Anda di halaman 1dari 35

URINARY SYSTEM IN NURSING I

HYPOSPADIA PENOSCROTAL

Disusun oleh :

Dian Kinanti (88150005)

Ipung Nopiyanti (88150006)

Muhammad Zaenal Arifin (88150008)

Tuti (88150022)

Panji Agung Nugraha (88150044)

Saparingga Dasti Putri (88150047)

Elgy Nurika Yanti (88150051)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BSI BANDUNG

2017

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan YME, atas berkat dan
rahmat-NYA makalah ini dapat di buat dan disampaikan tepat pada waktunya.
Adapun penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas makalah ini berjudul Hypospadia
Penoscrotal.

Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini. Kami juga berharap dengan adanya makalah ini dapat menjadi salah
satu sumber literatur atau sumber informasi pengetahuan bagi pembaca.

Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami memohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan dan kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan ini lebih sempurna. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... iii
BAB I................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .............................................................................................................................1
1.2 Latar Belakang ........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................1
1.3 Tujuan .....................................................................................................................................1
1.4 Kasus Hipospadia ....................................................................................................................2
BAB II ..............................................................................................................................................5
ANALISA KASUS ............................................................................................................................5
2.1 Klarifikasi Istilah.....................................................................................................................5
2.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................6
2.3 Hipotesa Sementara ...........................................................................................................6
2.4 Pohon Masalah ........................................................................................................................9
2.5 Learning Object .................................................................................................................... 10
2.6 Literature .............................................................................................................................. 15
BAB III ........................................................................................................................................... 18
ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................................................................... 18
3.1 Pengkajian............................................................................................................................. 18
3.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................................................................... 23
3.3 Intervensi Keperawatan ........................................................................................................ 23
BAB IV ........................................................................................................................................... 30
PENUTUP .................................................................................................................................... 30s
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 30
4.2 Saran ............................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 31

iii
i
BAB I

PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Kelainan kongenital pada penis menjadi suatu masalah yang sangat penting, karena selain
berfungsi sebagai alat seksual yang pada kemudian hari dapat berpengaruh terhadap fertilitas.
Salah satu kelainan kongenital terbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yaitu
hypospadia dan epispadia. Hypospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra
yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis (Ngastiyah, 2005:288)
Istilah hypospadia berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Hypo (below) dan spaden (opening).
Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra. Jaringan fibrosis
yang menyebabkan chordee menggantikan fascia bucks dan tunika dartos. Kulit dan
preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal
di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch, 1992).
Belakangan ini di beberapa Negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia seperti
di daerah Atlanta meningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran pada tahun 1990
sampai taun 1993. Banyak penulis melaporkan angka kejadian hipospadia yang bervariasi
berkisar antara 1:350 per kelahiran laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke Negara Indonesia
karena Indonesia belum mempunyai data pasti berapa angka kejadian hipospadia. Maka
berdasarkan data dari Biro pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis
kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak yang menderita hipospadia sekitar 29 ribu
anak yang memerlukan penanganan repair hipospadia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kasus pada hipospadia ?
2. Apa saja identifikasi masalah pada kasus hipospadia ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hipospadia ?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang permasalahan yang timbul
pada kasus hipospadia.
2. Memperoleh pemahaman konsep yang benar tentang hipospadia sehingga nantinya dapat
diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien.

1.4 Kasus Hipospadia


S.J., bayi berusia 8 bulan dibawa ke klinik dengan penis yang terlihat abnormal dan lubang
keluar urine di bagian bawah penis hampir mendekati skrotum. Pada pemeriksaan, ia memiliki
kondisi yang disebut Hipospadia Penoscrotal dengan chordee ringan (kelainan dimana penis
membungkuk ke bawah). Bayi tersebut direncanakan untuk menjalani operasi hypospadias
korektif yang disebut - SINGLE STAGE URETHROPLASTY yang dapat dilakukan dengan
berbagai teknik.
Teknik yang tepat dalam kasus ini adalah tirosples Tranverse Island flap urethroplasty. Usia
yang tepat (6-9 bulan) untuk operasi tersebut karena hasil akhirnya sangat baik, baik secara
kosmetik maupun fungsional pada usia muda.
Disamping itu, Ibu bayi ini sering gelisah dan mengatakan khawatir jika operasi bayinya tidak
lancar atau justru mengalami kelainan yang lebih parah. Menurut informasi yang Ia dapatkan
dari teman kerjanya bahwa operasi yang dilakukan sejak bayi dapat menyebabkan perubahan
perilaku bayi menjadi keterbelakangan mental.
Berikut contoh gambaran klinis menunjukkan hipospadia penoscrotal

2
Urethroplasty sedang berlangsung, koreksi chordee dilakukan

Tranverse Island flap urethroplasty telah dimobilisasi berdasarkan jaringan dartos dan suplai
darah yang andal dari dorsal prepuce.

