Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata
yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.
Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu
kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan2. Hemofilia merupakan penyakit
gangguan pembekuan darah herediter yang diturunkan secara x-linked recessive
dengan frekuensi sekitar satu kasus dari 10.000 kelahiran1. Pada tahun 1911 istilah
hemofilia hanya terbatas pada pengertian ada perdarahan masif pada anak laki-laki
dengan masa pembekuan darah yang memanjang. Ternyata definisi dan batasan ini
tidak tepat sehingga mengalami perubahan, ternyata tidak semua penderita
hemofilia disertai masa pembekuan yang memanjang. Hal ini disebabkan karena
pemeriksaan masa pembekuan darah tidak sensitif atau kurang peka.3
Hemofilia disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan VIII (hemofilia A)
atau faktor IX (hemofilia B). Hemofilia A merupakan bentuk terbanyak dijumpai,
sekitar 80%-85%. Hemofilia A dan B tidak dapat dibedakan karena mempunyai
tampilan klinis yang mirip dan pola pewarisan gen yang serupa1. Hemophilia
merupakan kasus yang jarang, biasanya terjadi pada sekitar 1 dari 10.000 kelahiran
tidak tergantung kepada ras maupun letak geografis. Dengan angka ini diperkirakan
350.000 penduduk dunia mengidap hemofilia. Hemofilia lebih sering terjadi pada
laki-laki, dan diperkirakan sekitar 1 dari 5.000 laki-laki di dunia lahir dengan
hemophilia setiap tahun4. Angka kejadian hemofilia B kurang dari seperlima
hemofilia A. Menurut laporan dari World Federation of Haemofilia (WFH) 2002
tercatat jumlah hemofilia yang terdaftar hanya 150 penderita5. Dari 350.000
penduduk dunia mengidap hemofilia tersebut hanya 25% saja yang mendapatkan
pengobatan yang memadai. Padahal penderita hemofilia yang memperoleh
pengobatan secara memadai akan menjadi individu dewasa yang produktif dan
kemampuan berprestasi lazimnya individu normal.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologi Pembekuan darah


Normalnya, darah akan tetap berbentuk cair selama darah tersebut tetap
dalam pembuluh darah. Jika tertarik keluar dari tubuh, akan menggumpal dan
berbentuk seperti gel. Selanjutnya gel akan berpisah dari cairan. Cairan
berwarna bening ini disebut serum. Serum adalah plasma darah tanpa clotting
protein. Gel tersebut disebut dengan bekuan/clot. Clot ini terdiri dari jaringan
serat larut protein yang disebut fibrin.6
Proses pembentukan gel tersebut disebut clotting atau koagulasi, adalah
serangkaian reaksi kimia yang berujung pada pembentukan benang-benang
fibrin. Jika darah terlalu mudah membeku, hasilnya dapat berupa trombosis-
bekuan darah pada pembuluh darah yang normal. Jika terlalu lama, dapat
terjadi perdarahan. 6
Clotting melibatkan beberapa substansi yang biasa disebut sebagai faktor
clotting (koagulasi). Faktor-faktor ini termasuk ion kalsium (Ca2+), beberapa
enzim aktif yang disintesis oleh hepatosit (sel-sel hati) dan dilepaskan ke
aliran darah, dan berbagai molekul terkait dengan trombosit atau yang
dilepaskan oleh jaringan yang rusak. Kebanyakan faktor pembekuan
diidentifikasi dengan angka Romawi yang menunjukkan urutan penemuan
mereka (bukan urutan partisipasi mereka dalam proses pembekuan).6
Clotting adalah kaskade kompleks dari reaksi enzimatik yang masing-masing
faktor pembekuan tersebut mengaktifkan molekul-molekul berikutnya dalam
urutan yang tetap. Akhirnya, produk dalam jumlah yang banyak (fibrin yang
tidak larut protein) terbentuk. Pembekuan dapat dibagi menjadi tiga tahap: 6
1. Dua jalur, yang disebut jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik, yang mengarah
ke pembentukan protrombinase. Setelah protrombinase terbentuk,
langkah-langkah yang terlibat dalam dua tahap pembekuan berikutnya
sama untuk kedua jalur ekstrinsik dan intrinsik, dan dua tahap ini disebut
sebagai Common pathway(jalur umum).

