Anda di halaman 1dari 10

AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

TAFSIR AHKAM DAN KONTEKSTUALISASI HUKUM ISLAM


Oleh: M. Syakur Chudlori*

Abstrak
Agama Islam dengan sumber utamanya adalah Al-Qur’an, merupakan agama yang
yang mencakup segala segi kehidupan, berlaku untuk seluruh umat dan sepanjang masa.
Nabi Muhammad . sebagai pembawa Al-Qur’an telah meninggal, dengan sendirinya
wahyupun terhenti namun kejadian-kejadian (waqi’ah) tidak pernah berhenti dan akan terus
bertambah, untuk itu perlu penafsiran-penafsiran baru terhadap Al-Qur’an yang tentu saja
tidak boleh keluar dari ruh syar’i.
Tafsir kontekstual; “tafsir yang mempertimbangkan suasana yang meliputi saat
turunnya ayat dengan suasana yang meliputi saat mufassir menafsirkan suatu ayat’,
merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk membuktikan bahwa Al-Qur’an
itu berlaku bagi segala jenis kehidupan dan sepanjang zaman.
Penafsiran seseorang terhadap sesuatu ayat, mungkin saja salah bahkan
menyesatkan. Untuk itu diperlukan syarat-syarat, adab-adab bagi seorang mufassir dan cara
pelaksanaannya pada masa sekarang ini. Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk bisa
memahami teks Al-Qur’an, kemudian memahami konteknya yang selanjutnya
mengontektualkan untuk kehidupan sehari-hari, adalah bertanya atau bermusyawarah
dengan orang yang ahli dalam hal tersebut. Dan agar hasil penafsiran kita menjadi hukum
Islam seperti pendapat mereka yang menyatakan bahwa “hukum Islam adalah hukum yang
sudah dikodifikasikan dalam bentuk peraturan perundangan di dalam negara tertentu”,
maka kewajiban kita selanjutnya adalah memperjuangkan melalui jalur eksekutif
(pemerintah) dan legislatif (DPR).

Kata Kunci: Tafsir, Tafsir Ahkam, Hukum Islam dan Kontekstualisasi Hukum Islam.

A. Pendahuluan memiliki konteks (tersirat). Menurut


Al-Qur’an bukan hanya pedoman Chozin Nasuha1:
agar manusia menjadi orang yang bertaqwa 1. Teks Qur’an memiliki kaitan dengan
(QS. 2 : 3), ia juga merupakan pedoman konteks dengan kitab-kitab samawi;
bagi setiap manusia (QS. 2:185) serta ia 2. Qur’an memiliki kaitan konteks
merupakan kitab yang diturunkan agar
dengan sunah rasulullh ;
manusia keluar dari kegelapan menuju
3. Qur’an turun dengan dilatar belakangi
terang benderang (QS. 14:1).
oleh kebutuhan yang terstruktur;
Teks Al-Qur’an sudah jelas ia
4. Teks Qur’an banyak redaksinya yang
terkumpul dalam suatu mushhaf yang berisi
berdekatan satu sama lain, dan
114 surat dimulai dari surat al-Fatihah
beberapa ayat qur’an banyak yang
sampai dengan surat al-Nas yang terdiri
memiliki multitafsir. Maka karena itu
dari 30 juz. Nabi yang diutus sebagai mufassir memerlukan pemikiran
nabi terahir dan untuk seluruh umat telah (ijtihad) yang dapat menyamakan satu
wafat dan teks Al-Qur’an dengan penafsiran dengan penafsiran yang ada,
sendirinya berhenti, namun al-waqa’i
(kejadian-kejadian) akan terus berlangsung,
maka untuk itu penafsiran terhadap Al-
* Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Qur’an akan sangat berperan. Fakultas Syari’ah
Al-Qur’an selain berbentuk teks 1
Chuzin Nasuha, dalam Cik Hasan Bisri dll,
(tersurat), dalam perjalanannya juga Mengerti Qur’an: Pencarian hingga masa senja,
Pusat Penjamin Mutu dan Pascasarjana UIN
Sunan Gunung Djati Bandung, hlm. 66-67

