Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KONSEP PENJAMINAN MUTU ASUHAN KEPERAWATAN

Disusun Oleh :

Kelompok 7

ANDI MIRNAWATI

AMALIA

DINDA ASWINA

AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Manajemen Keperawatan dengan makalah yang berjudul” KONSEP
PENJAMINAN MUTU ASUHAN KEPERAWATAN”, karena dengan ijin-Nya
lah ringkasan makalah ini dapat terselesaikan.

Walaupun makalah ini jauh dari kesempurnaan, namun sedikit dapat


menambah wawasan dan pengetahuan untuk terus berjuang mencapai
kesempurnaan yang mungkin membutuhkan perjuangan yang tiada henti-
hentinya.

Maka dari itu besar harapan kami untuk masukan saran dan kritik guna
perbaikan dan kesempurnaan ringkasan makalah ini, sehingga dapat
menghantarkan para mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan sesuai
dengan tujuan pendidikan Nasional yang dicita-citakan.

Dan semoga dari adanya tugas makalah ini dapat mendorong minat belajar
dan rasa ingin tahu mahasiswa-mahasiswi lain nya untuk terus maju. Dan
terimakasih pula kami ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

Samarinda, 29 Maret 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mutu pelayanan kesehatan saat ini sudah sangat sering dibicarakan, baik
dari pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan itu sendiri, maupun dari pihak
masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan kesehatan. Menurut Pohan
(2012) pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan telah menjadi suatu kiat
yang sistemik serta terus menerus dievaluasi dan disempurnakan sebagai
salah satu perangkat yang sangat berguna bagi mereka yang mengelola dan
merencanakan layanan kesehatan. Pendekatan itu juga merupakan bagian dari
keterampilan yang sangat mendasar bagi setiap pemberi (provider) layanan
kesehatan yang secara langsung melayani pasien. Mutu pelayanan tidak
terlepas dari satu profesi saling keterkaitan,tergantung pada mutu pelayanan
medis dan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien .
Pelayanan keperawatan yang baik didasarkan pada kualitas tindakan
profesional perawat. Menurut Puspitarini (2009) mutu pelayanan keperawatan
adalah pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat
menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang berkualitas,
efesien, inovatif dan menghasilkan customer responsiveness. Mutu pelayanan
keperawatan sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan menjadi salah
satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan di masyarakat.
Kualitas pelayanan yang berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima
unsur yang biasa dikenal dengan “RATER” yakni (Responsiveness)
menunjukan segala bentuk aktualisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan
orang-orang yang menerima pelayanan sesuai dengan daya tangkap,
(assurance) menumbuhkan adanya jaminan, (Tangible) menunjukan adanya
bukti fisik yang dapat dilihatnya, (empathy) menurut empati dari orang-orang
yang memberikan pelayanan sesuai dengan keandalannya, (Reliability)
menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara konsekuen untuk
memuaskan yang menerima pelayanan.
Penilaian mutu pelayanan dan asuhan keperawatan perlu dilakukan guna
untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan rumah sakit. Untuk
mengukur kualitas pelayananan rumah sakit salah satunya ditentukan oleh
lama hari rawat. Menurut Depertemen Kesehatan RI (2010) lama hari rawat
digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan rumah sakit yang tidak dapat
dilakukan sendiri tetapi harus bersama dengan interpretasi lama pemakaian
tempat tidur Bed turn over (BTO) dan rata-rata dimana tempat tidak ditempati
(kosong) turn over interval (TOI). Secara umum nilai lama hari rawat yang
ideal berdasarkan standar pelayanan minimal rumah sakit Depkes RI (2010)
adalah 4-5 hari.
Lama hari rawat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
tenaga kesehatan yang menangani pasien. Tenaga kesehatan yang menangani
pasien cukup berperan dalam menentukan mamanjangnya lama hari rawat,
dimana perbedaan keterampilan antara dokter dan perawat akan
mempengaruhi kinerja dalam penanganan kasus. Perawat merupakan tenaga
kesehatan yang memiliki intensitas waktu lama dalam berinteraksi dengan
pasien (Wartawan, 2011).
Untuk mengoptimalkan hari rawat, perawat diharapkan mengoptimalkan
proses keperawatan dengan mengembangkan patient care pathway sebagai
alat kendali mutu rumah sakit. Menurut Calhoun (2015), manajemen asuhan
keperawatan yang didalamnya yang terdapat proses keperawatan bisa
dikembangkan dalam patient care pathway atau lebih dikenal dengan clinical
pathway. Proses keperawatan memberikan kerangka membangun clinical
pathway. Ulasan singkat dari proses keperawatan yang disertai diskusi
tentang cara memasukkan setiap elemen pada kerangka tersebut mengarahkan
pada pencapaian tujuan. Penerapan clinical pathway dapat menjadi salah satu
alternatif manajemen asuhan keperawatan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan dan dapat digunakan sebagai alat kendali mutu rumah sakit
sebagaimana salah satu tujuan akreditasi rumah sakit.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Mutu