2
2. Protrombinase mengkonversi protrombin (protein plasma yang dibentuk
oleh hati) menjadi enzim trombin.
3. Trombin mengubah fibrinogen larut (protein plasma lain dibentuk oleh
hati) menjadi fibrin yang tidak larut. Fibrin membentuk benang bekuan
darah.

Gambar 1. Kaskade Pembekuan Darah


a. Faktor Ekstrinsik
Jalur ekstrinsik pembekuan darah memiliki langkah-langkah yang lebih
sedikit dibandingkan jalur intrinsik dan terjadi dengan cepat - dalam hitungan
detik jika trauma berat. Hal ini dinamakan demikian karena protein jaringan
yang disebut Tissue Factor (TF), juga dikenal sebagai tromboplastin, bocor
ke dalam darah dari sel-sel di luar pembuluh darah dan memulai pembentukan
protrombinase. TF adalah campuran lipoprotein kompleks dan fosfolipid
yang dikeluarkan dari permukaan sel yang rusak. Bersamaan dengan Ca2+, TF

3
memulai urutan reaksi yang pada akhirnya mengaktifkan Faktor pembekuan
X. Setelah faktor X diaktifkan, bergabung dengan faktor V bersamaan dengan
Ca2+ untuk membentuk enzim aktif protrombinase, dan menyelesaikan jalur
ekstrinsik.
b. Faktor Intrinsik
Jalur intrinsik dari pembekuan darah lebih kompleks dari jalur ekstrinsik, dan
terjadi lebih lambat, biasanya membutuhkan beberapa menit. Jalur intrinsik
dinamakan demikian karena aktivatornya baik adalah kontak langsung
dengan darah atau terkandung dalam darah; kerusakan jaringan luar tidak
dibutuhkan. Jika sel-sel endotel rusak, darah datang kontak dengan serat
kolagen di jaringan ikat di sekitar endotelium pembuluh darah. Sebagai
tambahan, trauma sel endotel menyebabkan kerusakan trombosit, sehingga
merilis fosfolipid yang dihasilkam trombosit. Kontak dengan serat kolagen
mengaktivasi faktor pembekuan XII, yang memulai urutan reaksi yang
akhirnya mengaktifkan faktor pembekuan X. Fosfolipid trombosit dan Ca2+
juga dapat berpartisipasi dalam aktivasi faktor X. Setelah faktor X diaktifkan,
bergabung dengan faktor V untuk membentuk enzim aktif protrombinase
(seperti yang terjadi dalam jalur ekstrinsik), menyelesaikan jalur intrinsik.
c. Common Pathway/jalur umum
Pembentukan protrombinase menandai awal jalur umum. Pada tahap kedua
pembekuan darah, protrombinase dan Ca2+ mengkatalisasi konversi
protrombin menjadi trombin. Pada tahap ketiga, trombin bersama Ca2+,
mengubah fibrinogen larut menjadi benang fibrin longgar yang tidak larut.
Trombin juga mengaktivasi faktor XIII (fibrin stabilizing factor), yang
memperkuat dan menstabilkan benang fibrin dalam bekuan kokoh. Plasma
yang berisi beberapa faktor XIII, yang juga dirilis oleh trombosit
terperangkap dalam gumpalan. Trombin memiliki dua efek umpan balik
positif. Umpan balik positif pertama, yang melibatkan faktor V, dimana
mempercepat pembentukan protrombinase. Protrombinase pada gilirannya
mempercepat produksi trombin lebih. Umpan balik positif kedua, trombin