Tafsir Ahkam dan... 115


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

atau mencari satu penafsiran baru yang sistematis, teleologis, atau sosio-historis
dianggap lebih baik dan manfaat; (takwin) atau analogis (qiyas) dengan alat
5. Pemaknaan terhadap Al-qur’an bantu ilmu ushul fiqh.4
memiliki konteks yang didorong oleh Hukum-hukum yang dikandung dalan
realitas. Al-Qur'an terbagi dalam tiga jenis yaitu;
hukum-hukum tentang keimanan
Adapun Metode kontektualisasi
“Ulum al-Qur’an” menurut beliau2 adalah: (i'tiqadiyyah), tentang keislaman
('amaliyah) dan tentang ke ihsanan
1. Mempelajari entittas kehidupan (khuluqiyyah)5. ketiga hal tersebut bisa
masyarakat, ketika ‘Ulum al-Qur’an itu disebut dengan: tauhid, fiqh dan tasawwuf
dirumuskan. Dalam kaitan ini ‘Ulum dan hampir sejajar dengan; Iman, islam dan
al’Qur’an pada mulanya berdialog ihsan; Ilmu, Amal dan ikhlash al-niyat.6
dengan kebutuhan masyarakat, Ketiga hukum kandungan Al-Qur'an
sehingga terjadi rumusan yang itu di isyarahkan Allah Yang Maha
diperlukan (das solen), Kini berbeda Bijaksana dalam surat al-Fatihah, surat
dengan kenyataan (das sein); pertama atau "pendahuluan" dalam istilah
2. Tuntutan kontekstualisasi Ulum al- yang digunakan oleh para penulis dalam
Qur’an bekenaan dengan faktor tulisan ilmiahnya.
diterminan terhadap perubahan sosial, Masalah 'itiqadiyah digambarkan
mencakup lingkungan alam fisik, Allah dalam surat al-Fatihah ayat 1 s.d 4,
kebudayaan, pola interaksi masyarakat masalah 'amaliyah ayat 5 dan 6, sedang
dan teknologi; masalah khuluqiyyah diisyarahkan dalam
3. Proses kontektualisasi dilakukan ayat ke tujuh.
melalui musyawarah, atau diskusi, Masalah amaliah dalam al-Qur'an
seminar dan sebagainya, sampai terjadi terdiri dari dua jenis pertama masalah
ijma kontemporer, atau terjadi rumusan ibadah (hubungan manusia dengan Tuhan
yang berani meskipun akibatnya dia pencipta) dan masalah mu'amalah
dituduh bid’ah, sekuler, atau aliran kiri (hubungan antara sesama manusia).
dan lain sebagainya;
4. Bentuknya bisa berkaitan dengan B. Tafsir Ahkam
tambahan, atau modifikasi, atau Tafsir menurut bahasa (lughat)
perubahan, seperti nasikh-mansukh mengikuti wazan taf'il berasal dari akar
dirubah menjadi kontektualisasi, kata al-fasr yang berarti menjelaskan,
muhkan mutasyabaih dapat berubah menyingkap dan menampakkan atau
karena ada paradigma baru dan lain menerangkan makna yang abstrak7.
sebagainya. Adapun tafsir menurut istilah sebagaimana
didefinisikan Abu Hayyan ialah8: "Ilmu
Metode penafsiran Al-Qur’an yang
dapat ditempuh adalah metode
Hermeneutis3, bila diintegrasikan dengan 4
5
Op. cit., hlm.71.
metode penafsiran teks hukum, maka antara Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Majlis
al-“ala al-Indonesiy li al-da wah al-islamiy,
lain digunakan metode gramatis, ekstensif, Jakarta, 1972, Hlm. 32.
6
K. Anwar Musaddad, perintis berdirinya IAIN
2
Op. cit, hlm. 83 Sunan Gunung Djati Bandung, sering
3
Hermeneutika adalah suatu ilmu yang mencoba mengatakan bahwa Mahasiswa IAIN haruslah
menggambarkan bagaimana sebuah kata atau berIlmu, berAmal dan dengan niat yang Ikhlas,
suatu kejadian pada waktu dan budaya yang lalu atau IAIN adalah kependekan dari Ilmu Amal
dapat dimengerti dan menjadi bermakna dalam Ikhlash al-Niyat.
7
situasi sekarang, atau dengan kata lain, Manna Khalil al-Qattan,Mabahits Fi “ulum Al-
hermeneutika merupakan teori pengoperasian Qur’an, Mansyurat al-“ashr al-hadits, tanpa kota,
pemahaman dalam hubungannya dengan 1973,Hlm 323
8
intewrepretasi terhadap sebuah teks Op. cit, Hlm. 324

