Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT ABSES HEPAR

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan
disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses
dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru,
bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung,
biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta
Reference Library, 2004)
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak
akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996).
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan
oleh infeksi.

2. Anatomi dan Fisiologi


Hepar merupakan organ berbentuk biji dalam tubuh kita dengan berat 1,5
kg pada orang dewasa. Letaknya, terdapat pada bagian atas dalam rongga
abdomen disebelah kanan bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi
tulang iga.
Hepar terbagi atas dua lapisan utama; pertama, permukaan atas berbentuk
tembung, terletak di bawah diafragma, kedua, permukaan bawah tidak rata
dan memperhatikan lekukan fisura transfersus. Fisura longitudional
memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati
dibagi empat belahan; lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus
quadratus.
Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu; Arteri hepatica dan Vena
porta. Vena hepatica, keluar dari aorta dan memberikan 1/5 darah dalam hati,
darah ini mempunyai kejenuhan 95-100 % masuk ke hati akan membentuk
jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler Vena, akhirnya keluar
sebagai Vena hepatica. Vena porta terbentuk dari lienalis dan Vena
mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini
mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan
usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi
oleh mukosa dan usus halus.

1
Hati dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat,
menyimpan, mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang
terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan
fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari
traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau
mentransformasikan semua nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang
digunakan dibagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati
merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme
glukosa dan protein. Hati membuat dan mengekresikan empedu yang
memegang peran uatama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak
dalam tractus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari
dalam aliran darah dan mensekresikannya ke dalam empedu.
Fungsi metabolic hati terdiri dari; mengubah zat makanan yang
diabsorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh,
dikeluarkannnya sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan. Kedua;
mengeluarkan zat buangan dan bahan racun untuk diekresikan dalam
empedu dan urin. Ketiga; menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi
glikogen. Keempat; sekresi empedu garam empedu dibuat di hati di bentuk
dalam system retikula endothelium dialirkan ke empedu. Kelima;
pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum
dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. Keenam; menyimpan
lemak untuk pemecahan berakhir asam karbonat dan air. Selain itu hati juga
berfungsi sebagai penyimpan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk
glikogen, lemak, vitamin, dan besi, vitamin A dan D yang dapat larut dalam
lemak disimpan di dalam hati. Hati juga membantu mempertahankan suhu
tubuh secara luasnya organ ini dan banyaknya kegiatan metabolisme yang
berlangsung mengakibatkan darah banyak mengalir melalui organ ini
sehingga menaikkan suhu tubuh.

3. Etiologi
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab
yang terbanyak adalah E. coli, penyebab lainnya adalah :
Organisme Insiden (%) Organisme Insidensi
(%)
Aerob gram-negatif …….. 50 – 70 Anaerob ….. 40 – 50
Escherichia coli …….. 35 – 45 Fusdaacterium

2
Klebsiella nucleatum
Proteus Bacteroides
Serratia Bacteroides fragil
Morganella Peptostreptococus
Actinolbacter Actinomyces
Aerobgaram-positif ……….. …25 Clostridium
Streptococcus
faecalis
Streptokokus – B
Sterptokokus – A
Stafilokokus

4. Patofisiologi
a. Skema bagan
1) Terjadinya Amoebiasis hepar
Saluran Intestinal Koloni entamoeba Menghancurkan Sytem porta
histolytica dinding vena Intra hepatal

Leucosit Cabang-cabang kecil


Vena porta

Infiltrasi Masuk & berkembangbiak Amuba melysiskan


Peradangan /coloni amoeba Pembuluh darah

Amoebic hepatitis

Sembuh
Spontan
Kemudian lesi membesar

Membentuk rongga berisi cairan


yang berisi cell-cell debris

Amoebic liver
absces

Bacterio steril

(Bagan patofisiologi terjadinya amobiasishepar, Staf Pengajar Patofisiologi,


Fakultas Kedokteran Unibraw Malang 2003).

2) Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan dasar manusiah

3
Infasi kuman Saluran Vena porta Hepar
Pencernaan Sistem bilier
Sistem arterial
hepatik
Mengalami kerusakan jaringan

Infeksi Peradangan/inflamasi

Hancur
Gangguan tidur/pola Nyeri
tidur Rongga abses yang penuh
dengan cairan yang berisi
leucosit mati dan hidup, sel-sel
hati yang mencair serta bakteri

Abses

Produksi energi Metabolisme nutrisi

Intoleransi aktifitas
fisik perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan

(Bagan pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan manusia. Bruner dan


Suddarth, 2000)
b. Penjelasan
1) Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga
mengakibatkan infeksi
2) Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3) Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami
gangguan tidur atas pola tidur.
4) Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga
menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5) Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi
menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.
5. Manifestasi klinis
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise,
mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T
> 38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta
sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)

6. Komplikasi

4
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5–
15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu
penyakit dalam, jilid I, 1998)

7. Pemeriksaan penunjang

Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan


penunjang antara lain
a. Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin,
leukosit, dan pemeriksaan faal hati.
b. Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan
diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
c. Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara
bebas diatas hati.
d. Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
e. Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat
melihat integritas diafragma.
f. Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.

8. Pengobatan

Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I (1998) Pengobatan dilakukan


tiga cara :

a. Kemotrapi

Obat-obat dapat diberikan secara oral atau intravena sebagai contoh


untuk gram negatif diberi Metranidazol, Clindamisin atau Kloramfenikal.

b. Aspirasi Jarum

5
Panda abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan
aspirasi. Hanya dilakukan pada ancaman ruktur atau gagal pengobatan
konserfatif. Sebaliknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien
tersebut.
Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar pengkajian pasien dengan
Abses Hepar, meliputi:
a. Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu
lemah, latergi, penurunan massa otot/tonus.
b. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia,
bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen.
c. Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus,
distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah
liat, melena, urine gelap pekat.
d. Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan
dan peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
e. Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma,
bicara tidak jelas.
f. Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan
atas, pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
g. Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal,
bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h. Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis,
patekis, angioma spider, eritema.
i. Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi
testis.

2. Diagnosis keperawatan

Menurut Doenges,E.M (2000), diagnosa keperawatan pasien dengan


Abses Hepar meliputi :

6
a. Pola napas, tidak efektif berhubungan dnegan Neuromuskular,
ketidakseimbangan perceptual/kognitif.
b. Perubahan persepsi/sensori: proses pikir berhubungan dengan perubahan
kimia: penggunaan obat-obat farmasi.
c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pembatasan
pemasukan cairan secara oral (proses/prosedur medis/adanya rasa mual).
d. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan
integritas otot.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanisme
pada kulit/jaringan.
f. Resiko tinggi infeksi berubungan dengan luka oprasi dan prosedur
invasif.
g. Gangguan kebutuhan tidur berhubungan dengan proses penyakit, efek
hospitalisasi, perubahan lingkungan
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi,
prognosis, kebutuhan pengobatan.
3. Perencanaan
Perencanaan berdasarkan Doenges,E.M (2000) perawatan pasien pasca
operatif :
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan
perseptual/kognitif.
Tujuan : pola pernapasan normal/efektif dan bebas dari sianosis atau
tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
1) Pertahankan jalan udara pasien memiringkan kepala
2) Auskultasi suara napas.
3) Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot
bantu pernapasan.
4) Pantau tanda-tanda vital secara terus-menerus.
5) Lakukan gerak sesegera mungkin
6) Observasi terjadinya yang berlebih
7) Lakukan penghisapan lendir bila perlu
8) Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan
9) Berikan terapi sesuai instruksi

7
b. Perubahan persepsi/sensori: proses pikir berhubungan dengan
penggunaan obat-obatan farmasi
Tujuan: meningkatnya tingkat kesadaran
Intervensi:
1) Orientasikan kembali pasien secara terus-menerus setelah keluar dari
pengaruh anestasi.
2) Bicara dengan pasien dengan suara yang jelas dan normal.
3) Minimalkan diskusi yang bersifat negatif.
4) Gunakan bantalan pada tepi lakukan pengikatan jika perlu.
5) Observasi akan adanya halusinasi, depresi dan lain-lain.
6) Pertahankan lingkungan tenang dan nyaman.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses
penyakit/prosedur medis/adanya rasa mual)
Tujuan: terdapat keseimbangan cairan yang adekuat.
Intervensi:
1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
2) Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi
yang dilakukan.
3) Pantau tanda-tanda vital.
4) Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.
5) Periksa pembalut, alat drein pada interval regular, kaji luka untuk
terjadinya pembengkakan.
6) Berikan cairan parenteral, produksi darah dan/atau plasma ekspander
sesuai petunjuk. Tingkat kecepatan IV jika diperlukan.
7) Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai
petunjuk.
8) Berikan antiemetik sesuai kebutuhan.
d. Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan
integritas otot, trauma musculoskeletal/tulang, munculnya saluran
dan selang.
Tujuan: rasa nyeri/sakit telah terkontrol/dihilangkan, klien dapat
beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi:
1) Kaji skala nyeri, intensitas, dan frekuensinya.