2.2.1 Pengertian
Kualitas atau mutu adalah tingkat dimanan pelayanan kesehatan
pasien ditingkatan mendekati hasil yang diharapkan dan mengurangi
faktor- faktor yang tidak di inginkan (Depkes RI,2010). Kualitas mutu
pelayanan kesehatan dasar adalah kesesuaian antara pelayanan kesehatan
dasar yang disediakan atau diberikan dengan kebutuhan yang memuaskan
pasien atau kesesuaian dengan ketentuan standar pelayanan (Ridwan,
2017).
Layanan kesehatan yang berkualitas adalah suatu layanan yang
dibutuhkan, dalam hal ini di tentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan
sekaligus dinginkan baik oleh pasien ataupun masyarakat serta terjangkau
oleh daya beli masyarakat (Pohan,2012)
2.2.2 Dimensi Mutu Pelayanan
Dimensi kualitas layanan kesehatan antara lain (Pohan,2012):
1. Dimensi kompetensi teknis (keterampilan, kemampuan, dan
penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan).
2. Keterjangkauan atau akses (layanan kesewhatan harus dapat dicapai
oleh masyarakat tanpa terhalang oleh keadaan geografis, sosial,
ekonomi, organisasi dan bahasa).
3. Efektifitas (bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan
dengan tepat, konsisten, dan sesuai siyuasi setempat) dan sangat
berkaitan dengan keterampilan dalam mengikutti prosedur yang
terdapat dalam layanan kesehatan.
4. Efesiensi (dapat melayani lebih banyak pasien atau masyarakat).
5. Kesinambungan (pasien harus dapat dilayani sesuai dengan
kebutuhan).
6. Keamanan ( aman dari resiko cedera, infeksi dan efek samping atau
bahaya yang ditimbulkan oleh layanan kesehatan itu sendiri).
7. Kenyamanan (kenyamanan dapat menimbulkan kepercayaan pasien
kepada organisasi layanan kesehatan).
8. Informasi ( mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa,
siapa, kapan, dimana, dan bagaimana layanan kesehatan akan dan
telah dilaksanakan. Hal ini penting untuk tingkat puskesmas dan
rumah sakit).
9. Ketepatan waktu ( agar berhasil, layanan kesehatan itu harus
dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan
yang tepat, dan menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta
biaya yang efisien).
10. Hubungan antar manusia ( merupakan interaksi antar pemberi
pelayanan kesehatan dengan pasien, antar sesama pemberi layanan
kesehatan. HAM ini akan memberi kredibilitas dengan cara saling
menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif
memberi perhatian.