116 Tafsir Ahkam dan...


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

yang membahas tentang cara pengucapan dihadapi, situasi politik saat itu dan lain
lafaz-lafaz Qur'an, tentang petunjuk- sebagainya. Keadaan seperti itu menimbul-
petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika kan berbagai corak penafsiran yang
berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan kemudian berkembang menjadi aliran tafsir
makna-makna yang dimungkinkan baginya yang bermacam-macam.
ketika tersusun serta hal-hal lain yang Kegunaan tafsir Qur’an ada dua,
melengkapinya. yaitu teoritika dan praktika. Kegunaan
Menurut az-Zarkasyi: "Tafsir adalah teoritika adalah untuk mengembangkan
ilmu untuk memahami Kitabullah yang metodologi tafsir Qur’an dalam rangka
diturunkan kepada Nabi Muhammad , memberikan wawasan ke depan yang
menjelaskan makna-maknanya serta berkaitan dengan teori dan metodologi.
mengeluarkan hukum dan hikmahnya.9 Sedangkan kegunaan praktik adalah
Menurut Chazin Nasuha10: Tafsir berhubungan langsung dengan penerapan
secara etimologis ulama berbeda pendapat, tafsir Qur’an kepada person dan
tapi kesimpulannya sama yaitu tafsir ialah masyarakat.11
ungkapan sesuatu yang tersembunyi Menurut M. Quraisy Shihab, ada dua
melalui medium yang dianggap sebagai bentuk metode penafsiran al-Qur’an:
tanda bagi mufasir, melalui tanda itu, ia Pertama metode tahlili atau tajizi-i dan
dapat sampai pada sesuatu yang kedua metode maudhui (tematik) atau
tersembunyi. Tafsir dan ta’wil yang baik tauhidi (kesatuan). Metode maudhu’i,
adalah tafsiran yang dikontekstualisasikan walaupun benihnya telah dikenal sejak
pada kepentingan masyarakat umum. masa Rasul , namun ia baru berkembang
Seorang mufassir sering terbentur jauh sesudah masa beliau. Metode tahlili
pada pengertian tentang tafsir Qur’an, lahir jauh sebelum metode maudhu’i.
karena dilingkari oleh konteks yang sering Metode tahlili dikenal sejak tafsir Al-Farra
berubah dan tidak tetap, sehingga mufassir (w. 206 H), atau Ibnu Majah (w. 273 H),
membutuhkan kejelian ketika ia akan atau paling lambat Ath-Thabari (w. 310
masuk didalamnya. Perubahan konteks dan H).12
sistem kehidupan masyarakat menjadikan Dilihat dari sumber penafsirannya,
makna penafsiran tidak satu, bahkan relatif, tafsir terbagi pada tafsir bi al-ma’tsur yang
tergantung kapan dan siapa yang menyusun juga dikenal dengan tafsir riwayat atau
konsep. manqul bila sumber penafsirannya adalah
Tafsir sebagai usaha manusia untuk riwayat dan tafsir bi al-ra’yi yang juga
bisa memahami pesan-pesan Allah dalam dikenal dengan tafsir dirayah atau ma’qul
Al-Qur’an, telah mengalami perkembang- bila sumber penafsirannya adalah ijtihad.13
an. Sebagai hasil karya manusia timbul
aneka ragam corak penafsiran. Keaneka
ragaman itu ditimbulkan dari berbagai hal,
diantaranya perbedaan kecenderungan,
motifasi penafsir, perbedaan misi yang
diemban, perbedaan ragam keilmuan yang 11
Cik Hasan Bisri dll. Mengerti Qur’an:
dikuasai penafsir , perbedaan zaman dan Pencarian Hingga Masa Senja, 70 Tahun Prof.
lingkungan yang berada disekitar penafsir, Dr. H.A. Chozin Nasuha, Pusat Penjaminan
perbedaan situasi dan kondisi yang Muta dan Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung
Djati Bandung, tt, Hlm. 41.
12
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir
9
al-Zarkasyi, al-Itqan, jilid 2, hlm. 174. Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat,
10
Cik Hasan Bisri dll. Mengerti Qur’an: Mizan, Cet Kedua, 1996, Bandung, Hlm.xii.
13
Pencarian Hingga Masa Senja, 70 Tahun Prof. H.U. Syafruddin, Paradigma Tafsir tekstual &
Dr. H.A. Chozin Nasuha, Pusat Penjaminan kontekstual Usaha memahami Kembali Pesan
Muta dan Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung al-Qur’an, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009,
Djati Bandung, tt, Hlm. 41. Hlm. 32.

