Anda di halaman 1dari 186

MENU

Skip to content

 Home

 About

DEWI SRI
WULAND
ARI'S
CASES
another site about medical cases

LAPORAN KASUS MATA

Posted on January 22,


2012 by shigenoiharuki under Ma

ta
KASUS PANJANG
TRAUMA OKULI
KHEMIS DAN TERMIS
ET CAUSA ALUMINIUM
CAIR
OLEH:
Dewi Sri
Wulandari0610710031
Hyastianingrum K.R
0610710059
Ima Maria 0610710063
PEMBIMBING :
dr. T. Budi Sulistya, Sp.M
LABORATORIUM ILMU
PENYAKIT MATA
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA MALANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Struktur bola mata terbentuk
cukup baik untuk melindungi
mata dari trauma. Bola mata
terletak pada permukaan yang
dikelilingi oleh tulang –
tulang yang kuat. Kelopak
mata dapat menutup dengan
cepat untuk mengadakan
perlindungan dari benda
asing, dan mata dapat
mentoleransi tabrakan kecil
tanpa kerusakan. Walau
demikian, trauma dapat
merusak mata, terkadang
sangat parah dimana terjadi
kehilangan penglihatan, dan
lebih jauh lagi, mata harus di
keluarkan.1

Trauma mata adalah tindakan


sengaja maupun tidak sengaja
yang menimbulkan perlukaan
mata. Kebanyakan trauma
mata adalah ringan, namun
karena luka memar yang luas
pada sekeliling struktur, maka
dapat terlihat lebih parah dari
sebenarnya. Secara garis besar
trauma ocular dibagi dalam 3
kategori : trauma tumpul,
trauma tajam dan trauma
kimia.2
Trauma mata sering
merupakan penyebab
kebutaan unilateral pada anak
dan dewasa muda, kelompok
usia ini mengalami sebagian
besar cedera mata yang parah.
Kecelakaan di rumah,
kekerasan, ledakan, cedera
akibat olah raga, dan
kecelakaan lalulintas
merupakan keadaan yang
paling sering menyebabkan
trauma mata.1

Terdapat sekitar 2,4 juta


trauma okuler dan orbita di
Amerika serikat setiap
tahunnya, dimana 20.000
sampai 68.000 dengan trauma
yang mengancam penglihatan
dan 40.000 orang menderita
kehilangan penglihatan yang
signitifikan setiap tahunnya.
Hal ini hanya di dahului oleh
katarak sebagai penyebab
kerusakan penglihatan Di AS
dan trauma merupakan
penyebab paling banyak dari
kebutaan unilateral.3

Trauma okuli khemis meliputi


26,5% dari seluruh trauma
okuli. Lebih dari 23% pasien
mengalami kecacatan
penglihatan bilateral
permanen. Kelompok yang
beresiko tertinggi adalah laki-
laki usia muda. Sebagian
besar kecelakaan ini terjadi di
tempat kerja atau rumah
tangga. Trauma okuli akibat
basa lebih sering terjadi
daripada asam dan
memerlukan terapi jangka
panjang. Walaupun telah
dilakukan penanganan medis
yang maksimal sulit untuk
mencapai rehabilitasi.4

Trauma okuli khemis dan


thermis merupakan
kedaruratan yang memerlukan
pengenalan dan penanganan
segera. Pengenceran agen
kimia secara cepat merupakan
penanganan yang diperlukan
untuk mengurangi kerusakan
jaringan dan mempertahankan
penglihatan. Luasnya
kerusakan mata sebanding
dengan perbedaan pH bahan
kimia dengan pH netral 7,4,
lama waktu kontak, dan
jumlah bahan kimia.5

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan
trauma okuli khemis dan
termis ?

2. Bagaimana mendiagnosa
trauma okuli khemis dan
termis ?
3. Bagaimana penatalaksanaan
trauma okuli khemis dan
termis ?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi
trauma okuli t khemis dan
termis.
2. Untuk mengetahui
bagaimana mendiagnosa
trauma okuli khemis dan
termis.

3. Untuk mengetahui
penatalaksanaan trauma okuli
khemis dan termis.

1.4. Manfaat
Menambah wacana keilmuan
tentang trauma okuli khemis
dan termis sehingga dokter
umum dapat melakukan
pengenalan dini trauma okuli
khemis dan termis sehingga
bisa segera merujuk kepada
dokter spesialis untuk
mendapatkan penanganan
selanjutnya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trauma Okuli
Trauma okuli adalahtindakan
sengaja maupun tidak sengaja
yang menimbulkan perlukaan
mata. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan
sampai berat atau
menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata.6

Menurut BETT klasifikasi


trauma okuli dapat
digambarkan menurut bagan
berikut :6
Gambar 1. Klasifikasi
Trauma Okuli Menurut
BETT6
Menurut klasifikasi BETT
trauma okuli dibedakan
menjadi closed
globe dan open globe. Closed
globe adalah trauma yang
hanya menembus sebagian
kornea, sedangkan open
globe adalah trauma yang
menembus seluruh kornea
hingga masuk lebih dalam
lagi. Selanjutnya closed
globe injury dibedakan
menjadi contusiodan lamellar
laceration. Sedangkan open
globe injury dibedakan
menjadi rupturedan laceration
yang dibedakan lagi
menjadi penetrating,
IOFB, dan perforating.6
Sumber lain menyatakan
klasifikasi trauma okuli
sebagai berikut:

Gambar 2. Skema diagram


alur mengenai trauma okuli
Menurut skema diatas, secara
garis besar trauma okuli
dibagi menjadi dua yaitu
trauma okuli non perforans
dan perforans, yang keduanya
memiliki potensi
menimbulkan ruptur pada
perlukaan kornea, iris dan
pupil. Trauma tumpul mampu
menimbulkan trauma okuli
non perforans yang dapat
menimbulkan komplikasi
sepanjang bagian mata yang
terkena (bisa meliputi mulai
dari bagian kornea hingga
retina).