Zeithmalh dalam tjiptono (2016) menyatakan bahwa damam menilai


mutu atau jasa pelayanan, terdapat sepuluh ukuran mutu jasa atau
pelayanan, yaitu :

a) Tangible (nyata)

b) Reliability (keandalan)

c) Responsiveness (cepat tanggap)

d) Competence (kompetensi)

e) Acces (kemudahan)

f) Courtesy (keramahan)
g) Communication (komunikasi)

h) Credibility (kepercayaan)

i) Security (keamanan)

j) Understanding the customer (pemahaman pelanggan)

Lori Diprete dalam Bustami (2011) menyatakan bahwa kegiatan


penjamin mutumenyangkut satu atau beberapa dimensi mutu, yaitu:
Technical competence (Kompetensi teknis), Access to service (akses
terhadap pelayanan), Effectiveness (efektifitas), Human relation (
hubungan antar manusia), Efficiency ( efesiensi), Contiuity of serice (
kelangsungan pelayanan), Safety (keamanan),dan Amenity (kenyamanan).
Namun,dalam perkembangan selanjutnya dalam penelitian dirasakan
adanya dimensi mutu pelayanan yang saling tumpang tindih satu dengan
yang lainya yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Selanjutnya oleh
parasuraman (2009) dimensi tersebut difokuskan menjadi 5 dimensi
kualitas jasa atau pelayanan,yaitu :

a) Tangible (berwujud) : meliputi penampilan fisik dari fasilitas,

peralatan, karyawan dan alat-alat komunikasi.

b) Realibility (keandalan): yakni kemampuan untuk melaksanakan

jasa yang telah di janjikan secara konsisten dan dapat diandalkan

(akurat).

c) Responsiveness (cepat tanggap): yaitu kemampuan untuk

membantu pelanggan (konsumen) dan menyediakan jasa atau

pelayanan yang tepat dan cepat.


d) Assurance (kepastian): mencakup pengetahuan dan keramah

tamahan para karyawan dan kemampuan mereka untuk

menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, kesopanan dan sifat

dapat dipercaya yang memiliki para staf,bebas dari bahaya, risiko

atau keraguan.

e) Empaty (empati) : meliputi pemahaman pemberian perhatian secara

individual kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan

komunikasi yang baik,dan memahami kebutuhan pelanggan.

Menurut Pohan (2012) kebutuhan pelanggan layanan kesehatan

meliputi kebutuhan terhadap akses layanan kesehatan, artinya

kemudahan memperoleh layanan kesehatan yang dibutuhkan,

kebutuhan terhadap layanan yang tepat waktu, artinya tingkat

ketersediaan layanan kesehatan pada saat dibutuhkan, kebutuhan

terhadap layanan kesehatan yang efisien dan efektif artinya biaya

layanan kesehatan terjangkau, dan kebutuhan layanan kesehatan yang

tepat dan layak artinya layanan kesehatan diberikan sesuai dengan

kebutuhan pasien.

k. Cara mengukur kualitas


Banyak kerangka pikir yang dapat digunakan untuk mengukur mutu.
Pada awal upaya pengukuran kualitas layanan kesehatan, Donabedian
mengusulkan tiga kategori penggolongan layanan kesehatan yaitu
srtuktur, proses, dan keluaran (Pohan,2012).

a) Standar struktur
Standar struktur adalah standar yang menjelaskan
peraturan sistem,kadang – kadang disebut juga sebagai
masukan atau struktur. Termasuk kedalamnya hubungan
organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite,
personal, peralatan gedung, rekam medik, keuangan,
perbekalan onat dan fasilitas. Standar struktur merupakan
ruler of the game. Jika dikaitkan denagn pelayanan KB
standar struktur menyangkut bidan sebagai pemberi.
b) Standar proses
Standar proses adalah sesuatu y6ang menyangkut semua
aspek pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan, melakukan
prosedur dan kebijakan. Standar proses akan menjelaskan apa
yang harus dilakukan, bagaimana melakukanya dan bagaimana
sistem kerja. Denagan kata lain, standar proses adalah playing
the game. Jika dikaitkan dengan pelayanan KB standar proses
menyangkut prosedur pelayanan KB, yaitu standar pelayanan
KB.
c) Standar keluaran
Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan
kesehatan.standar keluaran akan menunjukan apakah layanan
kesehatan berhasil atau gagal. Keluaran (outcame) adalah apa yang
diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari layanan yang di
selenggarakan dan terhdap apa keberhasilan itu di ukur . Jika
dikaitkan dengan pelayanan KB standar KB adalah kualitas
layanan KB yang dirasakan oleh pengguna layanan KB sebagai
penerima pelayanan KB, apakah merasa puas atau tidak, jika
pasien KB merasakan kepuasan, maka pelayanan KB yang
diberikan dapat dinyatakan berhasil.