Selesai urethroplasty dengan kateter silikon khusus untuk drainase popok

3
Bayi S.J telah menjalani operasi dan hanya memerlukan waktu satu hari tinggal di rumah sakit.
Keluarga diminta datang kembali untuk kontrol bayinya pada hari ke-5 untuk melepas jahitan
dan hari ke-12 untuk melepaskan kateter.
Ibu bayi masih takut jika operasi ini menyebabkan keterbelakangan mental pada bayinya kelak
atau mengalami kegagalan hasil operasi yang diinginkan. Ibu juga kebingungan bagaimana
merawat luka post operasi dan kateter yang terpasang pada bayinya. Selama dirawat di rumah,
Bayi S.J seringkali menangis seperti sangat kesakitan dan gelisah yang menyebabkan balutan
luka post operasi rusak. TTV bayi masih tinggi terutama suhu yaitu 390C.

4
BAB II

ANALISA KASUS
2.1 Klarifikasi Istilah
1.SINGLE STAGE URETHROPLASTY
Prosedur tahap awal yang melibatkan plak kulit bebas untuk koreksi struktur uretra.

2.Tirosples Transverse Island flap urethroplasty


Pembuatan saluran uretra baru dengan ukuran yang adekuat

3.Hypospadia penosscrotal

4.Jaringan dartos
Merupakan otot yang membatasi antara skrotum kanan dan kiri, otot dartos berfungsi untuk
menggerakan skrotum untuk mengerut dan mengedur.

5.Dorsal prepuce
Teknik dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong preputium pada bagian
dorsal pada arah jam 12 sumbu sejajar sumbu panjang penis ke arah proksimal kemudian
dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan kekanan sejajar sulcus coronarius (lingkar
pangkal gland penis)

5
2.2 Rumusan Masalah
1. Pada usia berapa tindakan uretrhoplasty dapat dilakukan ?
2. Apa kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus hypospadia ?
3. Mengapa bayi sering menangis kesakitan setelah operasi ?
4. Mengapa lubang keluar urine berada dibagian bawah penis ?
5. Mengapa bayi tersebut harus menjalani operasi hypospadia ?
6. Bagaimana merawat luka post operasi dan kateter yang terpasang pada bayi ?
7. Mengapa suhu bayi masih tinggi ?

2.3 Hipotesa Sementara


1. Tindakan operasi harus dilakukan sebelum anak memasuki usia sekolah yang paling
tepatnya 6 – 9 bulan untuk operasi tersebut. Jika tidak dilakukan operasi maka setelah
dewasa dia akan sulit untuk melakukan penetrasi atau coitus. Selain penis tidak dapat tegak
dan lurus lubang keluar sperma terletak dibagian bawah.
2. a. Preoperasi

6
- Gangguan citra tubuh berhubungan dengan malformasi kongenital
- Ansietas (anak dan orang tua) berhubungan dengan prosedur pembedahan
(uretroplasti)
- Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan kateter
b. Postoperasi
- Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik / trauma
operasi
- Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tindakan operasi
- Nyeri berhubungan dengan pembedahan
- Ansietas(orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak setelah
pembedahan
- Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan rumah
3. Nyeri pasca oprasi merupakan hal yang normal dan umum terjadi tidak hanya orang
dewasa,anak-anak dan bayi yang menjalani operasi juga merasakan nyeri yang sama
mereka biasanya akan mengekspresikan rasa nyeri dengan ucapan seperti sakit. Penyebab
rasa nyeri biasanya datang pada penyayatan pada kulit yang akan merangsang syaraf untuk
menghantarkan sinyal rasa nyeri ke otak. Seiring tubuh yang mulai sembuh,rasa nyeri
seharusnya berkurang dan akhirnya hilang sama sekali.
4. Belum diketahui penyebab pastinya (idiopatik), namun terdapat dugaan bahwa hipospadia
diakibatkan oleh kelainan hormonal saat mengandung. Hipospadia terjadi karena gangguan
pembentukan saluran uretra pada janin diusia kehamilan 8-20 minggu .pembentukan penis
selama bayi berada dalam rahim di tentukan oleh beberapa hal salah satunya hormon sex
laki-laki yakni testosteron, hipospadia diduga disebabkan oleh terhambatnya kerja hormon
testosteron tersebut sehingga pertumbuhan penis terganggu.
5. Untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal
atau mendekati normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan
proses miksi dengan normal dan pada saat dewasa dapat melakukan koitus secara normal.
6. Setelah operasi pasien diberi kompres dingin pada area operasi selama 2 hari pertama
cara ini dapat mengurangi edema dan nyeri serta menjaga daerah operasi tetap bersih.
Pasien yang menggunakan kateter suprapubik, dapat juga memerlukan sten uretra yang
kecil dan dapat dicabut pada hari ke 5 post operasi. Pada pasien yang menggunakan greb