Selain berdasarkan efek


perforasi yang ditimbulkan
trauma okuli juga bisa
diklasifikasikan berdasarkan
penyebabnya yaitu :

1. Trauma tumpul (contusio


okuli) (non perforans)

2. Trauma tajam (perforans)

3. Trauma Radiasi
a. Trauma radiasi sinar infra
merah

b. Trauma radiasi sinar


ultraviolet

c. Trauma radiasi sinar X dan


sinar terionisasi

4. Trauma Kimia

a. Trauma asam
b. Trauma basa7

2.2 Trauma Kimia


Mata terbakar (ocular burns)
mewakili hingga 18% trauma
okuli yang ada di departemen
emergensi. Dari 18% mata
terbakar, 84% adalah trauma
kimia.8 Trauma kimia paling
sering terjadi di lingkungan
kerja perindustrian.9 Sekitar
7% kasus trauma okuli yang
ada di departemen emergensi
Amerika Serikat adalah
paparan kimia yang
berhubungan dengan
pekerjaan. Kecelakaan kerja
berkontribusi 63% pada
trauma kimia okuli,
sedangkan 33% disebabkan
oleh kecelakaan dalam rumah.
Sepuluh persen kasus
merupakan kasus
penyalahgunaan, yang sering
terjadi pada sosioekonomi
rendah.9,10
Pria tiga kali lebih besar
predileksi terhadap trauma
kimia okuli daripada wanita.
Walaupun trauma kimia okuli
terjadi di berbagai distribusi
usia, akan tetapi yang lebih
sering pada rentang usia 16-45
tahun. Tidak ada ras spesifik
yang berkecenderungan untuk
mengalami trauma kimia.
Agen penyebab yang lebih
sering dijumpai pada kasus-
kasus yang ada ialah kimia
basa.9,11 Walaupun kalsium
hidroksida merupakan
penyebab yang paling sering
dijumpai pada trauma kimia
basa, amonia menyebabkan
kondisi terbakar yang lebih
serius. Pada kimia asam, asam
hidrifluorat menyebabkan
trauma paling membahayakan,
sedangkan asam sulfat
merupakan agen kimia asam
yang sering dijumpai.12

Komplikasi trauma kimia


antara lain adalah kehilangan
penglihatan, glaukoma,
katarak, ulkus/perforasi
kornea, sikatrik kornea, retinal
detachment, serta konjungtiva
dan palpebra defek.13

Gambar 3. Beberapa agen


kimia penyebab dan
sumbernya yang sering
dijumpai pada trauma
kimia okuli10
2.3 Klasifikasi Trauma
Kimia Okuli
Ada beberapa skema
klasifikasi untuk
mengevaluasi derajat
kerusakan pada trauma kimia
okuli, akan tetapi system
klasifikasi Hughes, yang
kemudian dimodifikasi oleh
Ballen dan Roper Hall,
merupakan klasifikasi yang
sering digunakan pada
stadium akut, karena
kemudahan yang
dimilikinya.6,9 Sistem
klasifikasi ini didasarkan pada
korelasi antara hilangnya
kejernihan kornea dan derajat
iskemia limbus dengan
prognosisnya.

Gambar 4. Grading Hughes


yang dimodifikasi untuk
derajat trauma kimia
okuli11,14
2.4 Patofisiologi Trauma
Kimia Okuli
Trauma kimia okuli pada
umumnya menyebabkan
kerusakan pada palpebra,
konjungtiva kornea, dan
segmen anterior mata. Pada
lokasi ini lah, kerusakan yang
ditimbulkan mempunyai
potensi untuk menyebabkan
gangguan penglihatan,
tergantung dari volume, pH,
durasi terpapar, dan derajat
penetrasi dari bahan kimia
tersebut. Mekanisme trauma
kimia berbeda antara yang
asam dan yang basa, oleh
karena itu penting untuk
mengetahui tipe agen kimia
penyebab trauma.11
Kimia asam merupakan zat
dengan pH rendah dan sangat
mudah diurai menjadi ion
hidrogen dan anion dalam
permukaan depan mata. Ion
hidrogen yang dihasilkan dari
penguraian senyawa kimia
asam, menyebabkan
perubahan pH dalam mata.
Sedangkan anion yang
dihasilkan menyebabkan
denaturasi, presipitasi dan
koagulasi (nekrosis koagulasi)
protein, sehingga permukaan
kornea tampak berkabut.
Koagulasi protein ini lah yang
menjadikan trauma kimia
asam lebih tidak
membahayakan daripada
trauma kimia basa, karena
lebih banyak terbatas pada
bagian anterior mata saja.
Proses koagulasi ini memang
menyebabkan kerusakan pada
mata, akan tetapi merupakan
suatu mekanisme
perlindungan dari penetrasi
yang lebih dalam.10,15