Tafsir Ahkam dan... 117


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

Said Agil Husin Al-Munawwar14, 5. Apabila tidak menemukan tafsiran


sama halnya dengan Nashruddin Baidan15, dari Sunah, hendaklah mencari
membagi metode tafsir dalam: penafsiran dari Shahabat;
1. Tafsir Tahlili (analitis), yang terbagi 6. Bila tidak ditemukan tafsiran baik
dalam; dalam Al-Qur’an, Sunah maupun
a. Tafsir bi al-ma’tsur pendapat Shahabat, periksa pendapat
b. Tafsir bi al-ra’yi tabi’in;
c. Tafsir shufi 7. Mufassir harus tahu pengetahuan
d. Tafsir falsafi bahasa arab dengan segala
e. Tafsir ‘ilmi cabangnya;
f. Tafsir adabi 8. Pengetahuan tentang pokok-pokok
2. Tafsir ijmali (global) ilmu yang berkaitan dengan Al-
3. Tafsir muqarran (perbandingan), dan Qur’an;
4. Tafsir Maudhu’i (tematik) 9. Pemahaman yang cermat sehingga
mufassir dapat mengukuhkan sesuatu
Prasyarat menerapkan metode makna, atau menyimpulkan makna
maudhu’i, menurut Quraisy Shibab, beliau yang sejalan dengan nas-nas syari’at.
kutip sebagaimana yang dipesankan
Arkaoun pakar Muslim Aljajair ternama Adab Mufassir:
adalah keharusan “rendah hati”, Penafsir 1. Berniat baik dan bertujuan benar;
hendaklah merendahkan diri dihadapan 2. Berakhlaq mulia;
Allah Tuhannya, berusaha merasakan 3. Taat dan beramal;
kebesaran dan keagunganNya, sebab hanya 4. Berlaku jujur dan teliti dalam
Allahlah yang tahu tentang maksud apa penukilan;
yang difirmankan-Nya itu16, disamping 5. Tawaddu dan lemah lembut;
terdapat beberapa syarat yang harus
6. Berjiwa mulia;
dipenuhi oleh mufassir.
7. Vokal dalam menyampaikan kebenar-
Manna Khalil al-Qattan mencatat ada
an;
9 syarat bagi mufassir dan 11 adab yang
8. Berpenampilan baik sehingga ber-
sebaiknya dimiliki oleh mufassir17.
wibawa;
9. Bersikap tenang dan mantap;
Persyaratan mufassirin: 10. Mendahulukan orang yang lebih
1. Akidah yang benar; utama dari dirinya;
2. Bersih dari hawa nafsu; 11. Mempersiapkan dan menempuh
3. Menafsisrkan lebih dulu Al-Qur’an langkah-langkah penafsiran secara
dengan Al-Qur’an; baik, bila tidak dipenuhi syarat-syarat
4. Mencari penafsiran darial-Sunah; dan adab-adab penafiran, kemungkin-
an terjadi kesalah, bahkan
penyimpangan dari tafsirannya.

Muhammad Husein Adz-dzahabi18


14
Agil Husin Al-Munawwar, Masykur Hakim, mencatat penyimpangan-penyimpangan
I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, Dina dalam penafsiran Al-Qur’an, meliputi:
Utama, Semarang,1994, Hlm. 36-39.
15
Nashruddin Baidan, Metodologo Penafsiran Al-
Qur’an, Pustaka Pelajar, 1998.
16
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir
18
Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, Adz-dzahabi, Muhammad Husein,
Mizan, Cet Kedua, 1996, Bandung, Hlm.xiv Penyimpangan-penyimpangan dalam Penafsiran
17
Manna Khalil al-Qattan,Mabahits Fi “ulum Al- Al-Qur,an, terjemahan Hamim Ilyas dan
Qur’an, Mansyurat al-“ashr al-hadits, tanpa kota, Machnun Husei, Rajawali, Jakarta, Cet. Ke-dua,
1973, Hlm. 462 1991

