Anda di halaman 1dari 14

JOURNAL READING

Pengaruh Rehabilitasi Paru terhadap Severe Physical Inactivity pada Pasien


dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis: Sebuah Penelitian Rintisan

Oleh:
ASADULLAH FATHY M G99172004
ALVIAN CHANDRA B G99172031
MEGAYANI SANTOSO G99172112
RISKA LARASATI G99172142
BELLA MONIKA R G991903009
AYU ULFAH H G991905009
Periode: 29 Juli - 11 Agustus 2019

Pembimbing:
Dr. dr. NOER RACHMA, Sp.KFR.

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
2019
The Impact of Pulmonary Rehabilitation on Severe Physical Inactivity in
Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease: a Pilot Study
Mimi Thyregod, Anders Løkke, Uffe Bodtger
International Journal of COPD. 2018;13:3359–3365

TELAAH KRITIS

Deskripsi Umum
1. Desain : Prognostic cohort studies
2. Subjek : Subjek yang diteliti adalah pasien PPOK yang menjalani
Rehabilitasi Paru
3. Judul : Jelas dan menggambarkan isi
4. Penulis : Penulis dan institusi asal ditulis jelas
5. Abstrak : Jelas, sesuai aturan, memuat latar belakang, metode, hasil,
dan kesimpulan

Level of Evidence
Level 4 (Prognostic cohort studies)

Analisis P-I-C-O
1. Population :

2
Pasien PPOK di Pusat RP Rumah Sakit Naestved dan di komunitas pusat
Naestved, Faxe, dan Vordingborg (Wilayah Zealand, Denmark) yang
terdiagnosis menggunakan spirometri (GOLD classes B-D), dirujuk untuk
RP, mampu memberikan informed consent, tidak memiliki penyakit yang
mengancam jiwa, tidak memiliki riwayat asma, tidak dalam eksaserbasi
akut selama 4 minggu terakhir sebelum diikutsertakan.
2. Intervention :
Rehabilitasi Paru dengan memakai monitor aktivitas (SenseWear©
Amband). Program rehabilitasi tersebut terdiri atas latihan olahraga,
edukasi dalam pengelolaan penyakit dan farmakologi, nutrisi, dan bantuan
untuk berhenti merokok. Durasi dari program ini sekitar 7 sampai 12
minggu, 2 jam dua kali seminggu. Latihan olahraga tersebut terdiri dari 1
jam pelatihan yang diawasi dua kali seminggu
3. Comparison : Tidak ada perbandingan.
4. Outcome :
Rehabilitasi Paru hanya memiliki pengaruh yang terbatas terhadap SPI
pasien PPOK

Analisis V-I-A
1. Validity :
Penelitian ini menggunakan instrumen dan prosedur yang terstandarisasi
dan telah disebutkan secara jelas.
2. Importance :
Penting karena untuk mengetahui perubahan dari pengeluaran energi,
waktu yang dipakai untuk aktifitas fisik, dan jumlah langkah harian pada
pasien PPOK
3. Applicability :
Penelitian ini bisa memberikan informasi mengenai peran program
rehabilitasi paru berdasarkan aktivitas fisik, mengenai pengaruhnya
terhadap kondisi Severe Physical Inactivity yang ditemukan pada pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronis

3
Pengaruh Rehabilitasi Paru terhadap Severe Physical Inactivity pada Pasien
dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis: Sebuah Penelitian Rintisan

diterjemahkan dari
The Impact of Pulmonary Rehabilitation on Severe Physical Inactivity in
Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease: a Pilot Study
Mimi Thyregod, Anders Løkke, Uffe Bodtger
International Journal of COPD. 2018;13:3359–3365

