Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

OTONOMI DAERAH

Disusun Oleh :

Kelompok V
1. Nova darma putra (161198)
2. Edwin aditya bayu (161199)
3. Dio agusta pratama (161201)

AKADEMI TEKNOLOGI WARGA SURAKARTA


Jl. Raya Solo Baki Km. 2 Kwarasan Grogol ,Solo Baru,Sukoharjo

2018

KATA PENGANTAR
i
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
nikmat dan kesehatan sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.

Selanjutnya shalawat beserta salam tak lupa pula kita kirimkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan umatnya dari
alam kegelapan menuju alam yang terang menderang.

Terima kasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam penulisan


makalah ini karena dengan berkat kerja samanya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan sesuai apa yang di harapkan.

Makalah ini berjudul “Otonomi Daerah”, semoga makalah ini bermanfaat,


dan mungkin dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, untuk kami
selaku penyusun mohon kritikan dan saran yang bersifat membangun, agar
pembuatan makalah selanjutnya dapat mencapai kesempurnaan

Sukoharjo , 11/11/2018

Penyusun

DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL........................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................. …...ii

DAFTAR ISI............................................................................................. .......iii

BAB I : PENDAHLUAN........................................................................ .......1

A. Latar Belakang.......................................................................... ............1

B. Rumusan Masalah..................................................................... ............1

C. Tujuan....................................................................................... ............1

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................ .......2

A. Defenisi Otonomi Daerah dan Desentralisasi........................... ............2

B. Visi Otonomi Daerah................................................................ .............3

C. Perkembangan Otonomi Daerah Dalam Undang-Undang....... .............6

D. Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah Dalam UU No. 22 Tahun 1999............11

BAB III : PENUTUP................................................................................ .......12

A. Simpulan................................................................................... ............12

B. Saran......................................................................................... .............12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ ......13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Istilah otonomi daerah dan desentralisai dalam konteks bahasan sistem


penyelenggaraan pemerintahan sering digunakan secara campur aduk. Kedua
istilah tersebut secara akademik dapat dibedakan, namun secara praktis dalam
penyeleggaraan pemerintahan tidak dapat dipisahkan. Karena itu tidak mungkin
masalah otonomi daerah dibahas tanpa mempersandingkannya dengan konsep
desentralisasi..Desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian
kewenangan kepada organ-organ penyelenggara negara, sedangkan otonomi
menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut. Jadi, ketika kita
mengatakan desentralisasi, maka sama dengan kita mengatakan otonomi daerah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah dan desentralisasi?

2. Apa visi otonomi daerah?

3. Bagaimana perkembangan otonomi daerah dalam Undang-undang?

4. Bagaimana prinsip-prinsip otonomi daerah dalam UU No. 22 tahun 1999?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan otonomi daerah.

2.Untuk mengetahui apa visi dari otonomi daerah.

3.Untuk mengetahui bagaimana perkembangan otonomi daerah dalam


Undang-undang.

4.Untuk mengetahui bagaimana prinsip-prinsipotonomi daerah dalam UU No.


22 tahun 1999.

BAB II
1
PEMBAHASAN

A. Defenisi Otonomi Daerah dan Desentralisasi

Otonomi daerah berasal dari kata Nomos yang berarti hukum dan auto yang
berarti sendiri, jadi arti harfiah otonomi menetapkan hukum sendiri. Maksudnya
hak mengatur urusan rumah tangga (daerah) sendiri.[1]

Otonomi daerah adalah sebuah tema besar yang berada dalam ranah
administrasi pemerintahan. Otonomi daerah berhubunga erat dengan dasar
kedaulatan rakyat atau kerakyatan. Konkretnya sebagai mana dikemukakan oleh
Moh. Hatta sebagai salah seorang pendiri negara adalah bahwa sebenarnya
menurut dasar kedaulatan rakyat itu, hak rakyat untuk menentukan nasibnya tidak
hanya ada pada pucuk pimpinan negeri, melainka juga pada tiap tempat d kota, di
desa dan di daerah. Tiap-tiap golongan persekutuan itu mempunyai Badan
Perwakilan sendiri, seperti Gemeenteraad, Provinciale Raad dan lain-lainnya.
Dengan keadaan yang demikian maka tiap-tiap bagian atau golongan rakyat
mendapat autonomi (membuat dan menjalankan peraturan sendiri) dan zelfbestuur
(menjalankan peraturan-peraturan yang dbuat oleh dewan yang lebih tinggi),[2]