4
mengaktifkan platelet, yang memperkuat agregasi dan pelepasan platelet
fosfolipid.
B. Hemofilia
1. Definisi
Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah kongenital yang
disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan
faktor IX yang bersifat herediter secara sex-linked recessive pada kromosom
X. Faktor tersebut merupakan protein plasma yang merupakan komponen
yang sangat dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam
pembentukan bekuan fibrin.7,8
2. Klasifikasi
Klasifikasi hemophilia bergantung pada jenis faktor pembekuan dan
kadar/jumlah faktor pembekuan dalam tubuh.8,9
a. Berdasarkan jenis faktor pembekuan yang mengalami kelainan7,9
 Hemofilia A
Hemofilia A adalah kelainan yang disebabkan karena kekurangan
faktor VIII (anti-hemophilic factor).7,9
 Hemofilia B
Hemofilia B adalah kelainan yang disebabkan karena kekurangan
faktor IX (Christmas factor).7,9
 Hemofilia C
Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan
faktor XI yang diturunkan secara autosomal resesif pada kromosom
4q32q35.8
Hemophilia A lebih sering terjadi dibandingkan dengan hemophilia B.7
Aktivitas faktor pembekuan VIII pada orang sehat mencapai 100 persen,
namun pada penderita hemophilia A, aktivitas faktor VIII kurang dari 1
persen.9
b. Berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan
Berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (VIII dan IX), hemophilia
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: 10,11

5
 Ringan
o Kadar faktor pembekuan (VII atau IX) 5-30% (0,05-0,3 IU/ml)
o Jarang terdeteksi, kecuali pasien mengalami trauma cukup berat,
seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris, dan jatuh terbentur
o Wanita dengan hemophilia ringan sering mengalami menorrahiga,
periode mentrsuasi yang berat, dan bisa terjadi perdaraha setelah
melahirkan anak.
o Pendarahan lebih sering terjadi pada jaringan lunak (53%)
dibandingkan pada sendi (30%)
 Sedang
o Kadar faktor pembekuan (VII atau IX) 1-5% (0,01-0,05 IU/ml)
o Pendarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat
o Kadang terjadi perdarahan tanpa sebab yang jelas (spontaneous
bleeding episodes)
 Berat
o Kadar faktor pembekuan <1% (<0,01 IU/ml)
o Pendarahan terjadi akibat trauma ringan
o Sering terjadi spontaneous bleeding episodes
o Sering terjadi pada sendi dan otot

BERAT SEDANG RINGAN

Aktivitas F VIII/IX (%) <0,01 0,01-0,05 >0,05

Frekuensi kasus 50 – 70% 10% 30-40%


 Hemofilia A 70% 15% 15%
 Hemofilia B 50% 30% 20%

Penyebab pendarahan Spontan Trauma minor, Trauma mayor,


kadang spontan operasi

Frekuensi pendarahan 2-4 kali per bulan 4-6 kali pertahun Jarang terjadi

Usia Awitan <1 tahun 1-2 tahun >2 tahun

6
Gejala Neonatus Sering PCB, Sering PCB, Tak pernah PCB,
Kejadian ICH jarang ICB jarang sekali ICB

Pendarahan otot/sendi Tanpa trauma Trauma ringan Trauma kuat

Pendarahan SSP Risiko tinggi Risiko sedang Jarang

Pendarahan post operasi Sering dan fatal Butuh bebat Pada operasi besar

Pendarahan oral Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi


(trauma, cabut gigi)
Tabel 1. Hubungan antara aktivitas dan kadar faktor VIII dan IX dengan
Manifestasi Klinis Hemofilia 8,12
3. Epidemiologi
Hemophilia terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran bayi laki-laki, dan sekitar 400
bayi lahir dengan hemophilia setiap tahun. Angka kejadian hemophilia A
sekitar 1:10.000 orang dan hemophilia B sekitar 1:25.000-30.000 orang. Di
Amerika Serikat dan Inggris insiden penyakit ini adalah 8 – 10 per 100.000
kelahiran bayi laki – laki.13 Sementara di Indonesia, didapatkan dari data
yayasan Hemofilia Indonesia/ HMHI (Himpunan Masyarakat Hemofilil
Indonesia) terhitung Juli 2005 dengan jumlah penduduk 217 juta jiwa,
sebanyak 895 penderita tersebar di 21 provinsi dan 9 provinsi belum membuat
data registrasi. Penderita terbanyak ada di DKI Jakarta dengan jumlah
penderita 257 orang dengan jumlah penduduk 8,7 juta jiwa. Sedangkan pada
Kalimantan Barat hanya dibawah 5 orang.5
Pada tahun 2007 dengan jumlah penduduk kurang lebih 220 juta jiwa,
diperkirakan terdapat sekitar 20.000 penderita hemophilia, tetapi hingga
desember 2007 baru tercatat 1130 pasien hemophilia13
4. Patofisiologi
Faktor VIII dan IX berpartisipasi dalam sebuah kompleks untuk mengaktivasi
faktor X. Bersama dengan fosfolipid dan kalsium, mereka membentuk
"tenase," atau faktor X-activating yang kompleks. Gambar 2. menunjukkan
proses pembekuan seperti itu terjadi dalam tabung tes, dengan Faktor X yang
diaktifkan dengan baik oleh kompleks faktor VIII dan IX atau kompleks
tissue factor dan faktor VII. Secara in vivo, kompleks faktor VIIa dan tissue