ABSTRAK

Pendahuluan: Pada pasien dengan PPOK, severe physical inactivity (SPI, yang
didefinisikan sebagai total pengeluaran energi harian/pengeluaran energi istirahat;
rasio tingkat aktivitas fisik, <1,4) berhubungan dengan meningkatnya morbiditas
dan mortalitas. Rehabilitasi Paru menambah kapasitas fisik pada PPOK, tetapi
pengaruhnya terhadap SPI tidak diketahui. Pada penelitian ini, peneliti bertujuan
untuk menguraikan prevalensi SPI pada pasien PPOK yang mengikuti RP standar,
pengaruh RP pada prevalensi SPI, dan hubungan antara SPI dengan waktu yang
diperlukan dalam aktivitas fisik sedang yang dalam rekomendasi dari American
College of Sports Medicine (ACSM) secara klinis berguna untuk meniadakan SPI
pada PPOK.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian rintisan prospektif non-intervensi pada
pasien PPOK yang menyelesaikan RP dan menyetujui menggunakan
akselerometer (Sensewear© Armband) selama seminggu sebelum dan sesudah
menyelesaikan RP untuk menilai perubahan dari pengeluaran energi, waktu yang
dipakai untuk aktivitas fisik, dan jumlah langkah harian. Tingkat aktivitas harian
yang rendah bukan merupakan kriteria inklusi.
Hasil: Secara keseluruhan, 57 pasien menyelesaikan penelitian ini dan 31 (54%)
mempunyai SPI pada baseline. Pada pasien dengan SPI, median dasar VEP1
adalah 48% (rentang, 28-86) dari yang diperkirakan dan GOLD B, n=11 (35%)/

4
GOLD D, n=20 (65%). Secara mengejutkan, 31 pasien SPI (97%) menghabiskan
≥ 150 menit per minggu untuk aktivitas fisik sedang. Setelah rehabilitasi, 24
(78%) tidak mengalami perubahan tingkat aktivitas dan tetap SPI. Peneliti
mengamati tidak ada perbedaan pada baseline antara pasien yang merespon (n=7)
dan tidak merespon (n=24) terhadap RP. Responden meningkatkan jumlah
langkah harian dan waktu yang dihabiskan dalam aktivitas fisik yang lebih ringan
tetapi bukan aktivitas fisik sedang selama rehabilitasi.
Kesimpulan: Pada penelitian rintisan ini, SPI masih umum ditemukan, dan RP
mempunyai pengaruh yang terbatas. Berlawanan dengan intuisi, kebanyakan
pasien dengan SPI patuh terhadap rekomendasi umum dari jam mingguan yang
dihabiskan dalam aktivitas fisik sedang. Penelitian ini menyoroti bahwa
menambahkan waktu yang dihabiskan pada aktivitas ringan dibandingkan dengan
meningkatkan waktu yang dihabiskan pada aktivitas sedang lebih penting untuk
pasien PPOK dengan dispnea kronis.
Kata kunci: PPOK, rehabilitasi paru, severe physical inactivity, Sensewear©

PENDAHULUAN
PPOK berhubungan dengan penurunan tingkat aktivitas fisik harian.
Keterbatasan aliran udara kronis menghasilkan dispnea yang membatasi latihan
dan kelelahan, dan khususnya, pasien PPOK beresiko terjadi severe physical
inactivity (SPI), yang didefinisikan sebagai rasio total pengeluaran energi
harian/pengeluaran energi istirahat <1,4. SPI lazim pada mayoritas pasien PPOK
pada GOLD grup D dan sangat terkait dengan morbiditas dan mortalitas. Namun,
penilaian SPI membutuhkan pengukuran dari pengeluaran energi istirahat dengan
kalorimeter indirek atau sebuah akselerometer (eg, SenseWear© Armband) karena
tidak ada persamaan untuk menghitung pengeluaran energi istirahat yang
akurasinya dapat diterima pada PPOK. Berdasarkan American College of Sports
Medicine (ACSM), orang sehat direkomendasikan menghabiskan waktu untuk
aktivitas fisik sedang selama 30 menit per hari – minimal 5 hari seminggu untuk
mengurangi resiko penyakit kronis dan disabilitas. Rekomendasi yang sama

5
berlaku juga untuk orang tua menurut WHO. Pada PPOK, belum diketahui bahwa
memenuhi tujuan ACSM dapat mengurangi SPI.
Rehabilitasi Paru (RP) merupakan intervensi yang valid pada PPOK dan
latihan merupakan dasar dari program tersebut. Kendati intensitas tinggi dan
durasi aktivitas fisik berkorelasi negatif dengan morbiditas dan mortalitas pada
PPOK, belum diketahui bahwa standar rekomendasi ACSM relevan dengan
kriteria kesuksesan dari RP pada PPOK. Penelitian terbaru menyarankan bahwa
aktivitas yang lebih ringan dapat lebih efisien untuk menghindari keterbatasan
aktivitas termasuk SPI dibandingkan aktivitas fisik yang lebih berat.
Pada penelitian ini, peneliti bertujuan untuk menguraikan prevalensi SPI
pada pasien PPOK yang mengikuti RP standar, pengaruh RP pada prevalensi SPI,
dan hubungan antara SPI dengan waktu yang diperlukan dalam aktivitas fisik
sedang, di mana belum diketahui bahwa rekomendasi dari American College of
Sports Medicine (ACSM) secara klinis berguna untuk meniadakan SPI pada
PPOK.