Berbagai defenisi tentang otonomi daerah telah banyak dikemukakan oleh


para pakar sebagai bahan perbandingan dan bahasan dalam upaya menemukan
pengertian yang mendasar tentang pelakasanaan otonomi daerah sebagai
manifestasi desentralisasi. Otonomi dalam arti sempit dapat diartikan sebagai
“mandiri”. Sedangkan dala makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”.

Dengan demikian otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam


kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi tersebut, maka daerah dapat
dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan
dari luar.[3]

Pemahaman lebih sederhana dalam arti dapat dicermati lebih konkret tentang
otonomi ini diantaranya adalah berdasarkan UU yang mengatur tentang otonomi
daerah tersebut. Secara umum pemahaman tentang mekanisme pemerintahan
2
daerah dalam negara kesatuan tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan sistem
pemeritahan demokrasi.[4]

Beradasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa


(PBB) menunjukkan hal itu. Meskipun pada pelaksanaanya ada berbagai
perbedaan bahkan bisa saja bertentangan dengan mekanisme demokrasi itu sendiri
sebagai sistem pemerintahan yang arti harfiahnya bertumpuh pada rakyat. Akan
tetapi, tetap demokrasi tetap digandrungi dan menjadi ikon bagi sistem
pemerintahan di semua negara pada abad ini.[5]

Sedangkan Desentralisasi sebagaimana didefinisikan oleh M. Turner dan D.


Hulme yaitu transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan
kepada publik dari seseorang atau agen pemerintah pusat kepada beberapa individu
atau agen lain yang lebih dekat kepada publik yang dilayani. Landasan yang
mendasari transfer ini adalah teritorial dan fungsional.[6]

Kemudian Rondinelli mendefinisikan desentralisasi sebagai transfer


tanggung jawab dalam perencanaan, menajeman dan alokasi sumber-sumber dari
pemerintahan pusat dan agen-agennya kepada unit kementrian pemerintahan pusat,
unit yang ada di bawah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi
otonomi, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga
privat non pemerintah dan organisasi nirlaba.[7]

B. Visi Otonomi Daerah

Visi otonomi daerah itu dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup
interaksinya yang utama yaitu: politik, ekonomi, serta sosial dan budaya.

Di bidang politik karena otonomi adalh buah dari kebijakan desentralisasi


dan demokrasi, maka ia harus dipahami sebagai seuah proses untuk membuka
ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis,
memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif
terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara suatu mekanisme
pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung-jawaban publik.
Demokratisasi pemerintahan juga berarti adanya transparansi kebijakan. Artinya
untuk setiap kebijakan yang diambil harus jelas siapa yang memprakarsai
3
kebijakan itu, apa tujuannya, berapa ongkos yang akan dipikul, siapa yang
diuntungkan, apa resiko yang harus ditanggung, da siapa yang harus bertanggung
jawab jika kebijakan itu gagal. Otonomi daerah juga berarti kesempatan
membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan daerah,
membangun sistem dan pla karier politikdan administrasi yang kompetitif, serta
mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif.

Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya


pelaksanaan kebijakanekonomi nasinal di daerah, dan di pihak lain terbukanya
peluangbagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal
untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya, dalam
konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan melahirkan berbagai prakarsa
pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses
perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang
perputaran ekonomi di daerah. Dengan demikian, otonomi daerah akan membawa
masyarakat ke tingkat kesejahtraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.

Di bidang sosial dan budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik


mungkim demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial, dan pada saat yang
sama, memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif dalam menciptakan
kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan disekitarnya.

