1. Latar Belakang
Pendekatan konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl Ransom
Rogers pada tahun 1940-an. Munculnya pendekatan ini didasarkan pada konsep
psikologi humanistik sebagai reaksi terhadap directive counseling dan pendekatan
psikoanalisis. Arah perkembangan pendekatan ini perlu dikaji berdasarkan periode
perkembangan yang terjadi pada masing-masing periode.
Periode pertama tahun 1940-an awalnya bernama non directive counseling
yang menekankan pada penciptaan iklim permisif (membebaskan), memusatkan pada
teknik penerimaan dan klarifikasi guna membantu konseli memahami diri sendiri dan
situasi kehidupannya.
Periode kedua tahun 1950-an berganti nama dengan client centered therapy.
Rogers memandang bahwa konseling tidak hanya cukup dengan non direktif saja
tetapi juga memfokuskan pada unsur afeksi individu dengan menghadirkan sejumlah
kondisi fasilitatif yang bisa membuat perubahan terapeutik. Kondisi fasilitastif yang
dimaksudkan dengan cara memunculkan empati, kongruen dan acceptance atay yang
biasa disesbut unconditional positive regard. Client centered juga menekankan
refleksi perasaan klien dan dunia pengalaman klien sehingga mampu
mengembangkan keselarasan konsep diri dan konsep diri idealnya. Paradigma client
centered ini diaplikasikan dalam bidang pendidikan (student centered learning) di
mana kondisi konseling diperlukan bagi perubahan klien. Pengaruh paradigma client
centered kemudian meluas ke bidang lain yang diawali dengan terbitnya karya
monumental Rogers yaitu “on becoming a person” yang memfokuskan pada
kesehatan mental dan bagaimana orang berfungsi secara utuh (fully functioning
person).
Sekitar tahun 1980-an dan 1990-an merupakan pengembangan pendekatan ini
secara meluas dalam bidang pendidikan, industri, kelompok, resolusi konflik, dan
pencarian perdamaian dunia. Pendekatan ini memiliki pengaruh/aplikasi yang sangat
luas dalam berbagai bidang kehidupan. Ruang lingkup pendekatan ini semakin meluas
pada pengaruh person, seperti bagaimana individu mendapatkan, memiliki, membagi
atau melepas power atau kontrol atas dirinya sendiri dan orang lain, sehingga
pendekatan ini dikenal dengan tiga istilah yang sering digunakan yaitu person
centered approach, person centered therapy, atau person centered counseling.
(Corey, 2013).
Pendekatan humanistik menekankan terhadap pengalaman konseli saat
“sekarang dan di sini” (here and now) dibandingkan fokus pada akar permasalahan
saat masa kanak-kanak (psikodinamik) maupun pencapaian pola perilaku baru di
masa yang akan datang (behaviorisme). Oleh karenanya, pendekatan ini meletakkan
konseli sebagai pusat konseling, karena konseli adalah orang yang paling tahu tentang
dirinya dan dapat menemukan tingkah laku yang pantas bagi dirinya. Pendekatan
berpusat pada pribadi mendapatkan sambutan positif dari berbagai kalangan baik
ilmuwan maupun praktisi hingga saat ini karena dirasa masih relevan untuk dipelajari
dan diterapkan.
2. Konsep Dasar
2.1 Pandangan tentang Hakikat Manusia
Pendekatan konseling berpusat pribadi memiliki pandangan bahwa individu
pada dasarnya baik. Rogers menyatakan bahwa manusia memiliki karakteristik
positif, berkembang ke arah yang lebih baik (aktualisasi diri), konstruktif,
realistik, dan dapat diandalkan (Gladding, 2012). Pandangan lain tentang hakikat
manusia dalam perspektif pendekatan konseling berpusat pribadi (Thompson
et.al., 2004) yaitu:
a. Memiliki worth dan dignity dalam diri sehingga layak diberikan penghargaan
(respect)
b. Memiliki kapasitas dan hal untuk mengatur dirinya sendiri dan mendapat
kesempatan membuat penilaian yang bijaksana
c. Dapat memilih nilainya sendiri
d. Dapat belajar untuk bertanggungjawab secara konstruktif
e. Memiliki kapasitas untuk mengatasi perasaan, pikiran dan tingkah lakunya
f. Memiliki potensi untuk berubah secara konstruktif dan dapat berkembang ke
arah hidup yang penuh dan memuaskan (full and satisfying life) atau
aktualisasi diri.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat dijelaskan secara lebih rinci
bahwa hakikat manusia menurut pendekatan berpusat pribadi adalah sebagai
berikut.
