Anda di halaman 1dari 7

NAPZA

Pengertian NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
Pengertian NAPZA secara umum adalah
’’ semua zat kimiawi yang jika dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik secara oral (diminum,
dihisap, dihirup dan disedot) maupun disuntik, dapat mempengaruhi kejiwaan/ psikologis dan
kesehatan seseorang, serta menimbulkan kecanduan atau ketergantungan’’.

Penggunaan NAPZA umumnya dilakukan pada dunia medis atau bidang kesehatan.
Penyalahgunaan pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan pengobatan dan tidak dalam
pengawasan dokter akan menyebabkan kecanduan dan ketergantungan secara fisik maupun
mental.
Di Indonesia penggunaan istilah NAPZA lebih populer dengan sebutan Narkoba atau singkatan
dari Narkotika dan Obat-Obatan.

Pengertian NAPZA Menurut Para Ahli


Agar lebih memahami apa arti NAPZA atau Narkoba, maka kita dapat memperhatikan beberapa
pendapat para ahli tentang definisi NAPZA. Berikut ini adalah pengertian NAPZA menurut para
ahli:

1. Smith Kline dan French Clinical


Menurut Smith Kline dan French Clinical pengertian Napza adalah zat-zat atau obat yang dapat
mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja dengan
mempengaruhi susunan saraf sentral.
2. Ghoodse
Menurut Ghoodse pengertian Napza adalah zat kimia yang dibutuhkan untuk merawat kesehatan,
saat zat tersebut masuk kedalam organ tubuh maka akan terjadi satu atau lebih perubahan fungsi
didalam tubuh. Lalu dilanjutkan lagi dengan ketergantungan secara fisik dan psikis pada tubuh,
sehingga jika zat tersebut dihentikan pengkonsumsiannya maka akan terjadi gangguan secara
fisik dan psikis.

3. Kurniawan
Menurut Kurniawan pengertian NAPZA adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan
psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati, dan perilaku jika masuk ke dalam tubuh
manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya.

4. Jackobus
Menurut Jackobus, definisi NAPZA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis ataupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.

5. Wresniwiro
Menurut Wresniwiro pengertian NAPZA adalah zat atau obat yang bisa menyebabkan
ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat-zat tersebut bekerja dengan mempengaruhi saraf
pusat manusia.

Macam-Macam NAPZA
Setelah memahami definisi NAPZA, selanjutnya kita juga perlu tahu apa saja jenis-jenis NAPZA
yang ada di masyarkat. Sesuai UU No. 22 Tahun 1997, NAPZA dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, diantaranya adalah:

1. Narkotika
Dari pengertian NAPZA di atas, narkotika adalah salah satu yang termasuk golongan NAPZA
dimana terbuat dari suatu tanaman maupun non-tanaman baik yang sintetis maupun yang semi
sintetis dan bisa menyebabkan perubahan dan penurunan kesadaran.

Narkotika dapat dibedakan menjadi beberapa golongan, diantaranya:

Narkotika golongan I; biasanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak digunakan pada
terapi. Golongan berpotensi tinggi mengakibatkan kecanduan.
Narkotika golongan II; penggunaannya untuk pengobatan, terapi, dan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan. Berpotensi tinggi mengakibatkan kecanduan pada pengguna.
Narkotika golongan III; penggunaanya untuk pengobatan, terapi, dan untuk tujuan ilmu
pengetahuan. Berpotensi ringan menyebabkan kecanduan.
2. Psikotropika
Jenis kedua dari NAPZA yaitu psikotropika yang merupakan bahan alami maupun bukan alami
yang memiliki khasiat psikoaktif. Dampak mengkonsumsi psikotropika dapat mempengaruhi
susunan saraf yang bisa menyebabkan perubahan mental dan perilaku.

Psikotropika sendiri dibedakan lagi berdasarkan tingkatannya menjadi Psikotropika golongan 1


hingga golongan 4.

