Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 4 No.

2, Mei 2018 : 1-63

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS


PADA PASIEN BEDAH GASTROINTESTINAL

Nur Syamsi
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

ABSTRAK
Infeksi luka operasi merupakan infeksi nosokomial yang insidensinya masih tinggi di negara
– negara berkembang. Penyebabnya adalah kontaminasi kuman dari daerah sekitar luka insisi. Infeksi
luka operasi ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotika profilaksis. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah gastrointestinal
di RSUD Anutapura Palu Sulawesi Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non
eksperimental yang dilakukan secara retrospektif. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien
yang telah menjalani operasi gastrointestinal dan dirawat inap di rumah sakit tersebut serta pasien
menggunakan antibiotik profilaksis yang ditujukan untuk pencegahan infeksi luka operasi. Data yang
diperoleh dianalisis dengan cara menghitung persentase pola penggunaan antibiotik pada pasien yang
menjalani bedah gastrointestinal. Pada penelitian ini didapatkan bahwa jenis antibiotik profilaksis
yang paling banyak diberikan adalah sefalosporin generasi ketiga yaitu seftriakson dosis 1 gram
dalam bentuk intravena.

Kata Kunci : bedah gastrointestinal, antibiotik profilaksis, infeksi luka operasi

ABSTRACT
Surgical site infections are a nosocomial infection whose incidence is still high in developing
countries. Surgical site infections caused by contamination of germs from area around incision
wound. These surgical site infections can be prevented by using prophylactic antibiotics. The purpose
of this study was to determine the pattern of prophylaxis antibiotic usage to patients undergone
gastrointestinal surgery at Anutapura Palu Hospital in Central Sulawesi. This study was a descriptive
non-experimental research that retrospectively held at Anutapura Palu Hospital in Central Sulawesi.
As for the inclusion criteria in this study is patients who have undergone gastrointestinal surgery at
Anutapura Palu Hospital, patients undergo hospitalization, and patients that used antibiotic for
surgical site infection prevention. The data analyzed was data of antibiotic prophylaxis usage
patterns that used to prevent surgical site infection insident. Based on this study, the most widely
antibiotic used is ceftriaxone, a dose of 1 gram, administered intravenously.

Keyword : gastrointestinal surgery, prophylactic antibiotics, surgical site infection

Healthy Tadulako Journal (Nur Syamsi: 27-33) 27


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 4 No. 2, Mei 2018 : 1-63

PENDAHULUAN membatasi lama pemberian antibiotika


Setiap tindakan medik senantiasa profilaksis (6).
berpotensi menimbulkan risiko, baik bagi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
pasien, tenaga kesehatan, maupun rumah sakit. mengetahui pola penggunaan antibiotik
Potensi terjadianya adverse event relatif lebih profilaksis pada pasien yang menjalani operasi
tinggi pada tindakan medik yang invasif, gastrointestinal di RSUD Anutapura Palu
termasuk diantaranya pembedahan. Salah satu Sulawesi Tengah. Dengan penelitian ini
adverse event pada tindakan pembedahan diharapkan dapat diperoleh suatu informasi
adalah terjadinya infeksi luka operasi (1). mengenai pola penggunaan antibiotik
Infeksi luka operasi merupakan isu profilaksis yang digunakan pada pasien operasi
penting dalam dunia kesehatan masyarakat. gastrointestinal di rumah sakit tersebut.
Berdasarkan data yang dimiliki WHO sampai
saat ini belum diketahui insiden infeksi luka BAHAN DAN CARA
operasi secara global. Infeksi luka operasi Penelitian ini merupakan penelitian
menempati posisi kedua atau ketiga dari deskriptif non eksperimental yang dilakukan
infeksi nosokomial di negara-negara maju. secara retrospektif. Penelitian ini dilakukan di
Insidensi infeksi luka operasi di negara-negara RSUD Anutapura Palu Sulawesi Tengah.
berkembang lebih tinggi dibandingkan dengan Pengambilan sampel dilakukan mulai bulan
negara-negara maju, di Asia Tenggara angka Januari 2017 hingga Maret 2017, dengan
(2)
kejadian infeksi luka operasi sebesar 7,8% . subyek penelitian adalah semua pasien yang
Di Indonesia sendiri, insidensi infeksi luka telah menjalani operasi gastrontestinal.
operasi berkisar antara 3 –18% (3)
. Terdapat Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya pasien yang telah menjalani operasi
infeksi luka operasi, salah satunya adalah jenis gastrointestinal dan dirawat inap di rumah
(4)
operasi . Pembedahan gastrointestinal sakit tersebut serta pasien menggunakan
terbukti beresiko 4,46 kali mengalami infeksi antibiotik profilaksis yang ditujukan untuk
luka operasi dibanding tindakan bedah lainnya pencegahan infeksi luka operasi. Sedangkan
(5)
. Ada tiga hal penting yang seharusnya kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah
dilakukan dalam upaya optimalisasi pasien yang datanya rekam medisnya tidak
penggunaan antibiotika profilaksis untuk lengkap.
mencegah terjadinya infeksi luka operasi yaitu Data yang dikumpulkan adalah data
: (1) pemilihan jenis antibiotika yang tepat, (2) penggunaan antibiotik. Pengumpulan data
ketepatan waktu pemberian antibiotika, dan (3) dimulai dari mendata pasien yang menjalani
operasi bedah gastrointestinal. Selanjutnya