2.2 Konsep teoritis penjaminan mutu


Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen,
produsen dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan.
Khusus pelayanan Kesehatan Jaminan mutu pelayanan kesehatan adalah
proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pelayanan
kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders
memperoleh kepuasan (Suryadi, 2009).
2.2.1 Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu
Komite keperawatan memiliki tujuan untuk mewujudkan
profesionalisme dalam pelayanan keperawatan, memberikan masukan
kepada pimpinan rumah sakit berkaitan dengan profesionalisme perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan, menyelesaikan masalah-
masalah terkait dengan penerapan disiplin dan etik keperawatan serta
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Peran komite keperawatan dalam pengawasan mutu adalah sebagai
berikut (Ayun, 2014):
1) Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan profesi keperawatan
melalui kegiatan terorganisasi
2) Mempertahankan pelayanan keperawatan berkualitas dan aman bagi
pasien
3) Menjamin tersedianya perawat yang kompeten, etis sesuai dengan
kewenangannya
4) Menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan disiplin, etik
dan moral perawat
5) Melakukan kajian berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan
6) Menjamin diterapkannya standar praktik, asuhan dan prosedur
keperawatan
7) Membangun dan membina hubungan kerja tim di dalam rumah sakit
8) Merancang, mengimplementasikan serta memantau dan menilai ide-
ide baru
9) Mengkomunikasikan, mendidik, negosiasi dan merekomendasikan
hasil kinerja perawat untuk pengembangan karir.
2.2.2 Kualitas Pelayanan (TQM)
1. Definisi TQM
Total Quality Management adalah kualitas menjadi hal utama yang
menjadi titik fokus setiap perusahaan. Berbagai hal dilakukan untuk
meningkatkan kualitas yang diterapkan pada produk, pelayanan dan
manajemen perusahaan. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, lahirlah suatu inovasi yang dikenal dengan TQM.
Menurut Tjiptono & Anastasia (2012) TQM merupakan suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-
menerus atau produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.
Dalam kualitas pelayanan yang baik, terdapat beberapa jenis
kriteria pelayanan, antara lain adalah sebagai berikut:
1) Ketepatan waktu pelayanan, termasuk didalamnya waktu untuk
menunggu selama transaksi maupun proses pembayaran.
2) Akurasi pelayanan, yaitu meminimalkan kesalahan dalam
pelayanan maupun transaksi
3) Sopan santun dan keramahan ketika memberikan pelayanan
4) Kemudahan mendapatkan pelayanan, yaitu seperti tersedianya
sumber daya manusia untuk membantu pelayanan konsumen, serta
fasilitas pendukung seperti komputer untuk mencari ketersediaan
suatu produk
5) Kenyamanan konsumen, yaitu seperti lokasi, tempat parkir, ruang
tunggu yang nyaman, aspek kebersihan, ketersediaan informasi dan
lain sebagainya
2. Dimensi Kualitas Pelayanan
1) Tangibles
Adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan untuk
menampilkan yang terbaik bagi pelanggan. Baik dari sisi fisik
tampilan bangunan, fasilitas, perlengkapan teknologi pendukung,
hingga penampilan karyawan.
2) Reliability
Adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang
sesuai dengan harapan konsumen terkait kecepatan, ketepatan
waktu, tidak ada kesalahan, sikap simpatik dan lain sebagainya.
3) Responsiveness
Adalah tanggap memberikan pelayanan yang cepat atau responsif
serta diiringi dengan cara penyampaian yang jelas dan mudah
dimengerti.
4) Assurance
Adalah jaminan dan kepastian yang diperoleh dari sikap sopan
santun karyawan, konsumsi yang baik dan pengetahuan yang
dimiliki, sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya pelanggan.
5) Empati
Adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi
kepada pelanggan, hal ini dilakukan untuk mengetahui keinginan
konsumen secara akurat dan spesifik.
3. Prinsip-prinsip TQM
Prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5
pilar sistem, yaitu : produk, proses, organisasi, kepemimpinan dan
komitmen. Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler&Brunnell
(dalam Christopher, 2010: 165-166) yang dikutip oleh Drs. M.N
Nasution dalam bukunya yang berjudul Manajemen Mutu Terpadu,
mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya,
melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu,
diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu
organisasi dan empat prinsip utama dalam TQM, yaitu:
1) Kepuasan Pelanggan
Dalam Total Quality Management, konsep mengenai
kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya
bermaksan kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi
kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Kebutuhan
pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek,
termasuk dalam harga, keamanan dan ketepatan waktu.
2) Respek terhadap setiap orang