METODE
Desain
Penelitian kohort prospektif observasional ini dirancang menjadi
penelitian rintisan dan dilakukan pada tahun 2013-2014 di Pusat RP Rumah Sakit
Naestved dan di komunitas pusat Naestved, Faxe, dan Vordingborg (Wilayah
Zealand, Denmark). Para pasien terdaftar pada hari pertama program rehabilitasi
(Kunjungan 1) dan dikunjungi kembali pada minggu terakhir program rehabilitasi.
Kriteria inklusi
Kriteria inklusinya adalah pasien PPOK yang terdiagnosis oleh dokter
menggunakan spirometri (GOLD classes B-D), dirujuk untuk RP, mampu untuk
memberikan informed consent, tidak memiliki penyakit yang mengancam jiwa,
tidak memiliki riwayat asma, dan tidak dalam eksaserbasi akut selama 4 minggu
terakhir sebelum diikutsertakan.
Informed consent ditulis dan disampaikan secara lisan. Penelitian ini
disetujui oleh Komite Etik Nasional Denmark dan patuh pada Deklarasi Helsinki.

6
Prosedur penelitian
Program rehabilitasi tersebut terdiri atas latihan olahraga, edukasi dalam
pengelolaan penyakit dan farmakologi, nutrisi, dan bantuan untuk berhenti
merokok. Durasi dari program ini sekitar 7 sampai 12 minggu, 2 jam dua kali
seminggu menurut panduan dari Danish Health Authority. Latihan olahraga
tersebut terdiri dari 1 jam pelatihan yang diawasi dua kali seminggu dengan
distribusi yang sama antara pelatihan ketahanan dan resistensi. Pengukuran
spirometri dilakukan pada kedua kunjungan berdasarkan panduan dari American
Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS). Hasil
pengukuran berdasarkan laporan pasien diperoleh pada kedua kunjungan. Data
dasar diperoleh pada kunjungan pertama meliputi gender, berat badan, tinggi
badan, dan eksaserbasi (eksaserbasi akut pada PPOK [EAPPOK]) komorbiditas,
dan pengobatan.
Hasil primer dan sekunder
Hasil primer
Hasil primer dari penelitian ini adalah prevalensi dari SPI sebelum dan
sesudah RP.
Hasil sekunder
Hasil sekunder dari penelitian ini adalah menit yang dihabiskan dalam
masing-masing aktivitas fisik sedang yang ringan, banyaknya pasien yang
menghabiskan ≥ 150 menit/minggu dalam aktivitas fisik ringan (≥ 2 MET) hingga
sedang (≥ 3 MET), banyaknya langkah-langkah harian, dan pengukuran hasil
berdasarkan laporan pasien (CAT dan mMRC) sebelum dan sesudah RP.
Penilaian aktivitas fisik
Subjek diinstruksikan untuk memakai monitor aktivitas (SenseWear©
Amband) secara berkelanjutan selama 7 hari setelah masing-masing kunjungan
penelitian. Penggunaan SenseWear pada pasien dengan PPOK sebelumnya telah
divalidasi. Berdasarkan rekomendasi pabrik, monitor aktivitas digunakan di
belakang lengan bagian atas sebelah kanan pada permukaan trisep. Monitor
menaksir percepatan dalam dua bidang datar dengan menggunakan akselerometer
dua sumbu yang mengukur dan menyimpan temperatur kulit, temperatur dekat

