FEMUR
Disusun oleh:
Radiyan Meidhiyanto
22010116210048
Pembimbing:
SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Pembimbing,
PENDAHULUAN
Femur merupakan tulang terpanjang dan terkeras yang ada pada tubuh dan
dikelompokkan ke dalam ekstremitas bagian bawah. Di sebelah atas, femur bersendi dengan
acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan di bawah dengan tibia dan patella untuk
membentuk articulatio genus. Ujung atas femur memiliki caput, collum, trochanter major, dan
trochanter minor.
Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan acetabulum os coxae.
Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yang berguna sebagai tempat
melekatnya ligamentun capitis femoris. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dari arteri
obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis.
Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah, belakang, dan
lateral serta membentuk sudut 125° dan lebuh kecil pada perempuan dengan sumbu panjang
corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah karena adanya penyakit.
Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut antara collum dan
corpus. Linea intertrocanterica menghubungkan kedua trocanter ini di bagian anterior, tempat
melekatnya ligamentum iliofemorale dan di bagian posterior oleh crista intertrochanterica yang
menonjol, pada crista ini terdapat tuberculum quadratum.
Corpus femoris permukaan anteriornya lebih licin dan bulat, sedangkan permukaan
posterior mempunyai rigi yang disebut linea asoera. Pada linea ini melekat otot-otot dan septa
intermuskularis. Garis tepi linea melebar ke atas dan ke bawah. Tepi medial berlanjut ke distal
sebagai crista supracondylaris medialis yang menuju ke tuberculum adductorum pada condylus
medial. Tepi lateral melanjutkan diri ke distal sebagai crista supracondylaris lateralis. Pada
permukaan posterior corpus, tepatnya dibawah trochanter major terdapat tuberositas glutea
sebagai tempat melekatnya musculus gluteus maximus. Corpus melebar kearah ujung distalnya
dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya yang disebut facies poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condyli medialis dan lateralis yang bagian posteriornya
dipisahkan oleh insisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus ikut serta dalam
pembentukan articulatio genus. Diatas condyli terdapat epicondylus lateralis dan medialis.
Tuberkulum adductorum dilanjytkan oleh epicondylus medialis.
Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh musculus sartorius, muskulus iliacus,
musculus psoas, musculus pectineus dan musculus cuadriceps femoris. Dipersarafi oleh nervus
femoralis ruang anterior facia tungkai atas dialiri pembuluh darah arteri femoralis. Ruang fascia
medial tungkai atas diisi oleh musculus gracilis, musculus adductor longus, musculus adductor
magnus, musculus obturatorius externus dengan dipersarafi oleh nervus obturatorius ruang
fascial medial diperdarahi oleh arteri profunda femoris dan arteri obturatoria. Ruang fascia
posterior tungkai atas diisi oleh musculus biceps femoris, msculus semitendinosus, musculus
semimembranosus, dan sebagian kecil musculus adductor magnus (otot-otot hamstring)/
dipersarafi oleh nervus ischiadicus ruang fascia posterior tungkai atas diperdarahi oleh cabang-
cabang arteri profunda femoris.
2.2 Definisi Fraktur femur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan
sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan oleh rudapaksa atau tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.5
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami fraktur, kondisi fisik
tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah harus diketahui terlebih
dahulu. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan
memuntir (shearing).5
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan membengkok,
memutar dan tarikan akibat trauma yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan
sedangkan trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan extensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.
Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.5
Tekanan pada tulang dapat berupa: (1) tekanan berputar yang dapat menyebabkan fraktur
bersifat spiral atau oblik, (2) tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, (3)
tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur
dislokasi, (4) kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya
pada vertebra, (5) trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z, (6) trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo
akan menarik sebagian tulang.6
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak
dialami oleh laki-laki dewasa. Femur merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh, oleh
karena itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan fraktur pada femur 2. Patah
pada daerah ini dapat disertai perdarahan hebat karena femur dialiri oleh arteri besar (arteri
femoralis). Pemeriksaan tanda-tanda perdarahan wajib dilakukan pada fraktur tertutup (perabaan
pulsasi arteri)9. Pada fraktur terbuka, bebat tekan merupakan pilihan utama untuk membantu
mengurangi perdarahan. Perdarahan yang cukup banyak dapat mengakibatkan penderita jatuh ke
dalam syok.
2.3 Etiologi
1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar.
- Fraktur tertutup
- Fraktur terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak. Menurut Gustilo, derajat fraktur terbuka adalah sebagai berikut:
2. Menurut etiologis
- Fraktur traumatik
- Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis pada tulang
maupun di luar tulang, misalnya tumor, infeksi atau osteoporosis.
- Fraktur stres
Terjadi karena beban lama atau trauma ringan yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu, misalnya fraktur pada tulang tibia atau metatarsal pada tentara atau
olehragawan yang sering berlari atau baris-berbaris.
