Pengertian NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
Pengertian NAPZA secara umum adalah
’’ semua zat kimiawi yang jika dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik secara oral (diminum,
dihisap, dihirup dan disedot) maupun disuntik, dapat mempengaruhi kejiwaan/ psikologis dan
kesehatan seseorang, serta menimbulkan kecanduan atau ketergantungan’’.
Penggunaan NAPZA umumnya dilakukan pada dunia medis atau bidang kesehatan.
Penyalahgunaan pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan pengobatan dan tidak dalam
pengawasan dokter akan menyebabkan kecanduan dan ketergantungan secara fisik maupun
mental.
Di Indonesia penggunaan istilah NAPZA lebih populer dengan sebutan Narkoba atau singkatan
dari Narkotika dan Obat-Obatan.
3. Kurniawan
Menurut Kurniawan pengertian NAPZA adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan
psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati, dan perilaku jika masuk ke dalam tubuh
manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya.
4. Jackobus
Menurut Jackobus, definisi NAPZA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis ataupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
5. Wresniwiro
Menurut Wresniwiro pengertian NAPZA adalah zat atau obat yang bisa menyebabkan
ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat-zat tersebut bekerja dengan mempengaruhi saraf
pusat manusia.
Macam-Macam NAPZA
Setelah memahami definisi NAPZA, selanjutnya kita juga perlu tahu apa saja jenis-jenis NAPZA
yang ada di masyarkat. Sesuai UU No. 22 Tahun 1997, NAPZA dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, diantaranya adalah:
1. Narkotika
Dari pengertian NAPZA di atas, narkotika adalah salah satu yang termasuk golongan NAPZA
dimana terbuat dari suatu tanaman maupun non-tanaman baik yang sintetis maupun yang semi
sintetis dan bisa menyebabkan perubahan dan penurunan kesadaran.
Narkotika golongan I; biasanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak digunakan pada
terapi. Golongan berpotensi tinggi mengakibatkan kecanduan.
Narkotika golongan II; penggunaannya untuk pengobatan, terapi, dan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan. Berpotensi tinggi mengakibatkan kecanduan pada pengguna.
Narkotika golongan III; penggunaanya untuk pengobatan, terapi, dan untuk tujuan ilmu
pengetahuan. Berpotensi ringan menyebabkan kecanduan.
2. Psikotropika
Jenis kedua dari NAPZA yaitu psikotropika yang merupakan bahan alami maupun bukan alami
yang memiliki khasiat psikoaktif. Dampak mengkonsumsi psikotropika dapat mempengaruhi
susunan saraf yang bisa menyebabkan perubahan mental dan perilaku.
Psikotropika golongan I; penggunaannya hanya untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak dipakai
dalam terapi, dan sangat berpotensi mengakibatkan kecanduan.
Psikotropika golongan II; penggunaannya untuk tujuan pengobatan atau obat alternatif, dan juga
untuk ilmu pengetahuan. Golongan ini juga berpotensi menyebabkan kecanduan.
Psikotropika golongan III; penggunaannya untuk pengobatan dan terapi, serta untuk tujuan ilmu
pengetahuan. Golongan ini juga mempunyai potensi sedang menyebabkan ketergantungan.
Psikotropika golongan IV; penggunaannya untuk pengobatan dan terapi, serta untuk tujuan ilmu
pengetahuan. Berpotensi mengakibatkan ketergantungan ringan.
3. Zat Adiktif
Zat adiktif tidak termasuk narkotika maupun psikotropika, dimana zat ini merupakan bentuk
inhalasi dan penggunaanya dapat menimbulkan ketergantungan. Zat adiktif ini mudah kita
temukan di kehidupan sehari-hari, misalnya Nikotin pada rokok, Etanol pada minuman
beralkohol, dan pelarut yang mudah menguap pada thiner, lem, dan lain-lain.
Semua yang termasuk dalam zat adiktif, pada kadar tertentu dapat memberikan efek kencanduan
pada penggunanya. Misalnya pada minuman beralkhol. Minuman yang mengandung alkohol
dapat dibagi menjadi 3 golongan, diantaranya:
Golongan A; minuman mengandung alkohol dengan kadar etanol 1% – 5%. Conto; Green Sand,
Bir.
Golongan B; minuman mengandung alkohol dengan kadar etanol 5% – 20%. Contoh; Anggur
Kolesom.
