Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF


KRONIS (PPOK) DI RUANG MELATI RSUD BANYUMAS

Oleh
OKTA FAJAR SILVIANA
1811040113

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018/2019
A. Pengertian
PPOK merupakan penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progesif nonreversibel atau reversibel parsial serta
adanya respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas berbahaya (GOLD, 2009).
PPOK merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologis utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asthma bronchiale ( S Meltzer, 2001)
PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddart,
2002).
PPOK adalah suatu kondisi yang ditandai dengan obstruksi napas yang membatasi
aliran udara dan menghambat ventilasi. Bronkritis kronis terjadi ketika bronkus
mengalami inflamasi dan iritasi. Pembengkakan dan produksi lender yang kental
menghasilkan obstruksi jalan napas besar dan kecil (Hurst,2016).

B. Etiologi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. Asap rokok
a. Perokok aktif
b. Perokok pasif
2. Polusi udara
a. Polusi di dalam ruangan-asap rokok-asap kompor
b. Polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4. Infeksi sluran nafas bawah berulang

C. Tanda dan Gejala


1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak nafas saat aktivitas
4. Mengi atau wheezing
5. Ekspirasi yang memanjang
6. Umur
7. Suara nafas melemah
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Kadang ditemukan pernafasan paradoksal

D. Patofisiologi
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang
diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal,
perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang
kronik dan perubahan struktural pada paru.
Pada pasien PPOK akan mengalami batuk yang produktif dan juga penghasilan
sputum. Penghasilan sputum ini dikarenakan dari asap rokok dan juga polusi udara baik
di dalam maupun di luar ruangan. Asap rokok dan polusi udara dapat menghambat
pembersihan mukosiliar. Mukosiliar berfungsi untuk menangkap dan mengeluarkan
partikel yang belum tersaring oleh hidung dan juga saluran nafas besar. Faktor yang
menghambat pembersihan mukosiliar adalah karena adanya poliferasi sel goblet dan
pergantian epitel yang bersilia dengan yang tidak bersilia. Poliferasi adalah
pertumbuhan atau perkembangbiakan pesat sel baru. Hiperplasia dan hipertrofi atau
kelenjar penghasil mukus meyebabkan hipersekresi mukus di saluran napas.
Hiperplasia adalah meningkatnya jumlah sel, sementara hipertrofi adalah
bertambahnya ukuran sel. Iritasi dari asap rokok juga bisa menyebabkan inflamasi
bronkiolus dan alveoli. Karena adanya mukus dan kurangnya jumlah silia dan gerakan
silia untuk membersihkan mukus, maka pasien dapat mengalami bersihan jalan nafas
tidak efektif. Hal yang bisa terjadi jika tidak ditangani maka akan terjadi infeksi
berulang, dimana tanda-tanda dari infeksi tersebut adalah perubahan sputum seperti
meningkatnya volume mukus, mengental dan perubahan warna.
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk
kronis sehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru
terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran nafas. Kerusakan struktur berupa
destruksi alveol yang menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang
berlebihan oleh leukosit, polusi dan asap rokok.
Respon inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi jaringan parenkim
menyebabkan emfisema, menganggu perbaikan normal dan mekanisme pertahanan
(menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan air
trapping dan terbatasnya aliran udara mengakibatkan sesak nafas. Karena dinding
alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan
kapiler paru secara kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.
Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir, eliminasi
karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan karbon
dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respirastoris individu
dengan emfisema mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari
paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru, dibutuhkan tekanan
negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai
dan dipertahankan selama ekspirasi.
E. Pathway
Merokok, polusi udara

