TENTANG
PERAN PROLEGNAS DALAM PERENCANAAN
PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL
BERDASARKAN UUD 1945
(Pasca Amandemen)
Disusun Oleh :
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Het recht hink achter de feiten aan, hukum selalu tertatih tatih
undang undang sebagai salah satu jenis produk hukum sering tak
saat itu.
masyarakat, lebih-lebih lagi pada era globalisasi dewasa ini yang dipicu
vertikal).
1
dikoordinasikan oleh Departemen Hukum dan HAM c.q Badan
masyarakat; dan
1
Keputusan DPR-RI Nomor 01/DPR-RI/III/2004-2005 tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi
Nasional Tahun 2005-2009, Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, 2005, hal 7-8.
2
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan
konstitusi.
3
Legislasi Nasional sebagai suatu instrumen atau suatu mekanisme,
sering dipakai dalam arti yang merujuk pada materi atau substansi
dimaksud adalah:
4
lingkungan Pemerintah, tidak ada jaminan RUU yang disampaikan ke
neck” juga mungkin tidak lagi “manageble” pada saat RUU begitu
sidang. Apalagi kalau DPR lebih tertarik pada pragmatisme politik yang
dinilai langsung dengan uang atau tidak, hal seperti ini membuat proses
2
Lihat ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum amandemen, yang menyatakan: “Presiden memegang
kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.
5
otonomi daerah yang teradopsi pada tingkat konstitusi (Pasal 18,18A
dan 18B UUD 1945), maka daerah juga memiliki peran yang sangat
utama legislasi sebenarnya tidak hanya pada DPR tetapi juga pada DPD
Peraturan Perundang-undangan.
6
Perubahan lainnya adalah sebagaimana yang terdapat dalam
tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak
proses tersebut dilakukan oleh para aktor, yang dalam sistem demokrasi
1945.
B. Perumusan Masalah
3
Hasil perubahan kedua UUD 1945.
7
dan politik hukum nasional yang terencana, terarah, terpadu, sistematis,
D. Ruang Lingkup
4. Politik Hukum
5. Organsasi profesi
E. Metode Penelitian
8
kepustakaan (library research). Sementara untuk mengetahui berbagai
BAB II
PEMBENTUKAN LEGISLASI
A. Perundang - undangan
perundang undangan berasal dari sistem eropa kontinental, enacted law, yang
4
Lihat diataranya, John Gillisen dan Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, Refuka Aditama ,
Bandung, 2005
9
peraturan-peraturan yang mengikat secara umum dan berdaya laku keluar
sehingga merupakan suatu rangkaian unsur unsur hukum tertulis yang saling
1945.6
harus memiliki tiga landasan, yaitu landasan filosofis, landasan sosiologis, dan
landasan yuridis.
moral atau etika dari bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya adalah
nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan
kesusilaan, dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik. Pengertian baik,
5
Rosjidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju
/1998/Bandung hal 19
6
Natabaya, H.A.S, 2006, Sistem Peraturan perundang undangan, Setjen dan Kepaniteraan MKRI, Jakarta
hal 18
10
benar, adil, dan susila tersebut menurut takaran yang dimiliki bangsa yang
bersangkutan. Hukum yang baik harus berdasarkan kepada semua itu. Hukum
yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat, tidak menjadi huruf-huruf mati belaka.
relevan lagi dipertahankan sebagai sebuah istilah atau “kemasan”, namun yang
7
Rosjidi Ranggawidjaja, 1998,op.cit hal 43-44
11
utama pembentukan undang-undang haruslah disusun dan dirancang melalaui
muatan, ayat, atau pasal dalam Konstitusi yang berkaitan langsung atau tidak
legislasi. Seperti yang diungkapkan Ann Seidman dkk bahwa teori perundang-
undang bertumpu, tidak hanya pada logika abstrak, akan tetapi juga pada
fakta-fakta9.
8
Irmanputra Sidin, A. 2007, (Perbaikan Kualitas Undang-Undang di Indonesia),Naskah Akademik
atau Naskah Konstitusional ? Makalah disamapaikan pada Diskusi Ahli dengan topic “Memperbaiki
Kualitas Pembuatan Undang-Undang di Indonesia”, Selasa 27 Pebruari 2007 Gedung The Habibie
Center, Jakarta diselenggarakan oleh The Habibie Center kerjasama dengan Hans Seidel Foundation.