- Lokalisasi
a. Diafisial
b. Metafisial
c. Intraartikuler
- Konfigurasi
a. Fraktur transversal
b. Fraktur oblik
c. Fraktur spiral
d. Fraktur Z
e. Fraktur segmental
f. Fraktur kominutif
j. Fraktur impaksi
l. Fraktur epifisis
- Ekstensi
a. Fraktur komplit
Apabila garis patah yang melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang.
b. Fraktur inkomplit
Apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti buckle fracture,
hairline fracture, dan green stick fracture.
a) Nyeri
b) Ketidak mampuan untuk menggerakkan kaki
c) Deformitas
d) Bengkak
Dampak dari fraktur femur menyebabkan adanya gangguan pada aktivitas individu dimana
rata-rata individu tidak bekerja atau tidak sekolah selama 30 hari, dan mengalami keterbatasan
aktivitas selama 107 hari.
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai ke distal tulang. Berdasarkan letak
patahannya, fraktur femur dekategorikan sebagai2:
Sebelum melakukan penanganan pada suatu fraktur, perlu dilakukan pertolongan pertama
pada penderita seperti pembebasan jalan nafas, penilaian ventilasi, menutup luka dengan verban
steril, penghentian perdarahan dengan balut tekan dan imobilisasi fraktur sebelum diangkut
dengan ambulans. Penderita dengan fraktur multipel biasanya datang dengan syok sehingga
diperlukan resusitasi cairan dan transfusi darah serta pemberian obat anti nyeri.2,9
Penanganan fraktur mengikuti prinsip umum pengobatan kedokteran yaitu jangan membuat
keadaan lebih jelek, pengobatan didasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat, seleksi
pengobatan dengan tujuan khusus seperti menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik
dari fragmen, mengusahakan terjadinya penyambungan tulang dan mengembalikan fungsi secara
optimal, mengingat hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam
memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual2.
b. Palpasi/Raba (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
palpasi adalah sebagai berikut:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna
kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
- Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan panjang
tungkai6
c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif
dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.6
2. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan
masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya.6
3. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat kecurigaan akan adanya fraktur
sudah dapat ditegakkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan
sebagai konfirmasi adanya fraktur, menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur,
untuk melihat adakah kecurigaan keadaan patologis pada tulang, untuk melihat benda
asing—misalnya peluru, dan tentunya untuk menentukan teknik pengobatan atau
terapi yang tepat.6
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two, yaitu:
dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan
lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah
sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya
dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis; dua kali
dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi.6
1. Recognition, dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis, pemeriksaan
klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk
fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
2. Reduction, reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah alignment dan
aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak minimal 50% dan overriding <0,5
inchi pada fraktur femur.
3. Retention, immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin raction merupakan
pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter umum9.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.
2.7 Metode penanganan fraktur
2.7.1 Fraktur tertutup2,7
1. Konservatif
Penanganan fraktur secara konservatif dapat berupa:
a. Imobilisasi dengan bidai eksterna
Indikasi: fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan seperti
fraktur femur.
b. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan menggunakan gips
Indikasi: diperlukan manipulasi pada fraktur displaced dan diharapkan dapat direduksi
dengan cara tertutup dan dipertahankan.
c. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
Dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Indikasi: bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan,
mencegah tindakan operatif, terdapat angulasi, overriding, dan rotasi yang beresiko
menimbulkan penyembuhan tulang abnormal, fraktur yang tidak stabil pada tulang panjang
dan vertebra servikalis, fraktur femur pada anak mupun dewasa9 .
Terdapat empat jenis traksi kontinu yaitu traksi kulit, traksi menetap, traksi tulang serta
traksi berimbang dan traksi sliding.
2. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
Metode ini merupakan metode operatif dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen
direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung menggunakan metode AO.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna: diperlukan fiksasi rigid misalnya pada
fraktur leher femur, fraktur terbuka, fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi dengan
baik, eksisi fragmen yang kecil, fraktur epifisis, dan fraktur multipel pada tungkai atas dan
bawah.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna: fraktur terbuka grade II dan II, fraktur
dengan infeksi, fraktur yang miskin jaringan ikat, fraktur tungkai bawah pada penderita
diabetes melitus.
3. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis
Protesis merupakan alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian
tulang yang nekrosis. Biasanya digunakan pada fraktur leher femur dan sendi siku pada
orang tua yang terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion.