7
factor mengaktifkan faktor IX untuk melakukan pembekuan. Di
laboratorium, Prothrombine Time (PT) menandakan aktivasi dari faktor X
oleh faktor VII. Setelah terjadi trauma, proses awal hemostatik adalah
pembentukan trombosit plug, bersama-sama dengan bekuan fibrin dan
mencegah perdarahan lebih lanjut. Dalam hemofilia A atau B, pembentukan
bekuan tertunda dan tidak kuat. Generasi trombin yang tidak adekuat
menyebabkan kegagalan untuk membentuk bekuan fibrin silang yang eart
untuk mendukung trombosit plug. Pasien dengan hemofilia perlahan
membentuk gumpalan yang rapuh. Ketika perdarahan yang tidak diobati
terjadi dalam ruang tertutup, seperti sendi, penghentian perdarahan mungkin
merupakan hasil dari tamponade. Sedangkan luka terbuka, di mana
tamponade tidak dapat terjadi, pendarahan yang banyak dapat mengakibatkan
kehilangan darah yang signifikan. Bekuan yang terbentuk mungkin rapuh,
dan perdarahan ulang terjadi selama lisis fisiologis atau dengan trauma baru
yang minimal14

Gambar 2. Kaskade pembukuan darah14

8
Gambar 3. Patofisiologi Hemofilia
5. Diagnosis
a. Anamnesis
Seara klinis, gejala hemophilia A dan B sulit dibedakan, kecuali dengan
pemeriksaan laboratorium khusus.4 Anamnesis dilakukan dengan
menanyakan keluhan utama (perdarahan), riwayat keluarga, dan kondisi
khusus (bayi).
 Anamnesis perdarahan
Perdarahan yang umum dijumpai pada penderita hemophilia adalah
hematoma, dapat berupa kebiruan pada berbagai tubuh, dan hemarthrosis atau
perdarahan yang sukar berhenti.4

9
Tanda-tanda hemophilia A dan B hampir sama, yaitu:9
- Memar yang besar
- Pendarahan pada otot dan sendi
- Pendarahan spontan (pendarahan tiba-tiba dalam tubuh tanpa ada
penyebab yang jelas)
- Pemanjangan waktu pendarahan setelah eksisi gigi, atau post-operasi
- Pendarahan yang berkepanjangan setelah kecelakaan, khususnya setelah
luka kepala
Sementara pendarahan pada otot dan sendi menyebabkan beberapa kelainan
antara lain:9
-
Sakit dan “funny feeling”
-
Bengkak
-
Nyeri dan kekakuan sendi
-
Kesulitan dalam menggunakan sendi atau otot
Perdarahan yang dapat ditemukan dan memerlukan penanganan serirus antara
lain:15
- Perdarahan sendi, 70-80% kasus
- Perdarahan otot/jaringan lunak, 10-20% kasus
- Perdarahan intracranial yang ditandai dengan muntah, penurunan
kesadaran, dan kejang
- Perdarahan mata, saluran cerna, leher/tenggorok, perdarahan akibat
trauma berat dan sindrom kompartemen akut
 Anamnesis Riwayat Keluarga
Pemeriksaan dilakukan untuk mecari tahu apakah ada riwayat hemophilia
pada saudara laki-laki atau saudara laki-laki ibu. Seorang ibu diduga sebagai
carrier obligat jika mempunyai satu anak laki laki atau lebih dari satu saudara
laki-laki penderita hemophilia.8,15
Seorang bayi harus dicurigai menderita hemophilia jika ditemukan bengkak
atau hematoma pada saaat bayi mulai merangkak atau berjalan. Pada anak
yang lebih besar dapat timbul hemartrosis di sendi lutut, siku, atau
pergelangan tangan.8