a. Manusia mempunyai potensi untuk memahami diri dan mengatasi masalahnya
sendiri
Setiap manusia memiliki kapasitas dan potensi untuk memahami
keadaan yang dialaminya dan mengatur kembali kehidupannya menjadi lebih
baik. Kemampuan untuk memahami segala hal yang terjadi dalam diri
seseorang adalah salah satu cara untuk menekan kecemasan yang
dirasakannya. Ketika seseorang berada dalam kondisi tertentu yang
mengancamnya, maka mereka akan berusaha menggunakan kemampuannya
untuk mengarahkan, membimbing, mengatur dan mengendalikan dirinya pada
kondisi yang lebih baik. Manusia dianggap mampu menentukan isu yang
penting bagi dirinya dan mampu mengambil keputusan untuk memecahkan
masalah dalam dirinya. Manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi,
untuk mencapai kebutuhan tersebut mereka akan berupaya menggunakan
kemampuannya. Dalam dirinya, manusia memiliki kekuatan kreatif untuk
menyelesaikan masalah, mengubah konsep diri mereka dan menjadi lebih
terarah.
b. Berkembang ke arah yang lebih baik (aktualisasi diri)
Kecenderungan manusia untuk berkembang ke arah lebih baik
merupakan wujud dari aktualisasi diri. Manusia memiliki dorongan untuk
mengembangkan kapasitasnya yang mengarah kepada perilaku untuk
mempertahankan, meningkatkan, dan mereproduksi dirinya menuju keutuhan
dan pemuasan dari potensinya. Meskipun manusia memiliki keinginan untuk
memelihara status quo, mereka juga bersedia untuk belajar dan berubah.
Kebutuhan untuk menjadi lebih baik, berkembang dan meraih perubahan
disebut peningkatan diri. Kebutuhan untuk meningkatkan diri terlihat dari
kemauan manusia belajar suatu hal yang tidak menguntungkan mereka secara
langsung. Setiap orang memiliki kesadaran, terarah, dan maju ke arah
aktualisasi diri sejak masa kanak-kanak. Contoh kondisi tersebut dapat diamati
pada motivasi anak kecil untuk berjalan. Proses merangkak sebelum berjalan
pada anak kecil sebenarnya dapat memuaskan kebutuhannya untuk bergerak,
dan berjalan mempunyai asosiasi dengan jatuh dan rasa sakit. Relevansi
dengan pendirian Rogers, bahwa manusia bersedia untuk menghadapi
ancaman dan rasa sakit karena kecenderungan dasar biologis untuk sebuah
organisme memenuhi sifat alamiahnya yang mendasar. Kebutuhan
meningkatkan diri diekspresikan dalam bentuk yang beragam, termasuk rasa
penasaran, keriangan, eksplorasi diri, pertemanan, dan kepercayaan diri bahwa
seseorang dapat meraih pertumbuhan psikologis. Pada dasarnya, aktualisasi
diri merupakan penggerak yang paling umum dan memotivasi keberadaan,
serta mencakup tindakan yang mempengaruhi orang tersebut secara
keseluruhan. Para ahli teori berpusat pada pribadi yakin bahwa masing-masing
individu mampu menemukan arti diri dan tujuan dalam kehidupannya.
c. Manusia melakukan sesuatu berdasarkan persepsinya (subjektif)
Perilaku manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang
medan fenomenal dan individu itu mereaksi medan itu sebagaimana yang
dipersepsikannya. Oleh karena itu,persepsi individu tentang medan fenomenal
bersifat subyektif. Secara umum, perilaku seseorang dapat diamati dari sudut
pandang orang luar atau sudut pandang orang yang berperilaku itu sendiri.
Dapat dijelaskan bahwa dalam melihat perilaku berasal dari kerangka acuan
eksternal maupun dari kerangka acuan internal-subjektif atau perseptual.