7
tube atau flap prepusium, proses miksi dilakukan melalui kateter suprapubik perkutan.
Tergantung dari proses penyembuhan luka, kateter ini ditutup pada hari ke 10 untuk
percobaan miksi. Bila terdapat kesulitan metode ini diulang 3 – 4 hari kemudian bila
hingga 3 minggu fistula tetap ada proses miksi diteruskan seperti biasanya kemudian
pasien disarankan untuk memperbaiki hasil operasi 6 bulan kemudian bila proses
inflamasi sudah menghilang. Biasanya fistula yang kecil dapat menutup dengan spontan.
7. Kondisi demam tinggi memang dapat terjadi setelah pasien di operasi, kondisi ini
memiliki kaitan dengan luka operasi yang kurang steril, instrument alat yang kurang
disenfeksi dengan baik, dan juga lamanya operasi, sehingga membuat jaringan yang
terbuka dapat terpapar agen infeksi yang berasal dari ruangan operasi yang tidak
disterilkan. Adanya infeksi baik oleh bakteri, virus, maupun mikroorganisme lainnya,
akan memicu terjadinya reaksi inflamasi, dalam kondisi ini tubuh akan mendistribusikan
sel-sel leukosit menuju daerah yang terinfeksi, bersamaan dengan itu terjadi peningkatan
suhu tubuh yang memungkinkan sel leukosit dijaringan dapat bekerja secara optimal.

8
2.4 Pohon Masalah

HIPOSPADIA

MASALAH YANG PENGERTIAN


MUNCUL HIPOSPADIA

KLASIFIKASI
GANGGUAN HIPOSPADIA
ELIMINASI URINE
ETIOLOGI
ANSIETAS HIPOSPADIA

MANIFESTASI
DEFISIENSI
KLINIS
PENGETAHUAN
HIPOSPADIA
PATOFISIOLOGI
NYERI AKUT HIPOSPADIA

PEMERIKSAAN
RESIKO INFEKSI DIAGNOSTIK
HIPOSPADIA

PENATALAKSAA
N HIPOSPADIA
H
KOMPLIKASI
HIPOSPADIA

9
2.5 Learning Object

a. Definisi Hipospadia
Hypospadias sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti dibawah dan
spadon yang berarti keratan yang panjang. Suatu kelainan kelamin bawaan sejak lahir
dimana meatus uretra eksternus terletak di bagian bawah dari penis dan letaknya lebih ke
arah pangkal penis disbanding kan normal .(Soelarto. 2005).
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra
eksterna terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang
normal ( ujung gland penis ) . (Arifmansjoer, 2000 : hal.374).
b. Klasifikasi Hipospadia
Type hipospadia berdasarkan letak orifisi umuretra eksternum / meatus :
1. Type sederhana / type anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal pada tipe ini , meatus
terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis ,kelainan ini bersifat asimtomatik dan
tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi
atau meatotomi.
2. Tipe penil / tipe middle
Terdiri dari distal penil, proksimal penile ,dan peneescortal. Pada tipe ini ,meatus
terletak antara glands dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu
tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung
kebawah atau gland penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini diperlukan intervensi
tindakan bedah secara bertahap ,mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada
maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan circumsisi karena sisa kulit yang ada dapat
berguna untuk tindakan bedah selanjutnya
3. Tipe posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bivida, meatus
uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun .
Klasifikasi pembagian hipospadia berdasarkan anatomi :
 Anterior :dimana meatus tampakpadaalurbatang penis. ( Wang , 2008)
 Coronal : dimana meatus tampakpadaalurbatang penis. (Wang, 2008 )

10
 Distal :dimana meatus tampakpadabagianbawahbatang penis. ( Wang , 2008 ).

c. Etiologi Hipospadia
Penyebab sebenarnya sangat multifactor dan belum diketahui penyebab pasti hipospadia,
namun ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud disini adalah hormone androgen yang mengatur organor
genesis kelamin (pria). Atau bisa juga karna resptor hormone androgenya sendiri di
dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri
telah terbentuk cukup akan tetapi reseptornya tidak ada tetap saja akan memberikan
suatu efek yang semestinya, atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone
androgen tidak mencukupi akan berdampak sama.

11
2. Genetik
Terjadi karna gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karna mutase pada
gen yang mengkode sintesis androgen tersebut sehingga eksperi dari gen tersebut tidak
terjadi.
3. Lingkungan
Faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Bahan teragonik adalah bahan yang
dapat menimbukan terjadinya kecacatan pada janin selama dalam kehamilan ibu,
misalnya alcohol, asap rokok, polusi udara, dll.
d. Manifestasi Klinis Hipospadia
1. Tidak terdapat prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi berlebihan
2. Sering disertai dengan chordee (penis agulasi ke ventral)/penis melengkung kea rah
bawah
3. Lubang penis terletak di bagian bawah penis

e. Patofisiologi Hipospadia

Proses perkembangan janin Pembentukan uretra Penyatuan glandula


usia 8 – 15 minggu terganggu uretra di garis tengah
12
lipatan uretra tidak
lengkap
f. Pemeriksaan Diagnostik