Dalam perusahaan berkualitas, setiap karyawan dipandangn


sebagai individu yang memiliki talenta dan kreatifitas yang
khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya
organisasi diperlukan dengan baik dengan diberikan
kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim
pengambil keputusan.

3) Manajemen berdasarkan fakta


Perusahaan kelas berkualitas berorientasi pada fakta,
maksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada
data, bukan sekedar pada perasaan. Ada dua konsep pokok
yang berkaitan dengan hal ini : (1) prioritas, yakni suatu konsep
yang menyatakan bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada
semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat
keterbatasan sumber daya yang ada, (2) variasi atau variabilitas
kinerja manusia, variasi/variabilitas (keragaman) kinerja/
kemampuan dari setiap anggota merupakan bagian yang wajar
dari setiap sistem organisasi. Maksudnya, setiap perbedaan
yang terjadi dikaji, kemudian ditetapkan langkah/ kebijakan
yang paling sesuai untuk diterapkan. Dengan demikian,
manajemen dapat mempredisikan hasil dari setiap keputusan
dan tindakan yang dilakukan.
4) Perbaikan yang berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan
proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara
berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus
PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang terdiri dari
langkah-langkah perencanaan dan melakukan tindakan koreksi
terhadap hasil yang diperoleh.
4. Metode Total Quality Management
Pembahasan mengenai metode TQM difokuskan pada tiga pakar
utama yang merupakan pelopor dalam pengembangan TQM.
Penjelasan selengkapnya dijelaskan Nasution (2012), sebagai berikut:
1) Metode W. Edwards Deming
Selama ini Deming dikenal sebagai Bapak gerakan TQM.
Deming mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di
Jepang, yaitu dengan memperkenalkan penggunaan teknik
pemecahan masalah dan pengendalian proses statistic (statistical
process control = SPC). Deming menganjurkan penggunaan SPC
agar perusahaan dapat membedakan penyebab sistematis dan
penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia berkeyakinan
bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang tidak
dapat dihindari dalam kehidupan industri.
Siklus Deming, siklus ini dikembangkan untuk
menghubungkan antara operasi dengan kebutuhan pelanggan dan
memfokuskan sumber daya semua bagian dalam perusahaan (riset,
desain, operasi dan pemasaran) secara terpada dan sinergi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan (Ross, 2011: 237). Siklus Deming
adalah model perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan
oleh W.Edward Deming yang terdiri atas empat komponen utama
secara berurutan yang dikenal dengan siklus PDCA (plan-do-
check-act).
2) Metode Joseph M. Juran
Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok/ sesuai untuk
digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa
suatu barang atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapakn
oleh pada pemakainya. Satu kontribusi Juran yang paling terkenal
adalah Juran’s Threee Basic Steps to Progress, diantaranya :
a) Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang
dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak
b) Mengadakan program pelatihan secara luas
c) Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat
manajemen yang lebih tinggi
3) Metode Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zore defect dan
pencegahan. Dalil manajemen kualitas menurut Crosby adalah
sebagai berikut :
a) Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan
Pada awalnya kualitas diterjemahkan sebagai tingkat
kebagusan atau kebaikan (goodness). Definisi ini memiliki
kelemahan, yaitu tidak menerangkan secara spesifik baik/
bagus itu bagaimana. Kualitas adalah memenuhi atau sama
dengan persyaratan (conformance to requirements). Kurang
sedikit saja dari persyaratannya maka suatu barang atau jasa
dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan tersebut dapat berubah
sesuai dengan keinginan pelanggan, kebutuhan organisasi,
pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi, serta pasar atau
persaingan.
b) Sistem Kualitas adalah pencegahan
Pada masa lalu, sistem kualitas adalah penilaian (appraisal).
