Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktik, yang


sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness,
unsteadiness), atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting
diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgia, terutama karena
di kalagan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan
secara bergantian.1
Vertigo mengenai semua golongan umur. Insidensi 25% pada penderita
berusia >25 tahun, dan 40% pada penderita >40 tahun. Dizziness dilaporkan sekitar
30% pada populasi >65 tahun. Sembilan puluh tiga persen kausa vertigo adalah
benign paroxysmal positional vertigo (BPPV), acute vestibular neuronitis (AVN),
dan Meniere’s disease. Cukup banyak penyebab vertigo baik vertigo tipe perifer,
sentral, maupun tipe campuran. Sifat vertigo ini hamper mirip satu dengan yang
lainnya sehingga memerlukan pengamatan yang teliti dan anamnesis yang lengkap
agar diagnosis dapat ditegakkan dan terapi dapat dipilih dengan tepat.1
Vertigo sentral adalah vertigo akibat kelainan di sentral (batang otak,
serebelum, serebrum). Penyebab vertigo sentral mencakup stroke, neoplasma,
migrain basilar, trauma, dan perdarahan serebelum. Vertigo perifer adalah vertigo
akibat kelainan labirin dan n. vestibularis. Penyebab pada labirin mencakup BPPV,
posttraumatic, Meniere, labirintitis, toksik, oklusi, dan fistula labirin. Penyebab
pada N. VIII mencakup infeksi, inflamai, neuroma akustik, tumor lain.1
Pengobatan vertigo sangat tergantung dari penyebab dan ditujukan agar
secepat mungkin mengurangi gejala. Terapi yang diberikan dapat berupa obat,
fisioterapi, dan psikoterapi. Pada beberapa kasus yang jarang mungkin dibutuhkan
pembedahan.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh


2.1.1. Anatomi
A. Aparatus Sensoris Vestibularis Perifer
1. Labirintus Osseus
Labirintus osseus terdiri dari koklea, tiga buah kanalis
semisirkularis (KSS), dan vestibulum. Labirintus osseus terisi cairan
perilimfatik, yang memiliki struktur kimiawi yang sama dengan
cairan serebrospinal (memiliki rasio Na : K yang tinggi) melalui
akuaduktus koklearis. Vestibulum merupakan suatu ruangan yang
berisi cairna perilimfe yang berhubungan dengan ruang perilimfatik
di KSS.1

Gambar 1. Labirintus Osseus1

2. Labirintus Membranaseus
Labirintus membranaseus terletak di dalam labirintus osseus.
Rungan yang memisahkan keduanya disebut ruang perilimfatik, yang
berisi cairan perilimfe. Komponen labirintus membranaseus yang
terkait sistem keseimbangan adalah tiga buah duktus semisirkularis
dan dua organ otolit yaitu urtikulus dan sakulus. Kedua organ otolit
mengandung epitel sensoris yaitu makula, yang mengandung hair

2
cells dan sel-sel penunjang. Macula berada vertikel pada sakulus dan
horizontal pada utrikulus saat kepala dalam keadaan tegak. Labirintus
membranaseus berisi cairan endolimfe menyerupai cairan
ekstraseluler (rasio K : Na tinggi).1

Gambar 2. Labirintus Membranaseus1

3. Sel-sel Rambut (Hair Cells)


Sel-sel rambut khusus yang terdapat di tiap ampula dan organ
otolit adalah sensor biologis yang mengubah perbedaan akibat
pergerakan kepala menjadi impuls neural. Sel-sel rambut ini
merupaka transduser yang mengubah stimulus mekanik yang
diterimanya menjadi sinyal listrik. Sinyal-sinyal listrik ditransmisikan
ke dan kemudia dihantarkan oleh saraf vestibular ke batang otak dan
serebelum.1