13
Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau bayi. Karena
kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan pemeriksaan yang menyeluruh,
termasuk pemeriksaan kromosom (Corwin, 2009)
1. Rontgen
2. USG system kemih kelamin
3. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelianan kongenital
ginjal
4. Kultur urine (Anak-hipospadia)
g. Penatalaksanaan
Operasi hipospadia satu tahap ( Single stage uretroplasty)
Adalah teknik operasi sederhana yang sering dapat digunakan, terutama untuk hipospadia
tipe distal. Tipe distal ini yang meatusnya letak anterior. Hipospadia proksimal yang
disertai dengan kelainan jauh lebih berat, maka single stage uretroplasty nyaris tidak dapat
dilakukan tipe hipospadia proksimal sering kali diikuti dengan kelainan-kelainan yang
berat seperti globular glans yang bengkok kearah ventral (bawah) dengan dorsal skin hood
dan propenil bifid skrotum. Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air seninya lebih
kearah proksimal (Jauh dari tempat semestinya) yang biasanya diikuti dengan penis yang
bengkok dan kelainan lain di skrotum atau sisa kulit yang sulit ditarik pada saat
melakukan operasi pembuatan uretra (saluran kencing). Kelainan yang seperti ini biasanya
dilakukan dua tahap:
1. Tahap pertama dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang
tempat keluar kencing) nantinya letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak
yang normal), memobilisasi kulit dan preputium untuk menutup bagian ventral/
bawah penis.
2. Tahap kedua dilakukan uretroplasty (pembuatan saluran kencing atau uretra)
sesudah 6 bulan.
h. Komplikasi
Menurut Amilal, 2008 yang telah dilakukan penelitian tentang komplikasi akut pasca
operasi hipospadia menyimpulkan bahwa rata-rata 5% komplikasi terjadi pada tipe distal
hipospadia dan rata-rata 10% komplikasi terjadi pada proksimal hipospadia. Komplikasi
yang terjadi setelah rekonstruksi meliputi :

14
a. Pendarahan
b. Infeksi
c. Fistel uretrokutan
d. Striktur uretra, stenosis uretra
e. Divertikel uretra

2.6 Literature
1. Pada usia berapa tindakan uretrhoplasty dapat dilakukan ?
Operasi pelepasan chordee dan tunneling dilakukan pada usia 1,5 – 2 tahun. Pada tahap ini
dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke gland penis (Behman dan
Kliegman.2000).

2. Apa kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus hypospadia ?


a. Pre operasi
- Perubahan eliminasi urine b/d obstruksi anatomi
- Nyeri kecemasan b/d prosedur operasi
- Defisiensi pengetahuan b/d diagnose prosedur pembedahan dan perawatan setelah
operasi
b. Post operasi
- Resiko infeksi b/d kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter)
- Nyeri akut b/d prosedur post operasi

3. Mengapa bayi sering menangis kesakitan setelah operasi ?


Karena adanya sel cedera (luka jahitan operasi) bisa terjadi edema lalu menekan jaringan
sekitar adanya penurunan suplai darah peningkatan asam laktat dan merangsang resesptor
nyeri (nosireceptor) lalu mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer maka akan
melepaskan mediator kimia yang mengaktifkan terhadap respon nyeri lalu nyeri
dipersepsikan dan adanya respon tingkah laku terhadap nyeri seperti penyataan verbal
(menangis)

4. Mengapa lubang keluar urine berada dibagian bawah penis ?

15
Pada hipospadia muara meatus uretra terletak pada permukaan ventral penis dan lebih
proksimal di bandingkan lokasi meatus yang normal. Secara embriologis , hpospadia
disebabkan oleh kegagalan penutupan yang sempurna dibagian ventral lekuk uretra.
Diferensiasi uretra pada penis bergantung pada androgen di hidro testosteron (DHT). Oleh
karena itu hipospadia dapat disebabkan oleh defisensi produksi testosteron, konversi
testosteron menjadi DHT yang tidak adekuat, atau defisiensilokal pada pengenalan
androgen (kekurangan jumlah atau fungsi reseptor androgen ).
(HEFFNER J.LINDA dan DANNY J.SCHUST 2005.At a Glance SISTEM REPRODUKSI edisi
kedua.Jakarta.ERLANGGA. )

5. Mengapa bayi tersebut harus menjalani operasi hypospadia ?


Pengobatan untuk hipospadia adalah perbaikan bedah, hipospadia umumnya diperbaiki
karna alasan fungsional dan kosmetik. Semakin ektopikposisi meatus uretra, semakin
besar aliran urin akan dibelokan ke bawah, yang mungkin mungkin memerlukan buang air
kecil dalam posisi duduk. Setiap unsur chordee dapat memperburuk kelainan ini.
Kesuburan mungkin akan terpengaruh. Sehingga tujuan dari semua jenis oprasi hipospadia
adalah membuat penis lurus dan normal dengan saluran kemih yang berakhir pada atau di
dekat ujungnya.
Oprasi ini melibatkan 4 langkah:
- Meluruskan poros
- Membuat saluran kemih
- Posisi meatus di kepala penis
- Merekonstruksi kulit khatan
(The official foundation of the American urological association)

6. Bagaimana merawat luka post operasi dan kateter yang terpasang pada bayi ?
Hari ke-3 pasca oprasi splint di lepas sambil dilakuan rawat luka
Pertahankan kateter urine 10-14 hari pasca oprasi.
Setelah operasi pasiendiberi kompres dingin pada area operasi selama 2 hari pertama. Cara
ini dapat mengurangi edema dan nyeri serta menjaga daerah operasi tetap bersih. Pasien
yang menggunakan kateter suprapubik, dapat juga memerlukan sten uretra yang kecil dan

