Anda di halaman 1dari 6

KELALAIAN MEDIK

Malpraktik atau ​malpractice ​berasal dari kata “​mal”​ yang berarti “buruk” sedangkan
kata “​practice​” berarti suatu tindakan atau praktik. Dengan demikian secara harfiah dapat
diartikan sebagai suatu tindakan medik “buruk”. “​Malpractice” d ​ iartikan kealpaan profesi. Bagi
negara Indonesia, istilah malpraktik yang sudah sangat dikenal oleh para tenaga kesehatan
sebenarnya hanyalah merupakan suatu bentuk ​Medical Malpractice​, yaitu ​Medical Negligence
yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Kelalaian Medik.

Menurut Azrul Azwar dalam makalahnya yang dibawakan pada sidang KONAS IV
Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia di Surabaya, 1996, dengan mengambil beberapa
pendapat para pakar dikatakan bahwa malpraktik adalah :

1. Malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter, oleh
karena pada waktu melakukan pekerjan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak
menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat
atau dilakukan oleh dokter pada umumnya, di dalam situsai dan kondisi yang sama;
atau

2. Malpraktik adalah setiap kesalahan yang di perbuat oleh dokter, oleh karena
melakukan pekerjaan kedokteran di bawah standar yang sebenarnya secara
rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau
tempat yang sama

3. Malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh seorang dokter,
yang didalamnya termasuk kesalahan karena perbuatan-perbuatan yang tidak
masuk akal serta kesalahan karena ketrampilan ataupun kesetiaan yang kurang
dalam menyelenggarakan kewajiban dan ataupun kepercayaan profesional yang
dimilikinya.

Adanya istilah malpraktik secara etimologi seperti tersebut diatas, mengandung komponen
unsur seperti : ​adanya tindakan, dilakukan oleh dokter, ada indikasi kesalahan, berakibat
buruk, ada seseorang atau pihak yang merasa dirugikan, ada sebab dan akibat.

Kelalaian medik adalah sebuah sikap atau tindakan yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi
atau tenaga kesehatan lainnya yang merugikan pasien.
Kelalaian medik (medical negligance) adalah ketentuan legal yang terdiri dari tiga unsur:

1. Terdapat hubungan antara dokter dan pasien

2. Dokter itu telah melanggar kewajibannya, karena tidak memenuhi standar


pemberian pelayanan

3. Pelanggaran itu telah menyebabkan pasien menderita kerugian (harm) yang


sebenarnya dapat dibayangkan dan secara wajar dapat dicegah.

Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, malfeasance, misfeasance dan nonfeasance yaitu :

1. ​Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak


tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa
indikasi yang memadai (pilihan tindakan

medis tersebut sudah improper).

2. ​ isfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi


M
dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan
tindakan medis dengan menyalahi prosedur.

3. ​Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban


baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error
(mistakes, slips and lapses) yang akan diuraikan dibawah, namun pada kelalaian
harus memenuhi ke-empat unsur kelalaian dalam hukum – khususnya adanya
kerugian, sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula
adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

1. Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keteram-pilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk
pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

2. Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
behubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadah dan atau dalam
masalah lainnya.

3. Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

4. Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas


perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

Kelalaian yang dilakukan dokter sesuai tolok ukur diatur dalam KUHP pada:

1. Pasal 359 KUHP yaitu karena kesalahannya menyebabkan orang mati.

2. Pasal 360 KUHP yaitu karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat.

3. Pasal 361 KUHP yaitu karena kesalahannya dalam melakukan suatu jabatan atau
pekerjaannya hingga menyebabkan mati atau luka berat akan dihukum lebih berat.

4. Pasal 322 KUHP tentang pelanggaran rahasia kedokteran.

5. Pasal 346, 347, 348 KUHP yang berkenaan dengan ​abortus provocatus​.

6. Pasal 344 KUHP tentang ​euthanasia.

Hal yang Dapat Membebaskan Dokter dari Tuntutan Hukum

1) Telah melakukan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, standar


pelayanan medis dan standar operasional prosedur

2) ​Informed Concent (​ Persetujuan Atas Informasi)

3) ​Contribution Negligence (​ Kesalahan Pasien)

4) ​Respectable Minority Rules Dan Error Of (in) ​(Pilihan Tindakan Medis Dokter yang
Keliru / berbeda)

5) ​Res Ipsa Loquitur (​ Kelalaian yang Nyata / Jelas)


Terhadap kelalaian tertentu yang sudah nyata, jelas sehingga dapat diketahui seorang
awam atau menurut pengetahuan umum antara orang awam atau profesi medis atau
kedua-duanya, bahwa cacat, luka, cedera atau fakta sudah jelas nyata dari akibat
kelalaian tindakan tenaga medik, dan hal semacam ini tidak memerlukan pembuktian
dari penggugat akan tetapi tergugatlah yang harus membuktikan bahwa tindakannya
tidak masuk katagori lalai atau keliru.

CONTOH KASUS

Pen Tertinggal, Pasien Gugat RSCM Rp 1 Miliar

Oleh:
Tempo.co
Jumat, 30 Mei 2014 14:36 WIB

TEMPO.CO​, Jakarta - Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo digugat oleh salah satu pasiennya
karena diduga melakukan malpraktek. Kasus ini bermula saat pasien yang bernama Harun, 35
tahun, warga Bogor, Jawa Barat, melakukan operasi pengangkatan pen di RSCM Kencana pada
1 April 2014 lalu. "​Dokter yang menangani Harun diduga tidak melakukan operasi hingga tuntas
karena masih ada sisa pen di paha dia​," kata Zentoni, pengacara Harun, saat dihubungi pada
Jumat, 30 Mei 2014.