Gambar 3. Struktur Sel Rambut (Hair Cells)1

3
4. Kanalis Semisirkularis (KSS)
KSS memberikan input sensoris tentang kecepatan kepala,
yang memungkinkan vestibulo-ocular reflex (VOR) untuk
menghasilkan gerakan mata yang sesuai dengan kecepatan gerakan
kepala. Hasil yang diinginkan adalah bahwa mata tetap diam di tempat
selama gerakan kepala sehingga memungkinkan penglihatan yang
jelas. KSS khususnya berperan dalam merespons akselerasi rotasional
kepala.1
5. Otolit
Perbedaan otolit dengan KSS: 1) otolit merespons terhadap
gerakan linear, sementara KSS merespons gerakan angular; 2) otolit
merespons terhadap akselerasi, sementara KSS merespons terhadap
kecepatan.1
6. Nervus Vestibularis
Serabut nervus vetibularis adalah proyeksi aferen dari neuron bipolar
yang badan selnya terletak di ganglion vestibularis (scarpa) di kanalis
auditoris internus (internal auditoris canal/ IAC). Nervus vestibularis
mengirimkan sinyal aferen dari labirin sepanjang perjalanan menuju
IAC. Selain itu, di dalam IAC berjalan juga nervus koklearis
(pendengaran), nervus fasialis, dan nervus intermedius (cabang
nervus fasialis yang membawa sensasi), dan arteri labirintin. IAC
berjalan melalui pars petrosa os temporalis untuk kemudian keluar di
fossa posterior setinggi pons. Nervus vestibularis memasuki batang
otak di pontomedullary junction.1
B. Aparatus Vestibular Sentral
Jalur vestibuler sentral mengordinasi dan mengintergrasi informasi
tentang gerakan kepala dan tubuh serta menggunakannya untuk mengontrol
keluaran dari neuron motoric yang menyesuaikan posisi mata, kepala, dan
tubuh. Proyeksi sentral system vestibular berperan dalam tiga kelompok
refleks utama:1

4
1. Membantu mempertahankan keseimbangan dan gaze selama
pergerakan
2. Mempertahankan postur
3. Mempertahankan tonus otot.

2.1.2. Fisiologi Sistem Keseimbangan


1) Tahap Transduksi
Arus informasi berjalan intensif bila ada gerakan/ perubahan
gerakan pada kepala atau tubuh. Gerakan ini menyebabkan perpindahan
cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.
Mekanisme transduksi hair cells vestibulum berlangsung ketika rangsang
gerakan membangkitkan gelombang pada endolimfe yang mengandung ion
K. Gelombang endolimfe akan menekuk rambut sel (stereocilia), kemudian
membuka/ menutup kanal ion K. Tekukan stereocilia yang mengarah ke
kinocilia (sel rambut terbesar) akan menimbulkan influx ion K dari
endolimfe ke dalam hair cells yang selanjutnya akan membangkitkan
potensi aksi. Kanal ion Ca akan terbuka dan ion masuk ke dalam hair cells.
Influx ion Ca Bersama potensial aksi merangsang pelepasan
neurotransmitter eksitatorik (glutamate, aspartate, asetilkolin, histamin,
substansi P, dll) ke celah sinap, untuk menghantarkan impuls ke neuron
selanjutnya, yaitu saraf aferen vestibularis akan menuju ke pusat alat
keseimbangan di otak.1
2) Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari hair cells dihantarkan oleh saraf aferen
vestibularis menuju ke otak dengan neurotransmitternya glutamate.1
3) Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga
pusat keseimbangan tubuh, antara lain nucleus vestibularis, jaras
vestibuloserebelum, nucleus okulo motorius, hipotalamus, formasio
retikularis, kortek prefrontal, dan kortek limbik. Struktur ini mengeloah
informasi yang masuk dan memberi respons. Manakala rangsangan yang

5
masuk sifatnya berbahaya maka akan disensitisasi dan bila bersifat biasa
saja maka akan dihabituasi.1

2.2. Vertigo
2.2.1. Definisi
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari Bahasa latin, vertere, yangh
artinya memutar. Vertigo didefinisikan berbagai macam, namun pada garis
besarnya terdapat dua kelompok aliran, yaitu kelompok yang menganggap
vestibulum sebagai dasar kelainan, dan kelompok yang menganggap alat
keseimbangan tubuh sebagai satu kesatuan sumber kelainan. Kelompok pertama
mendefinisikan vertigo adalahg rasa berputar tubuhnya atau sekitarnya yang
disebabkan oleh gangguan labirin. Menurut kelompok kedua, vertigo adalah
gerakan sebenarnya atau hanya rasa gerakan yang disebabkan oleh gangguan alat
keseimbangan tubuh tingkat perifer atau sentral.2

2.2.2. Klasifikasi

Gambar 4. Klasifikasi vertigo berdasarkan kelainan yang mendasarinya2

6
1. Vertigo vestibular adalah rasa berputar yang timbul pada gangguan
vestibular.
2. Vertigo non vestibular adalah rasa goyang, melayang, mengambang yang
timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual.3

Tabel 1. Perbedaan Vertigo vestibular dan non-vestibular4


Gejala Vertiogo vestibular Vertigo non-vestibular
Sifat vertigo Rasa berputar Melayang
Serangan Episodik Kontinyu
Mual/muntah + -
Gangguan +/- -
pendengaran
Gerakan pencetus Perubahan posisi kepala Gerakan visual
Situasi pencetus - Keramaian, lalu lintas
Nistagmus + -