Kimia basa merupakan zat


dengan pH tinggi dan sangat
mudah diurai menjadi ion
hidroksil dan kation dalam
permukaan depan mata. Kimia
basa dapat menyebabkan
kerusakan mata yang serius.
Ion hidroksil yang dihasilkan
mengakibatkan terjadinya
proses saponifikasi, ion ini
berikatan dengan asam lemak
dan protein, menyebabkan
nekrosis likuefaktif yang
berlawanan dengan nekrosis
koagulatif pada kimia asam.
Kation yang terurai juga
dengan aktif berinteraksi
dengan kolagen dan
glikosaminoglikan dari stroma
menjadikanfogging pada
stroma. Kerusakan jaringan
yang luas di dalam kornea
sangat berbahaya, karena akan
hal ini memudahkan penetrasi
yang lebih dalam dari
senyawa kimia tersebut dan
infiltrasi segmen anterior.
Penetrasi senyawa kimia ke
bagian segmen anterior,
bersama dengan hidrasi
kolagen, perubahan fibril
malignan, dan perubahan
trabekular dapat menyebabkan
perubahan tekanan intraokular
secara cepat (dalam beberapa
detik hingga beberapa menit)
dan signifikan. Hal tersebut
dapat menimbulkan iritis,
glaukoma, dan penurunan
ketajaman penglihatan.11,16
2.4 Manifestasi klinis
Trauma Kimia Okuli
Tanda dan gejala awal dari
trauma kimia mata dapat
berupa:

a. Nyeri

b. Mata merah

c. Tanda-tanda iritasi

d. Keluarnya air mata yang


berlebihan
e. Ketidakmampuan
mempertahankan membuka
kelopak mata

f. Merasa ada sesuatu pada


mata

g. Pembengkakan kelopak
mata

h. Penglihatan kabur.17
2.5 Diagnosis Trauma Kimia
Okuli
Diagnosis trauma kimia
ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan
laboratorium.

Anamnesis
Umumnya, pasien datang
dengan keluhan ada cairan
atau gas yang mengenai mata.

Pada anamnesa perlu


diketahui:

a. Kapan terjadi kecelakan dan


lamanya zat kimia penyebab
berkontak dengan mata.
b. Jenis zat kimia penyebab,
nama dagang atau tipe
produknya.

c. Tindakan awal
membersihkan mata, dengan
apa dibersihkan.

d. Apa yang sedang dilakukan


saat kejadian.
e. Penggunaan alat pelindung
diri seperti googles
(kacamata).18

Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik yang
teliti dan lengkap harus
ditunda sampai mata yang
terkena bahan kimia di irigasi
dan pH nya sudah kembali
netral. Setelah mata di irigasi
dilakukan pemeriksaan mata
yang teliti yang di titik
beratkan pada kejernihan dan
keutuhan kornea, derajat
iskemia limbus, dan tekanan
intra okuler. Supaya pasien
lebih nyaman dan lebih
kooperatif sewaktu
pemeriksaan, dapat diberikan
anastesi topikal terlebih
dahulu.17

Hasil pemeriksaan fisik yang


sering muncul adalah:

a. Defek epitel kornea

Kerusakan epitel kornea dapat


bervariasi mulai dari keratitis
epitel punctata yang ringan
sampai defek kornea yang
menyeluruh. Apabila dicurigai
adanya defek epitel namun
tidak di temukan pada
pemeriksaan awal, mata
tersebut harus di periksa ulang
setelah beberapa menit.

b. Stroma yang kabur


Kekaburan stroma bervariasi,
mulai dari yang ringan sampai
opasifikasi menyeluruh
sehingga tidak bisa melihat
KOA

c. Perforasi kornea

Perforasi kornea lebih sering


dijumpai beberapa hari –
minggu setelah trauma kimia
yang berat

d. Reaksi Inflamasi KOA

Tampak gambaran flare dan


sel di KOA. Reaksi inflamasi
KOA lebih sering terjadi pada
trauma alkali

e. Peningkatan TIO
Terjadi peningkatan TIO
tergantung kepada tingkat
inflamasi segmen anterior,
dan tingkat deformitas
jaringan kolagen kornea.
Kedua hal tersebut
menyebabkan penurunan
outflow uveoscleral dan
peningkatan TIO.
f. Kerusakan kelopak mata

Jika kerusakan kelopak mata


menyebabkan mata tidak bisa
ditutup maka akan mudah
iritasi

g. Inflamasi konjungtiva

Dapat terjadi hiperemi


konjungtiva dan kemosis
i. Iskemia peri limbal

Iskemia perilimbal sangat


mempengaruhi prognosis
penyembuhan kornea

j. Penurunan ketajaman
penglihatan

Terjadi karena defek epitel


atau kekeruhan kornea,
meningkatnya lakrimasi atau
ketidaknyamanan pasien.

Mc Culey membagi trauma


kimia mata menjadi 4 fase
yaitu:11

1. Fase Immediate

Pada pemeriksaan awal harus


dinilai 3 hal yaitu :
a) Tingkat keparahan trauma

b) Prognosis

c) Terapi yang diberikan

Klasifikasi yang biasa


digunakan untuk menilai
gejala klinis dan prognosis
adalah:

· Klasifikasi Hughes
a) Ringan : Erosi epitel
kornea, kornea sedikit kabur,
tidak ada nekrosis iskemik
konjungtiva atau sclera.

b) Sedang : Opasitas kornea


mengaburkan detail iris,
nekrosis iskemik yang
minimal di konjungtiva dan
sclera.
c) Berat : Garis pupil kabur,
iskemik nekrosis konjungtiva
atau sclera yang signifikan.

· Klasifikasi Thoft

a) Grade 1 : Kerusakan epitel


kornea, tidak ada iskemik
b) Grade 2 : Kornea kabur,
tapi iris masih bias terlihat,
iskemik kecil dari 1/3 limbus

c) Grade 3 : Epitel kornea


hilang total, stroma kabur
sehingga iris juga terlihat
kabur, iskemik sepertiga
sampai setengah limbus
d) Grade 4 : Kornea opak,
iskemik lebih dari setengah
limbus

2. Fase Akut
Selama minggu pertama
setelah trauma, hal – hal yang
harus diperhatikan adalah :
a) Ada atau tidaknya re-
epitelisasi

b) Kejernihan kornea dan


lensa

c) Tekanan intra okuler

d) Inflamasi di bilik mata


depan
Proses inflamasi yang
progresif menyebabkan
mulainya re-epitelisasi,
proliferasi, dan migrasi
keratosit menjadi terlambat
sehingga inflamasi harus di
kontrol.