Healthy Tadulako Journal (Nur Syamsi: 27-33) 28


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 4 No. 2, Mei 2018 : 1-63

dilakukan pencatatan data lengkap mengenai gastrointestinal. Pola penggunaan antibiotika


pasien dan pengobatannya dengan melihat data profilaksis adalah gambaran antibiotika
rekam medis pasien bersangkutan. Pola profilaksis yang diresepkan dan digunakan
penggunaan antibiotik adalah gambaran untuk pasien bedah gastrointestinal di RSUD
mengenai penggunaan antibiotik pre dan post Anutapura Palu Sulawesi Tengah. Gambaran
operasi pada pasien bedah gastrointestinal. tersebut meliputi jenis antibiotika, golongan
Data yang diperoleh dianalisis dengan cara antibiotika, dosis pemberian, waktu
menghitung persentase pola penggunaan pemberian, serta rute administrasi.
antibiotik pada pasien yang menjalani bedah

HASIL
Tabel 1. Pola penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah gastrointestinal di RSUD
Anutapura Palu Sulawesi Tengah

Jumlah Persentase
( n = 330) (%)
Jenis antibiotik
Cefuroxim 1 0,3
Ceftriaxone 254 77
Cefotaxim 45 13,6
Cefoperazone 30 9,1
Waktu (menit preinsisi)
≤ 60 217 65,8
> 60 113 34,2

Tabel 2.Distribusi penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah gastrointestinal di


RSUD Anutapura Palu Sulawesi Tengah berdasarkan pengggolongan antibiotik

Jumlah Persentase
( n = 330) (%)
Golongan Antibiotik Jenis antibiotik
Sefalosporin generasi 2 Cefuroxim 1 0,3
Sefalosporin generasi 3 Ceftriaxone 229 99,7
Cefotaxim
Cefoperazone

Berdasarkan jenis antibiotik profilaksis waktu pemberian > 60 menit. Untuk semua
yang diberikan, seftriakson (77%) merupakan pasien (100%) rute administrasi antibiotik
jenis antibiotik yang paling sering diberikan, profilaksis adalah melalui intravena dan durasi
sedangkan berdasarkan waktu pemberian pemberiannya lebih > 24 jam. Sefalosporin
persentase pemberian antibiotik profilaksis ≤ generasi pertama seperti sefazolin merupakan
60 menit (65,8 %) lebih banyak dibandingkan first line dalam pemberian antibiotika