Psikotropika golongan I; penggunaannya hanya untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak dipakai
dalam terapi, dan sangat berpotensi mengakibatkan kecanduan.
Psikotropika golongan II; penggunaannya untuk tujuan pengobatan atau obat alternatif, dan juga
untuk ilmu pengetahuan. Golongan ini juga berpotensi menyebabkan kecanduan.
Psikotropika golongan III; penggunaannya untuk pengobatan dan terapi, serta untuk tujuan ilmu
pengetahuan. Golongan ini juga mempunyai potensi sedang menyebabkan ketergantungan.
Psikotropika golongan IV; penggunaannya untuk pengobatan dan terapi, serta untuk tujuan ilmu
pengetahuan. Berpotensi mengakibatkan ketergantungan ringan.
3. Zat Adiktif
Zat adiktif tidak termasuk narkotika maupun psikotropika, dimana zat ini merupakan bentuk
inhalasi dan penggunaanya dapat menimbulkan ketergantungan. Zat adiktif ini mudah kita
temukan di kehidupan sehari-hari, misalnya Nikotin pada rokok, Etanol pada minuman
beralkohol, dan pelarut yang mudah menguap pada thiner, lem, dan lain-lain.

Semua yang termasuk dalam zat adiktif, pada kadar tertentu dapat memberikan efek kencanduan
pada penggunanya. Misalnya pada minuman beralkhol. Minuman yang mengandung alkohol
dapat dibagi menjadi 3 golongan, diantaranya:
Golongan A; minuman mengandung alkohol dengan kadar etanol 1% – 5%. Conto; Green Sand,
Bir.
Golongan B; minuman mengandung alkohol dengan kadar etanol 5% – 20%. Contoh; Anggur
Kolesom.
Golongan C; minuman mengandung alkohol dengan kadar etanol 20% – 55%. Contoh; Arak,
Vodka, Wiski. Dapat menyebabkan kecanduan.

Contoh NAPZA / Narkoba dan Dampaknya


Di dalam masyarakat kita mengenal beberapa contoh NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya) yang sering digunakan pada dunia medis dan yang disalahgunakan. Mengacu
pada pengertian NAPZA di atas, berikut ini beberapa contoh NAPZA tersebut:

1. Opioda
Opioda berasal dari getah Opium yang diolah melalui proses tertentu menjadi heroin. Ada tiga
golongan besar pada Opioda, yaitu:

Opioda alami (morfin, opium, codein)


Opioda semisintetik (heroin/ putaw, hidromorfin)
Opioda sintetik (metadon)
2. Kokain
Kokain dibuat dari daun Koka (Erythroxylon Coca) yang diproses dengan cara tertentu hingga
membentuk kristal. Efek pemakaian Kokain adalah perasaan segar, menambah rasa percaya diri,
menghilangkan lelah dan rasa sakit, dan kehilangan nafsu makan.

3. Kanabis/ Ganja
Kanabis/ Cannabis atau ganja adalah tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat psikotropika
dan dapat menimbulkan rasa senang/ euforia tanpa sebab kepada pemakainya.

4. Amphetamine
Amphetamine umumnya berbentuk serbuk/ bubuk dan tablet. Beberapa narkoba yang termasuk
di dalam Ampthetamin yaitu; inex, ekstasi, shabu.

5. LSD (Lysergic Acid)


Penggunaan LSD dapat mengakibatny a seseorang mengalami halusinasi, mulai dari obsesi yang
indah hingga menyeramkan, dan pada akhirnya akan membuat seseorang menjadi paranoid.
6. Sedatif – Hipnotik
Ini merupakan obat penenang dan obat tidur. Pada umumnya digunakan di dunia media dengan
cara diminum atau disuntik untuk membantu pasien yang mengelami stress, cemas, kejang, dan
sulit tidur.

7. Solvent/ Inhalasi
Ini merupakan uap gas yang digunakan dengan cara menghirupnya. Misalnya; lem, thiner,
aerosol, dan lain-lain.

Pemakainya dapat mengalami halusinasi ringan, kepala terasa berputar-putar, dan


mengakibatkan masalah kesehatan seperti gangguan fungsi paru, jantung, dan hati.