Rogers menuliskan keyakinan fundamentalnya pada yang subjektif, dan
mengatakan bahwa “orang pada dasarnya hidup di dunia pribadi dan
subjektifnya, dan bahkan fungsi paling objektifnya di bidang sains,
matematika, dan semacamnya adalah hasil dari maksud subjektif dan pilihan
subjektif”. Penekanan pada pandangan perseptual subjektif konseli inilah yang
memunculkan istilah “client centered”. Persepsi konseli dianggap sebagai
persepsinya tentang realitas. Satu-satunya realitas yang mungkin diketahui
orang adalah dunia yang dipersepsinya dan dialaminya secara individual pada
saat itu.
d. Setiap manusia pada dasarnya baik sesuai dengan harkat dan martabat
Menurut Rogers, manusia adalah makhluk yang unik dan positif.
Manusia pada dasarnya bermartabat dan berharga serta memiliki nilai-nilai
yang dijunjung tinggi sebagai hal yang baik bagi dirinya. Kebutuhan dan
anggapan positif terhadap manusia merupakan kebutuhan yang dipelajari dan
dikembangkan sejak masa bayi. Apabila individu memperoleh penghargaan
positif dari lingkungannya, ia akan dapat berkembang secara positif. Karakter
baik yang dimiliki manusia akan menciptakan hubungan yang baik pula.
Kapasitas untuk menjalin hubungan pribadi yang baik ditunjukkan dengan cara
menerima orang lain sebagai pribadi yang unik, menghargai orang lain,
menjalin hubungan dengan terbuka dan bebas, serta mengkomunikasikan
kesadaran tentang diri. Hubungan yang terjalin ini ditandai oleh sikap saling
peduli terhadap perkembangan kedua belah pihak.
e. Dapat bertanggung jawab dan konstruktif
Manusia dipandang sebagai individu yang memiliki tanggung jawab atas
perkembangan pribadinya (personal responsibility), bukan hanya merasa
bertanggungjawab kepada orang lain. Kepercayaan pada otoritas dalam dirinya
memberikan pengaruh terhadap penerimaan tanggung jawab atas perilakunya
dan tanggung jawab untuk berbeda dengan orang lain. Orang yang mampu
bertanggungjawab secara pribadi, mampu memegang kendali terhadap
kehidupan mereka. Pengakuan terhadap tanggung jawab pribadi merupakan
bagian sentral dari Self concept orang-orang efektif. Filosofi person centered
mencakup aspek Self control, Self help, dan personal power, dengan harapan
dalam konteks hubungan yang peduli. Oleh karena itu, secara mendasar
manusia itu baik, dapat dipercaya, dan konstruktif tidak merusak dirinya.
Sifat manusia dalam konseling person centered dipandang sebagai individu
yang memiliki potensi, beraktualisasi diri, memiliki kebaikan yang positif,
memiliki kerangka referensi perseptual (subjektif), serta bertanggungjawab dan
konstruktif. Konseling person centered berakar pada kesanggupan individu untuk
sadar dan mampu membuat keputusan sendiri. Asumsi dasarnya dalam konteks
suatu hubungan pribadi dengan kepedulian konselor, konseli mengalami perasaan
yang sebelumnya ditolak atau disimpangkan dan peningkatan Self-awareness.
Konseli diberdayakan melalui partisipasi mereka dalam hubungan konseling.
Mereka mewujudkan potensi mereka untuk tumbuh, utuh, spontan, dan diarahkan
dari motivasi internal (inner-directed).
Gambar A = keadaan
individu yang
kongruen (ideal self
an real self )
Gambar B individu
yang tidak kongruen
(Sumber: Pietrofesa,
Picture B. Picture A. D., Leonard, G dan
Hoose WV.,1978).
3. Tujuan Konseling
Konseling berpusat pribadi bertujuan agar individu (konseli) dapat mencapai
karakteristik pribadi yang beraktualisasi diri (self actualizing) atau berfungsi penuh
(fully functioning person). Rogers menekankan bahwa orang perlu bantuan untuk
belajar bagaimana menghadapi berbagai situasi, salah satu caranya dengan
“membantu konseli menjadi orang yang berfungsi penuh (fully functioning person)
yang tidak perlu menerapkan mekanisme pertahanan diri untuk menghadapi
pengalaman sehari-hari” (Rogers, 1977; Gladding, 2012).