9
Seidman, Ann et all, 2000, Penyusunan Rancangan Undang-undang dalam Perubahan
masyarakat yanG Demokratis : Sebuah Panduan untuk Pembuat Rancangan Undang-undang,
Universitas of San Fransisco School of Law Indonesia Program. (diterjemahkan oleh : Johanes Usfunan,
Endah P. Wardhani dan Ningrum Sirait).
12
Naskah Konstitusonal RUU inilah nantinya yang akan memberikan benderang
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Jika RUU itu tidak mendapat
persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
DPR masa itu. Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama
untuk menjadi undang-undang. Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu (30) tiga puluh hari
kekuasaan legislatif yang dimiliki oleh Presiden dan DPR ibarat pendulum yang
berayun di dua arah yaitu Presiden dan DPR yang akan berhenti tepat pada
10
Irmanputra Sidin, 2007, (Perbaikan Kualitas ... op.cit )
11
ibid
13
titik tengah berupa ”persetujuan bersama”. Namun, pada kondisi tersebut maka
executive powers are united in the same person, or in the same body of
magistrates, there can be no liberty; because apprehensions may arise, lest the
man or the same body, whether of the nobles or of the people, to exercise
those three powers, that of enacting laws, that of executing the public
12
resolutions, and of trying the causes of individuals”.
12
Susan Thompson Spence, 1999, COMMENTARY: The Usurpation of Legislative Power by The
Alabama Judiciary: From Legislative Apportionment to School Reform, Alabama Law Review
13
Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 berbunyi bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang
14
Tidak hanya sampai disitu, hasil perubahan pertama UUD 1945 juga
dari Presiden dalam hal pembentukan UU. Indikator daripada kekuatan energi
konstitusional DPR dalam proses legislasi bahwa suatu RUU yang telah
disetujui bersama oleh Presiden dan DPR maka dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi undang-
Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 berbunyi bahwa Dalam hal rancangan
Oleh karenanya, jika suatu RUU telah disetujui bersama (DPR dan
pembantunya dalam hal ini Menteri yang tugas dan tangungjawabnya di bidang
bahwa telah lahir suatu UU baru meski hal tersebut dikemudian hari jika lewat
30 hari RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh
limitatif hanya deklaratif (peresmian) belaka yang jika tidak dilaksanakan tidak
15
memiliki akibat juridis konstitusional akan ketidakberlakuan RUU tersebut
menjadi UU, karena pada hari ke 31 maka RUU yang belum/tidak disahkan
Selain dari itu indikator lainn keuatnya energi konstitusional DPR dalam
pembentukan UU, ditemukan dalam hal suatu UU lahir dari suatu Peraturan
mengeluarkan Perppu. Namun Perppu ini dapat berubah menjadi UU kelak jika
menjadi UU, jika tidak disetujui maka Perppu tersebut harus dicabut demi
dan penerapannya.
dicabut
pembentukan UU..
16
C. Prolegnas Menurut Undang Undang
1945).
Oleh karenanya, UUPPP berisi muatan, materi, ayat atau pasal tentang
penyebarluasan.
yang diberikan konstitusi, namun tidak seperti ibarat selembar cek tanpa
nominal yang bisa diisi angka sesuai selera DPR dan Presiden dengan segala
intensi politiknya baik materi UUPPP yang sifatnya hukum materil maupun
formil. Pada kondisi inilah maka suatu UU tidak boleh bertentangan dengan
konstitusi tidak sekadar jasad yang tampak tetapi juga jiwa konstitusi itu
sendiri.
DPR dan kolaborasi antara DPR dan Pemerintah yang dikoordinasikan oleh
17
DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.
kolaborasi pemerintah dan DPR diatur dengan Perpres (pasal 16 ayat (4)
UUPPP). 14
BAB III
PERKEMBANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN
14
Lebih lanjut lihat uraian Irmanputra Sidin, A, Mernimbang Payung Hukum Prolegnas, Makalah
dipresentasikan pada Roubdtable Discussion “Menimbang Payung Hukum Prolegnas” Senin, 4 Juli
2005, bertempat di Center for Strategic of International Studies (CSIS), Jl. Tanah Abang III, Jakarta.
Koalisi Kebijakan Publik
18
dalam meneruskan dan mengatur masalah Prolegnas yang telah dirintis
A. Sejarah Prolegnas
sangat penting dan perlu diwujudkan secara konkrit, antara lain dalam
dan sebagainya.
19
Daerah Sulawesi Utara. Tujuan dari lokakarya ini adalah untuk
Repelita.
pelaksanaannya.
20
Departemen/Lembaga Non-Departemen (LPND) yang bertujuan
Nasional.
seperempat abad lamanya. Kemudian pada tahun 1998 (pada saat era
diperbaharui dengan Keppres Nomor 188 tahun 1998 tentang Tata Cara
21
Mempersiapkan Rancangan Undang Undang yang dilengkapi dengan
nasional.15
Bila kita cermati lebih lanjut, ada dua fungsi Departemen Hukum
15
Diambil dari Buku 30 Tahun Prolegnas 1977-2007, Departemen Hukum dan HAM, BPHN, Jakarta,
2007, hal 20.
22
Bila proses kelahiran Prolegnas serta peran Departemen Hukum
dan HAM di atas dikaitkan dengan politik legislasi pada masa lahirnya
dengan jelas dan terpola. Politik hukum yang dimaksud di sini adalah
Perundang-undangan yaitu:18
16
Bivitri Susanti, Catatan Pelaksanaan Prolegnas 2005-2009, Makalah yang disampaikan dalam Rapat
Pembahasan Tahunan Prolegnas Tahun 2008, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional departemen Hukum dan HAM, di Bogor, 26 Agustus 2008
17
TAP MPR Nomor IV Tahun 1999.
18
Diambil dari makalah Diani Sadiawati, tentang Evaluasi Pelaksanaan Program Pembangunan Nasional
(Propenas) Bidang Pembangnan Hukum Program Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Tahun
23
1. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu
program legislasi;
berkaitan dengan yang tiga hal di atas), maka Pemerintah dan DPR
masyarakat.
2000-2003, disampaikan pada Rapat Pembahasan Tahunan Prolegnas Tahun 2003, tanggal 7-8 Juli 2003
di Cisarua Bogor.
24
Dalam kurun waktu 2000-2004 ini (khususnya setelah ditetapkannya UU
Sebetulnya masalah skala prioritas RUU yang akan dibahas sudah ada
pertimbangan:19
Repeta);
19
Ibid Diani Sadiawati
25
7. RUU yang telah memasuki pembahasan lintas departemen/LPND;
ditetapkan dalam Repeta 2001, Repeta 2002, dan Repeta 2003 rata-rata
dan Terorisme.
26
rencana penetapan Undang Undang telah ditetapkan sebanyak 4
bersama;
20
Adanya Amandemen UUD 1945 mengenai penguatan kelembagaan DPR di bidang legislasi dari
yang semula pada lembaga eksekutif, menurut pengamatan penulis lebih banyak menimbulkan
kesimpangsiuran pada pengusulan penetapan prioritas rancangan undang-undang. DPR mengacu
27
Mengenai pelaksanaan Program Pembentukan Peraturan
terukur. Hal ini terkait dengan belum adanya aturan yang mengikat , baik
pada Tata Tertib DPR yang mempermudah persyaratan pengusulan suatu RUU yaitu minimal telah
mendapatkan tandatangan 10 angota DPR dan disampaikan kepada Badan Musyawarah untuk
kemudian menjadi inisiatif DPR. Sebaliknya dari sisi lembaga Eksekutif, ang berlandaskan pada
Keppres Nomor 188 Tahun 1998 mekanisme yang wajib diikuti bai instansi/lembaga untuk
mendapatkan izin prakrsa mengajukan RUU kepada Presiden membutuhkan waktu yang cukup lama,
antara lain karena harus mempersiapkan Naskah Akademik, pembahasan
inter=departemen/lembaga, pembahasan dengan setneg, pembahasan bersama dengan DPR
28
Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-
21
Lihat Pasal 22A (ketentuan baru) yang berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara
pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang”.
29
perundang-undangan. Kegiatan tersebut telah dilaksanakan oleh Badan
undangan.
pemerintah;
30
c. hasil konsultasi dengan pemerintah dilaporkan kepada Rapat
atau pihak lain yang diangap perlu yang menyangkut ruang lingkup
tugasnya;
tahun anggaran;
undang.
31
biasanya dilakukan di eksekutif, kali ini dipadukan dengan legislatif dan
oleh UUD 1945, RUU yang di amanatkan oleh TAP MPR, dan RUU
departemen perlu adanya mekanisme yang jelas. Hal ini bisa terjadi
32
menempuh segala upaya agar programnya segera terealisasi, tanpa
sama. Sikap yang sering disebut “egoisme sektoral” inilah yang kerap
keadaan ini, pola “carry over” rencana legislasi tahun dari sebelumnya
prioritas .
33
sebagai suatu bentuk mekanisme koordinasi antar departemen/lembaga
heavy”, sehingga selama periode itu lebih dari sembilan puluh persen
eksekutif.
34
badan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) dalam prakarsa pembuatan
peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, akan lebih baik apabila dalam proses penyusunannya
35
pihak atau institusi pemrakarsa terlebih dahulu mengupayakan
yang seimbang dengan DPR. Namun bila kita lihat lebih jauh, dengan
legitimasi yang lebih kuat karena dipilih langsung oleh rakyat, UUD 1945
Dari sisi fungsi, tugas, dan kewenangan, seperti terungkap pada UUD
1945 Pasal 22D, tampak bahwa DPD hanya menjadi “subordinat” dari
DPR. Di situ diatur bahwa DPD “dapat mengajukan” kepada DPR dan
keuangan pusat dan daerah. Selain itu DPD juga diberi peranan dalam
36
DPD, kedudukan DPD sangat lemah, karena fungsinya hanya memberi
dan kewenangan DPD lebih rendah dari DPR. Kewenangan DPD yang
juga akan membuat kekuatan legitimasi para anggota DPD yang lebih
pada hubungan DPR dan DPD yang semakin lama terlihat semakin
sesungguhnya DPR dan DPD adalah dua lembaga negara yang sejajar,
37
pembahasan Prolegnas, menurut Ketua Baleg DPR, karena alasan Tata
Tertib DPR Pasal 42 ayat (1) huruf a angka 1 Tatib DPR menyatakan
lembaga negara. Ini berarti, DPR dan DPD adalah lembaga negara yang
tertentu.
Presiden dan DPR, maka salah satu atau keduanya dapat meminta
38
tersebut, sehingga bisa menjadi patron tegas keinginan daerah atau
22
Irmanputra Sidin, A. 2008. Daerah, „Adik Tiri‟ Kebijakan Nasional, Media Indonesia 4 November
2008.
39
ALUR PROSES PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
Tahap Tahap Klasifikasi dan Harmonisasi Tahap Tahap Penyusunan Naskah Tahap Pengesahan
Kompilasi Komunikasi dan Prolegnas
Sosialisasi
I II III IV V
INPUT
Biro Hukum
Baleg DPR
DPD
Masyarakat/L
SM
Penyusunan Klasifikasi
Prioritas
Kompilasi Konsep dan Pemantapan Sinkronisasi Naskah Prioritas Program
Renlegnas Pertama harmonisasi Legislasi
Konsep dan Prolegnas Prolegnas
Dep/LPND Relegnas Konsep Nasional
Komunikasi Pemerintah
Relegnas Tahunan
gnas
Panitia Kerja Panitia Kerja TIM INTI TIM INTI Forum TIM INTI TIM INTI Menkeh
Harian BPHN Harian (BPHN) Konsultasi HAM
Ka BPHN
TIM ANTARDEP
TIM TIM Forum
ANTARDEP ANTARDEP Komunikasi
Forum Konsultasi PRES DPR
Konsultan Ahli Konsultan Forum Komunikasi
Ahli
Panitia Kerja Harian
39
Tahap Kompilasi
Perseroan Terbatas yang ditargetkan akan selesai tahun 2005, maka pada
prosesnya berkesinambungan.
40
muatan suatu rencana legislasi tumpang tindih dengan kewenangan
Pada tahapan ini masalah yang timbul apabila ada resistensi masing-masing
saja bersamaan atau justru berlainan dengan sisi Tahapan ini melibatkan
antara pimpinan eksekutif dan legislatif (khususnya dalam kaitan usul inisiatif
41
ketentuan dalam Pasal 16 UU No. 10 Tahun 2004, yang menyatakan
sebagai berikut:
Dalam kaitan ini BPHN sebagai fasilitator tidak memiliki kewenangan untuk,
42
masyarakat tidak penting atau tidak mendesak, tetapi akan menyampaikan
opini ini kepada pihak yang paling berwenang yaitu instansi pemrakarsa.
salah satu bentuk konsultasi publik pra-RUU, yang tujuannya agar daerah
akan disusun atau dibuat oleh pemerintah pusat baik dalam jangka pendek
pemerintah pusat.
43
Rencana Pembangunan Tahunan Bidang Hukum khususnya sub-bidang
Tahap Pengesahan
Dasar 1945. Perubahan akhirnya dilakukan sebanyak empat kali, dan salah
dapat kita jumpai dalam perubahan pertama UUD 1945 Pasal 20 ayat 1
perubahan pertama UUD 1945 itu baru sebatas kata dan cita-cita. DPR pun
komentar yang sama juga dikemukakan oleh angdota DPR seperti: Slamet
44
Effendi Yusuf (Fraksi Partai Golkar), Nursyahbani Katjasungkana (wakil
Ketua Baleg)23, yang pada dasarnya bahwa roda reformasi legislasi belum
Belum maksimalnya berjalan roda legislasi ini, dapat kita lihat dari
berbagai aspek. Salah satu parameternya bisa dilihat dari seberapa banyak
judul RUU yang akan digarap dalam kurun waktu empat tahun (jangka
setiap tahunnya selalu ada RUU yang tidak selesai, dan diluncurkan untuk
kekecewaan publik
Sementara itu dari segi proses, masih banyak pembahasan RUU yang
kental muatan politisnya. Tidak hanya itu, DPR bahkan ditenggarai sengaja
23
Data diambil dari Internet yang diakses tanggal 15 September 2008
24
Keputusan DPR-RI No. 01/DPR-RI/III/2004-2005 tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional
Tahun 2005-2009.
45
ayat (2) Tata Tertib DPR, sebagai tameng, padahal masih ada kemungkinan
diselenggarakan terbuka.
terdapat lagi sejumlah RUU di luar Pprolegnas yang dibahas DPR dan
Pemerintah yaitu yang dikenal dengan daftar komulatif terbuka (seperti RUU
yang diajukan, serta jumlah RUU yang dapat diselesaikan sebagai berikut:
Tabel
Prolegnas 2005-2009
NO Katerangan Diusulkan Selesai %
1 RUU dalam List Prolegnas 2005- 284 44 15,5
2009
2 Jumlah RUU Non Prolegnas 2005- 22 7 31,8
25
Data diambil dari Makalah FX. Soekarno, SH (Ketua Baleg DPR-RI) yang disampaikan pada Rapat
Pembahasan Tahunan Prolegnas Tahun 2008 di Hotel Salak Bogor, 25-27 Agustus 2008.
46
2009
3 Daftar RUU Kumlatif Terbuka ttg 44 44 100
Pembentkan Daerah Propinsi dan
Kabupaten/Kota
4 Daftar RUU Kumulatif Terbuka ttg 10 7 70
Pengesahan Perjanjian
Internasional (diluar daftar
Prolegnas)
5 Daftar RUU Kumulatif Terbuka 6 0 0
akibat Putusan Mahkamah
Konstitusi
6 Daftar RUU tentang APBN 11 11 100
7 Daftar RUU Pembentukan 4 4 100
Pengadilan Tinggi Agama
8 Daftar RUU Penetapan Peraturan 4 4 100
Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
TOTAL 385 121 31,43%
yang masuk dalam daftar Prolegnas 2005-2009 dalam empat tahun terakhir ini
baru diselesaikan sebanyak 121 RUU atau 31,43 persen. Sementara sisa
waktu masa bhakti DPR periode 2004-2009 tinggal sekitar sembilan bulan
lagi.
FX. Sukarno lebih rinci menjelaskan, mengenai 121 RUU yang telah
Mahkamah Konstitusi. Selain itu DPR sendiri mengajukan usul inisiatif 107
47
RUU, terdiri dari 42 RUU bukan Pembentukan Daerah Otonom/pengadilan
Otonom. Dari 107 RUU Usul Inisiatif DPR, tercatat baru 60 RUU yang telah
selesai pembahasannya, dan masih ada 47 RUU usul inisiatif yang masih
dituntaskan dalam waktu yang tersisa, mengingat anggota Dewan akan lebih
Pemilu, anggota DPR kemungkinan akan kehabisan energi dan lebih banyak
peluang bagi DPR untuk paling tidak menyelesaikan sejumlah RUU mendesak
kerja lain yang terlibat. Di internal DPR sendiri, pihak-pihak terkait antara
26
Koran Kompas, tgl 11 Nopember 2008 hal. 3
48
Paripurna. Disamping itu DPR juga melakukan rapat dengar pendapat
dibutuhkan relatif lama. Paling cepat satu RUU bisa disetujui dalam
2. Faktor harmonisasi
Terkadang dalam dalam pembahasan suatu isi atau substansi dari suatu
RUU, persoalan titik dan koma saja dibahas demi mendapatkan kalimat
dan kata yang baik dan benar, sehingga mudah dipahami oleh
masyarakat.
masing. Aspek koordinasi yang menjadi ”kata kunci” dalam prolegnas ini
arah dan tujuan yang hendak dicapai bersama untuk kurun waktu
49
tertentu. Sebagai akibatnya, forum prolegnas belum mampu mencapai
hukum yang dibutuhkan maupun urutan prioritasnya. Hal ini dapat dilihat
ada beberapa RUU yang tidak tercantum dalam prolegnas yang telah
menjadi Undang-Undang.
DPR, hal demikian bisa dimaklumi karena aturan main kita dalam
50
praktiknya, paling tidak ada tiga subyek penting yang berperan
Beratnya bobot kerja tentunya harus diimbangi oleh staf dan tenaga ahli
banyak pada staf administratif. Menurut data yang diperoleh, sekarang ini
Prolegnas seperti:
51
1. Tidak maksimal memperdayakan masyarakat
usulan komisi atau Baleg DPR serta usulan DPD. Padahal Prrolegnas
integratif dengan visi, misi, arah kebijakan dan sasaran yang jelas
peraturan perundang-undangan27.
Bila dicermati lebih dalam ada dua makna partisipasi dalam UU No.
27
Keputusan DPR-RI No. 01/DPR-RI/III/2004-2005 tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional
Tahun 2005-2009.
52
tempat yang layak. Hal ini bisa dilihat dalam pengaturannya yang
sangat singkat dan hanya dilihat sebagai upaya yang tidak bersifat
2. Prosedur Birokrasi
53
Akan tetapi tidak setiap Departemen/LPND memiliki pemahaman
pada sejumlah anggota DPR. Ini terlihat dari hasil kinerja DPR 2004-
yang ditargetkan.
54
kuorum, yang juga sering disebabkan tak sinkronnya jadwal rapat
55
IV.
PERAN PROLEGNAS BERDASARKAN UUD 1945
(PASCA AMANDEMEN)
pemerintah, ketika itu UUD 1945 belum diamandemen. Ketika pola legislasi
diteruskan.
56
ada program pembangunan yang menjadi dasarnya. Padahal, pasca
amandeman UUD 1945, GBHN tidak ada lagi. Maka yang seharusnya
dijadikan dasar dalam Program pembangunan adalah visi dan misi Presiden
terpilih. Dengan konteks itu, dibuat UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
publik, yang biasanya memakan waktu lama dan diadakan secara partisipatif,
adalah sekedar pengumpulan daftar judul tanpa penjelasan isu publik yang
Legislasi mesti dilihat sebagai sesuatu yang tidak kaku. Ia adalah suatu
proses kebijakan yang dinamis dan bernuansa sosiologis dan politis. Legislasi
adalah instrumen hukum, namun hukum dibuat untuk masyarakat yang terus
57
berubah. Dalam konteks ini, pembentuk hukum juga harus mulai melihat
DPR RI selaku badan legislatif lebih bersifat pasif yaitu menungu pengajuan
yang melimpahkan tugas dan tanggung jawab penuh kepada DPR, dapat
keempat faktor ( yaitu kultur, geografis, etnis dan agama ) . Pada konteks
28
Pasal 22D Perubahan Ketiga UUD 1945
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan
pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
58
melihat semua faktor ini sebagai modal dasar maka dipandang perlu
panjang tidak menimbulkan masalah baru atau bahkan tidak dapat diterapkan
dengan efektif.