118 Tafsir Ahkam dan...


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

1. Penyimpangan dalam tafsir para 3. Al-Jami li ahkam al-Qur’an karangan


sejarawan; Abu Abdullah Muhammad bin
2. Penyimpangan dalam tafsir dari para Ahmad bin Abu Bakar bin Farh al-
ahli tata bahasa arab; Ansari al-Khazraji al-Andulisi,
3. Penyimpangan dalam tafsir dari madhab Maliki;
orang-orang yang tidak menguasai 4. Al-Jami li ahkam Al-Qur’an
kaida-kaidah bahasa Arab; Karangan imam Qurtubi;
4. Penyimpangan dalam tafsir 5. Tafsir Ayat al-Ahkam, karangan
Mu’tazilah; Syekh Muhammad ‘Ali al-Sais
5. Penyimpangan dalam tafsir orang- 6. Tafsir Ayat al-Ahkam, karangan
orang Syi’ah; Syeikh Manna’ al-Qattan;
6. Penyimpangan dalam tafsir di 7. Rawa’i al-Bayan tafsir ayat al-
kalangan Khawarij; Ahkam, karangan Muhammad ‘Ali al-
7. Penyimpangan dalam tafsir di Shabuni.
kalangan para sufi;
8. Penyimpangan dalam tafsir di Aturan-aturan hukum dalam al-
kalangan para ilmuwan; Qur'an secara tafsili diturunkan setelah
9. Penyimpangan dalam tafsir di Nabi hijrah dari Makah ke Medinah
kalangan para pembaharu Islam. (madaniyyah), sedangkan sebelum beliau
hijrah (Makiyyah) Al-Qur'an berbicara
Ayat-ayat hukum dalam Al-Qur'an sekitar; tauhid, pahala dan siksa, serta
menurut Abdul Wahab Khalaf19 terdiri dari: keutamaan akhlaq.
al-ahwal al-syakhsiyyah 70 ayat, Penafsiran ulama mutaqadimin/ulama
madaniyyah 70 ayat, jinayat 30 ayat, salaf yaitu mereka yang hidup sebelum
murafa'at 13 ayat, dusturiyat 10 ayat, tahun 300 H., sumber penafsiran diambil
dauliat 25 ayat, iqtishshdiyah maliyah 10 dari penafsiran Nabi , penafsiran
ayat, sedang menurut Jajuni20 ketentuan shahabat dan tabi’in yang dikelompokkan
hukum dalam Al-Qur’an, persentasenya dalam tafsir bi al-ma’tsur, sedang ulama
tidak banyak, dengan kriteria Hukum Barat, muta’akhirin/khalaf (hidup sesudah tahun
hanya sekitar 3% dari jumlah ayat Al- 300 H), yaitu abad ke empat sampai abad
Qur’an yang berisi aturan hukum. ke 12, bukan hanya mengambil corak tafsir
Kitab-kitab tafsir yang memberi bi al-ma’tsur, tetapi mengembangkan
nama kitabnya dengan mencantumkan kata dengan metode-metode kondisional.21
hukum ( ahkam ) dan biasa disebut dengan Terdapat perbedaan yang sangat
tafsir fiqh, diantaranya: mendasar antara tafsir di abad ke-1, ke-2
1. Ahkam Al-Qur’an karangan Abu dan ke-3 (mutaqaddimin) dengan tafsir
Bakar Ahmad bin ‘Aliar-Razi yang abad-abad selanjutnya. Penafsiran ulama
terkenal dengan sebutan al-Jassas mutaddimin senantiasa berpijak dan
(abad ke empat), madhab Hanafi; mengacu kepada inti dan kandungan Al-
2. Ahkam Al-Qur’an karangan Abu Qur’an itu sendiri.
Bukar Muhammad bin Abdullah bin Pada masa Rasul, shahabat
Muhammad bin Abdullah bin Ahmad menanyakan masalah-masalah yang tidak
al-Mu’arifi al-Isybili terkenal dengan jelas pada beliau, setelah Rasul wafat
sebutan Ibn ‘Arabi, madhab Maliki; shahabat-shahabat hususnya yang mem-

19
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Majlis
al-‘ala al-Indonesiy li al-da wah al-islamiy,
21
Jakarta, 1972, Hlm. 32-33. Agil Husin Al-Munawwar, Masykur Hakim,
20
Jajuni, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, Dina
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 25 Utama, Semarang,1994, Hlm. 28.