Konselor yang otentik menampilkan diri yang spontan dan terbuka baik
perasaan dan sikap yang ada dalam dirinya serta dapat berkomunikasi secara jujur
dengan konseli. Konselor dapat menampilkan sikap impulsif dan berbagai
perasaan maupun pikirannya kepada konseli. Konselor diharapkan mampu
melakukan self disclosure (keterbukaan diri) sesuai dengan kondisi konseli dan
substansi topik yang dibahasa dalam proses konseling. Kondisi ini sangat
mungkin dilakukan apabila konselor mendengarkan konseli secara sungguh-
sungguh dan memahami perasalahannya. Keaslian konselor terlihat melalui
respon konseli yang muncul secara alamiah, asli, tidak dibuat-buat.
b. Penerimaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance)
Uncoditional positif regard berarti bahwa konselor tidak melakukan penilaian
dan penghakiman terhadap perasaan, pikiran dan perilaku konseli berdasarkan
standar norma tertentu. Acceptance menunjukkan penghargaan yang spontan
terhadap konseli dan menerimanya sebagai individu yang unik. Penerimaan ini
bertujuan untuk membangun hubungan terapeutik menjadi lebih konstruktif. Bagi
konselor, kemampuan acceptance dan unconditional positive regard tidak
mungkin muncul sepanjang waktu, namun harusnya lebih sering ditampilkan
dalam hubungan konseling yang konstruktif.
5. Teknik Konseling
Sebagian besar pendekatan konseling memiliki teknik konselingnya masing-
masing. Pada pendekatan berpusat pribadi ini, orientasinya menekankan pada
hubungan konseli-konselor dengan teknik keterampilan komunikasi konseling. Teknik
sifatnya sekunder dibandingkan sikap konselor selama proses konseling. Pendekatan
berpusat pribadi meminimalkan teknik-teknik direktif, penafsiran, tanya jawab,
penyelidikan, diagnosis, dan pengumpulan sejarah. Proses konseling berpusast pribadi
lebih memaksimalkan pada aspek mendengarkan dan mendengar aktif, pemantulan
perasaan, dan klarifikasi. Keterlibatan penuh dari konselor sebagai pribadi dalam
hubungan konseling lebih ditekankan.
Dalam konseling person centered, penekanan teknik konseling yang digunakan
lebih kepada kepribadian, keyakinan dan sikap konselor. Teknik dasar komunikasi
konseling berpusat pribadi (Eliason & Smith, dalam Erford, 2004) antara lain: (1)
active listening; (2) reflection of thoughts and feelings; (3) clarification; (4)
summarization; (5) confrontation; (6) open-ended statements.
Konselor dengan pendekatan berpusat pribadi memiliki peran penting dalam
memberikan bantuannya melalui keterampilan komunikasi konseling. Pada dasarnya,
keterampilan dasar konseling yang diaplikasikan dalam konseling berpusat pribadi
yaitu:
a. Acceptance (penerimaan), adalah bentuk perilaku konselor yang ditunjukkan pada
konseli sebagai penerapan sikap dasarnya yang ditunjukkan konselor dengan: 1)
menerima apa adanya konseli sebagai pribadi yang unik, 2) tidak menolak (alih-
alih menyalahkan apa yang dikatakan konseli), dan 3) tidak menyetujui apa yang
dikatakan konseli. Teknik acceptance mencakup non verbal (mimik wajah,
kontak mata, gestur tubuh) dan verbal. Modalita verbal meliputi respon verbal
minimal (seperti “ya...ehm..oh...”) dan respon verbal lengkap yang terdiri dari: (a)
kata subjek, (b) penerimaan; (c) kata situasi (contoh: “Saya mengerti (b) apa yang
Andi (a) katakan ketika orang tua tidak setuju dengan keputusanmu (c)”).
b. Lead/ Open Question (teknik bertanya), meruapakan tindakan konselor dengan
mengajukan pertanyaan kepada konselo agar konselor memperoleh informasi
yang spesifik. Bertanya merupakan salah satu bentuk teknik pengarahan (lead)
yang dibedakan menjadi lead umum dan lead khusus. Modalita yang biasanya
digunakan untuk teknik bertanya misalnya: “Apa..?”, “Bagaimana...?”,
“Kapan..?”, “Siapa..?”, “Mengapa…?”, “Di mana...?” dan berbagai kata tanya
lainnya. Komponen teknik bertanya meliputi 1) kata tanya (sebagai pembuka),
dan (2) kalimat informasi yang berkaitan dengan arah atau tujuan dari
pembicaraan. Contoh lead umum: “Bagaimana (1) Anda memandang dirimu saat
ini setelah orangtuamu tidak menyetujui pilihanmu (2)?”