Hal ini perlu, karena program ini merupakan program nasional yang
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai:
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara,
pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat
sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
59
disertai dengan otoritas, legitimasi, serta sarana dan prasarana yang memadai
terjadi dalam kedua tahap yang sangat penting dan kritis serta sangat
tersebut.
yang demokratis maka etika dan moral dapat diukur dari tiga hal yaitu: hak
29
Frans Magnis Suseno, dalam buku, “Kuasa dan Moral” (1986, 2000); menegaskan dalam bagian tentang
“Prinsip-prinsip Etis bagi suatu Pembangunan” antara lain: ”... syarat mutlak agar suatu pembangunan dapat
terarah pada manusia.. adalah: (1) Pembangunan harus menghormati hak asasi manusia, (2) Pembangunan harus
demokratis dalam ari bahwa arahnya ditentukan oleh rakyat, (3) Prioritas pertama pembangnan harusna
menciptakan taraf minimum keadilan sosial (halaman 45-48).
60
nasional sudah secara emplisit mempertimbangkan etika dan moral
pembangunan hukum.
Dari sisi hak asasi manusia maka etika dan moral yang seharusnya
dibangun dan dipelihara adalah etika dan moralitas yang sejalan dengan
dan secara khusus harus mengacu kepada bunyi perubahan Kedua UUD
apa yang menjadi HAKNYA sesuai dengan KEWAJIBANNYA dalam ikut serta
yang berlaku30
Dalam konteks tiga tolok ukur masalah etika dan moral Pembentukan
30
Diambil dari makalah Prof. Romli Atamasasmita, “Menata Kembali Pembangunan Hukum Nasional” (2003).
61
undangan nasional. Dalam kaitan ini maka ukuran kuantitatif dan kualitatif
kultur politik terutama sejak era reformasi digulirkan. Sebab proses legislasi
atau “law enforcement”, juga tidaklah selalu steril dari pengaruh politik
fokus utamanya tentu hanya berkaitan dengan salah satu elemen dari Hukum,
empat unsur atau sub-sistem hukum yang satu sama lain saling terkait, yakni:
(1) materi atau substansi hukum; (2) sarana atau kelembagaan hukum; (3)
Tahun 1945 memiliki implikasi yang luas dan mendasar dalam sistem
31
Pasal 7 UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menetapkan jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan, sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.
62
hukum. Di samping itu arus globalisasi yang berjalan pesat yang ditunjang
menuntut pula adanya penataan sistem hukum dan kerangka hukum yang
melandasinya.
merupakan salah satu elemen dari Sistem Hukum, akan tetapi unsur inilah yang
Berangkat dari asumsi ini, maka dikatakan bahwa kalau mau memperbaiki
kondisi hukum di suatu negara, maka yang terlebih dahulu harus dibenahi
63
perundang-undangan (rencana legislasi) yang diajukan tersebut tidak disertai
ketertiban, maka yang terjadi bukan perbaikan kondisi hukum malah justru
kemauan yang tinggi dari DPR membuka akses yang seluas-luasnya pada
sumber dari segala sumber hukum negara, karena itu setiap materi muatan
64
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran/Rekomendasi
1. Perlu ada transparansi yang lebih baik dalam hal perencanaan, monitoring,
dan hasil evaluasi Prolegnas. Hal ini terutama harus dilakukan oleh DPR
memadai, dan waktu pengundangan yang cukup. Selain itu hal yang penting
harus diperhatikan bahwa DPD harus dilibatkan secara lebih substantif, terkait
(3) UU No. 10/2004 yang menyatakan bahwa hanya Presiden dan DPR yang
mengajukan usulan RUU kepada DPR bila RUU tersebut tidak ada di dalam
Prolegnas.
65
2. Di sektor Pemerintah harus ada konsistensi kriteria prioritas Prolegnas yang
telah disusun sebelumnya. Semua ini agar tidak menimbulkan ketidak pastian
mengingat lembaga ini telah lama eksis dan hadir buat pembangunan hukum
66
DAFTAR PUSTAKA
Buku, Jurnal dan Lainnya
Frans Magnis Suseno, dalam buku, “Kuasa dan Moral” (1986, 2000)
John Gillisen dan Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, Refuka Aditama ,
Bandung, 2005
Natabaya, H.A.S, 2006, Sistem Peraturan perundang undangan, Setjen dan
Kepaniteraan MKRI, Jakarta Rosjidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu
Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju /1998/Bandung
Peraturan Perundang-Undangan
67
RI Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden.
Makalah
Bivitri Susanti, Catatan Pelaksanaan Prolegnas 2005-2009, Makalah yang
disampaikan dalam Rapat Pembahasan Tahunan Prolegnas Tahun 2008,
yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional departemen
Hukum dan HAM, di Bogor, 26 Agustus 2008
68