Golongan C; minuman mengandung alkohol dengan kadar etanol 20% – 55%. Contoh; Arak,
Vodka, Wiski. Dapat menyebabkan kecanduan.
1. Opioda
Opioda berasal dari getah Opium yang diolah melalui proses tertentu menjadi heroin. Ada tiga
golongan besar pada Opioda, yaitu:
3. Kanabis/ Ganja
Kanabis/ Cannabis atau ganja adalah tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat psikotropika
dan dapat menimbulkan rasa senang/ euforia tanpa sebab kepada pemakainya.
4. Amphetamine
Amphetamine umumnya berbentuk serbuk/ bubuk dan tablet. Beberapa narkoba yang termasuk
di dalam Ampthetamin yaitu; inex, ekstasi, shabu.
7. Solvent/ Inhalasi
Ini merupakan uap gas yang digunakan dengan cara menghirupnya. Misalnya; lem, thiner,
aerosol, dan lain-lain.
8. Alkohol
Alkohol merupakan zat psikoaktif yang diperoleh dari hasil fermentasi gula, umbi-umbian, sari
buah (anggur), dan madu. Pada kadar tertentu, alkohol dapat menimbulkan efek penurunan
kesadaran dan euforia.
Proses fermantis tersebut dapat menghasilkan kadar alkohol 15%. Setelah proses penyulingan,
kadar alkohol yang dihasilkan bisa menjadi lebih tinggi, bahkan mencapai 100%.
Sebagai orang tua, perangkat masyarakat, ataupun seorang manajer sumber daya manusia di
perusahaan, kita wajib mengetahui pengertian NAPZA dan jenis-jenisnya. Melakukan upaya
pencegahan penyalahgunaan NAPZA merupakan bentuk kepedulian terhadap lingkungan.
Memasang poster atau peraturan tertulis tentang “Area Bebas Narkoba” termasuk sanksinya
kepada pelaku. Tujuannya untuk terus mengingatkan masyarakat agar menjauhi segala jenis
narkoba.
Di lingkungan kerja dan masyarakat, bisa disediakan fasilitas fitness gratis/ murah sebagai sarana
untuk mengurangi tingkat stress. Perlu diketahui bahwa depresi menjadi pemicu dominan
seseorang untuk mengkonsumsi narkoba.
Memberikan sosialisasi sederhana tentang bahaya mengkonsumsi narkoba dan dampaknya bagi
kesehatan serta masa depan seseorang.
Membantu orang lain dalam meningkatkan kualitas hidupnya dan membantu mengatasi masalah
di tempat kerja maupun di rumah.
Lakukan test urine kepada seluruh anggota perusahaan secara berkala untuk mengetahui apakah
ada karyawan yang mengkonsumsi narkoba. Pada beberapa instansi milik pemerintahan, test
narkoba ini dilakukan di awal perekrutan tenaga kerja.
Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu pola perilaku di mana seseorang menggunakan obat-obatan
golongan narkotika, psikotoprika, dan zat aditif yang tidak sesuai fungsinya. Penyalahgunaan NAPZA
umumnya terjadi karena adanya rasa ingin tahu yang tinggi, yang kemudian menjadi kebiasaan. Selain
itu, penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang juga bisa dipicu oleh masalah dalam hidupnya atau
berteman dengan pecandu NAPZA.
Halusinogen, seperti lysergic acid diethylamide (LSD), phencyclidine dan ecstasy. Efek yang
dapat timbul dari penyalahgunaan obat halusinogen beragam, di antaranya adalah halusinasi,
tremor, dan mudah berganti emosi.
Depresan, seperti diazepam, alprazolam, clonazepam, dan ganja. Efek yang ditimbulkan dari
penyalahgunaan obat depresan adalah sensasi rileks dan mengalihkan stres akibat suatu pikiran.
Stimulan, seperti dextroamphetamin, kokain, methamphetamine (sabu), dan amphetamin. Efek
yang dicari atas penyalahgunaan obat stimulan adalah bertambahnya energi, membuat
penggunanya menjadi fokus.
Opioid, seperti morfin dan heroin yang sebenarnya adalah obat penahan rasa sakit, namun
digunakan untuk menciptakan rasa kesenangan.
Jika tidak dihentikan, penyalahgunaan NAPZA dapat menyebabkan kecanduan. Ketika kecanduan yang
dialami juga tidak mendapat penanganan, hal itu berpotensi menyebabkan kematian akibat overdosis.