8
2) Evaluasi rasa sakit secara regular.
3) Kaji tanda-tanda vital.
4) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin sesuai prosedur
operasi.
5) Letakkan reposisi sesuai petunjuk.
6) Dorong penggunaan teknik relaksasi.
7) Berikan obat sesuai petunjuk.
e. Kerusakan integeritas kulit berhubungan dengan ketidakcukupan
kekuatan dan ketahanan kesehatan.
Tujuan: klien memperlihatkan tindakan untuk meningkatan metabolik.
Intervensi:
1) Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional
2) Letakkan klien pada posisi tertentu.
3) Pertahankan kesejahteraan tubuh secara fungsional.
4) Bantu atau tindakan untuk melakukan latihan rentang gerak.
5) Berikan perawatan kulit dengan cermat.
6) Pantau haluaran urine.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi dan prosedur
invasif.
Tujuannya; tidak terdapat tanda-tanda dan gejala infeksi
Intervensi:
1. Berikan perawatan aseptik dan anti septik, pertahankan cuci tangan
yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka jahitan)
daerah yang terpasan alat invasif.
3. Pantau seluruh tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil
dan diaforesis
4. Awasi atau jumlah penggunjung
5. Observasi warna dan kejarnya uring
6. Berikan anti biotik sesuai indikasi
g. Gangguan kebutuhan istrahat tidur berhubungan dengan perubahan
lingkungan dan efek hopitalisasi
Tujuan: kebutuhan istrahat dapat terpenuhi
Intervensi:
1. Kaji kemampuan dan kebiasaan tidur klien

9
2. Berikan tempat tidur yang nyaman dengan beberapa barang milik
pribadinya contoh : Sarung, guling
3. Dorong aktifitas ringan
4. Intruksikan tindakan relaksasi
5. Dorong keluarga untuk selalu menemani.
6. Awasi dan batasi jumlah penggunjung
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi,
pragnosis kebutuhan pengobatan.
Tujuan: Menyatakan, pemahaman proses penyakit/pragnosis.
Intervensi:
1. Tinjau ulang pembedahan/prosedur khusus yang dilakukan dan
harapan masa dating.
2. Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep.
3. Indentifkasi keterbatasan aktivitas khusus.
4. Jadwalkan priode istirahat adekuat.
5. Tekankan pentingnya kunjungan lanjut.
6. Libatkan orang terkenal dalam program pengajaran. Menyediakan
instruksi tertulis/materi pengajaran.
7. Ulangi pentingnya diita nutrisi dan pemasukan cairan adekuat.

4. Pelaksanaan
Prinsip tindakan yang mendasari penanganan diagnosa keperawatan yang
dapat timbul, adalah:
a. Mempertahankan pola nafas efektif
b. Mempertahankan tingkat kesadaran klien
c. Mempertahankan keseimbangan cairan
d. Menerapkan manajemen nyeri
e. Mencegah terjadinya infeksi
f. Mempertahankan dan meningkatkan kebutuhan istrahat
g. Meningkatkan pengalaman pasien tentang proses penyakit dan prognosis.
5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan adalah :
a. Pola napas efektif
b. Kesadaran klien stabil
c. Volume cairan adekuat
d. Berkurang atau hilangnya nyeri

10
e. Infeksi tidak terjadi
f. Kebutuhan istrahat klien dapat terpenuhi
g. Klien dapat memahami tentang proses penyakit

11
DAFTAR PUSTAKA

Cameeron ( 1995 ). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara

Dengoes, et al ( 2000 ). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: Buku


kedokteran ECG.
Harrison ( 1995 ). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Buku kedokteran ECG.

J. c. e. Underwood ( 2000 ).Patologi Umum dan Sistematika. Edisi II. Jakarta: Balai

Penerbitan Buku Kedokteran ECG.

Noer Sjaifoellah ( 1996 ). Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta:

Balai Penerbitan FKUI.

Staf Pengajar Parasitologi ( 2003 ). Protozoa. Malang : Fakultas Kedokteran

Unibraw.

Bruner dan Suddarth ( 2000 ). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta: ECG

Microsoft Encantta Reference Library.( 2004 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf

Diphteria/ Fusa bakteriun necrosphorum.

Harjono, et al ( 1996 ).Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku

kedokteran ECG.

12

Anda mungkin juga menyukai