c. Restatement dan Paraphrasing (Pengulangan penyataan dan Parafrase), tujuannya
untuk menunjukkan kepada konseli bahwa konselor senantiasa memperhatikan
informasi yang disampaikan konseli. Restatement adalah keterampilan untuk
mengulang/ menyatakan kembali sebagian pernyataan konseli yang dianggap
penting. Restatement biasanya terdiri dari dua atau tiga kata yang dianggap
mewakili ide pokok dari pernyataan konseli. Parafrase adalah mengulang kalimat/
pernyataan singkat konseli secara utuh, apa adanya, tanpa merubah maknanya.
Perubahan kata bisa dilakukan untuk rasionalnya kalimat namun perubahan itu
tidak menggeser arti kata atau kalimat konseli. Parafrase memiliki dua komponen,
yaitu 1) kata-kata inti atau kata-kata yang mendapat penekanan, dan 2) kata
pelengkap. Parafrase seringkali diawali dengan modalita yang merupakan kata
pembuka, seperti: “Anda katakan...”, “Keterangan Anda menunjukkan...”,
“Menurut Anda...”, “Menurut tangkapan saya ...” Kata-kata pembuka selanjutnya
diikuti dengan komponen dalam parafrase. Berikut ini contoh penggunaan teknik
parafrase:
Konseli : “Orang tua saya tidak menyetujui keinginan saya di jurusan Teknik
Mesin.”
Respon Restatement Konselor
Konselor : “Orang tua tidak setuju..” (pernyataan fokus pada aksen)
Respon Parafrase Konselor
Konselor : “Menurut Anda, orangtua Anda tidak setuju (1) kalau Anda masuk
Jurusan Teknik Mesin (2).”
d. Reflection of thoughts and feelings (pemantulan pikiran dan perasaan), yaitu
keterampilan yang digunakan konselor untuk memantulkan perasaan (terdapat
pesan emosi) yang berisi tafsiran pikiran perasaan yang dinyatakan dalam bentuk
pernyataan/ sikap baik positif maupun negatif yang terkandung di balik
pernyataan konseli. Komponen dari keterampilan pemantulan perasaan adalah (1)
kata dugaan merupakan kata pendahuluan yang modalitanya contohnya rupa-
rupanya.., tampaknya.., kelihatannya.., rasa-rasanya.., kedengarannya.., nada-
nadanya.., agaknya.., mungkin.., barangkali..; (2) kata perasaan atau pikiran
contohnya positif (seperti bahagia, gembira, senang), negatif (marah, malu,
benci), dan ambivalensi atau perpaduan antara afeksi positif dengan negatif
(seperti bingung, bimbang, ragu); (3) kata situasi (keterangan). Contoh
penggunaan teknik pemantulan perasaan:
Konseli: “Pak, saya sudah belajar dengan giat sebelum menghadapi UAS, tetapi
nilai yang saya terima jauh di bawah yang saya harapkan”.
Konselor: “Sepertinya Anda merasa kecewa terhadap nilai UAS yang Anda
terima saat ini”.
e. Clarification (klarifikasi), keterampilan yang digunakan untuk mengungkapkan
kembali isi pernyataan konseli dengan menggunakan kata-kata baru dan segar
atau suatu keterampilan yang merumuskan inti-inti kalimat dan gagasan konseli
dalam bentuk lain dengan makna sama. Tujuan klarifikasi mengungkap isi pesan
utama konseli dan memperjelas isi pesan yang diungkap konseli. Komponen
teknik klarifikasi antara lain: (1) kata kunci penegas modalitanya antara lain
“Pada dasarnya..”, “Pada pokoknya…”, “Pada intinya…”, “Singkat kata…”,
“Dengan kata lain…”, “Maksudnya…”, “Pendek kata …”, “Artinya…”, “Pada
prinsipnya...”, “Jelasnya…” dan sebagainya.; (2) kata subjek; (3) predikat. Ada
dua jenis klarifikasi yaitu: (1) klarifikasi tak langsung dan (2) klarifikasi tak
langsung. Contoh bentuk penerapan teknik klarifikasi antara lain:
Klarifikasi tak langsung:
Konselor: “Apa (1) yang Anda (2) maksud dengan ungkapan bahwa anda sayang
orang tua tapi tidak bisa memenuhi harapannya (3)?”