3. Fase Pemulihan dini


Pada fase ini yang di monitor
adalah sama pada fase akut di
tambah dengan perubahan
dalam kejernihan dan
ketebalan kornea. Selama fase
ini epitel dan keratosit di
kornea dan konjungtiva terus
berproliferasi untuk
memperbaiki stroma dan
permukaan okuler, sehingga
struktur dan fungsinya
kembali normal.

Pada kasus trauma kimia yang


tidak terlalu parah, biasanya
pada fase ini re-epitelisasi
telah selesai, dengan tanda
opasifikasi tidak ada lagi.
Sedangkan pada kasus yang
lebih parah, pada fase ini re-
epitelisasi terhenti atau
tertunda, sehingga proses
perbaikan epitel terganggu
akibatnya terjadi :

a) Debridement proteolitik
matrik stroma berlebihan
b) Stroma menipis dan
mungkin terjadi perforasi

4. Fase Pemulihan Akhir


Pada fase ini mata mengalami
perkembangan re-epitelisasi
yang bisa di kelompokkan
menjadi :
a) Re-epitelisasi komplit atau
hampir komplit

Gejala klinis abnormal yang


masih ada yaitu :

1. Anestesi kornea

2. Abnormalitas musin dan sel


goblet
3. Regenerasi membrane
desement epitel baru yang
lambat

4. Pada kasus yang lebih


parah mungkin terdapat
fibrovaskuler pannus pada
kornea
Walaupun re-epitelisasi telah
selesai, kita tetap harus
waspada dan kornea harus di
periksa dengan cermat untuk
menilai :

1. Apakah sensasi kornea


telah kembali atau sembuh
2. Ada atau tidaknya keratitis
pungtata superficial

3. Perlengketan epitel yang


abnormal

4. Vaskularisasi stroma

b) Trauma yang luas dan berat


menyebabkan re-epitelisasi
kornea dan epitel konjungtiva.
Kejadian trauma ini harus
diketahui karena kalau tidak
terjadi re-epitelisasi setelah
beberapa minggu ini akan
mengakibatkan terjadinya
sequele. Kalau sudah timbul
sequel walupun telah
dilakukan adhesi jaringan tapi
permukaan mata akan sembuh
dengan adanya :

1. Jaringan parut dan


vaskularisasi

2. Defisiensi musin dan sel


goblet

3. Erosi epitel persisten atau


rekuren
4. Fibrovaskular pannus

Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan pH permukaan
mata

Hal ini penting dilakukan dan


irigasi harus tetap dilakukan
sampai pH kembali netral

b) Tes Flouresein
Tes ini dilakukan untuk
mengetahui kerusakan epitel
kornea.19

2.6 Penatalaksanaan
Tergantung pada 4 fase
traumanya yaitu:19

1. Fase kejadian (immediate)


Tujuan tindakan pada fase ini
adalah untuk menghilangkan
materi penyebab sebersih
mungkin. Tindakan ini
merupakan tindakan yang
utama dan harus dilakukan
sesegera mungkin, sebaiknya
pasien langsung mencuci
matanya di rumah sesaat
setelah kejadian.

Tindakan yang dilakukan


adalah irigasi bahan kimia
meliputi pembilasan yang
dilakukan segera dengan
anestesi topikal terlebih
dahulu. Pembilasan dilakukan
dengan larutan steril sampai
pH air mata kembali normal.
Jika ada benda asing dan
jaringan bola mata yang
nekrosis harus dibuang. Bila
diduga telah terjadi penetrasi
bahan kimia kedalam bilik
mata depan maka dilakukan
irigasi bilik mata depan
dengan larutan RL.
Teknik irigasi :

1. Jelaskan kepada pasien apa


yang akan dilakukan.

2. Gunakan anestesi lokal jika


diperlukan

3. Buka kelopak mata secara


hati-hati dengan penekanan di
tulang, bukan di bola mata
4. Bilas kornea dan forniks
secara lembut menggunakan
larutan steril 30 cm di atas
mata

5. Bersihkan semua partikel


dengan menggunakan kapas
aplikator atau dengan forceps
6. Lakukan pembilasan juga
pada konjungtiva palpebral
dengan mengeversi kelopak
mata.

2. Fase akut (sampai hari ke 7)

Tujuan tindakan pada fase ini


adalah mencegah terjadinya
penyulit dengan prinsip
sebagai berikut :

a. Mempercepat proses
reepitelisasi kornea

Untuk perbaikan kolagen bisa


digunakan asam askorbat.
Disamping itu juga diperlukan
pemberian air mata buatan
untuk mengatasi pengurangan
sekresi air mata karena hal ini
juga berpengaruh pada
epitelisasi.

b. Mengontrol tingkat
peradangan

1. Mencegah infiltrasi sel-sel


radang
2. Mencegah pembentukan
enzim kolagenase

Mediator inflamasi dapat


menyebabkan nekrosis
jaringan dan dapat
menghambat reepitelisasi
sehingga perlu diberikan
topical steroid. Tapi
pemberian kortikosteroid ini
baru diberikan pada fase
pemulihan dini.

c. Mencegah infeksi sekuder

Antibiotik profilaks topical


sebaiknya diberikan pada fase
awal.

d. Mencegah peningkatan TIO

e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan

3. Fase pemulihan dini (hari


ke 7-21)

Tujuan tindakan pada fase ini


adalah membatasi penyulit
lanjut setelah fase akut. Yang
menjadi masalah adalah :
a. Hambatan reepitelisasi
kornea

b. Gangguan fungsi kelopak


mata

c. Hilangnya sel goblet

d. Ulserasi stroma yang dapat


menjadi perforasi kornea
4. Fase pemulihan akhir
(setelah hari ke21)

Tujuan pada fase ini adalah


rehabilitasi fungsi penglihatan
dengan prinsip:

a. Optimalisasi fungsi jaringan


mata (kornea, lensa dan
seterusnya) untuk penglihatan.
b. Pembedahan

Jika sampai fase pemulihan


akhir reepitelisasi tidak juga
sukses, maka sangat penting
untuk dilakukan operasi.