8. Alkohol
Alkohol merupakan zat psikoaktif yang diperoleh dari hasil fermentasi gula, umbi-umbian, sari
buah (anggur), dan madu. Pada kadar tertentu, alkohol dapat menimbulkan efek penurunan
kesadaran dan euforia.

Proses fermantis tersebut dapat menghasilkan kadar alkohol 15%. Setelah proses penyulingan,
kadar alkohol yang dihasilkan bisa menjadi lebih tinggi, bahkan mencapai 100%.

Penyalahgunaan NAPZA / Narkoba di Masyarakat


Orang tua, masyarakat, dan HRD di perusahaan bisa saja tidak mengetahui ada individu yang
mengkonsumsi NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di sekitar mereka. Padahal jika
seseorang mengkonsumsi obat terlarang, hal tersebut dapat merugikan banyak pihak.

Sebagai orang tua, perangkat masyarakat, ataupun seorang manajer sumber daya manusia di
perusahaan, kita wajib mengetahui pengertian NAPZA dan jenis-jenisnya. Melakukan upaya
pencegahan penyalahgunaan NAPZA merupakan bentuk kepedulian terhadap lingkungan.

Pencegahan Penggunaan NAPZA / Narkoba di Lingkungan Kerja


Setelah mengetahui pengertian NAPZA dan jenis-jenisnya, tentunya sebagai anggota masyarakat
perlu melakukan upaya pencegahan penyalahgunaannya. Berikut ini beberapa upaya sederhana
yang bisa dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba/ NAPZA, yaitu:

Memasang poster atau peraturan tertulis tentang “Area Bebas Narkoba” termasuk sanksinya
kepada pelaku. Tujuannya untuk terus mengingatkan masyarakat agar menjauhi segala jenis
narkoba.
Di lingkungan kerja dan masyarakat, bisa disediakan fasilitas fitness gratis/ murah sebagai sarana
untuk mengurangi tingkat stress. Perlu diketahui bahwa depresi menjadi pemicu dominan
seseorang untuk mengkonsumsi narkoba.
Memberikan sosialisasi sederhana tentang bahaya mengkonsumsi narkoba dan dampaknya bagi
kesehatan serta masa depan seseorang.
Membantu orang lain dalam meningkatkan kualitas hidupnya dan membantu mengatasi masalah
di tempat kerja maupun di rumah.
Lakukan test urine kepada seluruh anggota perusahaan secara berkala untuk mengetahui apakah
ada karyawan yang mengkonsumsi narkoba. Pada beberapa instansi milik pemerintahan, test
narkoba ini dilakukan di awal perekrutan tenaga kerja.
Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu pola perilaku di mana seseorang menggunakan obat-obatan
golongan narkotika, psikotoprika, dan zat aditif yang tidak sesuai fungsinya. Penyalahgunaan NAPZA
umumnya terjadi karena adanya rasa ingin tahu yang tinggi, yang kemudian menjadi kebiasaan. Selain
itu, penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang juga bisa dipicu oleh masalah dalam hidupnya atau
berteman dengan pecandu NAPZA.

Terdapat 3 kelas obat yang paling sering disalahgunakan, yakni:

 Halusinogen, seperti lysergic acid diethylamide (LSD), phencyclidine dan ecstasy. Efek yang
dapat timbul dari penyalahgunaan obat halusinogen beragam, di antaranya adalah halusinasi,
tremor, dan mudah berganti emosi.
 Depresan, seperti diazepam, alprazolam, clonazepam, dan ganja. Efek yang ditimbulkan dari
penyalahgunaan obat depresan adalah sensasi rileks dan mengalihkan stres akibat suatu pikiran.
 Stimulan, seperti dextroamphetamin, kokain, methamphetamine (sabu), dan amphetamin. Efek
yang dicari atas penyalahgunaan obat stimulan adalah bertambahnya energi, membuat
penggunanya menjadi fokus.
 Opioid, seperti morfin dan heroin yang sebenarnya adalah obat penahan rasa sakit, namun
digunakan untuk menciptakan rasa kesenangan.