Berdasarkan visi ini, maka konsep dasar otonomi daerah yang kemudian
melandasi lahirnya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999,
menerangkan hal-hal berikut:

1.Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam


hubungan domestik kepada derah/ kecuali untuk di bidang keuangan dan
moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta
beberapa bidang kebijakan pemerintahan yang bersofat strategis nasional,
maka pada dasarnya semua bidang pemerintahan yang lain dapat
didesentralisasikan. Dalam konteks ini, pemerintahan daerah tetap terbagi
atas dua ruang lingkup, bukan tingkatan, yaitu daerah kabupaten dan kota
di beri status otonomi penuh dan propinsi diberi status otonomi yang
terbatas. Otonomi penuh berarti tidak adanya operasi pemerintahan pusat
di pemerintahan daerah kabupaten dan kota kecuali untuk bidang-bidang

4
yang dikecualikan tadi. Otonomi terbatas berarti adanya ruang yang
tersedia bagi pemerintah pusat untuk melakukan operasi di daerah
propinsi. Karena sistem otonomi tidak bertingkat (tidak ada hubungan
hirarki abtara pemerintahan propinsi dengan kabupaten/kota), maka
hubungan [ropinsi dan kabupateb bersifat koordinatif, pembinaan dan
pengawasan. Sebagai wakil pemerintah antara kaupaten dan kota dalam
wilayahnya, Gubernur juga, melakukan supervisi terhadap pemerintah
kabupaten/kota atas pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah pusat,
serta bertanggung-jawab mengawasi penyelenggaraan pemerintah
beradasarkan tonomi daerah di wilayahnya.

2.Penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat lokal dalam


pemilihan dan penetapan kepala daerah. Kewenangan DPRD dalam
menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah harus
dipertegas. Pemberdayaan fungsi-fungsi DPRD dalam bidang legislasi,
representasi dan penyaluran aspirasi masyarakat harus dilakukan. Untuk
itu, optimalisasi hak-hak DPRD perlu diwujudkan, seraya menambah
alokasi anggaran untuk biaya opersinya. Hak angket perlu dihidupkan,
hak anisiatif perlu diaktifkan dan hak interpelasi perlu didorong. Dengan
demikian, produk legilasi akan dapat ditingkatkan dan pengawasan politik
terhadap jalannya pemerintahan bisa diwujudkan.

3.Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur demokrasi


demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang
berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas yang tinggi pula.

4.Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayana eksekutif melalui


pembahanan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai
dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan, serta
dengan beban tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi daerah, serta
lebih responsif terhadap kebutuhan daerah. Dalam kaitan ini juga
diperlukan terbangunnya suatu sistem administrasi dan pola karier
kepegawaian daerah yang lebih sehat dan kompetitif.

5.Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan


yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah,

5
pembagian pendapatan darisumber penerimaan yang berkait dengan
kekayaan alam, pajak dan retribusi, serta tata cara dan syarat untuk
pinjaman dan obligasi daerah.

6.Perwujudan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat yang bersifat


alokasi subsidi, pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan
daerah, pemberian keleluasaan kepada dearah untuk menetapkan priorotas
pembangunan, serta optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat melalui
lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.

C.Perkembangan Otonomi Daerah Dalam Undang-Undang

Bagaimana dipahami bahwa dalam tiap-tiap bentuk kebijakan yang diambil


oleh pemerintah, termasuk pembentukan perundang-undangan tentu menyratka
waktu dan tujuan yang ingin dicapai, demikian pula dengan kebijakan otonomi
daerah. Perkembangan otonomi daerah bergerak seperti pendulum sesuai dengan
perkembangan masyarakat baik yang berinteraksi secara internal maupun pada
tatara global. Tidak kurang dari 12 UU telah menjadi dasar pijakan bagi
pengelolaan pemerintah daerah semenjak kemerdekaan tahun 1945 sampai
sekarang.