Klarifikasi langsung:
Konseli: “Begini Pak, saya sekarang ini dalam keadaan sulit. Setelah lulus nanti
saya ingin berwiraswasta dengan membuka usaha kecil-kecilan di rumah,
tetapi ibu menginginkan saya jadi pegawai negeri. Katanya, jadi pegawai
negeri itu lebih tenang dibandingkan dengan jadi seorang wirausahawan.”
Konselor: “Pada dasarnya (1) Anda (2) memiliki perbedaan keinginan dengan ibu
Anda dalam hal pilihan pekerjaan.”
f. Confrontation (Konfrontasi), adalah teknik untuk menunjukkan adanya
kesenjangan, diskrepansi atau inkronguensi dalam diri konseli lalu konselor
mengumpanbalikkan kepada konseli. Komponen teknik konfrontasi meliputi (1)
kata pembuka/penggugah contoh modalitanya harap anda cermati…”, “sadari hal
menarik bahwa…”, “perlu diperhatikan...”, “sangat mengesankan bahwa...”; (2)
pesan yang “dipertentangkan” contoh modalitanya “…dari antara...ada yang...”;
“..sementara...juga…”; “…anda katakan di awal tadi bahwa...dan terakhir…;
“tadi anda mengatakan….terakhir terdengar...”, dan (3) kata atau kalimat tanya
contoh modalitanya “...apakah ini berarti ...?”, “...ada penjelasan apa?”, “...apa
yang Anda maksudkan...?”. Contoh penggunaan berbagai bentuk teknik
konfrontasi sebagai berikut.
1) Antara dua pernyataan verbal
Konseli: “Bu, dalam pesta ulang tahun kemarin malam, Adi duduk dengan Ani
sahabat saya. Saya sih tidak apa-apa dan gak cemburu, cuma saya pikir
mestinya ia menghargai perasaan saya sebagai pacarnya”
Konselor: “Harap anda cermati, tadi anda mengatakan tidak cemburu kalau
pacar anda duduk dengan sahabat Anda, sementara Anda juga
mengatakan bahwa mestinya pacar Anda menghargai perasaan
Anda...bagaimana maksudnya ini, apa ini bukan suatu kontradiksi?”
2) Antara pernyataan verbal dengan tindakan
Konseli: “Udah 2 hari ini saya marah banget dengan Adi gara-gara dia
menghilangkan buku catatan saya, dan saya janji nggak ingin melihat
mukanya apalagi menghubunginya apapun itu…menyebalkan !!!... tadi
malam saya berusaha menelpon ia berkali-kali untuk membuat
perhitungan dengan dia”
Konselor: “Anda tadi mengatakan marah dan sebal dengan Adi karena ia
menghilangkan buku catatan Anda dan Anda tidak ingin lagi
menghubunginya sementara tadi malam Anda berusaha menelepon Adi
berkali kali. Bagaimana Anda menjelaskan tentang hal ini?”
3) Antara pernyataan dan tingkah laku non verbal
Konseli: “Pak saya ikut senang sekali Feri menikah dengan gadis pilihannya
(berbicara dengan suara yang rendah, muram sambil mengeluarkan air
mata dan menundukan kepala) ”
Konselor: “Saudara tadi mengatakan ikut senang dengan pernikahan Feri,
sementara Anda menangis, muram dan berbicara dengan suara rendah
yang ini menurut saya mencerminkan rasa sedih. Bagaimanakah
kiranya ini?”
4) Antara dua tingkah laku non verbal
Konseli: (mengeluarkan air mata dengan mata memerah) (pesan non verbal 1)
dan (mulut terrtawa terbahak-bahak) (pesan non verbal 2)
Konselor: “Cukup terkesan saya, Anda menangis sambil tertawa; bisakah Anda
menjelaskannya?”
g. Reassurance (penguatan/dukungan), adalah keterampilan/teknik konselor untuk
memberikan dukungan/penguatan terhadap pernyataan positif konseli agar
menjadi lebih yakin dan percaya diri. Reassurance terdiri atas prediction
reassurance, postdiction reassurance, dan factual reassurance. Contoh
aplikasinya:
1) Prediction Reassurance (Penguatan prediksi), dilakukan konselor terhadap
pernyataan/rencana positif yang akan dilaksanakan konseli. Contoh:
Konseli : “Pak nilai semester ini bagi saya adalah nilai yang sangat
mengecewakan, hal ini terjadi karena saya memang malas belajar,
namun mulai semester depan saya akan belajar dengan giat dan selalu
belajar walaupun tidak ada ulangan.