3 Fraktur terbuka
Fraktur terbuka merupakan keadaan gawat darurat ortopedi yang memerlukan penanganan
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi dan masalah penyembuhan. Prinsip dasar penanganan
fraktur terbuka adalah:2,8
1. Obati fraktur sebagai kegawatdaruratan
2. Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang dapat menyebabkan kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, kamar operasi dan setelah operasi
4. Segera lakukan debridemen dan irigasi
5. Ulangi debridement 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur
7. Biarkan luka terbuka 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogeneous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis untuk
mengeluarkan benda asing yang melekat. Jumlah cairan yang digunakan berbeda
tergantung pada derajat fraktur terbuka, untuk derajat I digunakan tiga liter, derajat II enam
liter, dan derajat III 10 liter. Larutan antibiotik dapat digunakan walaupun belum banyak
literatur yang membahasnya. Detergen (sabun) dapat pula digunakan untuk mengurangi
jumlah kuman. Hindari penggunaan larutan antiseptik karena bersifat toksik pada jaringan.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya dapat menjadi tempat kolonisasi kuman
sehingga diperlukan tindakan eksisi operatif pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia,
otot dan fragmen yang lepas (debridemen). Debridemen harus dilakukan dalam 6 jam
pasca trauma untuk mencegah infeksi dan bila perlu dapat diulangi 24 sampai 48 jam
berikutnya.
3. Pengobatan fraktur
Fraktur dengan luka hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau resuksi terbuka dengan
fiksasi eksterna. Traksi skeletal dapat digunakan pada fraktur pelvis dan fraktur femur
untuk sementara. Fiksasi eksternal dianjurkan pada fraktur derajat IIIA dan IIIB.
4. Penutupan kulit
Bila fraktur terbuka telah ditangani dalam waktu kurang dari enam jam, sebaiknya kulit
ditutup. Luka dapat dibiarkan terbuka selama beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari.
Prinsipnya adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang dapat mengakibatkan kulit
menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik
Antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, saat dan sesudah tindakan operasi.
Antibiotik yang dianjurkan pada fraktur terbuka derajat I adalah golongan sefalosporin,
derajat II golongan sefalosporin dan aminoglikosida, dan derajat III golongan sefalosporin,
penisilin dan aminoglikosida.
6. Pencegahan tetanus
Semua pendertia dengan fraktur terbuka harus diberikan pencegahan tetanus. Pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup diberikan toksoid dan bagi yang
belum dapat ditambahkan pemberian 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia).
KESIMPULAN
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh
laki-laki dewasa. Penyebab fraktur femur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas.
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai ke distal tulang. Berdasarkan letak
patahannya, fraktur femur dekategorikan sebagai fraktur leher femur, fraktur trokanterik, fraktur
subtrokanterik, fraktur fraktur diafisis, fraktur suprakondiler, dan fraktur kondiler. Gejala klinis
dapat dilihat sesuai klasifikasi fraktur femur. Fraktur suprakondiler-interkondiler sering terjadi
bersamaan, maka keduanya tidak dapat dipisahkan
Anamnesis mengenai mekanisme trauma, pemeriksaan fisik di regio yang dicurigai terdapat
fraktur, serta pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menegakkan diagnosis fraktur femur.
Tatalaksana fraktur femur seperti tatalaksana fraktur pada umumnya dengan prinsip rekognisi,
reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Pemasangan scin traction merupakan penanganan paling tepat
pada fraktur tertutup femur bagi dokter umum.
Komplikasi yang dapat timbul segera setelah terjadinya fraktur dapat berupa trauma kulit
seperti kontusio, abrasi, laserasi, luka tembus akibat benda asing maupun penetrasi kulit oleh
fragmen tulang, avulsi dan skin loss, perdarahan lokal, ruptur arteri atau vena, kontusio arteri
atau vena dan spasme arteri. Compartement Syndrome merupakan komplikasi yang harus
diwaspadai dan dicegah, kejadian compartment syndrome dapat memperburuk kualitas hidup
pasien.
\DAFTAR PUSTAKA
1. <http://www.med-health.net/functions-of-bones.html> diakses pada 15 desember 2017.
2. Aukerman, Douglas F. Femur Injuries and Fractures.
<http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall> diakses pada 15
desember 2017.
3. Desiartama A, Aryana W. Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur Akibat
Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika, Vol. 6 No.5, Mei, 2017.
4. Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: ECG (4)
5. American College of Surgeon Committee of Trauma (ACSCOT). 2008. Advanced
Trauma Life Support for Doctor. Chicago: ATLS Student Course Manual.
6. Alan Graham Appley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture 9th edition.
Butterworths Medical Publications. 2010.
7. <http://orthoanswer.org/hip/femur-fractures/definition.html> diakses pada 15 Desember
2017
8. Behrman S W, Fabian T C, Kudsk K A, Taylor J C, J Trauma. 1990; 30: 792-798.
Improved outcome with femur fractures: Early vs delayed fixation
9. James E Keany, MD. Femur Fracture. In site
<http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall> diakses pada 15
desember 2017
10. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W.
Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby Elsevier.
United States. 2007. Page 408-410
11. Holmes, Erskin J., Misra, Rakesh R. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge
University, 2004. Page 140-143
12. Frassica, Frank dkk. The 5-Minute Orthopaedic Consult 2nd edition. Lippuncolt William
& Wilkins. 2007
13. Seinsheimer, F., 3rd (1980). “Fractures of the distal femur.” Clin Orthop Relat Res (153):
169-179.