UU terakhir yang mengatur mengenai otonomi daerah adalah UU No. 32


tahun 2004 tentang pemerintah daerah. UU in sebenarnya juga dinilai banyak
kelemahan karena tertingal dengan perkembangan masyarakat dan karenanya juga
sudah di sempurnakan secara terbatas. Untuk itu pun sudah dilakukan setidaknya 2
kali perubahan secara terbatas. Berbagai perubahan tersebut dilakukan dalam
rangka lebih memutakhirkan berbagai ketentuan sejalan dengan perkembangan
sejalan yang dimaksud.

Membandingkan dua Undang-undang yaitu UU No. 32 tahun 2004 dengan


UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di daerah keluar setelah
setelah terjadinya pemberontakan G. 30. S/PKI yang gagal, misalnya dan adanya
kehendak untuk melakukan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Tujuan
pemberian otonomi daerah tidak saja bersifat administratif tetapi juga politis.

6
Dalam pertimbangan (konsideren) UU tersebut dikemukakan hal-hal sebagai
berikut:

a)Dalam usaha membina kestabilan politik serta kesatua bangsa.

b)Untuk terciptanya hubungan yang serasi antara Pemerintahan Pusat dan


Pemerintahan Daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan.

c)Untuk melaksanakan otonomi yang nyata dan bertanggung-jawab yang


dapat menjamin perkembangan daerah.

Mengapa dilakukan perbandingan dengan UU No. 5 tahun 1974? Alasan


pertama bahwa UU itu berlaku paling lama sebagai dasar hukum pengelolaan
pemerintah daerah. Kedua, secara substansial ada materi yang kontras dari kedua
UU itu disebabkan oleh pola pemerintahan yang berbeda. Ketiga, bahwa di dalam
penyerahan pemerintah daerah terjadi pergeseran pola otonomi yang sangat
mendasar dari kedua UU tersebut, yaitu dari otonomi yang nyata dan bertanggung-
jawab menjadi otonomi yang seluas-luasnya.

Ketiga hal tersebut di atas didefinisikan sebagai tujuan diciptakannya


otonomi daerah atau desentralisasi. Sementara lahirnya UU. No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dimaksudkan sebagai akomodasi terhadap perubahan
yang terjadi. Perubahan itu terutama sekali di atas asumsi bahwa UU. No. 5
tahun1974 dinilai bersifat terlalu sentralistik, terlalu banyak mengandung muatan
politis. Artinya dinilai tidak sesuai dengan demokrasi yang berkembang di dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dngan terjadinya
perubahan itu menghendaki penyesuaiandengan keadaan dan perkembangan yang
terjadi.

Di dalam dimensi perkembangan sejarah, secara konseptual sebenarnya


dasar dari permasalahan otonomi daerah ini pernah di tettapkan dalam Ketetapan
MPR RI No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Artinya permasalahan otonomi daerah tidak semata diatur pada tingkatan UU
tetapi lebih tinggi lagi yaitu dalam Tap MPR.

Tujuan pemberian otonomi kepada daerah menurut GBHN adalah sebagai


berkut:

7
1.Melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh kelompok
Negara.

2.Membina kestabilan politik dan kesatuan bangsa, dan membina hubungan


yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan Negara
Kesatuan Negara Indonesia (NKRI).

3.Pelaksanaan otonomi daerah yang dapat menjamin perkembangan dan


pembangunan daerah.

4.Meningkatkan secara bertahap kemampuan aparatur daerah, terutama


aparatur pemerintah desa, dengan fasilitas dan sarana, sehingga benar-benar
merupakan alat yang berwibawa, kuat, efektif, efisien dan bersih, penuh
ketaatan dan kesetiaan pada negara dan pemerintah, walaupun menjalankan
tugas di bidang masing-masing dan hanya mengabdikan diri pada kepentingan
negara dan rakyat.[8]

Acuan di atas sebenarnya masih dapat dipandang relevan sampai sekarang


pada tidak terjadinya stagnasi pembangunan di daerah. Dalam hal ini, secara lebih
terinci sebenarnya pelaksanaan pemangunan di daerah itu mengandung elemen
dasar yang senantiasa dikembangkan yaitu:

1.Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalh untuk memungkinkan


daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna di alam menyelenggarakan
pemerintahan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

2.Dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dan pelayanan


pemangunanmemenuhi aspirasi-aspirasi masyarakat tersebut harus diciptakan
pemerintahan yang mempunyai legitimasi kuat di masyarakat.

