau
lebih diberikan 0,50 gr/ hari.
5. Ethambutol (E)
Dengan dosis 15 (12-18) untuk dosis perhari dan 15 (12-18) untuk 3 kali
seminggu.
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN

1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar
seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
 Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
 Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
Biasanya pada keluarga yang kurang mampu. Masalah berhubungan dengan
kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang
banyak.Tidak bersemangat dan putus harapan.
 Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi
rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang, daerah di dalam rumah
lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah anggota keluarga yang banyak.
6. Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota keluarga
banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka sehingga sinar
matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan pertukaran udara kurang,
sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan
kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak nafas, mudah
lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat pada malam
hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, sedangkan dalam
hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa, penglihatan dan pendengaran)
jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan kecemasan
akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang
pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak
berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal hubungan dan peran
yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari penularan terhadap anggota
keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges, 1999).
9) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan berkeringat pada
malam hari
10) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
11) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
12) Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
13) Cardiovaskuler
14) Gejala : takikardia
7. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan menurun.
Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan.
 Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura,
perkusi memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa
rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
 Palpasi
badan teraba hangat (demam)

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
: Positif untuk basil asam-cepat.
 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
 Anemia bila penyakit berjalan menahun
 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
 LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal
pada tahap penyembuhan.
 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB
paru kronis luas.
 Tuberkulosis paru BTA positif.
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Tuberkulosis paru BTA negatif
 Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
b. Radiologi
 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih
berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak
pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan
pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio
lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu:
kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.
9. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema
bronchial.
4) Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia,
penurunan kemampuan finansial.
5) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
6) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
8) Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan
tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognitif
9) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan batuk darah
10) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 kejaringan berkurang
10. Intervensi
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis.
Tujuan: Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.
Kriteria Hasil :
- Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko penyebaran infeksi
- Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup dalam
melakkan lingkungan yangnyaman.
- TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi
Intervensi
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara
selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi.
Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi program
pengobatan untukmencegah pengaktifan berrulang. Pemahaman bagaimana
penyakit disebarkan dan kesadarankemungkinan tranmisi membantu pasien /
orang terdekat untuk mengambil langkah mencegah infeksike orang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib,
dan tetangga.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran/ terjadinya infeksi.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu,
menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai dan
teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untukmengulangi demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang stigma
sosial sehubungandengan penyakit menular.
5. Observasi TTV (suhu tubuh).
Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam indikator
adanya infeksi lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkolusis,
contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun adanya dibetes militus,
kanker, kalium.
Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup
dan menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.
7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga/ penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan.
8. Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering makanan kecil
dan makanan besardalam jumlah yang tepat.
Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan
terhadap proses infeksi danmengganggu penyembuhan.
9. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, diharapkan
bersihan jalan napas pasien efektif
Kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- ronchi tidak ada
- sputum berkurang atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-24)x/menit
Intervensi
1. Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan obstruksi
jalan napas
2. Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi derajat
kelainan pernafasan
3. Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4. Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
5. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
6. Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga jalan
nafas klien kembali efektif
7. Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu pengeluaran sekret
8. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan fibrasi yang
dapat membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien
kembali efektif
9. Lakukan suction bila perlu
Untuk membantu mengeluarkan secret agar jalan nafas kembali paten
Kolaborasi
- Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
- Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik,
antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan pertukaran gas
kembali efektif
Kriteria hasil :
- Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
- Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
- Napas teratur
- Tanda vital stabil
- Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100
mmH
Intervensi :
1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya proses
penyakit
2. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta mencatat
adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat (circumoral).
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap demam.
Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat
mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya hipotensi,pucat,
cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta dispnea berat dan
kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk memfasilitasi
resolusi infeksi.
4. Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering
menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya. Intubasi
dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi respirasi berat.
Kolaborasi
- Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul
dan masker
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg,
oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien
- Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi
perubahan
4) Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual muntah dan intake tidak adekuat.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
adekuat, dengan kriteria hasil:
- Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
- Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat
mual/rnuntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat
2. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet
pasien.
3. Monitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar
(BAB).
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
5. Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan
yang dapat merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
- Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.
- Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
5) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol.
Kriteria hasil :
- Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
- Pasien tampak rileks
Intervensi:
1. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan
karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
2. Pantau TTV
Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri,
khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang, relaksasi/latihan nafas
Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan
membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 09.03 dari
http://akperpemprov.jatengprov.go.id

Anonim. 2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. diakses


tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.klikpdpi.com/ konsensus/tb/tb.pdf 2002

Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan),
Bandung

Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru. Diakses
tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.scribd.com /doc/52033675/

Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:Media Aeculapius

Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Editor :


Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika

Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC

Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8.
Jakarta : EGC

Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai