Oleh:
Sadjijono
ABSTRACT
The division of power in the government system is an effort in cheking and
balancing the interaction between agencies in the governance activity, and preventing
power to be held by only one hand. Amandement of The Indonesian Constitution 1945 by
Indonesia government is a step to represent the democrazy an constitution of the state,
according to the constitusional system. The Amandement consists same changes to the
Indonesian constitution, related to the check and balance of power. Firstly it has one
agency which level is decreased from the highest agency into a high level agency.
Lubis (M. Solly Lubis, 2002 : 2) tidak lain, Perubahan struktur yang terjadi
adalah merupakan usaha konseptual dapat dilihat pada awal berlakunya UUD
yang didorong oleh keinginan untuk 1945 yang pada waktu itu Negara Republik
memperoleh konsep dasar pengelolaan Indonesia menganut system pemerintahan
kehidupan bangsa yang dipandang lebih Presidensial dan Negara berbentuk
sesuai dengan landasan-landasan Republik Kesatuan, kemudian atas
pengelolaan dan tujuan yang akan tekanan dan pengaruh Belanda, bentuk
dicapai, sehingga pergantian dan negara berubah menjadi Negara Federal
perubahan dipandang sebagai langkah dan UUD 1945 diganti dengan Konstitusi
untuk mencapai terwujudnya tujuan dan RIS 1949 dengan system pemerintahan
cita-cita negara, dan sebagai suatu usaha Parlementer. Oleh karena cita-cita bangsa
pemantapan ketatanegaraan untuk Indonesia adalah membentuk negara
memperoleh suatu pemerintahan yang Kesatuan, maka tidak lama kemudian
diharapkan akan membawa kesejahtera- negara-negara bagian Republik Indonesia
an bagi bangsa dan negara. Secara Serikat sepakat untuk kembali ke Negara
teoritis pergantian Undang-Undang Kesatuan, maka Konstitusi RIS 1949
Dasar membawa perubahan diganti dengan UUDS 1950, akan tetapi
struktur pemerintahan negara, dan system pemerintahan tetap menganut
kemungkinan yang lebih jauh ialah system parlementer. Kemudian keluar
perubahan dasar filsafat negara, tujuan Dekrit Presiden tangal 5 Juli 1959 yang
dan policy negara, akan tetapi di dalam salah satu subtansinya kembali ke UUD
praktek ketatanegaraan di Indonesia, 1945.
pergantian tersebut tidak membawa Dengan demikian secara otomatis
perubahan dasar filsafat dan tujuan system pemerintahan kembali pada
negara, hanya terbatas pada struktur dan system presidensiil dan bentuk negara
policy negara saja, karena filsafat negara menjadi Negara Republik Kesatuan.
tetap Pancasila dan tujuan negara tetap Selain pergantian Undang-Undang
sebagaimana tercantum dalam Pem- Dasar sebagaimana disebutkan di atas,
bukaan UUD'45. (M. Solly Lubis, 1993: dengan keluamya Ketetapan MPR RI
19) Nomor: LX/MPR/1999 dan Ketetapan MPR
berkuasa, (Harian Kompas Edisi Tanggal Daerah (DPD), Mahkamah Konstitusi (MK),
12 Agustus 2002 : 26, kolom 6) sehingga dan Komisi Yudicial (KY). Dengan demikian
perubahan UUD 1945 yang terjadi struktur ketatanegaraan berdasarkan
membawa dampak terhadap system perubahan UUD 1945 dimaksud terdiri dari
pembagian kekuasaan negara. lembaga MPR, DPR dan DPD sebagai
kelompok kekuasaan legislative, Presiden
2. Kekuasaaan Negara berdasarkan
dan Wakil Presiden memegang kekuasaan
Perubahan UUD 1945
eksekutif, Mahkamah Agung (MA) dan
Setelah UUD 1945 dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) memegang
suatu perubahan, struktur ketata- kekuasaan yudisiil, dan Badan Pengawas
negaraan negara Republik Indonesia Keuangan (BPK) sebagai pemegang
mengalami perubahan yang sangat kekuasaan pengawas keuangan negara.
radikal. Perubahan dimaksud dapat Lembaga Komisi Yudisiil (KY) sebagai
dicermati dari susunan dan jenis lembaga lembaga baru dilingkungan kekuasaan
yang ada, kewenangan, dan pembagian kehakiman yang memegang fungsi
kekuasaannya. Sebelum terjadinya pengawasan (control), akan tetapi tidak
perubahan UUD 1945, struktur ketata- masuk pada kekuasaan yudisiil.
negaraan Indonesia menempatkan
a. Kekuasaan Majelis Permusyawaratan
lembaga Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR).
Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi
negara yang berada di atas lembaga
Di dalam Perubahan UUD 1945
tinggi negara yang lain. Lembaga tinggi
komposisi keanggotan Majelis Per-
yang ada, yakni DPR, Presiden, BPK,
musyawaratan Rakyat (MPR) mengalami
DPA dan MA, akan tetapi setelah
perubahan, yang sebelumnya anggota
dilakukan perubahan MPR tidak lagi
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
menjadi lembaga tertinggi negara dan
terdiri dari anggota DPR ditambah dengan
ada lembaga tinggi negara lain yang
utusan-utusan dari daerah-daerah dan
dihapuskan, yakni Dewan Pertimbangan
golongan-golongan menurut aturan yang
Agung (DPA). Selain itu muncul lembaga-
ditetapkan dengan undang-undang,
lembaga baru seperti Dewan Perwakilan
rnelakukan pelanggaran hukum seperti dan tidak memenuhi syarat lagi sebagai
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, Presiden dan/atau Wakil Presiden,
penyuapan, perbuatan pidana berat sedangkan dengan anggota DPR dan DPD
lainnya atau tercela, atau terbukti tidak terbatas pada keanggotaan dalam MPR.
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden Lembaga MPR yang sebelumnya
dan/atau Wakil Presiden atas dasar memegang kedaulatan rakyat yang
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), sepenuhnya dilaksanakan oleh MPR, akan
maka tetapi setelah terjadinya amandemen ke-
Lembaga MPR berwenang me- IV, lembaga MPR tidak lagi memegang
nerima usulan pemberhentian Presiden kedaulatan rakyat dan tidak lagi sebagai
dan/atau Wakil Presdien dimaksud dari lembaga tertinggi negara. Lembaga MPR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menjadi lembaga negara yang tingkatan-
merapakan hasil sidang Paripurna DPR, nya sama dengan lembaga negara lainnya
yang selanjutaya MPR wajib me- seperti Presiden, DPR, DPD, BPK, MA dan
nyelenggarakan sidang paripurna untuk MK yang satu sama lain saling
memutuskan usul DPR dimaksud. menyeimbangkan dalam mekanisme
Kewenangan yang lain, apabila terjadi checks and balances (I Dewa Cede
kekosongan Wakil Presiden, maka Palguna (Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja
selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari MPR) yang dimuat dalam Harian Kompas
Lembaga MPR harus menyelenggarakan Edisi Senin 12 Agustus 2002 halaman 28
sidang untuk memilih Wakil Presiden. Fokus, kolom 1-9) Dengan demikian
Hubungan lembaga MPR dengan setelah amandemen ke-IV UUD 1945
lembaga-lembaga lain yang memiliki garis kewenangan MPR dapat dirinci dalam tiga
langsung hanyalah dengan Presiden hal, yakni pertama: merubah dan
dan/atau Wakil Presiden, dan dengan menetapkan UUD; kedua: melantik
DPR dalam rangka menerima usulan presiden dan/atau wakil presiden; dan
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil ketiga: hanya dapat memberhentikan
Presiden yang berdasarkan keputusan presiden dan/atau wakil presiden dalam
Mahkamah Konstitusi (MK) dinyatakan masa jabatannya menurut UUD. Dengan
terbukti melakukan pelanggaran hukum demikian ada suatu pemahaman baru
8) Memberi grasi dan rehabilitasi digunakan bila ada hal kegentingan yang
dengan memperhatikan pertimbang- memaksa (noodtoestand).
an Mahkamah Agung (MA), dan Hubungan Kekuasaan Peme-
memberi amnesti dan abolisi dengan rintah (Presiden) dengan Kekuasaan
memperhatikan pertimbangan Kehakiman (Yudisiil), bahwa Presiden
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berwenang menetapkan Hakim Agung
serta memberi gelar, tanda jasa dan atas usulan Komisi Yudisial (KY) dan yang
lain-lain tanda kehormatan; telah disetujui oleh Dewan Perwakilan
9) Membentuk Dewan Pertimbangan; Rakyat (DPR), mengangkat dan member-
10) Mengangkat dan memberhentikan hentikan anggota Komisi Yudisial atas
menteri-menteri negara sebagai persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
pembantu Presiden. (DPR) dan menetapkan sembilan orang
Selain kekuasaan tersebut di atas anggota Hakim Konstitusi yang diajukan
Presiden juga mempunyai kewenangan oleh Mahkamah Agung (MA) tiga orang,
menetapkan Anggaran Pendapatan dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tiga
Belanja Negara (APBN) (staatsbegroting) orang dan oleh Presiden tiga orang.
atas persetujuan Dewan Perwakilan Oleh karena Presiden sebagai
Rakyat (DPR), mengesahkan rancangan penyelenggara pemerintahan (eksekutif)
undang-undang yang telah disetujui yang tertinggi, maka dalam menjalankan
bersama untuk menjadi undang-undang pemerintahan negara tersebut kekuasaan
dan dalam kepentingan memaksa berhak dan tanggungjawab ditangan Presiden
menetapkan Peraturan Pemerintah (concentration of power and responsibility
sebagai pengganti undang-undang upon the President)* Kekuasaan Presiden
(Perpu), sebagaimana disebutkan dalam selaku Kepala Pemerintahan (eksekutif)
pasal 22 UUD 1945. maupun selaku Kepala Negara meskipun
Pasal 22 dimaksud memberikan beberapa kekuasaan atau kewenangan-
hak bagi Presiden untuk membuat nya harus memperhatikan pertimbangan
Peraturan Darurat (Noodveror- dan atau persetujuan DPR, akan tetapi
deningsrecht), peraturan darurat Presiden tidak bertanggung-jawab kepada
(noodverordenings) tersebut hanya boleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) artinya
(UUD) (pasal 3 ayat (1) Perubahan kewenangan Komisi Yudisial tersebut lebih
UUD'45); lanjut diatur dalam Undang-undang Nomor
2) Presiden, yang memegang ke- 24 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
kuasaan eksekutif atau kekuasa-an yang berwenang mengusulkan peng-
pemerintahan (pasal 4 ayat (1) angkatan hakim agung dan melakukan
Perubahan UUD'45). pengawasan kepada para hakim. Komisi
3) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Yudisial (KY) ini tidak masuk dalam
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), lembaga tinggi yang memegang kekuasa-
yang memegang kekuasa-an legislatif an yudikatif, karena eksistensi Komisi
atau kekuasaan membentuk undang- Yudisial terbatas untuk mengawasi dan
undang (pasal 20 ayat (1) dan pasal menegakkan kode etik peradilan yang
22 D Perubahan UUD'45); dijalankan oleh para hakim dan bersifat
4) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mandiri (independent). Selain itu Komisi
yang memegang kekuasaan inspektif Yudisial tidak menjatuhkan keputusan
atau pengawasan tentang pengelolaan yang bersifat yuridis dan mengikat, karena
dan tanggungjawab keuangan negara hanya terbatas pada pelanggaran etika.
(pasal 23 E ayat (1) Perubahan Dengan Perubahan UUD'45 ter-
UUD'45); sebut, kekuasaan konstitutif yang di-
5) M a h k a m a h A g u n g ( M A ) d a n pegang oleh lembaga Majelis Per-
Mahkamah Konstitusi (MK), yang musyawaratan Rakyat (MPR) berubah
memegang kekuasan yudisiil atau secara radikal, sejalan dengan perubahan
peradilan (pasal 24 ayat (2) pasal 1 ayat (2) UUD'45 pada Perubahan
Perubahan UUD'45). ke-III, yang semula berbunyi "Kedaulatan
Selain lembaga tinggi di atas, adalah ditangan rakyat dan dilakukan
masih ada satu lembaga yang bertugas sepenuhnya oleh Majelis Permusyawarat-
dilingkungan kekuasaan kehakiman, an Rakyat)", pada perubahan ke-III dirubah
akan tetapi tidak masuk pada lembaga menjadi “Kedaulatan berada di tangan
tinggi negara, yakni Komisi Yudisial (KY). rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Eksistensi Komisi Yudisial (KY) dan Undang Dasar".