Suatu produk dinilai pada akhir proses. Penilaian akhir ini
hanya menyatakan bahwa apabila baik, maka akan diserahkan
kepada distributor, sedangkan bila buruk akan disingkirkan.
Penilaian seperti ini tidak menyelesaikan masalah, karena yang
buruk akan selalu ada. Maka dari itu, sebaiknya dilakukan
pencegahan dari awal sehingga output-nya dijamin bagus serta
hemat biaya dan waktu. Dalam hal ini dikenal the law of tens .
maksudnya, bila kita menemukan suatu kesalahan di awal
proses, biayanya Cuma satu rupiah. Akan tetapi, atas dasar
itulah sistem kualitas menurut Corsby merupakan pencegahan.
c) Kerusakan Nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang
harus digunakan konsep yang berlaku di masa lalu, yaitu
konsep mendekati (close enough concept), misalnya efisiensi
mesian mendekati 95 persen. Namun, coba dihitung berapa
besarnya inefisiensi 5 persen bila dikalikan dengan penjualan.
Bila diukur dalam rupiah, maka baru disadari besar sekali
nilainya. Orang sering terjebak dengan nilai presentase,
sehingga Crosby mengajukan konsep kerusakan nol, yang
menurutnya dapat tercapai bila perusahaan melakukan sesuatu
dengan benar sejak pertama proses dan setiap proses.
2.2.3 Penilaian Kinerja Perawat
Penilain kinerja disebut juga sebagai performance appraisal,
performance evaluation, development review, performance review and
development. Penilaian kinerja merupakan kegiatan untuk menilai
keberhasilan atau kegagalan seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, penilaian kinerja harus berpedoman pada
ukuran-ukuran yang telah disepakati bersama dalam standar kerja (Usman,
2011).
Penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat
sesuai dengan standar praktik prefesional dan peraturan yang berlaku.
Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin
tercapainya standar praktek keperawatan. Penilaian kinerja merupakan alat
yang paling tepat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol
sumber daya manusiadan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat
digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai, dalam
rangka menghasilakn jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang
tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja
untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing
perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat yang
berkompeten (Nursalam, 2011).
1) Meningkatkan prestasi kerja staf secara indvidu atau kelompok
dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi
kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan
pelayanan di rumah sakit.
2) Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada
gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia
secara keseluruhannya
3) Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan
umpan balik kepada mereka tentang prestasinya
4) Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program
pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga
rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan trampl untuk
pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan
5) Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja
dengan meningkatkan gajina atau sistem imbalan yang baik
6) Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk
mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang
ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga daoat
mempererat hubungan antara atasan dan bawahan

Nursalam (2011), standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan


deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk menilai
pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien. Tujuan standar
keperawatan adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan,
mengurangi biaya asuhan keperawatan dan melindungi perawat dari
kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan
yang tidak terapeutik. Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan
kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan
pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar
praktek keperawatan telah di jabarkan oleh PPNI (Persatuan Perawat
Nasional Indonesia)(2010) yang mengacu dalam tahapan proses
keperawatan yang meliputi : (1) pengkajian, (2) diagnosa keperawatan,
(3) Perencanaan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi.