7
tubuh, aliran panas dan resistansi kulit yang mengandung listrik. Aktivitas ditaksir
dalam MET, ukuran untuk pemakaian energi (1 MET = 1 kcal/kg/h). Output dari
SenseWear termasuk sebagai berikut.
 Pengeluaran energi total (TEE): jumlah kalori yang terbakar setiap hari
 Tingkat metabolik istirahat (RMR): tingkat dimana tubuh membakar
energi ketika dalam istirahat penuh.
 Tingkat aktivitas fisik (PAL): TEE dibagi dengan RMR.
 Menit yang dihabiskan pada aktivitas fisik ringan (≥ 2 MET) dan aktivitas
fisik sedang (≥ 3 MET)
 Jumlah langkah harian.
Data dari pasien yang menggunakan monitor > 2 hari dan > 90%
penggunaan harian adalah termasuk di dalamnya.
Ukuran hasil yang dilaporkan pasien
CAT terdiri dari laporan mandiri, skala Likert berisi 5 poin yang
tervalidasi baik, kuesioner berjumlah 8 item dengan empat item pernafasan dan
empat item kesehatan umum (rentang skor, 0-40). Skala mMRC terdiri dari
laporan mandiri, skala Likert berisi 5 poin yang tervalidasi baik, kuesioner
berjumlah 1 item (rentang skor, 0-4). Skor ≥ 2 termasuk “dyspnea akut” dan
merupakan kriteria inklusi untuk RP di Denmark.
Analisis statistik
Analisis statistik dilaksanakan menggunakan STATA 14.1. Data yang
hilang diabaikan dari analisis. Data berkelanjutan disajikan sebagai median dan
data kategorikal sebagai insidensi (%). Perbedaan ditaksir menggunakan uji Chi
Square atau uji Wilcoxon signed-rank. Signifikansi statistik diatur pada P <0,05.

HASIL
Pasien
Antara 15 Januari 2013 dan 10 Februari 2014, 163 pasien disaring secara
berurutan, dan diperoleh 67 pasien. Totalnya, 57 pasien menyelesaikan percobaan
(rehabilitasi berbasis komunitas; n=43, 75%; rehabilitasi berbasis rumah sakit:
n=14, 25%); dan termasuk dalam analisis (perempuan: 53%; umur, 68 tahun

8
[rentang, 50-80 tahun]). Baseline median FEV adalah 50% (rentang, 22-96) dari
yang diprediksikan, dan pasien dibagi antara GOLD kelas B (n=28) masing-
masing D (n=29). Median BMI adalah 27 kg/m2 (rentang, 17-51 kg/m2 ), dan
median jumlah yang melaporkan secara mandiri mengalami EAPPOK ringan
sampai berat dalam 12 bulan terakhir adalah 1 (0-7). Pasien yang menyelesikan
penelitian dan pasien yang berhenti dari penelitian tidak berbeda secara signifikan
dalam karakteristik baseline. Delapan dari pasien (14%) kehilangan data
SenseWear pada baseline atau follow-up. 74% mematuhi rekomendasi ASCM
untuk aktivitas fisik pada baseline dan bahwa RP meningkatkan waktu yang
dihabiskan dalam aktivitas ringan, bukan sedang. Sembilan pasien (16%)
menggunakan alat bantu jalan, dan mereka tidak berbeda secara signifikan
mengenai langkah harian atau menit/minggu yang dihabiskan dalam ≥ 3 MET
sebagai kebalikan dari pasien yang tidak menggunakan alat bantu berjalan.
Peneliti mendaftar komorbiditas berikut: 1) penyakit jantung koroner, n=3 (5%);
2) gagal jantung, n=12 (21%); 3) osteoporosis, n=5 (9%); 4) arthritis atau nyeri
sendi, n=32 (56%); 5) kecemasan, n=18 (32%); 6) depresi, n=9 (16%); 7) stroke
atau penyakit saraf lainnya, n=5 (9%); dan 8) diabetes, n=4 (7%).

Gambar 1. Alur pasien yang dimasukkan dalam penelitian

9
Pasien dengan SPI pada baseline
Secara keseluruhan, 31 (54%) pasien yang memiliki SPI pada baseline,
namun 96% pasien dengan baseline SPI menghabiskan ≥ 150 menit/minggu
dalam aktivitas fisik sedang (≥ 3 MET), jadi mematuhi rekomendasi ASCM untuk
populasi umum. Hanya tujuh pasien (22%) merespon RP dengan meningkatkan
PAL menjadi ≥ 1.4. Responden secara signifikan meningkatkan jumlah langkah
harian dan waktu yang dihabiskan dalam aktivitas fisik ringan, bukan sedang
dibandingkan dengan pasien dengan SPI yang persisten. Analisis terhadap
perbedaan antara responden dan pasien dengan SPI yang persisten
mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan baseline yang signifikan.