Tafsir Ahkam dan... 119


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

punyai kemampuan untuk ijtihad; seperti keadilan Allah dapat diterapkan dan
Ali bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin Abbas, muncul dalam situasi-situasi historis yang
Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab melakukan kongkrit. Kontekstualisasi dapat mencakup
ijtihad sendiri.22 semua aspek kehidupan manusia, dan oleh
Pada masa tabi’in, mereka kerena itu hal yang sangat perlu
menafsirkan berdasarkan tafsir Nabi yang diperhatikan untuk melaksanakan
diriwayatkan oleh shahabat, hasil ijtihad kontektualisasi terhadap ayat-ayat (hukum)
shahabat , dan riwayat ahli Kitab, sedang Al-Qur’an adalah maqasid al-Syari’ah.
dimasa Tabi’it tabi’in sama seperti masa
tabi’in (tafsir Nabi yang diriwayatkan oleh 1. Hukum Islam
shahabat, hasil ijtihad shahabat, riwayat Hukum Islam adalah sebuah kosa
ahli kitab) dan ijtihad serta atsar tabi’in.23 kata dalam bahasa Indonesia yang terdiri
dari dua akar kata, yaitu hukum dan Islam.
C. Kontekstualisasi Hukum Islam Kata hukum Islam digunakan sebagai
padanan dari Islamic Law dalam tradisi
Kontekstualisasi berarti mengonteks-
akademik Barat. Berbeda dengan titik pijak
tualkan, sedang kata konteks sendiri seperti
hukum Islam, yang berasal dari wahyu,
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia24
berarti: Apa yang ada didepan atau hukum dalam tradisi Barat berangkat dari
dibelakang (kata, atau kalimat, ucapan) kebutuhan masyarakat untuk menjembatani
yang membantu menentukan makna (kata, kebiasaan mereka agar terwujud ketertiban
kalimat, ucapan dlsb). Oleh karena itu dan keteraturan.
penulis mamaknai judul makalah: “Tafsir Para akademisi Barat menggunakan
Ahkam dan Kontekstualisasi Hukum kata Islamic Law, sebagai terjemahan dari
Islam“ dengan: Bagaimana memahami ayat kata syari’at maupun kata fiqh, namun
Al-Qur’an tentang hukum yang turun pada kecenderungan utama, mereka mengguna-
situasi dan kondisi saat turunnya ayat kan kata syari’at Islam sebagi bentuk lain
tersebut bisa diterapkan pada saat ini. dari “hukum ketuhanan” yang membeda-
kannya dari sistem-sistem hukum yang
Kita diberi kesempatan oleh Allah
didasarkan atas pertimbangan manusia.
untuk mengontekstualisasikan teks ayat-
Menurut Abdurrahman Wahid,
ayat al-Qur’an, sebab al-Qur’an diturunkan
Hukum Islam dalam pengertian yang
bukan hanya untuk orang Arab pada saat
sederhana adalah “keseluruhan tata
Rasul masih hidup saja, tapi diturunkan
kehidupan dalam Islam”. Atau seperti
untuk seluruh manusia di jagat raya ini dan
dikatakan oleh Mac Donald, hukum Islam
untuk sepanjang masa, sebagaimana Allah
adalah “the science of all things, human
telah menurunkan syari’atnya bagi seluruh
and divine (pengetahuan tentang semua hal,
nabi-nabiNya disesuaikan dengan
baik yang bersipat manusiawi maupun
zamannya, sedang hal-hal yang terkait
ketuhanan).25
dengan aqidah semuanya sama yaitu
tauhidullah. Menurut Mohammad Daud Ali;
Kontekstualisasi adalah proses Hukum Islam adalah hukum yang
berkesinambungan yang melalui bersumber dan menjadi bagian dari agama
kontekstual tersebut, kebenaran dan Islam.26

22 25
Muhammad “Ali al-Sais, Tarikh al-Fiqh al- Abdurrahman Wahid, dalam Tjun Suryaman
Islamiy, Muhammad “Ali shabah waauladih, (ed), Hukum Islam di Indonesia, Pemikiran dan
Mesir, tt, hlm. 87. Praktek, PT Remaja Rosda Karya, Bandung,
23
Agil Husin Al-Munawwar, Masykur Hakim, 1994, hlm. 3.
26
I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, Dina Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar
Utama, Semarang,1994, Hlm. 29. Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
24
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
Indonsia, Balai Pustaka, Jakarta, 1982, hlm. 251 Cet. Kelima, 1996, hlm. 38