16
dapat dicabut pada hari ke lima post operasi. Pada pasien yang menggunakan graft tube
atau flap prepusium,proses miksi dilakukan melalui kateter suprapubik perkutan.
Tergantung dalam proses penyembuhan luka, kateter ini di tutup pada hari ke 10 unruk
percobaan miksi. Bila terdapat kesulitan metode ini dimulang 3-4 hari kemudian.
Bila hingga 3 minggu fistula tetap ada, proses miksi di teruskan seperti biasanya kemudian
pasien disarankan untuk memperbaiki hasil oprasi 6 bulan kemudian bila proses inflamasi
sudah menghilang.biasanya fistula yang kecil dapat menutup dengan spontan.
Setelah percobaan miksi, pasien dapat mandiseperti biasanya. Balutan dapat lepas dengan
spontan. Setelah pelepasan dari sten , orang tua diminta untuk menjaga meatus tetap
terbuka dengan menggunakan tutup tabung salep mata neosporin sehingga krusta pada
meatus tidak mengakibatkan obstruksi distal yang berkembang menjadi fistula. (dikatakan
pakar uriologi anak dr Arry Rodjani SpU)

7. Mengapa suhu bayi masih tinggi ?


Hipospadia → pembedahan(operasi) →eksisi chordee, uretroplasty → pra pembedahan →
Pemasangan kateter inwhelling → post de entry kuman → Resiko infeksi. (nanda nic
noc,2005)

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Anamnesa
Nama : By. SJ
Usia : 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosa : Hipospadia penosscrotal
Keluhan Utama : Penis yang terlihat abnormal
Riwayat kesehatan :
- Kaji riwayat kelahiran adanya anomaly konginetal, kondisi kesehatan
b. Pemeriksaan Fisik
Genitouria :
- Praoperasi :
Yang terinspeksi pada Genitouria adalah :
1. Pemeriksaan genitalia
2. Tidak ada kulit katan (foreskin) ventral
3. Palpasi abdomen untuk melihat distensi bladder atau pembesaran pada ginjal
4. Kaji fungsi perkemihan
5. Adanya lekukan pada ujung penis
6. Glans penis berbentuk sekop
7. Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
8. Terbukannya uretral pada ventral (hipospadia)
- Pascaoperasi
Yang terinfeksi pada genitourinaria adalah :
1. Pembengkakan penis
2. Perdarahan pada sisi pembedahan

18
Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Proses
- Ibu kebingungan bagaimana perkembangan janin
merawat luka psot operasi dan usia 8-15 minggu
keteter yang terpasang pada bayi
DO :
- Penis terlihat abnormal Pembentukan uretra
- Lubang keluar urine di bagian terganggu
bawah penis hampir mendekati
skrotum
- Terpasang kateter pada bayi Penyatuan glandula
- Balutan post operasi rusak uretra di garis tengah
lipatan uretra tidak
lengkap Gangguan Eliminasi
Urine

Meatus uretra (
lubang kencing )
terbuka pada sisi
ventral penis

Pembentukan saluran
kencing tidak
sempurna

Gangguan eliminasi
urine
2. DS :
- Ibu bayi sering terlihat gelisah Proses
- Ibu bayi mengatakan khawatir jika perkembangan janin
operasi bayinya tidak lancar usia 8-15 minggu
- Ibu bayi masih takut jika operasi
ini menyebabkan keterbelakangan
Ansietas
mental pada bayi Pembentukan uretra
- Ibu bayi takut jika operasi ini terganggu
mengalami kegagalan.
- Selama dirawat dirumah Bayi
sering menangis seperti kesakitan Penyatuan glandula
dan gelisah uretra di garis tengah
DO : lipatan uretra tidak
- TTV Bayi masih tinggi lengkap

19
- Ibu bayi terlihat Gelisah
- Ibu bayi mengekspresikan
kekhawatiran Meatus uretra (
- Ketakutan akan tindakan yang lubang kencing )
akan dilakukan terbuka pada sisi
ventral penis

Pembentukan saluran
kencing tidak
sempurna

Hipospadia

Pembedahan (operasi
)

Ansietas

3. DS :
- Ibu bayi mengatakan khawatir jika Proses
operasi bayinya tidak lancar atau perkembangan janin
justru mengalami kelainan lebih usia 8-15 minggu
parah
- Ibu bayi mengatakan menurut
informasi dari yang dia dapatt dari Pembentukan uretra
teman kerjanya bahwa operasi terganggu
yang dilakukan sejak bayi dapat
menyebabkan perubahan perilaku
bayi menjadi keterbelakangan Penyatuan glandula
mental uretra di garis tengah Defisiensi
- Ibu bayi masih takut jika operasi lipatan uretra tidak Pengetahuan
ini menyebabkan keterbelakangan lengkap
mental pada bayinya kelak atau
mengalami kagagalan hasil operasi
- Ibu bayi bingung bagaimana Meatus uretra (
merawat luka post operasi dan lubang kencing )
kateter yang terpasang pada terbuka pada sisi
bayinya ventral penis
DO :
- Ibu pasien tampak gelisah

20
- Ibu pasian tampak khawatir Pembentukan saluran
kencing tidak
sempurna

Hipospadia

Pembedahan
(operasi)

Defisiensi
pengetahuan

4. DS : Penyatuan glandula
- Selama dirawat dirumah bayi SJ. uretra di garis tengah
Seringkali menangis kesakitas dan lipatan uretra tidak
gelisah yang menyebabkan balutan lengkap
luka post operasi rusak
DO :
- Kelainan dimana penis Meatus uretra (
membungkuk kebawah lubang kencing )
- Terlihat pemasangan kateter terbuka pada sisi
silikon khusus untuk drainase ventral penis
popok

Pembentukan saluran
kencing tidak
sempurna

Hipospadia Nyeri Akut

Pembedahan(operasi
)

Nyeri akut

21
5. Ds : Proses
- Ibu bayi kebingungan bagaimana perkembangan janin
merawat luka post operasi dan usia 8-15 minggu
kateter yang terpasang pada
bayinya
Do : Pembentukan uretra
- Terlihat keluar urine di bagian terganggu
bawah penis mendekati skrotum
- Terlihat pemasangan kateter
silikon khusus untuk drainase Penyatuan glandula
popok uretra di garis tengah
- Ttv bayi masih tinggi terutama lipatan uretra tidak
suhu 39 derajat celcius lengkap

Resiko Infeksi

Meatus uretra (
lubang kencing )
terbuka pada sisi
ventral penis

Pembentukan saluran
kencing tidak
sempurna

Hipospadia

Pembedahan (operasi
)

Eksisi chordee,
uretroplasty

Pra- pembedahan

Pemasangan kateter
inwhelling

Post de entry kuman

22
Resiko infeksi

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan eliminasi urine b.d obsstruksi anatomi (aliran urine sulit diatur)
2. Ansietas b.d krisis situasional, tindakan operasi yang akan dilakukan
3. Defisiensi pengetahuan b.d keterbatasan infromasi tentang prosedur pengobatan yang
akan dilakukan
4. Nyeri aku b.d cidera fisik akibat pembedahan
5. Resiko infeksi b.d prosedur invasive (pemasangan kateter)

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi anatomi (aliran urine sulit diatur) :
Disfungsi pada eliminasi urine
Faktor yang berhubungan :
Trauma mekanis dari operasi (urethroplasty)

Dibuktikan dengan :
1. Kejang kandung kemih
2. Disuria
3. Frekuensi kencing, urgensi, retensi
4. Penurunan output urine
5. Edema uretra
Hasil yang Diinginkan :
Anak akan mengalami peningkatan eliminasi urin.

Intervensi Rasional

23
1. Catat input dan output; Menilai aliran 1 Menyediakan data tentang pola void
voiding, warna dan jumlah urin pada setelah penjepitan atau pengangkatan
aliran urin pertama dan masing- kateter.
masing urine yang keluar. 2 Menunjukkan disfungsi kemih dan
2. Kaji nyeri, distensi abdomen, kemungkinan penyumbatan atau
ketidakmampuan untuk void selama 8 edema berkelanjutan meatus.
jam setelah kateter. 3 Pertahankan hidrasi dan bebas
3. Dorong asupan cairan yang tinggi mengalirnya urine.
setelah kateter dilepas, tawarkan 4 Menghindari rasa malu pada anak
pilihan cairan yang disukai setiap yang lebih tua.
jam. 5 Memungkinkan untuk intervensi dini
4. Dukung anak setelah kateter dilepas untuk menghindari komplikasi lebih
dan berikan privasi untuk miksi. lanjut.
5. Anjurkan orang tua untuk memberi
tahu dokter tentang perubahan pola
kemih atau ketidakmampuan untuk
membatalkan.

2. Ansietas b.d krisis situasional, tindakan operasi yang akan dilakukan : Perasaan
tidak enak dan tidak nyaman karena ketidaknyamanan atau ketakutan disertai respons
otonom.

Faktor yang berhubungan :


1. Ancaman terhadap konsep diri
2. Perubahan status kesehatan
3. Perubahan lingkungan
Dibuktikan dengan :
Mengungkapkan kekhawatiran dan kekhawatiran tentang koreksi cacat akibat
pembedahan dan penampilan penis yang tidak sempurna setelah operasi
Perawatan pra operasi dan pasca operasi
Hasil yang Diinginkan :
Orang tua menunjukan kecemasan berkurang

Intervensi Rasional

1. Mengkaji sumber dan tingkat 1. Memberikan informasi tentang tingkat


kecemasan dan kecemasan dan kebutuhan untuk
Kebutuhan akan informasi yang akan meringankannya; Kekhawatiran
meringankan kecemasan. meliputi jenis prosedur dan
2. Dorong verbalisasi masalah dan beri penampilan penis setelah operasi;
waktu bagi orang tua dan anak untuk apakah penis akan cukup seksual;
bertanya Kemungkinan itu
pertanyaan tentang kondisi, prosedur, Koreksi mungkin perlu dilakukan
pemulihan secara bertahap jika anak sudah cukup

24
3. Dorong orang tua untuk tinggal umur; takut pengebirian dan
dengan anak perubahan citra tubuh.
selama dirawat di rumah sakit dan 2. Memberikan kesempatan untuk
untuk membantu dalam perawatan. melampiaskan perasaan dan ketakutan
4. Berikan orang tua kesempatan untuk dan lingkungan yang aman.
membuat keputusan tentang 3. Memungkinkan orang tua untuk
perawatan dan rutinitas umum. berpartisipasi dalam perawatan anak
5. Jawablah pertanyaan dengan tenang dan melanjutkan peran orang tua.
dan jujur; 4. Memungkinkan kontrol atas situasi
gunakan gambar, gambar, dan model dan mempertahankan rutinitas
untuk informasi. perawatan yang umum.
6. Informasikan kepada orang tua 5. Meningkatkan pemahaman,
mengenai jenis, dan tujuan operasi, kepercayaan dan lingkungan yang
penampilan penis post op dan hasil tenang dan mendukung.
kosmetik yang diharapkan. 6. Menyediakan alasan untuk operasi
7. Beritahu orang tua tentang penyebab yang mencakup kekosongan dalam
cacat, dan posisi berdiri dengan kemampuan
Tingkat kerusakan yang harus untuk mengarahkan arus,
diperbaiki, memperbaiki penampilan penis dan
apakah cacat ringan atau defek parah, menjaga citra diri, dan untuk
koreksi yang paling baik dilakukan mengembangkan penis yang memadai
antara 3 sampai 9 bulan, penempatan secara seksual.
meatus pada penis, dan kemungkinan 7. Memberikan informasi yang akan
jumlah prosedur yang diperlukan meningkatkan pemahaman akan cacat
untuk memperbaiki cacat. untuk meringankan kecemasan.
8. Ajarkan orang tua tentang perawatan 8. Memberikan informasi tentang
pasca operasi perawatan pasca operasi dan apa yang
(berdiam diri atau suprapubik diharapkan setelah operasi.
kateter atau stent akan terpasang; 9. Mengurangi kecemasan dan
pengekangan mungkin di tempat; meningkatkan kemampuan untuk
Obat akan diberikan untuk memberikan ketenangan dan
mengendalikan rasa sakit dan perawatan
meningkatkan sedasi. 10. Meredakan kecemasan yang
9. Ajarkan teknik relaksasi ditimbulkan oleh rasa takut yang
10. Yakinkan orang tua dan anak bahwa disebabkan oleh kesalahan informasi.
cacat atau operasi tidak akan
membahayakan aktivitas seksual dan
tidak akan mempengaruhi
kemampuan reproduksi.

25
3. Defisiensi pengetahuan b.d keterbatasan informasi tentang prosedur pengobatan
yang akan dilakukan : Ketidadaan atau defisiensi informosi kognitif yang berkaitan
dengan topik tertentu.
Batasan karakteristik :
1. Perilaku hiperbola
2. Perilaku tidak tepat (mis, histeria, apatis)
3. Pengungkapan masalah

Faktor yang berhubungan :


1. Keterbatasan kognitif
2. Salah interpretasi informasi
3. Tidak familier dengan sumber informasi
Intervensi Rasional
1. Jelaskan tentang proses 1. 1.Meningkatkan pengetahuan dan mengurangi
penyakit (tanda dan gejala) , cemas
identifikasi kemungkinan
penyebab. Jelaskan kondisi 2. 2.mempermudah intervensi
tentang klien
2. Jelaskan tentang program 3. 3.memberi gambaran tentang pilihan terapi yang
pengobatan dan alternatif bisa di gunakan
pengobatan
3. Diskusikan terapi dan 4. 4.mencegah keparahan penyakit
pilihan nya
4. Diskusikan perubahan gaya 5. 5.memastikan bahwa klien paham tentang
5. hidup yang mungkin tindakan yg dijalankan
digunakan untuk mencegah
komplikasi
6. Tanyakan kembali
pengetahuan klien tentang
penyakit , prosedur
perawatan dan pengobatan

4. Nyeri Akut b.d cidera fisik akibat pembedahan : Pengalaman sensoris dan
emosional yang tidak menyenangkan yang timbul dari kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut; onset yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas apapun dari yang ringan sampai parah dengan perkiraan atau
perkiraan akhir dan durasi <6 bulan.
Faktor yang berhubungan :
Operasi

Dibuktikan dengan :
1. Verbalisasi rasa sakit
2. Menangis
3. Iritabilitas, gelisah
4. Perilaku tidak aktif
5. Perubahan tanda vital
Hasil yang Diinginkan :
Anak akan mengalami penurunan rasa sakit yang dibuktikan dengan episode menangis
yang jarang terjadi dan menunjukkan pola tidur normal.
26
Intervensi Rasional
1. Menilai lokasi, 1 Menyediakan data tentang deskripsi rasa sakit
karakteristik, onset, yang bisa dijadikan pedoman terapi analgesik.
durasi, frekuensi, lokasi, 2 Meningkatkan kenyamanan dan menghindari rasa
dan tingkat keparahan sakit karena menarik atau memanipulasi kateter.
nyeri; Perhatikan isyarat 3 Mempromosikan istirahat dan memfokuskan
verbal dan nonverbal. kembali perhatian sehingga mengurangi
2. Pertahankan posisi ketidaknyamanan.
nyaman; Atur kateter 4 Meredakan nyeri dan menurunkan edema.
dengan benar untuk 5 Mengurangi rasa sakit dan meningkatkan istirahat
menghindari ketegangan yang mengurangi rangsangan dan nyeri.
dan kekakuan. 6 Memberikan informasi tentang perlunya obat
3. Dorong penggunaan nyeri untuk kenyamanan anak.
teknik relaksasi.
4. Oleskan kompres es
5. Berikan analgesik
(misalnya, Tylenol) sesuai
pesanan.
6. Memberikan edukasi pada
orang tuabahwa obat-
obatan akan mencegah
rasa sakit dan kegelisahan
dan memungkinkan
penyembuhan

5. Risiko Infeksi b.d prosedur invasive (pemasangan kateter) : Peningkatan risiko masuknya
organisme patogen.

Faktor yang berhubungan :


1. Pertahanan primer yang tidak adekuat (insisi bedah)
2. Prosedur invasif (kateter)

Hasil yang Diinginkan :


Anak akan tetap terbebas dari infeksi yang dibuktikan dengan luka bersih dan utuh tanpa
kemerahan, edema, bau atau drainase dan kultur urin negatif.

Intervensi Rasional
1. Menilai luka untuk 1. Memberikan informasi tentang adanya infeksi
kemerahan, bengkak, atau gangguan penyembuhan.
drainase pada dressing 2. Menunjukkan proses menular di tempat kateter
2. Amati lokasi penyisipan atau di kandung kemih.
kateter untuk 3. Menentukan organisme dan kepekaan spesifik
kemerahan, iritasi, bengkak; terhadap antibiotik.
Pantau urine di kantong

27
kateter adanya untuk keruh, 4. Menunjukkan bahwa obstruksi kateter
bau busuk, sedimen. mungkin ada pada retensi urin yang
3. Dapatkan spesimen urine menyebabkan infeksi.
untuk kultur 5. Stimulasi pengenceran urin untuk mencegah
dan sensitivitas seperti yang infeksi saluran kencing dan setelah kateter
ditunjukkan. dilepas akan mendorong voiding.
4. Perhatikan keluaran kencing 6. Mencegah kontaminasi dengan masuknya
minimal 1 ml /kg / jam dan organisme ke dalam luka steril atau rongga.
laporkan jika kurang. 7. Mencegah pemindahan kateter atau
5. Dorong untuk meningkatkan kontaminasi luka yang tidak disengaja jika
asupan cairan sesuai koreksi bedah dilakukan untuk kerusakan yang
kebutuhan usia. lebih parah.
6. Gunakan teknik steril saat 8. Mencegah trauma atau copot kateter atau
mengganti dressing, infeksi.
perawatan kateter atau 9. Meningkatkan kebersihan dan kenyamanan
pengeringan kantong urin. tanpa penyempitan.
7. Imobilisasi lengan dan kaki 10. Memberikan informasi tentang kebutuhan
dengan pengekangan, untuk segera melaporkan penanganan dini.
lepaskan secara berkala; 11. Menyediakan pengetahuan dan keterampilan
gunakan tempat tidur buaian dalam merawat dan memelihara patensi kateter
setelah operasi. karena anak dapat pulang dengan kateter atau
8. Informasikan kepada orang stent pada tempatnya.
tua agar tidak membiarkan
anak tersebut
untuk mengangkang mainan,
bermain di kotak pasir,
berenang, atau melakukan
kegiatan kasar sampai
disarankan oleh dokter.
9. Ajarkan orang tua untuk
memandikan anak dengan
sepon dan menggunakan
pakaian longgar, melarang
kontak tinja dengan luka, dan
menginstruksikan
pembersihan setiap kali
buang air besar.
10. Berikan orang tua edukasi
dalam tanda dan gejala
infeksi.
11. Ajarkan orang tua tentang
perawatan kateter,
irigasi, pengosongan kantong
urin atau menggunakan
popok untuk drainase urin,
pengaman kateter dengan

28
pita; Berikan waktu untuk
demonstrasi kembali.

29
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kelainan kongenital pada penis menjadi suatu masalah yang sangat penting, karena
selain berfungsi sebagai alat seksual yang pada kemudian hari dapat berpengaruh
terhadap fertilitas. Salah satu kelainan kongenital terbanyak kedua pada penis setelah
cryptorchidism yaitu hypospadia dan epispadia. Hypospadia adalah suatu kelainan
bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis.
Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra. Jaringan
fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan fascia bucks dan tunika dartos. Kulit
dan preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk
kerudung dorsal di atas glans

4.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar
penulis dapat berbuat lebih baik lagi dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya pembaca pada umumnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Huda, 2015 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa medis dan Nand NIC-NOC
jilid 2, Jogyakarta:Mediaction
SCI international hospital urethra & penile surgery
Https:/emedicine.medscape.c./article/1015227 author John M Gatti, MD Professor, section of
urology, Universiy of Kansas School od Medicine
University of California Departement of Urology
Pediatric urology boo, Dra.Bernadita Troncoso, Paediatric Urology Departement, Hospital
Exequiel Gonzales Cortes 1 & Clinica Alenama 2 Santiago Chile

31

Anda mungkin juga menyukai