Healthy Tadulako Journal (Nur Syamsi: 27-33) 29


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 4 No. 2, Mei 2018 : 1-63

profilaksis. Akan tetapi, di RSUD Anutapura diberikan selama 3 hari atau lebih sesuai
pemberian antibiotika profilaksis didominasi dengan kondisi klinis pasien paska operasi.
oleh sefalosporin generasi ketiga. Dua penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
durasi pemakaian antibiotik profilaksis tidak
PEMBAHASAN
berpengaruh terhadap kejadian infeksi luka
Pemberian antibiotik pada pasien
(9,10)
operasi . Penggunaan antibiotika
bedah gastrointestinal di RSUD Anutapura
profilaksis lebih dari 24 jam karena adanya
seluruhnya yaitu 330 kasus (100%) dilakukan
kekhawatiran terhadap keadaan luka operasi,
secara parenteral, yaitu melalui intravena. Rute
perawatan pasca bedah, dan sumber – sumber
administrasi antibiotika profilaksis pasien
infeksi lainnya, yang dapat memicu terjadinya
bedah gastrointestinal RSUD Anutapura sudah
infeksi luka operasi. Akan tetapi, penggunaan
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa di
antibiotika profilaksis jangka panjang
antara berbagai cara pemberian antibiotika
dikhawatirkan menyebabkan terjadinya
profilaksis, pemberian sistemik melalui infus
resistensi terhadap strain bakteri tertentu(11).
intravena (IV) lebih disukai untuk pasien
(7)
Antibiotika profilaksis yang dipilih
bedah . Selain itu, pemberian antibiotika
harus antibiotika yang aktif melawan berbagai
profilaksis melalui intravena akan
macam patogen yang mungkin muncul pada
memungkinkan tercapainya konsentrasi yang
(11)
daerah operasi , merekomendasikan
diperlukan dalam darah secara cepat . Jika
pemilihan antibiotika profilaksis untuk
dipergunakan rute lain misalnya intramuskular
bermacam prosedur pembedahan antara lain
atau per oral maka dikhawatirkan nilai Tmaks
sefazolin, sefuroksim, sefositin, sefotetan,
(waktu yang diperlukan obat untuk mencapai
ertapenem, dan vankomisin. Penggunaan
kadar maksimal dalam darah) dan Cp maks
antibiotika tunggal lebih efektif digunakan,
(konsentrasi obat maksimal dalam darah) tidak
namun dalam beberapa kasus dapat diberikan
seoptimal dibandingkan jika diberikan secara
dalam bentuk kombinasi dengan antibiotika
intravena (8).
(12)
yang mampu melawan bakteri anaerob .
Durasi pemberian obat merupakan lama
Data obat di Indonesia menyatakan bahwa
obat tersebut diberikan kepada pasien.
seftriakson merupakan sefalosporin spektrum
Berdasarkan AHSP penggunaan antibiotika
luas semisintetik yang diberikan secara
profilaksis tidak boleh > 24 jam setelah
intravena ataupun intramuskular. Seftriakson
tindakan operasi, namun ada juga yang
mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap
memperbolehkan hingga 3 hari karena infeksi
beta-laktamase, baik terhadap penisilinase
pada luka operasi paling rentan terjadi pada 24
maupun sefalosporinase yang dihasilkan oleh
jam sampai 72 jam paska operasi. Begitu pula
bakteri gram negatif dan gram positif. Jenis
di RSUD Anutapura, antibiotika profilaksis

Healthy Tadulako Journal (Nur Syamsi: 27-33) 30


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 4 No. 2, Mei 2018 : 1-63

antibiotika ini memiliki kemampuan melawan negative staphylococci, Enterococcus faecalis,


bakteri basilus gram negatif yang biasa Escherichia coli, dan Pseudomonas
(16 – 18)
didapati pada operasi gastrointestinal seperti aeruginosa . Berdasarkan pola kuman
Streptococcus fecalis. Seftriakson salah satu RS di Indonesia adalah
dikombinasikan dengan metronidazol untuk Streptococcus fecalis yang sekarang dikenal
mengeradikasi bakteri anaerob yang ditemui dengan nama Enterococcus faecalis. Golongan
pada operasi gastrointestinal. Bakteri anaerob sefalosporin terbagi atas empat generasi.
yang sering terdapat pada operasi Berdasarkan pola kuman dan mekanisme kerja
gastrointestinal terutama apendisitis adalah antibiotik golongan sefalosporin, maka jenis
Bacteroides fragilis yang ditemui pada lebih sefalosporin generasi ketiga merupakan jenis
70% kasus apendisitis, serta Streptococcus antibiotik yang sesuai, karena meskipun
fecalis yang merupakan bakteri anaerob gram umumnya kurang aktif terhadap kokus gram
negatif (13, 14). positif dibandingkan dengan generasi pertama,
Seftriakson memiliki beberapa tapi jauh lebih aktif terhadap
keunggulan sehingga lebih banyak digunakan Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil
yaitu : (1) seftriakson mampu melawan bakteri penisilinase. Sedangkan generasi kedua tidak
basilus gram negatif yang terdapat pada traktus efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan
gastrointestinal ; (2) seftriakson masuk dalam enterokokus, begitu juga dengan generasi
daftar obat yang ditanggung oleh BPJS ; (3) pertama telah ada beberapa kuman yang
waktu paruh seftriakson cukup panjang (5 – 9 resisten antara lain MRSA, Staphylococcus
jam) sehingga pemberian obat ke pasien tidak epidermidis dan Streptococcus faecalis. Hasil
sering dan akan memberi kenyamanan pada serupa didapatkan dari suatu penelitian yang
pasien ; (4) seftriakson aman digunakan dan menunjukkan tidak adanya perbedaan
tidak memerlukan penyesuaian dosis jika signifikan antara efektivitas sefalosporin
diberi pada pasien dengan insufisiensi ginjal generasi pertama dibandingkan sefalosporin
dan hepar. kedua dan ketiga sebagai antibiotika
Kemenkes merekomendasikan profilaksis dalam mengurangi kejadian infeksi
sefalosporin generasi pertama atau kedua luka operasi(19).
untuk profilaksis bedah, sementara di Sefalosporin generasi ketiga lebih
penelitian ini hanya sefalosporin generasi banyak digunakan karena spektrumnya luas
kedua dan ketiga yang digunakan sebagai dan masih banyak tersedia dalam bentuk
antibiotika profilaksis (15). Bakteri yang paling sediaan generik dibandingkan generasi kedua
banyak diisolasi dari infeksi luka operasi hanya tersedia dalam bentuk sediaan paten
adalah Staphylococcus aureus, coagulase- (branded) karena sediaan generik generasi