Menghambat
pembersihan mukosiliar

Ketidakefektifan
Mukus berlebih
bersihan jalan nafas

Penurunan fungsi paru

Kerusakan
Kerusakan alveol hipoksemia
difusi oksigen

Fibrosis jalan nafas


Air trapping kecil Peningkatan tekanan
karbondioksida

Bed rest Sesak napas Obstruksi aliran


masuk dan keluar Asidosis respiratoris
paru
Aktivitas dibantu Ketidakefektifan
pola nafas
Gangguan
Defisit perawatan diri pertukaran gas
F. Pemeriksaan penunjang
1. Tes Faal Paru

a. Spirometri (FEV1, FEV1 prediksi, FVC, FEV1/FVC) Obstruksi ditentukan


oleh nilai FEV1 prediksi (%) dan atau FEV1/FVC (%). FEV1 merupakan parameter
yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
b. Peak Flow Meter
2. Radiologi (foto toraks)

Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau
hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung
pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan
radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi
juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan
diagnosis banding dari keluhan pasien.
3. Analisa gas darah

Harus dilakukan bila ada kecurigaan gagal nafas. Pada hipoksemia kronis kadar
hemiglobin dapat meningkat.
4. Mikrobiologi sputum
5. Computed temography
Dapat memastikan adanya bula emfimatosa.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40% kasus.

c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia
pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan
FEV 1 sebesar 1,5 L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Mempertahankan patensi jalan nafas.
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas.
c. Meningkatkan masukan nutrisi.
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi.

e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pen


gobatan.

H. Fokus pengkajian
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian mencangkup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terkhir juga
menifestasi dari penyakit sebelumnya. Pengkajian adalah proses mengumpulkan
informasi atau dasar tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-
masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang
kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan klien, menilai keadaan kesehatan
klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya
menurut(Dermawan, 2012).

Pengkajian yang dilakukan pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) antara
lain :
a. Biodata pasien

Biodata pasien berisikan nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan pendidikan.
Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan baik secra fisik maupun
psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan dikaji untuk mengetahui hubungan dan
pengaruhnya terhadap masalah atau penyakit.
b. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan yang dikaji adalah data saat ini dan masalah yang lalu. Berfokus
pada manisfestasi klinik dari keluhan utama yang dialami dan yang membuat kondisi
sekarang ini. Masalah keperawatan yang pernah dialami adalah pernah mengalami
perubahan pola pernapasan dan pernah mengalami batuk dengan sputum (Tarwoto &
Wartonah, 2015).
c. Keluhan Utama

Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan


pasien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul adalah berupa
batuk dan pengeruaran sputum, badan lemah. Menurut Tarwoto & Wartonah ( 2015)
keluhan yang baisa dirasakan adalah adanya batuk, adanya sputum, sesak napas dan
kesulitan bernapas, intoleransi aktivitas dan perubahan pola napas.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien dengan PPOK yang mengalami bersihan jalan nafas tidak efektif datang
mencari pertolongan biasanya dengan keluhan batuk, penumpukan lendir yang sangat
banyak sehingga menyumbat jalan napas.
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pada pasien PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
lingkungan, seperti merokok dan polusi udara.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan riwayat kesehatan keluarga dan sosial penyakit paru-paru antara lain :
1) Penyakit infeksi tertentu, maanfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang
yang terinfeksi akan dapat diketahui penularannya.
2) Kelainan alergi
3) Tempat tinggal pasien, kondisi lingkungan misalnya polusi udara
g. pola persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
riwayat medis sebelumnya:

penyakit: pembedahan: riwayat penyakit kronis:


riwayat merokok: merokok/tidak merokok/sudah berhenti riwayat alergi:
h. pola nutrisi dan metabolik

TB: ....cm BB:..kg, Jenis diet, napsu makan, kondisi mulut, menggunakan cairan,
lokasi insersi, menggunakan ngt, kondisi kulit.
i.pola eliminasi
kebiasaan buang air besar, kebiasaan buang air besar,penggunaan alat bantu.
j. pola aktivitas dan olahraga
muskuloskeletal,kardiovaskuler,ekstremitas,pernapasan
I. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan


produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi
dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
J. Rencana Keperawatan

No Diagnosa keperawatan NOC NIC

1. Bersihan jalan napas tidak efektif Respiratory status : Ventilation 1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/ha
b.d bronkokontriksi, peningkatan ri kecuali terdapat kor pulmonal.
Respiratory status : Airway patency
produksi sputum, batuk tidak efe 2. Ajarkan dan berikan dorongan penggu
ktif, kelelahan/berkurangnya ten Aspiration Control naan teknik pernapasan diafragmatik da
aga dan infeksi bronkopulmonal. Kriteria Hasil : n batuk.