3.Menghormati, menghargai dan menjunjung tinggiperbedaan antara daerah


yang satu dengan daerah yang lain.

4.Mengusahakan sejauh mungki adanya keseragaman dalam hal pengaturan


mengenai pemerintah daerah.

8
Adapun inti dari tujuan diberikannya otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggung-jawab sebagaimana yang disebutkan dalam UU No. 32 tahun 2004
adalah di dalam rangka idealisme untuk:

1.Menjunjung aspirasi perjuangan rakyat, yakni memperkokoh negara


kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang
sesungguhnya.

2.Pendemokrasian.

3.Meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di


daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap
masyarakat serta untuk menigkatkan pembinaan kestabilan politik dan
kesatuan bangsa.[9]

UU yang dibuat tahun 2004 itu pun dinilai masih perlu disempurnakan.
Geliat dan kerinduan terhadap kehidupan demokratis melalui upaya demokratisasi
dan perubahan yang serba cepat menghendako akomodasi terhadap perubahan
tersebut. Hal ini dilakukan khususnya untuk menyempurnakan mekansme
oemelihan kepala daerah dengan akomodasi calon perseorangan di dalam
pemilihan kepala daerah. Diadakanlah perubahan secara terbatas atas UU tersebut.
Bahkan perubahan yang diberi klasifikasi “terbatas” tersebut, sebagaimana
disampaikan dilaksanakan sebanyak 2 kali.

Substansi otonomi daerah sebenarnya adalah tentang bagaimana secara


maksimal memberdayakan potensi yang ada di daerah dengan tujuan peningkatan
kesejahteraan rakyat di daerah yang bersangkutan. Sehubungan dengan
permasalahan ini, kiranya perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan
pemerdayaan di sini adalah di dalam kerangka pelaksanaan pemangunan dalam arti
luas. Dalam hal ini, meliputi segala aspek pembangunan, baik material maupun
spiritual, lahiriah maupun batiniah.

Demikian pula, pembangunan daerah dimaksudkan adalah pembangunan


yang dilaksanakan di daerah-daerah baik pada tingkat provinsi maupun tingkat
kabupaten dan atau kota dan tentunya pembangunan ini dikaitkan dengan
kebijakan otonomi daerah atau disentralisasi tidak semata di dalam mekanisme

9
admnistrasi pemerintahan tetapi menyangkut dan berkenaan dengan seluruh aspek
kehidupan rakyat di daerah.

Secara teknis, pelaksanaan pembangunan daerah otonom ini tentu


sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai refleksi dari otonomi
yang disampaikan kepada daerah. Hal itu sesuai pula dengan adanya keinginan
kuat dari daerah-daerah yang memperoleh keleluasaan di dalam mengembangkan
derah sesuai dengan potensi yang terkandung di dalamnya. Pengembangan dengan
benar-benar memerhatikan dan bahkan dimulai dari ptensi yang secara riil ada di
daerah, akan memajukan daerah yang bersangkutan.

Di dalam hubungan ini, daerah otonom yand dipimpin oleh Kepala Daerah
tersebut diberikan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus
pembangunan daerah sesuai dengan aspras dan kehendak rakyat d daerahnya. Hal
demikian berarti bahwa sebenarnya otonomi daerah itu mempunyai maksud
tertentu. Sebagaimana diamanatkan oleh UU Np. 32 tahun 2004 maksud otonomi
daerah itu adalah:

1.Untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus


rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat
dan pelaksanaan pembangunan. Untuk dapat melaksanakan tujuan tersebut
kepada daerah perlu diberikan wewenang-wewenang untuk melaksanakn
berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya.