Dewan (DPR: kursif penulis) meng- lembaga dimaksud, juga banyak memberi
anggap bahwa Presiden sungguh ketidak pastian dan mengandung benih-
melanggar haluan negara yang telah benih konflik, seperti tidak diaturnya
ditetapkan oleh Udang-Undang Dasar secara jelas antara Dewan Perwakilan
atau Majelis Pennusyawaratan Rakyat, Daerah (DPD) dengan Dewan Perwakilan
maka Majelis dapat diundang untuk Rakyat (DPR) soal pengawasan undang-
persidangan "istimewa" (tanda petik: undang, atau antara Mahkamah
kursif penulis) agar supaya bisa minta Konstitusi (MK), Majelis Permusyawarat-
pertanggungjawaban Presiden. an Rakyat (MPR) dan Presiden dalam
Menurut Bintan Saragih, perubah- soal penetapan impeachment. Dan masih
an UUD 1945 masih banyak kekurangan- banyak lagi permasalahan-permasalah-
nya, sebab belum dapat mengkaji secara an yang ada berkaitan dengan ke-
tepat system ketatanegaraan kemasa wenangan lembaga-lembaga tinggi
depan, karena masih banyak hal sebagai negara.
pelaksanaan perubahan itu yang Perubahan ke-IV UUD 1945
memerlukan pengaturan dalam undang- tersebut belum dapat menjamin sepenuh-
undang. Check and balances antara nya ketegasan dan kejelasan pen-
Presiden dan lembaga tinggi negara distribusian kekuasaan terhadap lembaga-
lainnya belum terjamin. Padahal, check lembaga tinggi negara, yakni MPR, DPR
and balances itu sangat vital dalam dan DPD, Presiden, MA dan MK, dan BPK
penyelenggaraan good governance. secara subtantif, oleh karena itu
Lebih jauh Bintan Saragih dalam seminar Perubahan UUD 1945 yang telah disahkan
nasional yang bertema "Perubahan UUD pada tanggal 10 Agustus 2002 perlu
1945 dan Konstruksi Sistem Ketata- dikoreksi kembali secara total, bahkan
negaraan Indonesia Masa depan" di perlu adanya perubahan (amandemeri)
Kampus Universitas Trisakti Jakarta, lagi untuk mempertegas dan meng-
menanyakan dimana letak Mahkamah hilangkan overleaping ke-wenangan atau
Konstitusi dalam system ketata- kekuasaan masing-masing lembaga tinggi
negaraan? Selain itu, dengan tidak negara yang telah ada.
jelasnya pembagian kewenangan antar
dan bukan lagi sebagai lembaga Abu Daud Busroh, ilmu negara, Bumi
perwakilam rakyat yang berdaulat. Di sisi Aksara, Jakarta, 2001 Arbi Sanit,
Sistem Politik Indonesia,
lain DPR dan DPD diposisikan sebagai Rajawali, Jakarta, 1982 Azhary,
lembaga legislatif yang anggotanya terdiri ttmu Negra Pembahasan buku
Krenenburg, Ghalia Indonesia,
dari perwakilan partai politik sebagai
penjelmaan rakyat dan perwakilan daerah Jakarta,1983 Bagir Manan, Beberapa
Masalah Hukum Tata Negara
sebagai perubahan dari utusan golongan Indonesia, Alumni, Bandung,1997
dan dipilih secara langsung melalui
Djoko Sutono, ttmu Negara, Ghalia
Pemilu. Eksistensi DPR dan DPD dalam Indonesia, Jakarta, 1982 Dahlan
lembaga legislatif belum sepenuhnya Thaib dan Mila Karmila Adi,