Jika tidak dihentikan, penyalahgunaan NAPZA dapat menyebabkan kecanduan. Ketika kecanduan yang
dialami juga tidak mendapat penanganan, hal itu berpotensi menyebabkan kematian akibat overdosis.
Penanganan penyalahgunaan NAPZA, terutama yang sudah mencapai fase kecanduan, akan lebih baik
dilakukan segera. Dengan mengajukan rehabilitasi atas kemauan dan kehendak sendiri, pasien yang telah
mengalami kecanduan NAPZA tidak akan terjerat tindak pidana.

Penyebab Penyalahgunaan NAPZA


Penyalahgunaan NAPZA umumnya terjadi karena adanya rasa ingin tahu yang tinggi. Di sisi lain,
kondisi ini juga dapat dialami oleh penderita gangguan mental, misalnya gangguan bipolar atau
skrizopenia. Seseorang yang menderita gangguan mental dapat lebih mudah menyalahgunakan NAPZA
yang awalnya bertujuan untuk meredakan gejala yang dirasa.
Selain rasa ingin tahu yang tinggi dan menderita gangguan mental, terdapat pula beberapa faktor lain
yang dapat meningkatkan risiko seseorang melakukan penyalahgunaan NAPZA, antara lain:

 Memiliki teman yang seorang pecandu NAPZA.


 Mengalami masalah ekonomi.
 Pernah mengalami kekerasan fisik, emosi, atau seksual.
 Memiliki masalah hubungan dengan pasangan, kerabat, atau keluarga.

Fase dan Gejala Penyalahgunaan NAPZA


Ketika penyalahgunaan NAPZA tidak dihentikan dan terjadi terus-menerus, hal itu dapat menyebabkan
kecanduan. Pada fase ini, gejala yang dirasakan dapat berupa:

 Keinginan untuk menggunakan obat terus-menerus, setiap hari atau bahkan beberapa kali dalam
sehari.
 Muncul dorongan kuat untuk menggunakan NAPZA, yang bahkan mampu mengaburkan pikiran
lain.
 Seiringnya berjalannya waktu, dosis yang digunakan akan dirasa kurang dan muncul keinginan
untuk meningkatkannya.
 Muncul kebiasaan untuk selalu memastikan bahwa NAPZA masih tersedia.
 Melakukan apa pun untuk mendapatkan atau membeli NAPZA, bahkan hingga menjual barang
pribadi.
 Tanggung jawab dalam bekerja tidak terpenuhi, dan cenderung mengurangi aktivitas sosial.
 Tetap menggunakan NAPZA meski sadar bahwa penggunaan NAPZA tersebut memberikan
dampak buruk pada kehidupan sosial maupun psikologis.
 Ketika sudah tidak memiliki uang atau barang yang dapat dijual, pecandu NAPZA mulai berani
melakukan sesuatu yang tidak biasa demi mendapatkan zat yang diinginkan, misalnya mencuri.
 Melakukan aktivitas berbahaya atau merugikan orang lain ketika di bawah pengaruh NAPZA
yang digunakan.
 Banyak waktu tersita untuk membeli, menggunakan, hingga memulihkan diri dari efek NAPZA.
 Selalu gagal saat mencoba untuk berhenti menggunakan NAPZA.
Ketika penderita telah mencapai fase kecanduan dan mencoba untuk menghentikan penggunaan, dia akan
mengalami gejala putus obat atau sakau. Gejala putus obat itu sendiri dapat berbeda-beda pada tiap
orang, tergantung keparahaan dan jenis NAPZA yang digunakan. Apabila NAPZA yang digunakan
adalah heroin dan morfin (opioid), maka gejalanya dapat berupa:

 Hidung tersumbat.
 Gelisah.
 Keringat berlebih.
 Sulit tidur.
 Sering menguap.
 Nyeri otot.