2.7 Komplikasi (7,20)


1. Jaringan parut pada kornea

2. Ulkus kornea
3. Jaringan parut pada
konjungtiva

4. Dry eyes
5. Simblefaron

6. Sikatrik yang menyebabkan


enteropion/ekstropion

7. Trikiasis

8. Stenosis/oklusi punctum
9. Pembentukanpannus

10. Katarak

11. Glaucoma

2.8 Prognosis
Prognosis trauma kimia
tergantug pada keparahan
bagian yang terkena,
khususnya terkait defek epitel
kornea dan derajat iskemik
limbus. Kebanyakan kasus
bisa sembuh sempurna
meskipun ada juga yang
disertai komplikasi seperti
glaucoma, kerusakan kornea,
dry eye syndrome dan
beberapa kasus menimbulkan
kebutaaan.20
Berdasarkan klasifikasi
Hughes dan Thoft yang telah
diuraikan pada gejala klinis
maka prognosisnya adalah
sebagai berikut:

1. Hughes

a. derajat ringan : prognosis


baik
b. derajat sedang : prognosis
sedang

c. derajat berat : prognosis


buruk

2. Thoft

a. Grade 1 dan 2 : prognosis


baik

b. Grade 3 : prognosis dubia


c. Grade 4 : prognosis buruk

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas pasien
Nama : Tn. W

Umur : 42 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai bengkel


Alamat : Kedungkandang,
Malang.

MRS : 26 November 2011

3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Mata kanan
panas dan nyeri

Riwayat penyakit :
Pasien mengeluh mata kanan
panas dan nyeri setelah
terkena percikan logam
alumunium panas sejak 1 jam
sebelum masuk rumah sakit.
Nrocoh (+), darah (-), silau
(+), mata merah (+),
pandangan kabur (+), kelopak
mata bengkak (+). Pasien
tidak memakai kacamata
sebelumnya.

Riwayat terapi:

Pasien dibawa ke RS Panti


Nirmala dan diberi obat tetes
mata (pasien tidak tahu nama
obatnya), kemudian dirujuk ke
IRD RSSA.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Ø Status Oftalmologi
Tanggal Pemeriksaan : 26
November 2011

Oculi
Oculi Dextra Sinistra
Posisi Bol
(Orthophoria) Mata
Gerak Bola Mata
1/60 Visus

spasme (+), edema


(+), entropion (+) Palpebra
CI (-), PCI (-), SCH (-
), burn wound (+),
iskemik limbus 360o Conjungt

Erosi epitel seluruh


kornea Cornea
Dalam, flare sde, sel
sde COA
rad. line (+) Iris
Not round, RP (-),
midmidriasis Pupil
Kesan jernih Lensa
n+1/p TIO

Diagnosis
- OD trauma oculi termis dan
khemis grade IV dengan
komplikasi keratopathy

- OS trauma oculi termis dan


khemis grade I dengan
komplikasi edema palpebra

Planning diagnosis
- Slit lamp, visus, TIO
Rencana Terapi
- Pro ekstraksi corpus alienum
+ eksplorasi LA

- Irigasi RL 2L ODS

- Tobro ed 6×1 ODS

- SA 1% 3×1 ODS

- Timolol 0,5% 2×1 ODS


- Doksisiklin 2×100 mg

- Vit C 2000 mg

- Oculotect eg 4×1 ODS

- Repithel eo 4×1 ODS

Rencana Monitoring
- Visus

- Slit lamp
- TIO

KIE
- Menjelaskan kepada pasien
dan keluarga mengenai
penyakit yang diderita pasien
beserta pengobatan,
komplikasi dan prognosis
- Menjelaskan pada pasien
agar menjaga higienitas mata
untuk mencegah terjadinya
infeksi sekunder

- Menjelaskan pasien agar


melakukan pengobatan
dengan rutin, karena
penyembuhannya yang
membutuhkan waktu yang
cukup lama

- Menjelaskan kepada pasien


untuk berhati-hati agar tidak
terjadi trauma berulang

Prognosis
- Visam : dubia et malam
- Sanam : dubia et malam
- Vitam : bonam
- Kosmetik : dubia et malam
3.4. Hasil Pemeriksaan
Penunjang
Darah Lengkap

Leukosit : 9.300 /mm3

Hemoglobin : 14,0 gr/dL

PCV : 41,3 %
Trombosit : 354.000 /mm3

Faal Hemostasis

PPT : 11,8” (K: 12,0”)

APTT : 30,1“ (K: 26,3”)

Liver function test


SGOT : 26 U/L

SGPT : 37 U/L
Renal function test
Ureum : 35,8 mg/dl

Kreatinin : 1,16 mg/dl

Serum elektrolit

Natrium : 141 mmol/ L

Kalium : 3,38 mmol/ L

Klorida : 106 mmol/ L


Gula Darah : Acak : 131
mg/dL

Follow up 27 November
2011
Oculi Dextra Ocul
Posis
(Orthophoria) Mata
Gerak Bola Mata
1/300 Visu
spasme (+), edema (+) Palp
Iskemik limbal 360o,
iskemik konjungtiva Conj