10
b. Pemeriksaan Fisik
Ditemukan perdarahan berupa:
 Hematom di kepala atau tungkai atas/bawah
 Perdarahan di intrakranial
Muntah, penurunan kesadaran, kejang, dan tanda peningkatan
intrakranial lainnya
 Hemartrosis
Bengkak dan nyeri pada sendi. Sendi yang paling sering terkena adalah
siku, lutut, pergelangan kaki, paha, dan sendi bahu.
 Sering dijumpai perdarahan interistial yang akan menyebabkan atrofi
otot, pergerakan akan terganggu dan terjadi kontraktur sendi.
 Sering dijumpai perdarahan di rongga mulut, kerongkongan, hidung,
perdarahan retroperineal, hematuri.
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Penurunan kadar Hb karena pendarahan masif, PT normal, aPTT
memanjang, Thromboplastin generation test abnormal. Namun
diagnostic pasti adalah dengan pemeriksaan kadar faktor VIII dan IX.
Diagnosis definitif (diagnosis pasti) hemophilia dapat ditegakkan dengan
memeriksa kadar (aktivitas) faktor VIII untuk hemophilia A dan kadar
faktor IX untuk hemophilia B, berkurangnya aktivitas F VIII/F IX
menandakan adanya penyakit hemophilia.7,8 Jika sarana pemeriksaan
sitogenetik tersedia dapat dilakukan pemeriksaan petanda gen hemofilia
pada kromosom X (gen F8 dan F9) seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.7,8 Aktivitas F VIII/F IX dinyatakan dalam U/ml, maksudnya
bahwa aktivitas faktor pembekuan dalam 1ml plasma normal adalah
100%. Nilai normal aktivitas F VIII/F IX adalah 0,5-1,5U/ml atau 50-
150%.8
Tes-tes berikut dapat digunakan untuk menyaring seorang pasien yang
diduga mengalami kelainan perdarahan: hitung trombosit, BT, PT, dan
aPTT. Berdasarkan tes-tes ini, kategori kelainan perdarahan dapat

11
diidentifikasi (Tabel 2). Tes-tes skrining ini mungkin tidak bisa
mendeteksi abnormalitas pada pasien-pasien dengan kelainan perdarahan
ringan dan yang dengan defisiensi faktor XIII (FXIII) atau yang dengan
aktivitas inhibitor fibrinolitik rendah (alfa 2 antiplasmin, PAI-1).16,17
Kemungkinan PT aPTT BT Hitung
Kondisi Trombosit
Normal Normal Normal Normal Normal
Hemofilia A atau B Normal Memanjang Normal Normal
VWD Normal Normal atau Normal atau Normal atau
memanjang memanjang berkurang
Defek Trombosit Normal Normal Normal atau Normal atau
memanjang memanjang
Tabel 2. Identifikasi tes kelainan darah
Pemeriksaan faktor dibutuhkan pada situasi-situasi berikut:16,17
- Untuk menentukan diagnosis
- Untuk memonitor terapi
Monitoring laboratorik untuk konsentrat faktor pembekuan dilakukan
dengan pemeriksaan kadar faktor pembekuan sebelum dan setelah infusi,
prosedur bedah, respon dosis dan pengobatan.
- Untuk menguji kualitas kriopresipitat.
- Untuk mendeteksi karier
Analisis fenotip atau genetik dari karier hemofilia membutuhkan
keahlian yang tidak tersedia pada banyak laboratorium. Dalam kasus
analisis fenotip, rasio faktor VIII:C (FVIII:C) terhadap antigen faktor
Von Willebrand (VIII:C/VWF:Ag) normalnya adalah 1.0. Hasil kurang
dari 0.7 memberikan kemungkinan 80% dari seorang wanita menjadi
karier. Tes ini harus diulang sebelum diagnosis dipastikan. Karena
beberapa karier obligat dapat memiliki rasio FVIII:C/VWF:Ag yang
normal, mungkin tidak bisa mendeteksi karier hemofilia secara fenotip
pada semua kasus. Oleh karena itu, tes genotip merupakan metode yang

12
lebih akurat untuk deteksi karier berdasarkan analisis linkage atau
identifikasi mutasi secara langsung.
 Pemerikasaan pencitraan
- Hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan
kartilago yang progresif dengan terbentuknya bone kista dapat
diperlihatkan dengan film konvensional, terutama terdapat pada pasien
yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat atau jika sering
terjadi perdarahan sendi yang berulang.
- Pemeriksaan Ultrasonography digunakan untuk evaluasi sendi yang
berkaitan dengan efusi akut atau kronik. Namun tehnik ini tidak didapat
digunakan untuk evaluasi tulang atau kartilago.
- MRI digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan hubungan antara
sendi.