Setelah satu hari atau lebih, gejala putus obat dapat memburuk. Beberapa gejala yang dapat dialami
adalah:

 Diare.
 Kram perut.
 Mual dan muntah.
 Tekanan darah tinggi.
 Sering merinding.
 Jantung berdebar.
 Penglihatan kabur/buram.

Sedangkan apabila NAPZA yang disalahgunakan adalah kokain, maka gejala putus obat yang dirasakan
dapat berbeda. Beberapa di antaranya adalah:

 Depresi.
 Gelisah.
 Tubuh terasa lelah.
 Terasa tidak enak badan.
 Nafsu makan meningkat.
 Mengalami mimpi buruk dan terasa sangat nyata.
 Lambat dalam beraktivitas.

Fase kecanduan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang terus dibiarkan, bahkan dosisnya yang terus
meningkat, berpotensi menyebabkan kematian akibat overdosis. Overdosis ditandai dengan munculnya
gejala berupa:

 Mual dan muntah.


 Kesulitan bernapas.
 Mengantuk.
 Kulit dapat terasa dingin, berkeringat, atau panas.
 Nyeri dada.
 Penurunan kesadaran.

Diagnosis Penyalahgunaan NAPZA


Diagnosis penyalahgunaan NAPZA, terutama jika sudah mencapai fase kecanduan akan
melibatkan psikiater. Kriteria yang ada pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM-5) digunakan psikiater sebagai salah satu dasar diagnosis.
Diagnosis juga dapat menggunakan serangkaian tes, seperti tes urine atau darah. Selain untuk mendeteksi
zat yang terkandung di tubuh, tes-tes tersebut juga digunakan untuk memeriksa kondisi kesehatan pasien
secara menyeluruh.
Tata Laksana
Melepaskan diri dari kecanduan NAPZA bukanlah perkara mudah. Pasien harus memantapkan niat dan
memperkuat usaha dalam memperoleh hasil yang diinginkan. Terbuka dengan keluarga dan kerabat
sangat dianjurkan guna mempermudah proses penanganan yang akan dilakukan.
Penanganan kecanduan akibat penyalahgunaan NAPZA pada dasarnya dapat berbeda pada tiap orang,
tergantung kondisi dan NAPZA yang disalahgunakan. Perilaku ini harus segera mendapatkan
penanganan. Jika tidak, dapat membahayakan kesehatan bahkan berpotensi menyebabkan kematian.
Rehabilitasi merupakan upaya yang dilakukan untuk menangani kecanduan NAPZA. Pasien dapat
mengajukan rehabilitasi pada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang tersebar di banyak daerah,
terdiri dari rumah sakit, puskesmas, hingga lembaga khusus rehabilitasi. Dengan mengajukan rehabilitasi
atas kemauan dan kehendak sendiri, sesuai dengan pasal 55 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang
narkotika, pasien tidak akan terjerat tindak pidana.
Di Indonesia, rehabilitasi memiliki tiga tahap, yakni:

 Detoksifikasi. Detoksifikasi adalah tahap di mana dokter memberikan obat tertentu yang
bertujuan untuk mengurangi gejala putus obat (sakau) yang muncul. Sebelum pasien diberikan
obat pereda gejala, dokter terlebih dahulu akan memeriksa kondisinya secara menyeluruh.
 Terapi perilaku kognitif. Pada tahap ini, pasien akan dibantu psikolog atau pskiater
berpengalaman. Terapis terlebih dahulu akan melakukan pemeriksaan kondisi guna menentukan
tipe terapi yang sesuai. Beberapa tujuan dilakukannya terapi perilaku kognitif, antara lain adalah
untuk mencari cara mengatasi keinginan menggunakan obat disaat kambuh, dan membuat strategi
untuk menghindari dan mencegah kambuhnya keinginan menggunakan obat.
 Bina lanjut. Tahap ini memungkinkan pasien ikut serta dalam kegiatan yang sesuai dengan
minat. Pasien bahkan dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja, namun tetap dalam
pengawasan terapis.

Anda mungkin juga menyukai