Penanganan penyalahgunaan NAPZA, terutama yang sudah mencapai fase kecanduan, akan lebih baik
dilakukan segera. Dengan mengajukan rehabilitasi atas kemauan dan kehendak sendiri, pasien yang telah
mengalami kecanduan NAPZA tidak akan terjerat tindak pidana.
Keinginan untuk menggunakan obat terus-menerus, setiap hari atau bahkan beberapa kali dalam
sehari.
Muncul dorongan kuat untuk menggunakan NAPZA, yang bahkan mampu mengaburkan pikiran
lain.
Seiringnya berjalannya waktu, dosis yang digunakan akan dirasa kurang dan muncul keinginan
untuk meningkatkannya.
Muncul kebiasaan untuk selalu memastikan bahwa NAPZA masih tersedia.
Melakukan apa pun untuk mendapatkan atau membeli NAPZA, bahkan hingga menjual barang
pribadi.
Tanggung jawab dalam bekerja tidak terpenuhi, dan cenderung mengurangi aktivitas sosial.
Tetap menggunakan NAPZA meski sadar bahwa penggunaan NAPZA tersebut memberikan
dampak buruk pada kehidupan sosial maupun psikologis.
Ketika sudah tidak memiliki uang atau barang yang dapat dijual, pecandu NAPZA mulai berani
melakukan sesuatu yang tidak biasa demi mendapatkan zat yang diinginkan, misalnya mencuri.
Melakukan aktivitas berbahaya atau merugikan orang lain ketika di bawah pengaruh NAPZA
yang digunakan.
Banyak waktu tersita untuk membeli, menggunakan, hingga memulihkan diri dari efek NAPZA.
Selalu gagal saat mencoba untuk berhenti menggunakan NAPZA.
Ketika penderita telah mencapai fase kecanduan dan mencoba untuk menghentikan penggunaan, dia akan
mengalami gejala putus obat atau sakau. Gejala putus obat itu sendiri dapat berbeda-beda pada tiap
orang, tergantung keparahaan dan jenis NAPZA yang digunakan. Apabila NAPZA yang digunakan
adalah heroin dan morfin (opioid), maka gejalanya dapat berupa:
Hidung tersumbat.
Gelisah.
Keringat berlebih.
Sulit tidur.
Sering menguap.
Nyeri otot.
Setelah satu hari atau lebih, gejala putus obat dapat memburuk. Beberapa gejala yang dapat dialami
adalah:
Diare.
Kram perut.
Mual dan muntah.
Tekanan darah tinggi.
Sering merinding.
Jantung berdebar.
Penglihatan kabur/buram.
Sedangkan apabila NAPZA yang disalahgunakan adalah kokain, maka gejala putus obat yang dirasakan
dapat berbeda. Beberapa di antaranya adalah:
Depresi.
Gelisah.
Tubuh terasa lelah.
Terasa tidak enak badan.
Nafsu makan meningkat.
Mengalami mimpi buruk dan terasa sangat nyata.
Lambat dalam beraktivitas.
Fase kecanduan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang terus dibiarkan, bahkan dosisnya yang terus
meningkat, berpotensi menyebabkan kematian akibat overdosis. Overdosis ditandai dengan munculnya
gejala berupa:
Detoksifikasi. Detoksifikasi adalah tahap di mana dokter memberikan obat tertentu yang
bertujuan untuk mengurangi gejala putus obat (sakau) yang muncul. Sebelum pasien diberikan
obat pereda gejala, dokter terlebih dahulu akan memeriksa kondisinya secara menyeluruh.
Terapi perilaku kognitif. Pada tahap ini, pasien akan dibantu psikolog atau pskiater
berpengalaman. Terapis terlebih dahulu akan melakukan pemeriksaan kondisi guna menentukan
tipe terapi yang sesuai. Beberapa tujuan dilakukannya terapi perilaku kognitif, antara lain adalah
untuk mencari cara mengatasi keinginan menggunakan obat disaat kambuh, dan membuat strategi
untuk menghindari dan mencegah kambuhnya keinginan menggunakan obat.
Bina lanjut. Tahap ini memungkinkan pasien ikut serta dalam kegiatan yang sesuai dengan
minat. Pasien bahkan dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja, namun tetap dalam
pengawasan terapis.