a. Standar Satu : Pengkajian Keperawatan


Perawat mengumpulkan data tentang suatu kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat dan berkesinambungan. Kriteria
pebgkajian keperawatan, meliputi:
a) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang
b) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim
kesehatan, rekam medis dan catatan lain
c) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
1) Status kesehatan klien masa lalu
2) Status kesehatan klien saat ini
3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
d) Respon terhadap terapi
e) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
f) Risiko-risiko tinggi masalah
b. Standar Dua : Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa
keperawatan. Adapun kriteria proses :
a) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi
masalah klien dan perumusan diagnosa keperawatan
b) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E) dan
tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah atau penyebab (PE)
c) Bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosa keperawatan
d) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan
data terbaru
c. Standar Tiga : Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
maslah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya,
meliputi:
a) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan
renvana tindakan keperawatan
b) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan
c) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan klien
d) Mendokumentasikan rencana keperawatan
d. Standar Empat : Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi :
a) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan
b) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
c) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien
d) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakan
e) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien
e. Standar Lima Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan
dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.
Adapun kriteria prosesnya:
a) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus
b) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan ke arah pencapaian tujuan
c) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat
d) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan
e) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan
2.3 Telaah jurnal
2.3.1 Jurnal 1

“Implementasi sistem manajemen mutu pelayanan keperawatan


melalui kepemimpinan mutu kepala ruangan”

Jenis penelitian ini adalah dengan desain penelitian cross sectional


study dengan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ruangan rawat
inap di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang pada tahun 2014 Sampel
dalam penelitian ini adalah ruangan rawat inap sebanyak 8 unit ruangan
rawat inap di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang yakni ICU, Paviliun
Sofa Marwa, Paviliun Mina, Paviliun Multazam, Paviliun Ismail, Paviliun
Arofah, Paviliun Anisa, Paviliun Sakinah. Pengumpulan data dilakukan
selama tiga bulan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner dan wawancara. Kuesioner terdiri atas 20 pertanyaan dengan
skala likert, yang meliputi pertanyaan focus tentang perencanaan dengan
kriteria yakni (1) analisa situasi, (2) penetapan tujuan, (3) sasaran, (4)
kegiatan program, (5)monitoring dan evaluasi. Pertanyaan dengan focus
tentang pelaksanaan dengan kriteria yakni (1) pelatihan, (2) survey
kebutuhan, (3) identifikasi proses, (4) pembentukan tim. Pertanyaan
dengan focus pertanyaan tentang pemeriksaan dengan kriteria yakni (1)
menjalankan sesuai rencana, (2) mengamati hasil, (3) efek yang terjadi, (4)
adanya perubahan. Pertanyaan fokus tentang perbaikan dengan kriteria
yakni (1) studi situasi yang sedang berlangsung, (2) standarisasi, (3)
dokumentasi, (4) inovasi ide. Analisis data yang digunakan adalah uji
regresi linear sederhana untuk mengetahui pengaruh antara variabel
independen dan variabel dependen.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka


penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain ada pengaruh
kepemimpinan mutu kepala ruangan terhadap implementasi sistem
manajemen mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit.

2.3.2 Jurnal 2
“Mutu asuhan keperawatan berdasarkan analisis kinerja perawat dan
kepuasan perawat dan pasien”

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey dengan


desain cross-sectional dan sifat penelitian yakni penelitian penjelasan
(explanatory research). Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret
sampai September 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
unit rawat inap rumah sakit di Kabupaten Gresik yaitu RSUD Gresik,
Rumah Sakit Semen Gresik, Rumah Sakit Petrokimia Gresik dan
Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik. Sampel penelitian adalah seluruh
kepala unit rawat inap, perawat dan pasien di ruang rawat inap rumah
sakit di Kabupaten Gresik dengan kriteria inklusi: memiliki salah satu
dari 3 tipe budaya (clan, market dan hirarki) dan memiliki salah satu
dari 2 tipe kepemimpinan coaching dan directing. Kriteria inklusi yang
memenuhi syarat adalah RSUD Gresik dan Rumah Sakit Semen Gresik.
Besar sampel adalah 14 unit rawat inap. Pengambilan sampel dengan
simple random sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah model
persamaan struktural berbasis variance atau component based, yang
terkenal disebut Partial Least Square (PLS).