Hazy Corn

Sde COA
Sde Iris

Sde Pupi
Sde Lens
n+1/p TIO

Terapi:

- Irigasi RL 2L ODS

- Tobro ed 6×1 ODS

- SA 1% 3×1 ODS

- Timolol 0,5% 2×1 ODS


- Doksisiklin 2×100 mg

- Vit C 2000 mg

- Oculotect eg 4×1 ODS

- Repithel eo 4×1 ODS

- EDTA ed 3×1 OD

Follow-Up 28 November
2011
Ocul
Oculi Dextra Sinis
Posis
(Orthophoria) Mata
Gerak Bola Mata
1/60 Visu
spasme (+), edema (+),
krustae (+), ekskoriasi (+),
entropion (+) Palp
CI (+), PCI (-), SCH (-),
simblefaron di nasal Conj
Iskemik limbus (+), hazy
(+) Corn
Sde COA
Sde Iris

Sde Pupi
Sde Lens
n+1/p TIO

Terapi:
- Irigasi RL 2L ODS

- Tobro ed 6×1 ODS

- SA 1% 3×1 ODS

- Timolol 0,5% 2×1 ODS

- Doksisiklin 2×100 mg

- Vit C 2000 mg

- Oculotect eg 4×1 ODS


- Repithel eo 4×1 ODS

- EDTA ed 3×1 OD

- Glaukon 2×250 mg

Follow-Up 29 November
2011
Oculi Dextra Oc
(Orthophoria) Pos
Gerak Bola Mata
1/60 Vis
spasme (+), edema (+),
krustae (+), ekskoriasi (+),
entropion (+) Pal
CI (+), PCI (-), SCH (-),
simblefaron di nasal Co

Iskemik limbus (+), hazy (+) Co


Sde CO
Sde Iris
Sde Pu
Sde Len
n+1/p TIO

Terapi:

- Irigasi RL 2L ODS

- Tobro ed 6×1 ODS

- SA 1% 3×1 ODS
- Timolol 0,5% 2×1 ODS

- Doksisiklin 2×100 mg

- Vit C 2000 mg

- Oculotect eg 4×1 ODS

- Repithel eo 4×1 ODS

- EDTA ed 3×1 OD

- Glaukon 2×250 mg
- KSR 1×1

- Epilasi

Follow-Up 30 November
2011
Ocul
Oculi Dextra Sinis
Posis
(Orthophoria) Mata
Gerak Bola Mata
1/60 Visu
spasme (+), edema (+),
krustae (+), ekskoriasi (+),
entropion (+) Palp
CI (+), PCI (-), SCH (-),
simblefaron di nasal Conj
Iskemik limbus (+), hazy
(+) Corn
Sde COA
Sde Iris
Sde Pupi
Sde Lens
n+1/p TIO

Terapi:

- Tobro ed 6×1 ODS

- SA 1% 3×1 ODS

- Timolol 0,5% 2×1 ODS


- Doksisiklin 2×100 mg

- Vit C 2000 mg

- Oculotect eg 4×1 ODS

- Repithel eo 4×1 ODS

- EDTA ed 3×1 OD

- Glaukon 2×250 mg

- KRS
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki 42 tahun
datang dengan keluhan mata
kanan panas dan nyeri setelah
terkena percikan logam
alumunium panas sejak 1 jam
sebelum masuk rumah sakit.
Mata pasien merah, nrocoh,
silau, dan pandangannya
kabur. Kelopak mata pasien
bengkak. Tidak ada riwayat
keluarnya darah dari mata
pasien.

Dari literatur didapatkan


manifestasi yang dapat terjadi
pada trauma mata antara lain:
a. Nyeri

b. Mata merah

c. Tanda-tanda iritasi

d. Keluarnya air mata yang


berlebihan

e. Ketidakmampuan
mempertahankan membuka
kelopak mata
f. Merasa ada sesuatu pada
mata

g. Pembengkakan kelopak
mata

h. Penglihatan kabur

Dari status oftalmologi mata


kanan pasien:

• posisi bola mata ortophoria


• gerakan bola mata orthoforia

• penurunan visus: 1/60

• palpebra spasme, edema, dan


entropion

• konjungtiva didapatkan CI
(+), PCI (+), iskemik limbus,
luka bakar
• kornea, didapatkan erosi
epitel seluruh kornea

• COA dalam

• Pupil not round, RP (-),


midmidriasis
• Lensa kesan tampak jernih
• TIO dengan pemeriksaan
digital: peningkatan tekanan
intraokuler pada mata kanan

Sedangkan status oftalmologi


mata kiri pasien:

• posisi bola mata ortophoria

• gerakan bola mata orthoforia

• visus: 5/5
• palpebra edema dan
didapatkan corpus alienum
margo palpebra superior dan
inferior