10
DISKUSI
Penelitian rintisan ini menunjukkan bahwa SPI lazim pada pasien yang
dirujuk untuk RP dan bahwa rehabilitasi memperbaiki aktivitas fisik yang diukur
secara objektif pada sebagian kecil dari pasien ini. Sebagai pengetahuan, ini
adalah penelitian pertama yang membahas isu ini.
Telah ditunjukkan dengan baik bahwa tingkat pelaporan mandiri dari
aktivitas fisik berhubungan sangat rendah dengan aktivitas fisik yang diukur
secara objektif. Namun yang mengejutkan, peneliti menemukan bahwa 96%
pasien dengan SPI menghabiskan ≥ 150 menit menit/minggu dalam aktivitas fisik
yang diukur secara objektif. Jadi, rekomendasi umum untuk aktivitas fisik oleh
ASCM terlihat tidak menjadi berarti secara klinis pada pasien PPOK dengan
dispnea kronis (mMRC, ≥ 2). Data peneliti mendukung bahwa meningkatkan
aktivitas fisik ringan dibandingkan dengan aktivitas fisik sedang atau berat lebih
efisien dalam mengurangi gaya hidup menetap. Meskipun begitu, penemuan
paradoksikal dari gaya hidup menetap (SPI) dan jumlah yang dibutuhkan dari
aktivitas fisik sedang mungkin mempunyai penjelasan lain. Sebagaimana SPI
didefinisikan sebagai perbandingan yang rendah antara pengeluaran energi harian
total dan pengeluaran energi istirahat, SPI mungkin menjadi hasil dari
pengeluaran energi harian total dan/atau peningkatan pengeluaran energi istirahat.
Beberapa penelitian menemukan bahwa pasien PPOK akut sedang dihubungkan

11
dengan meningkatnya pengeluaran energi istirahat, massa tubuh bebas-lemak
yang lebih rendah, dan peningkatan pengubahan protein. Sebagai tambahan,
perubahan struktur dan metabolik yang lebih mendalam pada otot perifer dan otot
pernafasan terlihat pada hasil pasien PPOK dalam peningkatan pengeluaran energi
pada tingkat latihan yang lebih rendah. Hal ini dikatakan lebih dengan BMI
rendah, bahwa pengeluaran energi tergantung kepada berat tubuh; meskipun
begitu, Kao et al menemukan bahwa massa bebas-lemak rendah tetapi tidak
dengan BMI rendah dihubungkan dengan peningkatan pengeluaran energi.
Peneliti menemukan tidak ada perbedaan dalam baseline BMI pada responden
dibandingkan pasien dengan SPI yang menetap, tetapi tidak termasuk pengukuran
massa bebas-lemak. Peneliti menemukan tidak ada perbedaan dalam pengeluaran
energi istirahat antara responden dan pasien dengan SPI yang menetap, tetapi
kekuatan statistiknya rendah kaitannya dengan ukuran sampel yang terbatas; jadi,
peneliti tidak dapat menarik kesimpulan bahwa pasien PPOK dengan SPI yang
memperoleh manfaat dari RP adalah subkelompok yang terpisah.
PAL dan waktu yang digunakan dalam aktivitas fisik sedang adalah dua
hal yang berbeda untuk mengukur aktivitas fisik, dan keduanya prediktor yang
penting dari morbiditas dan mortalitas. Meskipun dampak dari RP pada kualitas
hidup (QoL), kapasitas latihan, dan dispnea telah dijelaskan dengan baik, masih
kurangnya bukti yang tersedia mengenai dampak terhadap waktu yang dihabiskan
dalam aktivitas fisik harian sedang, meskipun beberapa penelitian telah
memfokuskan pada langkah harian dan kecepatan berjalan.