Gambar 4. A. Perdarahan pada abdomen B. Perdarahan massive pada m. iliopsoas


kanan C. Perdarahan pada ginjal sebelah kiri14

6. Penatalaksanaan
 Prinsip umum perawatan untuk penatalaksanaan hemofilia meliputi
berikut ini:18
- Tujuan penatalaksanaan hemolia adalah pencegahan perdarahan.
- Perdarahan akut harus diterapi sedini mungkin (jika mungkin dalam dua
jam).
- Terapi di rumah seharusnya digunakan hanya pada kasus perdarahan
ringan/moderat yang tidak disertai komplikasi.

13
- Semua perdarahan berat harus ditangani di dalam klinik atau rumah
sakit.
- Penggantian konsentrat faktor pembekuan sebaiknya diberikan untuk
mencapai kadar faktor pembekuan yang diinginkan sebelum dilakukan
prosedur invasif.
- Sebisa mungkin, pasien harus menghindari trauma dengan
menyesuaikan gaya hidupnya.
- Pasien harus dinasehati untuk menghindari penggunaan obat-obatan
yang mempengaruhi fungsi trombosit, terutama asam asetil salisilat
(ASA) dan anti inflamasi non steroid (NSAID), kecuali beberapa
inhibitor COX-2. Penggunaan paracetamol/acetaminofen adalah alternatif
analgesia yang aman.
- Injeksi intramuskuler, flebotomi yang sulit, dan pungsi arteri harus
dihindari.
- Latihan secara rutin harus dianjurkan untuk meningkatkan kekuatan otot,
melindungi sendi, serta meningkatkan kebugaran.
- Olahraga kontak harus dihindari, namun berenang dan bersepeda
dengan pakaian yang sesuai diperbolehkan.
 Penatalaksanaan perdarahan
Selama episode perdarahan akut, harus dilakukan kajian untuk
mengidentifikasi lokasi perdarahan dan terapi harus diberikan secara
dini.18
- Pasien biasanya mengenali tanda-tanda awal perdarahan bahkan
sebelum manifestasi dari tanda-tanda fisik mereka seringkali
mengalami ‘aura’ atau sensasi kesemutan. Tindakan untuk
menghentikan perdarahan lebih dini pada fase ini akan menyebabkan lebih
sedikit kerusakan jaringan dan lebih sedikit menggunakan konsentrat
faktor pembekuan.
- Semua pasien harus membawa identitas yang mudah dikenali, yang
menunjukkan diagnosis, berat hemofilia, status inhibitor, tipe produk
yang dipakai, serta informasi kontak dari dokter/klinik pemberi terapi.

14
Ini akan mempermudah penatalaksanaan pada keadaan emergensi dan
mencegah investigasi yang tidak perlu.
- Pada episode perdarahan berat, terutama pada kepala, leher, dada, dan
regio abdomen serta gastrointestinal yang berpotensi mengancam jiwa,
terapi harus dimulai segera, bahkan sebelum kajian selesai dilakukan.
- Jika perdarahan tidak mereda, meskipun telah diberikan terapi adekuat,
kadar faktor pembekuan harus dimonitor dan inhibitor harus diperiksa
jika kadarnya rendah.
- Pemberian desmopresin dapat meningkatkan kadar FVIII cukup tinggi
(2-8 kali kadar semula) pada pasien-pasien dengan hemofilia A derajat
ringan sampai sedang.
TIPE PERDARAHAN HEMOFILIA A HEMOFILIA B
Hemarthrosis 50 IU/kg konsentrat 80-100 IU/kg pada hari
faktor VIII pada hari 1; 1; kemudian 40 IU/kg
kemudian 20 IU/kg pada pada hari 2,4.
hari 2, 3, 5 hingga sendi Pertimbangkan
berfungsi normal atau tatalaksana tambahan
kembali seperti semula. setiap harinya hingga
Pertimbangkan hari 7-10.
tatalaksana tambahan Pertimbangkan
setiap harinya hingga profilaksis.
hari 7-10. Pertimbangkan
profilaksis.
Otot atau hematoma 50 IU/kg konsentrat 80 IU/kg konsentrat
subkutan yang signifikan faktor VIII; kemudian 20 faktor IX; tatalaksana
IU/kg setelahnya setiap 2-3 hari mungkin
mungkin diperlukan diperlukan hingga
hingga kondisi kondisi membaik.
membaik.