• konjungtiva didapatkan PCI


(+)
• kornea, didapatkan erosi di
jam 7 paracentral sedalam
epitel

• COA dalam

• Pupil round, RP (+),Æ 3mm


• Lensa jernih

• TIO dengan pemeriksaan


digital: normal
Penurunan visus pada pasien
disebabkan adanya kerusakan
pada kornea yang merupakan
media refraksi. Kerusakan
kornea dapat disebabkan
karena panas maupun derajat
keasaman logam aluminium.
Panas dan nyeri pada mata
pasien disebabkan oleh
rangsangan logam alumunium
panas pada ujung-ujung saraf
kornea dan konjungtiva.
Rangsangan ini juga
meningkatkan sekresi kelenjar
lakrimal sehingga terjadi
epifora. Jaringan orbita yang
terkena rangsangan
mengalami inflamasi.
Inflamasi pada palpebra
menyebabkan edema palbebra
serta entropion dan
blefarospasme akibat nyeri.
Inflamasi pada konjungtiva
menyebabkan pelebaran
pembuluh darah konjungtiva
yang tampak
sebagaiconjunctival
injection dan pericorneal
injection. Akibat rangsangan
panas juga terjadi iskemik
pada limbus 360º dan luka
bakar pada konjungtiva.
Kornea mata pasien
mengalami kerusakan jaringan
berupa erosi pada seluruh
permukaannya. Inflamasi pada
iris dan rangsangan ujung
saraf kornea menyebabkan
dilatasi pembuluh darah iris
dan kontraksi iris sehingga
pupil pasien tampak
midmidriasis, reflek pupil
negatif, dan pasien mengalami
fotofobia. Peningkatan TIO
pada mata kanan pasien dapat
disebabkan inflamasi iris yang
menyebabkan iris menempel
pada lensa sehingga terjadi
blok pupil, dapat juga
disebabkan adanya sel-sel
inflamasi yang menyumbat
trabekula meshwork sehingga
mengganggu aliran humor
aqueous.
Terapi yang diberikan pada
pasien ini sebagai berikut.

 Ekstraksi corpus alienum


dan eksplorasi untuk
mengeksplorasi luka dan
mencegah perlukaan mata
lebih lanjut akibat corpus
alienum.
 Irigasi RL 2L ODS untuk
menetralisir efek bahan
kimia dan panas pada mata.
 Tobro ed 6×1 ODS
merupakan antibiotik
topikal untuk mencegah
infeksi sekunder.
 SA 1% 3×1 ODS sebagai
sikloplegik untuk
merelaksasikan iris
sehingga mengurangi nyeri
dan mencegah sinekia
posterior.
 Timolol 0,5% 2×1 ODS
sebagai agen penghambat
beta adrenergik yang
mengurangi efek saraf
simpatis dalam mendilatasi
pupil.
 Doksisiklin 2×100 mg
merupakan antibiotik
sistemik untuk memperkuat
efek antibiotik topikal.
 Vit C 2000 mg untuk
membantu reepitelialisasi
kornea dan mempercapat
penyembuhan.
 Oculotect eg 4×1 ODS
untuk mencegah kekeringan
mata dan mempercepat
reepitelialisasi kornea.
 Repithel eo 4×1 ODS
merupakan air mata buatan
dengan kandungan vitamin
A untuk mempercepat
reepitelialisasi kornea.
 EDTA ed 3×1 OD sebagai
buffer untuk mengikat ion-
ion logam berat yang masih
tertinggal di mata.
 Glaukon 2×250 mg
merupakan agen
antiglaukoma yang bekerja
sebagai inhibitor karbonik
anhidrase sehingga dapat
mengurangi produksi
humor aqueous.
Walaupun trauma mata ini
tidak mengancam nyawa,
prognosis pada pasien
inidubia et malam karena
adanya kerusakan kornea
secara menyeluruh sehingga
visus mata yang mengalami
trauma sulit untuk
dikembalikan. Di samping itu,
adanya luka bakar dan
iskemik limbus 360º pada
konjungtiva menyebabkan
proses penyembuhannya lebih
sulit. Secara kosmetik,
hasilnya juga kurang baik
karena adanya luka bakar
pada bagian wajah.
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien Tn.
W usia 42 tahun dengan OD
trauma oculi termis dan
khemis grade IV dengan
komplikasi keratopathy + OS
trauma oculi termis dan
khemis grade I dengan
komplikasi edema palpebra.
Diagnosis ditegakkan dari
anamnesa mata kanan panas
dan nyeri setelah terkena
percikan logam alumunium
panas sejak 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Mata
pasien merah, nrocoh, silau,
dan pandangannya kabur.
Kelopak mata pasien bengkak.
Tidak ada riwayat keluarnya
darah dari mata pasien.
Pemeriksaan fisik didapatkan
penurunan visus: 1/60;
palpebra spasme, edema, dan
entropion; konjungtiva
didapatkan CI (+), PCI (+);
iskemik limbus; luka bakar;
kornea, didapatkan erosi epitel
seluruh kornea;
pupil not round, RP (-),
midmidriasis; lensa kesan
tampak jernih; TIO dengan
pemeriksaan digital:
peningkatan tekanan
intraokuler pada mata kanan.
Sedangkan pada mata kiri
didapatkan visus: 5/5;
palpebra edema dan
didapatkan corpus alienum
margo palpebra superior dan
inferior; konjungtiva
didapatkan PCI (+); kornea
serta didapatkan erosi di jam 7
paracentral sedalam epitel.
Pasien diterapi dengan
Ekstraksi corpus alienum dan
eksplorasi untuk
mengeksplorasi luka dan
mencegah perlukaan mata
lebih lanjut akibat corpus
alienum, Irigasi RL 2L ODS
untuk menetralisir efek bahan
kimia dan panas pada mata,
Tobro ed 6×1 ODS
merupakan antibiotik topikal
untuk mencegah infeksi
sekunder, SA 1% 3×1 ODS
sebagai sikloplegik untuk
merelaksasikan iris sehingga
mengurangi nyeri dan
mencegah sinekia posterior,
Timolol 0,5% 2×1 ODS
sebagai agen penghambat beta
adrenergik yang mengurangi
efek saraf simpatis dalam
mendilatasi pupil, Doksisiklin
2×100 mg merupakan
antibiotik sistemik untuk
memperkuat efek antibiotik
topikal, Vit C 2000 mg untuk
membantu reepitelialisasi
kornea dan mempercapat
penyembuhan, Oculotect eg
4×1 ODS untuk mencegah
kekeringan mata dan
mempercepat reepitelialisasi
kornea, Repithel eo 4×1 ODS
merupakan air mata buatan
dengan kandungan vitamin A
untuk mempercepat
reepitelialisasi kornea, EDTA
ed 3×1 OD sebagai buffer
untuk mengikat ion-ion logam
berat yang masih tertinggal di
mata, serta Glaukon 2×250
mg merupakan agen
antiglaukoma yang bekerja
sebagai inhibitor karbonik
anhidrase sehingga dapat
mengurangi produksi humor
aqueous.