Table 2. Vertigo dan Vertigo Non-Vestibular5


Deskripsi Kemaknaan klinis

Vertigo Ilusi gerakan, biasanya Banyak kemungkinan penyebab


perasaan diri berputar dan memerlukan pemeriksaan
terhadap lingkungan sekitar, lebih lanjut
atau sebaliknya
Presinkop Sensasi yang akan terjadi Penurunan aliran darah selebral
menjelang kehilangan yang berasal dari sistem
kesadaran kardiovaskular
Disekuilibrium Tidak seimbang/ imbalance Gangguan neurologis kelemahan
muskuloskeletal, dan penurunan
fungsi penglihatan

7
Light Secara definitif tidak jelas, Istilah ini sekarang digunakan
headedness sering disebut dengan bergantian dengan presinkop
pusing, giddiness, wooziness

Tabel 3. Perbedaan vertigo vestibular perifer dan sentral3,5


Gejala Vertigo vestibular Vertigo vestibular
perifer sentral
Bangkitan vertigo Episodik, onset Konstan, lebih lambat
mendadak
Derajat vertigo Lebih berat Lebih ringan
Gangguan pendengaran +/- -
(tinitus, tuli)
Tanda fokal otak - +
Arah nystagmus Satu arah Bervariasi
(spinning)
Aksis nistagmus Horizontal/ rotatorik Horizontal, vertikel,
oblik, atau rotatorik
Tipe nistagmus Fase lambat dan cepat Fase ireguler/ setimbang
(equel)
Kehilangan kesadaran Tidak ada Dapat terjadi
Letak lesi Labirin dan nervus Nucleus vestibularis
vestibularis batang otak, thalamus
sampai korteks serebri

Benign paroxysmal positional vertigo6


Dianggap merupakan penyebab tersering vertigo; umumnya hilang sendiri
(self limiting) dalam 4 sampai 6 minggu.
Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia (butir kalsium di dalam kanalis
semisirkularis) yang tidak stabil. Terapi fisik dan manuver Brandt-Daroff dianggap

8
lebih efektif daripada medikamentosa.

Penyakit Meniere6
Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen
endolimfatik di telinga dalam; selain vertigo, biasanya disertai juga dengan tinitus
dan gangguan pendengaran. Belum ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi
profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80% akan remisi spontan. Dapat
dicoba pengggunaan vasodilator, diuretik ringan bersama diet rendah garam;
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa dekompresi ruangan
endolimfatik dan pemotongan n.vestibularis.
Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan labirintektomi atau
merusak saraf dengan instilasi aminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal).
Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari kafein, berhenti
merokok, membatasi asupan garam. Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium
dapat meringankan gejala. Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibluer.

Neuritis vestibularis6
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh infeksi virus;
jika disertai gangguan pendengaran disebut labirintitis. Sekitar 50% pasien akan
sembuh dalam dua bulan. Di awal sakit, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur,
diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk
merangsang mekanisme kompensasi sentral.

2.2.3. Patofisiologi6
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh
yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan
apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya

9
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/ visus,
vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/ asimetri masukan
sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan
kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa
nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan
vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari
sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih
menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut
teori ini otak mempunyai memori/ ingatan tentang pola gerakan tertentu;
sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/ tidak sesuai
dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf
otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang
akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi
timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom
sebagai usaha adaptasi gerakan/ perubahan posisi; gejala klinis timbul jika
system simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika system
parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (takeda), teori dopamine (kohl) dan teori
serotonin (lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmitter tertentu dalam mempengaruhi system saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau

10
peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang
terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing
factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan
saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.
Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul
berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis,
yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

2.2.4. Diagnosis6
Vertigo bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan gejala dari penyakit
yang letak lesi dan penyebabnya berbeda-beda. Oleh karena itu, pada setiap
penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan
terarah untuk menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya

Anamnesis6
1. Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar,
tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya.
2. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo:
perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
3. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu
mempunyai profil waktu yang karakteristik.
4. Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya
menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.
5. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat,
antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/ vestibulotoksik dan
adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi,
hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma

11
akustik.

Pemeriksaan Fisik6
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik,
otologik atau neurologik – vestibuler atau serebelar; dapat berupa pemeriksaan
fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi
serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan
penyebab; apakah akibat kelainan sentral – yang berkaitan dengan kelainan
susunan saraf pusat – korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan
dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor
psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. Faktor
sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi,
hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk
vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan
terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.

Pemeriksaan Fisik Umum6


Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan
darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama
(denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.

Pemeriksaan Neurologis6
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-
mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada
posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita
tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata
12
tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah
kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

Gambar 5. Uji Romberg

b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan


diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada
kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada
kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unter berger: Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke
depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin
selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat
ke arah lesi.