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa budaya clan yang


mendominasi sudah sesuai dengan karakteristik perawat dalam hal
memberi motivasi dan komitmen kerja perawat yang tinggi. Budaya
hirarki diperlukan pada situasi sikap dan mental model atau kemandirian
kerja perawat terhadap pekerjaan lemah, karena pada budaya hirarki
berorientasi pada pengawasan dan pengendalian pekerjaan bawahan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan umpan balik dan
variasi pekerjaan perawat di unit rawat inap terhadap mutu asuhan
keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional
perawat, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien) melalui
karakteristik individu perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental
model atau kemandirian kerja perawat).
BAB 3

PEMBAHASAN

Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu


pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen
dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus pelayanan
Kesehatan Jaminan mutu pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan
pemenuhan standar mutu pengelolaan pelayanan kesehatan secara konsisten dan
berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan (Suryadi, 2009).

Kualitas atau mutu adalah tingkat dimanan pelayanan kesehatan pasien


ditingkatan mendekati hasil yang diharapkan dan mengurangi faktor- faktor yang
tidak di inginkan (Depkes RI,2010). Kualitas mutu pelayanan kesehatan dasar
adalah kesesuaian antara pelayanan kesehatan dasar yang disediakan atau
diberikan dengan kebutuhan yang memuaskan pasien atau kesesuaian dengan
ketentuan standar pelayanan (Ridwan, 2017).

Dari kedua jurnal yang telah dianalisis didapatkan bahwa :

1. Dapat disimpulkan bahwa implementasi sistem manajemen mutu dapat di


pengaruhi oleh kepemimpinan mutu kepala ruangan.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan umpan balik
dan variasi pekerjaan perawat di unit rawat inap terhadap mutu asuhan
keperawatan (standar asuhan keperawatan, standar kinerja profesional
perawat, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien) melalui karakteristik
individu perawat (motivasi, sikap, komitmen dan mental model atau
kemandirian kerja perawat).
BAB 4

PENUTUP

4.1 Simpulan

Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar


mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen,
produsen dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus
pelayanan Kesehatan Jaminan mutu pelayanan kesehatan adalah proses
penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pelayanan kesehatan
secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh
kepuasan.

Pelayanan keperawatan yang baik didasarkan pada kualitas tindakan


profesional perawat. Mutu pelayanan keperawatan adalah pelayanan kepada
pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan pasien, sehingga pasien dapat menghasilkan keunggulan kompetitif
melalui pelayanan yang berkualitas, efesien, inovatif dan menghasilkan
customer responsivenes.

4.2 Saran

Demikian lah simpulan dari materi yang telah dibuat oleh kelompok
dalam menyelasikan tugas mata kuliah manajemen keperawatan, dengan ini
kelompok mengharapkan pembaca dapat memberikan saran yang
membangun untuk memperbaiki dalam pembutan makalah makalah selanjut
nya, sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Amatiria, Gustop. 2012. Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan dengan


Metode Tim Pada Rawat Inap.Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2,
Oktober 2012

Muhith, Abdul. 2012. Mutu Asuhan Keperawatan Berdasarkan Analisis Kinerja


Perawat Dan Kepuasan Perawat Dan Pasien. Jurnal Ners Vol. 7 No. 1
April 2012

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam prektik Keperawatan


Profesional Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2011. KonsepdanPenerapanMetodologiPenelitianIlmuKeperawatan.


Jakarta: Salemba Medika

Pohan, Imbalo. 2012. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan : Dasar-Dasar


Pengertian Dan Penerapan. Jakarta: EGC.

Pratiwi, Ana, et al. 2016. Implementasi Sistem Manajemen Mutu Pelayanan


KeperawatanMelalui Kepemimpinan Mutu Kepala Ruangan. Jurnal Ners
Vol. 11 No.1 April 2016: 1-6

Anda mungkin juga menyukai