Sebelumnya, Zentoni menuturkan, sekitar empat tahun silam Harun mengalami kecelakaan
sepeda motor yang membuat kaki kanannya patah. Dia kemudian menjalani operasi
pemasangan pen sepanjang 30 cm di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan. Awal April lalu,
dokter menyatakan pen pada paha kanan Harun sudah bisa diangkat. "Klien saya kemudian
mendaftarkan diri ke RSCM Kencana untuk menjalani operasi pengangkatan pen."

Harun menjalani operasi di RSCM pada 1 April 2014 dan langsung diperbolehkan pulang pada
keesokan harinya. Waktu itu, Zentoni menjelaskan, ​dokter Wahyu Widodo yang menangani
Harun menyebut operasi sudah berhasil​. "Tapi klien saya merasa ada yang tidak beres, lalu dia
periksa di Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada Bogor." Alangkah terkejutnya Harun karena
setelah dironsen di rumah sakit itu terlihat ada sisa besi sepanjang sekitar 5 cm tertinggal di
dalam paha kanannya yang telah dioperasi​.

"Pada intinya, klien saya merasa dibohongi pihak RSCM Kencana karena operasi yang dianggap
sudah selesai ternyata tidak beres," kata Zentoni. "Padahal, biaya yang dikeluarkan klien saya
untuk operasi itu cukup besar, mencapai Rp 22,8 juta." Tidak hanya itu, ​akibat operasi
pengangkatan pen yang tidak sempurna, saat ini Harun belum bisa berjalan secara normal dan
harus menggunakan bantuan tongkat​.

Nasib malang juga menimpa Harun. ​Gara-gara belum pulih benar, dia dipecat tanpa pesangon
oleh kantornya. "Klien saya tidak bisa bekerja sehingga dia dipecat​," ujar Zentoni. Merasa
diperlakukan tak adil, Harun mengadu ke Zentoni di LBH Bogor pada 11 April 2014. "Saya lalu
berusaha melakukan mediasi dengan pihak RSCM Kencana terkait kerugian yang diderita klien
saya." Dia juga telah bukti foto ronsen dari Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada. "Tapi respon
dari RSCM kurang memuaskan dan belum ada kesepakatan," ujarnya.

Kesal karena merasa tidak ada tanggapan serius, Harun melalui Zentoni akhirnya mengirimkan
surat somasi pada Jumat, 30 Mei 2014 kepada pihak RSCM. "Suratnya sudah saya kirimkan
barusan, mungkin baru akan mereka jawab Senin." Dalam surat somasi itu, ​Harun menuntut
RSCM mengganti kerugian yang dideritanya sebesar Rp 1 miliar​.

Pihak RSCM sendiri belum bisa mengkonfirmasi terkait somasi dari salah satu pasiennya itu.
Pihak hubungan masyarakat RSCM menyatakan masalah ini tengah dibicarakan dengan
manajemen rumah sakit. "Kalau mau wawancara silakan berkirim surat terlebih dahulu," ujar
Staf Pemasaran dan Humas RSCM. (Baca: Ketua MKDKI: ​Kami Tak Mengenal Istilah Malpraktek​)
Analisis Kasus Kelalaian Medik

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis dan merupakan bentuk
malpraktik medik yang paling sering terjadi. Pada dasarnya, kelalaian terjadi apabila seseorang
melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan oleh orang yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan
situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan
orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila
dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan
telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.

Apa yang dinamakan kelalaian medik (​medical negligance​) adalah ketentuan legal yang terdiri
dari tiga unsur, yaitu:

1. Terdapat hubungan antara dokter dan pasien


2. Dokter itu telah melanggar kewajibannya, karena tidak memenuhi standar pemberian
pelayanan
3. Pelanggaran itu telah menyebabkan pasien menderita kerugian (​harm​) yang sebenarnya
dapat dibayangkan dan secara wajar dapat dicegah.

Pada kasus ini, untuk menentukan apakah termasuk kelalaian medik atau bukan, harus
ditentukan kelengkapan unsurnya. Pada kasus ini sudah dipenuhi kriteria pertama yaitu ada
hubungan dokter-pasien, yaitu pasien Harun dan dr. Wahyu Widodo yang menanganinya. Lalu
kriteria kedua juga terpenuhi, karena dr. Wahyu telah melanggar kewajibannya untuk
memenuhi standar pemberian pelayanan, yaitu memastikan bahwa operasi pengangkatan pen
secara sempurna dan tidak ada yang tertinggal. Pelanggaran kewajiban yang dilakukan dokter
menyebabkan pasien mengalami kerugian karena pasien tidak dapat berjalan dan
mengakibatkan ia harus kehilangan pekerjaannya, yang mana sebenernya kelalaian yang
dilakukan dokter ini secara wajar dapat dicegah. Jadi pada kasus ini bisa disimpulkan bahwa
adanya kelalaian yang dilakukan oleh dokter.

Kerugian yang menjadi landasan gugatan ganti rugi tersering kepada pemberi layanan jasa,
utamanya kerugian sebagai akibat langsung (atau setidaknya “​proximate cause”​ ) dari suatu
kelalaian medik yang dilakukan oleh dokter. Pasien yang menjadi korban dari kelalaian medic ini
biasanya akan meminta sejumlah uang tertentu sebagai kompensasi agar ia dapat kembali ke
keadaan semula seperti sebelum terjadinya sengketa medik, pada kasus ini pasien menuntut
uang kepada RSCM sebanyak 1 milyar rupiah.

Anda mungkin juga menyukai