120 Tafsir Ahkam dan...


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

Hukum Islam menurut rumusan Menurut A. Djazuli, syari’ah bisa


seminar/loka karya Hukum Islam 1975, diartikan dengan arti yang sangat luas, dan
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dapat pula diartikan dalam arti yang sempit.
adalah:”hukum fiqh mu’amalah dalam arti Hal ini penting diperhatikan, karena para
yang luas, yakni pengertian manusia ulama tidak selalu sama dalam mengartikan
tentang kaidah-kaidah (norma-norma) syari’ah. Ada yang menganggap syari’ah
kemasyarakatan yang bersumber pertama itu sama dengan fiqh dan ada yang
pada Al-Qur’an, kedua pada sunnah menganggap bahwa syari’ah khusus untuk
Rasulullah dan ketiga pada akal fikiran.27 hukum yang didasarkan kepada dalil yang
Menurut A. Djazuli, kecenderungan qath’i saja. Bahkan ada yang menganggap
terakhir yang dimaksud dengan hukum bahwa syari’ah itu adalah keseluruhan
Islam adalah hukum yang sudah ajaran agama.
dikodifikasikan dalam bentuk peraturan Menurut Juhaya S. Praja, pengertian
perundangan di dalam negara tertentu.28 syari’ah secara harfiah adalah“sumber air”
Tujuan hukum Islam adalah
atau “sumber kehidupan”, sedangkan
kemaslahatan hidup manusia, baik rohani syari’ah dalam kalangan ahli hukum Islam
maupun jasmani, individual dan sosial.
mempunyai pengertian umum dan khusus.
Kemaslahatan itu tidak hanya untuk
Syari’at dalam pengertian umum ialah
kehidupan di dunia ini saja tetapi juga keseluruhan tata kehidupan dalam Islam,
untuk kehidupan yang kekal di akhirat termasuk pengetahuan tantang ketuhanan.
kelak.29 Syari’ah dalam pengertian ini sering kali
Abu Ishak al-Syatibi, (m.d. 790/1388)
disebut fiqh akbar, sedangkan syari’ah
merumuskan lima tujuan hukum Islam,
dalam pengertian khusus berkonotasi fiqh
yakni memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3)
atau sering kali disebut fiqh ashgar, yakni
akal, (4) keturunan, dan (5) harta, yang
ketetapan hukum yang dihasilkan dari
kemudian disepakati oleh ilmuwan hukum
pemahaman seorang muslim yang
Islam lainnya. Ke lima tujuan hukum Islam
memenuhi syarat tertentu tantang al-Qur’an
itu di dalam kepustakaan disebut al-
dan suanah dengan menggunakan metode
maqasid al-khamsah atau al-maqasid al-
tertentu (Ushul Fiqh)32
syari’ah.30
Menurut Bismar Siregar; “Syariat
adalah cara hidup yang berasal dri nilai-
1. Syari’ah nilai abadi mutlak, diwahyukan dengan
Menurut istilah para ulama, Syari’ah jalan keseluruhan amanat Qur’an, cara
adalah:”Hukum-hukum yang ditetapkan hidup yang didirikan atas iman kepada
oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya yang kesatuan Tuhan, kesatuan alam yang
dibawa oleh salah seorang nabi-Nya , diciptakannya dan yang telah menjadikan
hukum-hukum tersebut berhubungan manusia sebagai khalifahNya yang
dengan cara-cara bertingkah laku, yaitu bertanggung jawab. Cara hidup didasarkan
yang disebut dengan hukum-hukum cabang atas sikap tunduk tanpa syarat kepada
(furu’). Untuk hukum-hukum semacam ini ajakan Tuhan yang kita semua
dihimpunlah ilmu fiqh.31 berkewajiban membuka kunci “ayat-

27
Djazuli, A. Ilmu Fiqh – Penggalian,
perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Cet.
Ke3enam, 2006, hlm.13
28 32
Ibid, hlm.18. Juhaya S. Praja, dalam Tjun Suryaman (ed),
29
Mohammad Daud Ali, op.cit, hlm. 53. Hukum Islam di Indonesia, Pemikiran dan
30
Ibid, hlm.53. Praktek, PT Remaja Rosda Karya, Bandung,
31
A. Djazuli, op.cit, hlm. 2. 1994, hlm.v-vi