15
Mulut, gigi susu, atau 20 IU/kg konsentrat 40 IU/kg konsentrat
ekstraksi gigi faktor VIII ; terapi factor IX; terapi
antifibrinolitik; angkat antifibrinolitik; angkat
gigi susu yang sudah gigi susu yang sudah
goyang. goyang.
Epistaxis Lakukan penekanan Lakukan penekanan 15-
hingga 15-20 min; 20 min; tempel dengan
tempel dengan kasa kasa petrolatum; Berikan
petrolatum; berikan terapi antifibrinolitik; 30
terapi antifibrinolitik; 20 IU/kg konsentrat faktor
IU/kg konsentrat faktor IX jika terapi ini gagal.
VIII jika terapi ini gagal .
Bedah mayor, 50-75 IU/kg konsentrat 120 IU/kg konsentrat
perdarahan yang faktor VIII, kemudian faktor IX, kemudian 50-
membahayakan jiwa lakukan infus lanjutan 2- 60 IU/kg setiap 12-24
4 IU/kg/jam untuk jam untuk
mempertahankan faktor mempertahankan faktor
VIII >100 IU/dL selama IX pada >40 IU/dL
24 jam‘kemudian selama 5-7 hari, dan
berikan 2-3 IU/kg/jam kemudian pada >30
terus-menerus selama 5- IU/dL selama 7 hari.
7 hari untuk
mempertahankan level
pada >50 IU/dL
Dan tambahan 5-7 hari
untuk mempertahankan
level pada >30 IU/dL.
Perdarahan iliopsoas 50 IU/kg konsentrat 120 IU/kg konsentrat
faktor VIII, kemudian 25 faktor IX‡; kemudian
IU/kg setiap 12 jam
50-60 IU/kg setiap 12-24

16
hingga asimtomatik, jam untuk
kemudian 20 IU/kg hari mempertahankan faktor
berikutnya selama total IX pada >40 IU/dL
10-14 hari. hingga asimtomatik;
kemudian 40-50 IU hari
berikutnya hingga 10-14
hari
Hematuria Bed rest;1½ × cairan Bed rest; 1½ × cairan
rumatan; jika tidak rumatan; jika tidak
terkontrol dalam 1-2 hari, terkontrol dalam 1-2 hari,
20 IU/ kg konsentrat 40 IU/kg konsentrat
faktor VIII; jika tidak faktor IX; jika tidak
terkontrol, berikan terkontrol, berikan
prednisone (kecuali prednisone (kecuali
pasien terinfeksi HIV). pasien terinfeksi HIV).
Profilaksis 20-40 IU/kg konsentrat 30-50 IU/kg konsentrat
faktor VIII setiap hari faktor IX setiap 2-3 hari
hingga level ≥1%. hingga level ≥1%
Tabel 3. Tatalaksana hemofilia14
 Pendarahan akut pada sendi/otot15
- Pertolongan pertama : RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation)
- Harus mendapat terapi faktor pembekuan dalam waktu kurang dari 2 jam.
- Untuk pendarahan yang mengancam jiwa, (intrakranial, intraabdomen atau
saluran napas), tatalaksana pengganti harus diberikan sebelum
pemeriksaan lebih lanjut.
- Bila respon membaik, perlu pmemeriksaan kadar inhibitor
Sumber faktor VIII adalah konsentrat faktor VIII dan kriopresipitat,
sedangkat sumber faktor IX adalah konsentrat faktor IX dan FFP (Fresh
Frozen Plasma). Perhitungan dosis:15
FVIII (unit) = BB (kg) x % (kadar target – kadar VIII sekarang) x 0,5
FIX (unit) = BB (kg) x % (kadar target – kadar IX sekarang) x 1,4