KETERBATASAN
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yang membutuhkan
pertimbangan. Pertama, penelitian saat ini adalah penelitian rintisan dan di bawah
tekanan yang sangat besar untuk menggambarkan kesimpulan yang kokoh pada
temuan yang tidak signifikan secara statistik. Meskipun begitu, penelitian
observasional ini melibatkan pasien PPOK yang menerima setiap hari untuk RP
dan tidak dipilih sebelumnya berdasarkan pelaporan mandiri atau tingkat yang
diukur dari aktivitas fisik. Kedua, RP dikirimkan pada empat situs dengan durasi

12
yang berbeda walaupun melibatkan elemen yang bersifat perintah dari pelatihan
dan pendidikan dua kali seminggu menurut pedoman negara Denmark. Sampel
data peneliti terlalu kecil untuk menyesuaikan heterogenitas ini. Namun, durasi
yang direkomendasikan dari RP bervariasi di antara pedoman (4-12 minggu
American Association of Cardiovascular dan RP; ≥ 8 minggu ATS/ERS; tidak
ditentukan oleh ASCM), dimana pedoman ini menyetujui pada sesi sekurang-
kurangnya tiga kali seminggu. Jadi, peneliti mungkin mengobservasi dampak
yang lebih kecil dari rehabilitasi dengan mengikuti pedoman dari Denmark. Hal
ini akan menarik untuk memastikan SPI umum sebaik dampak rehabilitasi dalam
penelitian yang lebih besar dengan sesi yang lebih umum.
Ketiga, akselerometer yang digunakan (SenseWear©) memiliki beberapa
keterbatasan. Ia dipakai pada bagian atas lengan kanan dan tidak dapat digunakan
dalam air. Jadi, pengukuran pengeluaran energi selama berenang atau aktivitas
dengan lengan yang tetap (seperti bersepeda, alat bantu jalan) dihilangkan atau
diabaikan. Dalam kohort peneliti, sebagian kecil menggunakan alat bantu jalan.
Lebih jauh lagi, untuk memastikan data aktivitas representatif, peneliti
mengecualikan data, apabila SenseWear dipakai untuk < 48 jam atau jika waktu
pada tubuh < 90%. Sebagai tambahan terhadap tantangan dari mengumpulkan
kembali aktivitas fisik, Pitta et al melaporkan kesulitan yang melekat dalam
menggunakan akselerometer dalam 19% subjek PPOK termasuk penempatan
tubuh dan masalah teknis, seperti masalah baterai. Dalam penelitian peneliti, data
SenseWear yang hilang adalah 14% terkait kriteria yang dikecualikan
sebagaimana yang disebutkan sebelumnya dan kurangnya data yang diperoleh
secara lengkap. Sedikit diketahui tentang variasi dari hari ke hari pada aktivitas
fisik yang diukur secara objektif dalam pasien penderita PPOK sedang, tetapi itu
dapat diperhatikan dalam orang dewasa yang sehat. Telah didokumentasikan
bahwa peningkatan PAL selama pekan penggunaan akselerometer, kemungkinan
terkait dengan pengaruh yang baru akan kepedulian yang meningkat tentang hidup
yang sehat. Keempat, peneliti tidak menyesuaikan untuk komorbiditas seperti
osteoporosis, nyeri punggung belakang, diabetes, gizi buruk, disfungsi kognitif,
penyakit jantung, penyakit rheumatoid, kecemasan, atau depresi, yang semuanya

13
tidak tergantung/berhubungan dengan aktivitas fisik yang menurun. Meskipun
komorbiditas terdapat pada 70% pasien PPOK dan diketahui mengganggu hasil
RP, perbaikan masih terlihat. Meskipun begitu, dampak latihan yang diberikan
selama rehabilitasi adalah bukan khusus PPOK, dan semua pasien secara sukarela
berpartisipasi dalam program rehabilitasi dan penelitian. Pemilihan ini
memungkinkan memilih pasien yang paling ingin untuk memperbaiki tingkat
aktivitas fisik mereka.

KESIMPULAN
Penelitian rintisan saat ini menyimpulkan bahwa SPI yang diukur secara objektif
adalah lazim pada pasien yang dirujuk untuk RP, yang hanya memperbaiki
aktivitas fisik harian dalam sebagian kecil subjek walaupun menggunakan
akselerometer dalam percobaan klinis. SPI pada baseline tidak dihindarkan
dengan menjadi aktif secara fisik sedang untuk ≥ 150 menit/minggu. Sebagaimana
SPI berhubungan secara signifikan dengan morbiditas dan mortalitas, penelitian
masa mendatang sebaiknya membahas mengenai strategi penemuan yang
berfokus pada SPI dan menguraikan faktor yang berhubungan dengan kegagalan
untuk memperbaiki aktivitas fisik pada pasien PPOK yang menerima RP.

14

Anda mungkin juga menyukai