Prognosis pada pasien


ini dubia et malam karena
adanya kerusakan kornea
secara menyeluruh sehingga
visus mata yang mengalami
trauma sulit untuk
dikembalikan. Di samping itu,
adanya luka bakar dan
iskemik limbus 360º pada
konjungtiva menyebabkan
proses penyembuhannya lebih
sulit. Secara kosmetik,
hasilnya juga kurang baik
karena adanya luka bakar
pada bagian wajah.
DAFTAR PUSTAKA
1. James B, Chew C dan Bron
A, 2010. Eye
Injury.http://www.losangeleye
injury.com. Diakses tanggal 2
Desember 2011
2. McGwin G, Xie A, Owsley
C, 2005. Occular
Trauma. http://www.emedicin
e.com. Diakses tanggal 2
Desember 2011
3. Rhobson, Joe.
2008. Occular Trauma
Management. http://.opt.pacifi
cu.edu. Diakses tanggal 2
Desember 2011
5. Rihawi, S., Frentz, M.,
Schrage, NF. 2006.
“Emergency Treatment of Eye
Burns: which rinsing solution
should we choose?”. Graefe’s
Arch Clin Exp
Ophtalmology244: 845-854.
6. Kuhn F, Morris R,
Witherspoon CD.
1995. BETT: The Terminology
of Ocular Trauma
7. Ilyas, Sidharta. 2011. Ilmu
Penyakit Mata, Edisi
Keempat. Hal 259-276.
Jakarta : Badan Penerbit
FKUI
8. Melsaether, CN, Rosenm,
CL. “Burns,
Ocular.” EMedicine: The
Continually Updated Clinical
Reference. 1 Nov. 2007. 07
May
2009http://emedicine.medscap
e.com/article/7986966.
Diakses pada tanggal 4
Desember 2011.
9. Burns FR, Paterson CA.
1989. Prompt irrigation of
chemical eye injuries may
avert severe damage. Occup
Health Safety.; 58: 33–36
10. Socransky SJ.
2003. Ocular burn
management and eye
irrigation. In: Reichman, Eric,
and Robert R. Simon.
Emergency Medicine
Procedures. New York :
McGraw-Hill
11. Wagoner MD. 1997.
Chemical injuries of the eye:
current concepts in
pathophysiology and
therapy. Surv Ophthalmol.;
41(4):275–313
12. Trudo, EW, Rimm, W.
2003. Chemical injuries of the
eye. In: Ophthalmic care of
the combat casualty. Falls
Church, Va: Office of the
Surgeon General, United
States Army; Washington,
D.C., Borden Institute, Walter
Reed Army Medical Center,
United States Army Medical
Dept. Center and School,
Uniformed Services
University of the Health
Sciences
13. Kuckelkorn R, Kottek A,
Schrage N & Reim M. 1995.
Poor prognosis of severe
chemical and thermal burns.
The need for adequate
emergency care and primary
prevention. Int Arch Occup
Environ Health; 67:281–284
14. Macdonald EC, Cauchi P,
Azuara Blanco A, Foot BG.
2009. Surveillance of severe
chemical corneal injuries in
the UK. Br J Ophthalmol
15. Kimi, T, Khosla-Gupta,
BA. 2002. Chemical and
thermal injuries to the ocular
surface. In: Holland, EJ,
Mannis. Ocular Surface
Disease Medical and Surgical
Management. New York:
Springer
16. Sharma, A, Smilkstein,
MJ, Fraufelder, FW.
2006. Ophthalmic principles.
In: Goldfrank’s toxicologic
emergencies. New York :
McGraw-Hill
17. Randleman, JB. 2010.
Chemial eye burn
overview. http://www.emedici
ne.comDikses pada tanggal 4
Desember 2011.
18. Kenneth, C. 2002.
Emergency Ophthalmology, a
Rapid Treatment Guide.
Boston Medical Publishing
Division

19. Randleman, JB. 2006.


Burnm chemical. Department
of
Ophthalmology.http://www/e
medicine.com. Diakses pada
tanggal 4 Desember 2011.
20. Vaughan, D.G., Asbury,
A., Riordan-Eva, P.
2002. Oftalmologi Umum.
Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika.
About these ads

Related
Laporan Kasus Kulit
With 3 comments
Jurnal Kulit
Kasus Hematologi
In "IPD"
Bookmark the permalink.

POST NAVIGATION

← Referat Radiologi
Gonore dan Non gonore →
Leave a Reply

ARCHIVES
CATEGORIES

BLOGROLL

 Discuss

 Get Inspired

 Get Polling

 Get Support

 Learn WordPress.com

 WordPress Planet
 WordPress.com News

 shigenoiharuki

EMAIL SUBSCRIPTION

Enter your email address to

subscribe to this blog and receive

notifications of new posts by email.

Join 3 other followers


Sign me up!

Blog at WordPress.com. | The Book

Lite Theme.
Follow

Follow “Dewi Sri


Wulandari's Cases”
Get every new post delivered to
your Inbox.
Sign me up

Powered by WordPress.com

Anda mungkin juga menyukai