Healthy Tadulako Journal (Nur Syamsi: 27-33) 31


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 4 No. 2, Mei 2018 : 1-63

kedua (sefuroksim) tidak diproduksi lagi di KESIMPULAN DAN SARAN


Indonesia. Akan tetapi, penggunaan Antibiotik profilaksis diberikan kepada
sefalosporin generasi ketiga secara berlebihan seluruh pasien yang menjalani bedah
dapat menyebabkan terjadinya methicillin gastrointestinal pada penelitian ini. Antibiotik
resistant staphylococcus aureus (MRSA) dan profilaksis yang paling banyak diberikan
extended spectrum beta lactamase (ESBL), adalah sefalosporin generasi ketiga yaitu
serta menjadi ancaman potensial terjadinya seftriakson dosis 1 gram dalam bentuk
resistensi sehingga perlu ditingkatkan intravena.
kewaspadaan dalam pemilihan antibiotika Pemberian antibiotika profilaksis
profilaksis bedah (20). sebaiknya diberikan sebelum operasi dan tidak
Pada penelitian ini, berdasarkan resep diberikan lebih dari 48 jam.
atau instruksi praktisi medis, umumnya waktu
UCAPAN TERIMA KASIH
pemberian antibiotika profilaksis sudah tepat
Penulis mengucapkan terimakasih
yaitu ≤ 60 menit sebelum insisi, tetapi ada
kepada berbagai pihak yang telah membantu
faktor lain seperti waktu pembedahan yang
dalam proses penelitian ini.
ditunda sehingga jarak waktu pemberian pre
insisi dapat melebihi standar. Secara umum DAFTAR PUSTAKA
rekomendasi pemberian antibiotika profilaksis 1. Manuaba, R.W., Dwiprahasto, I., 2005.
yaitu 60 menit sebelum insisi, khusus untuk Potensi risiko pada tindakan bedah urologi
elektif. Berkala Ilmu Kedokteran 37.
vankomisin dan fluorokuinolon dapat diberi 2. World Health Organization, 2016. Global
120 menit sebelum insisi. Pemberian guidelines on the prevention of surgical site
sefotaksim dapat diberikan 30 – 90 menit infection. Geneva : World Health
Organization.
sebelum insisi dan seftriakson diberi 0,5 – 2
3. Sianipar, D.V.P., Dwiprahasto, I., 2007.
(11)
jam sebelum insisi . Sefuroksim sebagai Faktor risiko Surgical Site Infection dan
antibiotika profilaksis diberikan pada 30 – 59 persepsi petugas terhadap Surgical Site
Infection pada bedah sesar di RSUD Dr.
menit preinsisi lebih efektif daripada
Rubini Mempawah [thesis]. Yogyakarta :
(21)
pemberian 30 menit setelah operasi . Universitas Gadjah Mada.
Centers for Disease Control and Prevention 4. Mangram, A.J., Horan, T.C., Pearson, M.L.,
Silver, L.C., Jarvis, W.R., Committee,
(CDC) merekomendasikan parenteral
H.I.C.P.A., et.al., 1999. Guideline for
antibiotika profilaksis seharusnya dimulai prevention of surgical site infection, 1999.
dalam 2 jam sebelum operasi untuk Am. J. Infect. Control 27, 97–134.
menghasilkan efek terapi selama operasi dan 5. Nguyen, D., MacLeod, W.B., Phung, D.C.,
Cong, Q.T., Nguyen, V.H., Hamer, D.H.,
tidak diberikan lebih dari 48 jam (22).
others, 2001. Incidence and predictors of
surgical-site infections in Vietnam. Infect.
Control Hosp. Epidemiol. 22, 485–492.