13
Gambar 6. Uji Unterberger

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Baranyz): Dengan jari telunjuk ekstensi dan
lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas,
kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal
ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah
lesi.
e. Uji Babinsky-Weil: Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan
lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah
menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan
dengan arah berbentuk bintang.

Gambar 7. Uji Babinsky Weil

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis6


Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral

14
atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike

Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri

Kepala putar ke samping

Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk


ke posisi terlentang)

15
Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa

Gambar 8. Uji Dix-Hallpike

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring- kan ke


belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng- gantung 45º di bawah
garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke
kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan
uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul
setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit,
akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali
(fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih
dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus
tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau
directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika

16
abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat
maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika
abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-
masing telinga.

Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan


directional preponderance menunjukkan lesi sentral.

c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan
untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian
nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli
konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan
Schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.

Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus,


okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga
fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan
serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).

Pemeriksaan Penunjang6
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).

17
3. Neurofisiologi: Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).
4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI)

2.2.5. Tatalaksana3

Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode


BrandDaroff.

Pasien duduk tegak di pinggir tempat tidur dengan kedua tungkai


tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu
sisi, pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik,
baringkan dengan cepat ke sisi lain. Pertahankan selama 30 detik, lalu duduk
kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing- masing
diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi
dan sore hari.

Gambar 9. Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor


semisirkularis6

Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita sering kali merasa


sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus

18
terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering
digunakan:

1. Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin)

 Dimenhidrinat lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Obat dapat diberi
per oral atau parenteral (suntikan intramuskular dan intravena),
dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.
 Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan
dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral.
 Senyawa Betahistin (suatu analog histamin):

a) Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per oral.


b) Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari. Maksimum
6 tablet dibagi dalam beberapa dosis.
2. Kalsium Antagonis
Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan dapat
mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya
ialah 15-30 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg sehari.

Terapi medikamentosa yang dapat dilakukan pada nystagmus sentral:7


1. Upbeat nystagmus
a. Baclofen: 5-10mg, 3 kali sehari
b. 4-aminopiridin 10mg, 3 kali sehari
2. Downbeat nystagmus
a. 4-aminopiridin 10mg, 3 kali sehari
b. 3,4-diaminopiridin 10-20mg, 3 kali sehari
c. Baklofen 5-10mg, 3 kali sehari
d. Klonazepam 0,5mg, 3 kali sehari
e. Gabapentin 300mg, 3 kali sehari

19
Terapi BPPV:3

a. Komunikasi dan informasi:


Karena gejala yang timbul hebat, pasien menjadi cemas dan khawatir akan
adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor otak. Oleh karena itu, pasien
perlu diberikan penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan
prognosisnya baik serta hilang spontan setelah beberapa waktu, namun kadang-
kadang dapat berlangsung lama dan dapat kambuh kembali.
b. Obat antivertigo seringkali tidak diperlukan namun apabila terjadi dis-
ekuilibrium pasca BPPV, pemberian betahistin akan berguna untuk
mempercepat kompensasi.

Edukasi3

1. Keluarga turut mendukung dengan memotivasi pasien dalam mencari


penyebab vertigo dan mengobatinya sesuai penyebab.
2. Mendorong pasien untuk teratur melakukan latihan vestibular.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sutarni S et al. 2018. Bunga Rampai: Vertigo. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press. Available at
https://books.google.co.id/books?id=2oFYDwAAQBAJ&printsec=frontco
ver&dq=vertigo&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwian5aYsJ_jAhVw8XMBH
U08C_4Q6AEILDAA#v=onepage&q=non-&f=true
2. Jusuf, Muhammad Ismail. 2014. Bunga Rampai Kedokteran. Gorontalo:
IDI Cabang Kota Gorontalo
3. Tim Pernyusun Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016.
Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta: PERDOSSI.
4. Harbani et al. 2018. Vertigo Perifer (Benign Paroxymal Positional Vertigo
(BPPV)). Banyumas: RSUD Ajibarang Pemerintah Kabupaten Banyumas.
Available at http://rsudajibarang.banyumaskab.go.id/read/25874/vertigo-
perifer-benign-paroxysmal-positional-vertigo-bppv#.XSFAKi2B3s0
5. Wahyudi, Kupiya Timbul. 2012. Vertigo. Jakarta: Medical Department PT.
Kalbe Farma Tbk.
6. Wreksoatmodjo, Budi Riyanto. 2004. Vertigo: Aspek Neurologi. Rumah
Sakit Marzuki Mahdi, Bogor, Indonesia.
7. Aninditha T et al. 2017. Buku Ajar Neurologi (Edisi Pertama). Jakarta:
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

21

Anda mungkin juga menyukai