Tafsir Ahkam dan... 121


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

ayatNya” dalam keterbukaan alam, dalam bentuk peraturan perundangan di dalam


kejadian-kejadian sejarah, dan dalam kata- negara tertentu”, maka kewajiban kita
kata Nabi Muhammad .33 selanjutnya adalah memperjuangkan
melalui jalur eksekutif (pemerintah) dan
D. Penutup legislatif (DPR).
Islam adalah agama rahmatan lil
‘alamin, ia bukan hanya bermanfaat bagi DAFTAR PUSTAKA
pemeluknya, berbahagia di dunia serta ‘Ali al-Sais, Muhammad. 1957.Tarikh al-
selamat di akhirat, juga Islam harus Fiqh al-Islamiy. Al-Azhar: Ali
memberi kedamaian kepada seluruh umat Shabah wa-auladih
manusia, baik ia muslim ataupun bukan.
Al-Qur’an sebagai panduan utama Adz-dzahabi, Muhammad Husein. 1991.
umat Islam, iajuga merupakan hudan Penyimpangan-Penyimpangan dalam
(pedoman) bagi seluruh manusia. Jika Al- Penafsiran Al-Qur’an, Jakarta:
Qur’an menyatakan ma farratna fi al-kitabi Rajawali Pers.
min syain, salah satunya berarti bahwa Ali, Muhammad Daud, 1996 (Cetakan
segala sesuatu baik persoalan yang kelima. Hukum Islam Pengantar Ilmu
berkaitan langsung dengan dunia apalagi Hukum dan Tata Hukum di
akhirat dapat diselesaikan dengan Indonesia, Jakarta: Persada.
berpedoman pada Al-Qur’an. Masalahnya Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1954.Sejarah
adalah dapatkah kita mengontektualkan dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan
ayat Al-Qur’an pada kehidupan kita sehari- Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang
hari, baik selaku individu, masyarakat dan Baidan, Nashruddin. 1998. Metodologi
bernegara. Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta:
Melihat syarat-syarat dan adab bagi Pustaka Pelajar.
seorang mufassir seperti yang dikemukakan Bik, Muhammad Khudlari. 1967. Tarikh al-
oleh Manna Khalil al-Qattan seperti telah Tasyri al-Islamiy, tt: Dar al-Fkr
disebutkan di atas, kita (penulis) pesimis Djazuli, H.A, 2006 (cetakan keenam). Ilmu
untuk bisa menafsirkan teks-teks ayat Al- Fiqh: Penggalian, Perkembangan,
Qur’an apalagi mengontekstualkan dengan dan Penerapan Hukum Islam,
kehidupan pada saat ini. Kita akan lebih Kencana Prenada Media Group.
pesimis lagi jika melihat penyimpangan- Jazuni, 2005. Legislasi Hukum Islam di
penyimpangan penafsiran dari berbagai Indonesia, Bandung: Citra Aditya
kalangan seperti yang telah dikemukakan Bakti.
oleh Muhammad Husein Ad-dzahabi di Khalaf, ’Abdul Wahab. 1972.Ilmu Ushul
atas. al-Fiqh, Jakarta: al-Majli al-‘Ala al-
Salah satu jalan yang dapat ditempuh Indonesiy li al-dawah al-Islamiyah
untuk bisa memahami teks Al-Qur’an, _______1968. Khulashah tarikh al-Tasyri’
kemudian memahami konteknya yang al-Islamiy, Jakarta: al-Majli al-‘Ala
selanjutnya mengontektualkan untuk al-Indonesiy li al-dawah al-Islamiyah
kehidupan sehari-hari, adalah bertanya atau Mubarrak, Jaih. 2000. Sejarah dan
bermusyawarah dengan orang yang ahli Perkembangan Hukum Islam,
dalam hal tersebut. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Agar hasil penafsiran kita menjadi Munawwar, Agil Husin, al. dan Hakim,
hukum Islam seperti pendapat mereka yang Masykur. 1994. I’jaz Al-Qur’an dan
menyatakan bahwa “hukum Islam adalah Metodologo Tafsir. Semarang: Dina
hukum yang sudah dikodifikasikan dalam Utama.
Poerwadarminta. 1982. Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai
33
Bismar Siregar, dalam Tjun Suryaman (ed), I b i Pustaka.
d, hlm. 31.

122 Tafsir Ahkam dan...


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

Qattanal, Manna Khali. 1972. Mabahits fi Riyadi, Hendar. 2005. Tafsir Emansipatoris,
‘Ulum al-Qur’an, tt: Mansyurat al- Arah Baru Studi Tafsir Al-Qur’an,
‘ushr al-hadits Bandung: Pustaka Setia.
Shalih, al, Shabhi, tt. Mabahits fi ‘Ulum al-
_______. 2000 (Cetakan ke-lima).Mabahits
Qur’an, Jakarta: Dinamika Berkah
fi ‘Ulum al-Qur’an, Terjemahan
Utama
Mudzakkir AS. Studi Ilmu-Ilmu
Shihab, M. Quraisy. 1996. Wawasan Al-
Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa
Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas
dan Pustaka Islamiyah.
Pelbabai Persoalan Umat, tt: Mizan.
Syafrudin H.U., 2009, Paradigma Tafsir Zarqani, al, Muhammad ‘Abdu al-‘Adzim,
Tekstual & Kontekstual Usaha tt.Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-
Memaknai Kembali Pesan Al-Qur’an, Qur’an , tt: Dzar al-Fikr.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tafsir Ahkam dan... 123


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

124 Tafsir Ahkam dan...

Anda mungkin juga menyukai