2.Di dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan


pelaksanaan pembangunan, maka Undang-undang ini meletakkan titik berat
otonomi kepada daerah kabupaten/kota dengan pertimbangan bahwa daerah
kabupaten dan kotalah yang lebih langsung berhubungan dengan masyarakat,
sehingga diharapkan dapt lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat
tersebut.

Atas dasar keterangan tersebut di atas, jelaslah bahwa kebijakan pemberian


otonomi daerah dimaksudkan pula agar pembangunan daerah dapat dilaksanakan
secar berkeadilan, sesuai dengan aspirasi dan kehendak masyarakat setempet,
dengan diupayakan dengan sunggu-sungguh oleh pemerintah daerah, dengan terus
menggali poteni daerahnya. Tentunya dilaksanakan tetap dalam koridor negara
10
kesatuan Republik Indinesia sebagai satu kedaulatan penuh. Otonomi daerah tidak
boleh merusak dan mendegradasi kualitas negara kesatuan.

D. Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah Dalam UU No. 22 Tahun 1999

Prinsip-prinsip pemberian itonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam


penyeleggaraan pemerintahan daerah sebagaimana terdapat dalam UU No. 22
Tahun 1999 adalah:

1.Penyelenggaraan otonomi daerah dlaksanakan dengan memperhatikan


aspek demorasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman
daerah.

2.Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan


bertanggung-jawab.

3.Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota, sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi
yang terbatas.

4.Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga


tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-
daerah.

5.Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah


otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi
wilayah administrasi.

6.Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi


badan legislatif, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi
anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB III

PENUTUP

11
A. Simpulan

Dengan demikian otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam


kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi tersebut, maka daerah dapat
dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan
dari luar.

Visi otonomi daerah itu dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup
interaksinya yang utama yaitu: politik, ekonomi, serta sosial dan budaya.

B. Saran

Dengan adanya otonomi daerah ini, diharapkan bahwa pemerintah daerah


agar mampu memberdayakan daerahnya masing-masing yang dapat membawa
masyaraktnya menjadi masyarakat yang bertanggung-jawab dan mampu
melaksanakan pembangunan seacara mandiri. Tetapi ingat, bahwa masing-masing
pemerintah daerah diberikan keleluasaan untuk mengelolah daerahnya, bukan
berarti bahwa mereka diberi kemerdekaan penuh terhadap suatu daerah. Karena di
negara kita ini, merupakan negara yang menjujung tinggi nilai-nilai persatuan dan
kesatuan di bawah panji-panji Pancasila.

Jangan sampai kebijakan ini disalahgunakan dan menyebabkan timbulnya


otonom-otonom yang kapitalis sehingga memicu timbulnya pemberontakan-
pemberontakan disebabkan kepentingan pribadi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Ensiklopedi Politik Pembangunan Pancasila.1, 2, 3 dan 4.Jakarta:


YayasanCipta Loka Caraka,1973

12
Azra, azyumardi.Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidatatullah Jakarta,
2003

Budiarjo, Miriam.Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, 1982

Istanto, sugeng.Beberapa Segi Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah dalam


Negara Kesatuan Republk Indonesia. Yogyakarta: Karya Putera, 1971

Masykur, Nur Rif’ah.Peluang dan Tantangan Otonomi Daerah. Jakarta: Rajawali,


2001

Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok pemerintahan

Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

Wahidin,Samsul.Pokok-pokok Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar,1984

[1]Anonim, Ensiklopedi Politik Pembangunan Pancasila. 1,2,3 dan 4, jilid 3


(Jakarta: YayasanCipta Loka Caraka), h. 269

[2]Sugeng Istanto, Beberapa Segi Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah


dalam Negara Kesatuan Republk Indonesia, (Yogyakarta: Karya Putera), h. 24

[3]Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak


Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Cet. I; Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidatatullah Jakarta), h. 150

[4]Samsul Wahidin, Pokok-pokok Pendidikan Kewarganegaraan, (Cet. I;


Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 246

[5]Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia), h. 67

13

Anda mungkin juga menyukai