Konselor : “Bagus sekali, jika anda mulai semester dapan akan belajar lebih
giat dan selalu belajar walaupun tidak ada ulangan tidak mustahil
nilaimu akan lebih baik dari semester ini”.
2) Posdiction Reassurance (Penguatan postdiksi), adalah penguatan/dukungan
konselor terhadap tingkah laku positif yang telah dilakukan konseli dan
tampak hasil yang diperoleh dari apa yang dilakukan oleh konseli tersebut.
Contoh:
Konseli : “Pak dua hari yang lalu saya bertengkar dengan adik saya gara-gara
saya secara tidak sengaja menumpahkan air di kertas pekerjaan
rumahnya dan semenjak itu dia tidak mau menyapa ataupun
tersenyum pada saya meskipun kami satu rumah, tetapi saya berusaha
menjelaskan kepada adik dan meminta maaf atas kesalahan saya itu.
Ya...Alhamdulillah Pak sekarang adik saya mulai menyapa saya dan
tidak marah lagi kepada saya.
Konselor : “Bagus sekali, setelah anda berusaha menjelaskan dan meminta
maaf atas kesalahan yang anda perbuat ternyata adik anda sekarang
dapat memaafkan dan bersikap baik kepada anda”.
3) Factual Reassurance (Penguatan factual), merupakan penguatan konselor
untuk mengurangi beban penderitaan secara psikis konseli dengan cara
mengumpulkan bukti/fakta bahwa kejadian yang tidak diharapkan yang
menimpa konseli bila dialami oleh orang lain akan memberi dampak yang
sama atau relatif sama dengan apa yang dialami oleh konseli. Contoh:
Konseli : “Bu, selama ini saya dan adik selalu dekat dan saya sangat
menyayanginya, tetapi Bu saya tidak mengira kemarin saya dapat
telpon dari ayah kalau adik saya meninggal karena jatuh dari sepeda
motor. Kejadian ini sangat memukul dan membuat saya sedih”.
Konselor : “Setiap kakak yang menyayangi adiknya sudah barang tentu merasa
terpukul dan sedih ketika mendengar kabar adik yang sangat
disayanginya meninggal”.
h. Summary (merangkum), adalah teknik konselor/konseli untuk membuat simpulan
mengenai apa yang telah dibicarakan dalam sesi konseling. Beberapa bentuk
teknik perangkuman yaitu: (1) perangkuman bagian langsung dan tak langsung;
2) perangkuman keseluruhan/perangkuman akhir: langsung dan tak langsung.
Komponen teknik merangkum meliputi: (1) kata penggugah perhatian
modalitanya “sampai pada pembicaraan kita sekarang ini...”; “sejak awal
pembicaraan kita sampai menit-menit ini…”; “di tengah-tengah pertemuan
ini…”; “dari apa yang Anda bicarakan…”; (2) kata isyarat dan kata kunci
perangkuman modalitanya “…hal penting…”; “…inti perbincangan kita…”;
“…pokok-pokok pembicaraan…”; “…ada dua (atau tiga, empat dan seterusnya)
hal yang penting yaitu…”; (3) paduan isi, topik atau rangkuman. Contoh
penggunaan summary:
Konselor: “Di tengah-tengah pertemuan ini (1) hal penting dari pembicaraan kita
(2) yaitu pertama cara belajar Anda, kedua perilaku bergaul dengan
teman, dan ketiga hubungan dengan pacar (3)”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik dalam konseling person
centered adalah acceptance, reassurance, reflection of feeling, lead/ open question,
active listening, restatement, paraprashing, clarification, summary, interpretation,
konfrontation. Teknik ini dilakukan karena konseling person centered lebih
menekankan pada bagaimana seorang konseli menyelesaikan masalahnya dengan
mengandalkan potensi yang ada pada dirinya.