17
 Terapi adjuvant yang dapat diberikan kepada penderita hemophilia antara
lain:
- Demopresin (DDAVP) 0,3 mikrogram/kg, dilarutkan dalam 50-100ml
normal salin, diberikan melalui infus perlahan dalam 20-30 menit.
- Asam traneksamat
Dosis : 25mg/kgBB/kali, 3 kali sehari PO/IV selama 5-10 hari
Indikasi : pendarahan mukosa seperti epistaksis dan pendarahan gusi
Kontraindikasi : pendarahan saluran kemih (resiko obstruksi saluran
kemih akibat bekuan darah)
 Profilaksis
Banyak pasien sekarang diberikan profilaksis seumur hidup untuk
mencegah perdarahan sendi spontan. The National Hemofilia Foundation
merekomendasikan bahwa profilaksis dianggap terapi yang optimal untuk
anak-anak dengan hemofilia berat. Biasanya, program tersebut dimulai
bersamaan dengan perdarahan sendi pertama. Anak-anak sering
memerlukan penyisipan kateter sentral untuk mendapatkan akses vena.
Program-program tersebut sangat mahal tapi sangat efektif dalam
mencegah atau sangat membatasi tingkat patologi pada sendi. Pengobatan
ini biasanya diberikan setiap 2-3 hari untuk menjaga tingkat plasma dari
faktor pembekuan (1-2%) ketika pengujian sebelum infus berikutnya.
Meskipun profilaksis harus dilanjutkan sampai dewasa, tetapi metode ini
belum diteliti secara memadai. Jika arthropathy moderat timbul,
pencegahan perdarahan akan membutuhkan tingkat plasma yang lebih
tinggi dari faktor pembekuan. Pada anak yang lebih tua yang tidak
diberikan profilaksis primer, profilaksis sekunder sering diberikan jika
sendi target mengalami perkembangan14
7. Prognosis
Pemberian profilaktik anti hemofili faktor lebih awal secara dramatis dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita hemofilia A dan B. Angka
bertahan hidup penderita dapat mencapai 11 tahun atau kurang tergantung
dari beratnya penyakit dan pengobatan yang diberikan. Prognosis ini akan

18
diperburuk oleh komplikasi virus yang terjadi selama pemberian terapi
pengganti. Demikian juga halnya jika terjadi perdarahan intrakranial maupun
organ vital lainnya.19 Sedangkan pada pasien dengan tendensi perdarahan,
perdarahan organ harus diobati dengan optimal untuk mencegah terjadinya
pemburukan diagnosis. Jika terjadi perdarahan masif maka diagnosisnya
menjadi jelek.20

19
BAB III
KESIMPULAN

1. Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah kongenital yang


disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan
faktor IX yang bersifat herediter secara sex-linked recessive pada kromosom
X.
2. Hemofilia berdasarkan jenis faktor pembekuan dibagi menjadi Hemofilia A,
hemofilia B dan hemofilia C. Berdasarkan kadar dan aktivitas pembekuan
dibagi menjadi ringan, sedang dan berat.
3. Diagnosis hemofilia ditegakan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan laboratorium seperti hitung
trombosit, BT, PT aPTT dan kadar Faktor VIII dan IX serum serta
pemeriksaan pencitraan seperti Foto X-ray, USG, MRI dan CT scan untuk
evaluasi dan skrining adanya komplikasi berupa perdarahan
4. Penatalaksanaan untuk hemofilia adalah penatalaksanaan secara umum,
penatalaksanaan perdarahan dan profilaksis
5. Sumber faktor VIII adalah konsentrat faktor VIII dan kriopresipitat,
sedangkat sumber faktor IX adalah konsentrat faktor IX dan FFP (Fresh
Frozen Plasma).
6. The National Hemofilia Foundation merekomendasikan bahwa profilaksis
dianggap terapi yang optimal untuk anak-anak dengan hemofilia berat dan
diberikan seumur hidup untuk mencegah perdarahan sendi.

20

Anda mungkin juga menyukai