Healthy Tadulako Journal (Nur Syamsi: 27-33) 32


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 4 No. 2, Mei 2018 : 1-63

6. Dwiprahasto, I., 2003. Kebijakan microbiology and prevention. J. Hosp.


Penggunaan AP untuk mencegah ILO di Infect. 70 Suppl 2: 3–10.
RS. Jurnal Manajemen Pelayanan 18. Young, P.Y., Khadaroo, R.G., 2014.
Kesehatan. 05, 3–9. Surgical Site Infections. Surg. Clin. North
7. Nichols, R.L., 1995. Infeksi Bedah dan Am., Surgical Infections 94, 1245–1264.
Pemilihan Antibiotika dalam Sabiston : 19. Palikhe, N., Pokharel, A., 2004.
Buku Ajar Bedah. EGC, Jakarta. Prescribing regimes of prophylactic
8. Gardjito, W., 1991. Antibiotika Profilaksis antibiotic used in different surgeries.
Prinsip serta Permasalahannya. Warta Kathmandu Univ. Med. J. KUMJ 2, 216–
IKABI IV. 224.
9. Desiyana, L.S., Soemardi, A., Radji, M., 20. Oh, A.L., Goh, L.M., Azim, N.A.N., Tee,
2008. Evaluasi Penggunaan Antibiotika C.S., Phung, C.W.S., 2014. Antibiotic
Profilaksis di Ruang Bedah Rumah Sakit usage in surgical prophylaxis: a
Kanker “Dharmais” Jakarta dan prospective surveillance of surgical wards
Hubungannya dengan Kejadian Infeksi at a tertiary hospital in Malaysia. J. Infect.
Daerah Operasi. Indonesian Journal Dev. Ctries. 8, 193–201.
Cancer 2. 21. Weber, W.P., Marti, W.R., Zwahlen, M.,
10. Esposito, S., Noviello, S., Vanasia, A., Misteli, H., Rosenthal, R., Reck, S., et.al.,
Venturino, P., 2004. Ceftriaxone versus 2008. The Timing of Surgical
Other Antibiotics for Surgical Prophylaxis. Antimicrobial Prophylaxis. Ann. Surg.
Clin. Drug Investig. 24, 29–39. 247, 918–926.
11. Bratzler, D.W., Dellinger, E.P., Olsen, 22. Centers of Disease Control and
K.M., Perl, T.M., Auwaerter, P.G., Bolon, Prevention, 2016. Procedure - Associated
M.K., et.al., 2013. Clinical practice Module SSI. In: Division of Healthcare
guidelines for antimicrobial prophylaxis Quality Promotion, National Center for
in surgery. Am. J. Health. Syst. Pharm. 70, Emerging and Zoonotic Infectious
195–283. Diseases. Division of Healthcare Quality
12. Meakins, J.L., Masterson, B.J., Nichols, Promotion, National Center for Emerging
R.L., 2005. Prevention of postoperative and Zoonotic Infectious Diseases.,
infection. Basic Surg. Oper. Consid. Pp Atlanta.
13–33.
13. Prystowsky, J.B., Pugh, C.M., Nagle,
A.P., 2005. Appendicitis. Curr. Probl.
Surg. 42, 694–742.
14. Tim KPRA, 2016. Panduan Penggunaan
Antimikroba Profilaksis dan Terapi. RS
Saiful Anwar, Malang.
15. Kementerian Kesehatan RI, 2011.
Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
16. Lyden, J.R., Dellinger, E.P., 2016.
Surgical Site Infections. Hosp. Med. Clin.
5, 319–333.
17. Owens, C.D., Stoessel, K., 2008. Surgical
site infections: epidemiology,

Healthy Tadulako Journal (Nur Syamsi: 27-33) 33

Anda mungkin juga menyukai