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara 3. Bantu dalam pemberian tindakan neb
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dys uliser, inhaler dosis terukur
pneu (mampu mengeluarkan sputum, mamp
4. Lakukan drainage postural dengan per
u bernafas dengan mudah, tidak ada pursed l
kusi dan vibrasi pada pagi hari dan mala
ips)
m hari sesuai yang diharuskan.
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien t
5. Instruksikan pasien untuk menghindar
idak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
i iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada s
yang ekstrim, dan asap.
uara nafas abnormal)
6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infe
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah f
ksi yang harus dilaporkan pada dokter d
actor yang dapat menghambat jalan nafas
engan segera: peningkatan sputum, peru
bahan warna sputum, kekentalan sputum
, peningkatan napas pendek, rasa sesak d
idada, keletihan.
2. Pola napas tidak efektif berhubun Respiratory status : Ventilation 1. Ajarkan klien latihan bernapas diafrag
gan dengan napas pendek, muku Respiratory status : Airway patency matik dan pernapasan bibir dirapatkan.
s, Vital sign Status
2. Berikan dorongan untuk menyelingi a
Kriteria Hasil :
ktivitas dengan periode istirahat.
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
3. Biarkan pasien membuat keputusan te
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dys
ntang perawatannya berdasarkan tingkat
pneu (mampu mengeluarkan sputum, mamp
toleransi pasien.
u bernafas dengan mudah, tidak ada pursed l
ips) 4. Berikan dorongan penggunaan latihan
otot-otot pernapasan jika diharuskan.
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien t
idak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada s
uara nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tek
anan darah (sistole 110-130mmHg dan diast
ole 70-90mmHg), nadi (60-100x/menit), per
nafasan (18-24x/menit)
3. Gangguan pertukaran gas berhub Respiratory status : Ventilation 1. Deteksi bronkospasme saat auskultasi
ungan .
Kriteria Hasil :
dengan ketidaksamaan ventilasi 1. Frkuensi nafas normal (16-24x/menit) 2. Pantau klien terhadap dispnea dan hip
perfusi
2. Itmia oksia.

3. Tidak terdapat disritmia 3. Berikan obat-obatan bronkodialtor da

4. Melaporkan penurunan dispnea n


5. Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ek kortikosteroid dengan tepat dan waspada
spirasi
kemungkinan efek sampingnya.
4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu
makan,
untuk membantu mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru mengalami perb
aikan.
5. Pantau pemberian oksigen

4. Defisit perawatan diri berhubung Activity intolerance 1. Pertimbangkan usia pasien ketik
an dengan kelemahan a mempromosikan aktivitas pera
Self care deficit hygiene
watan diri.
Kriteria Hasil: 2. Menentukkan jumlah dan jenis b
antuan yang dibutuhkan.
1. Perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari-h 3. Menydiakan lingkungan yang ter
ari (ADL) mampu untuk melakukan aktivitas apeutik dengan memastikan hang
perawatan fisik dan pribadi secara mandi ata at, santai, pengalaman pribadi da
u tanpa alat bantu n personal
2. Perawatan diri mandi : mampu untuk membe 4. Memberikan bantuan sampai pas
rsihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan ien sepenuhnya dapat mengasum
atau tanpa alat bantu sikan perawatan diri.
3. Membersihkan dan mengeringkan tubuh
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek Gloria, Howard Butcher, et all. 2016. Nursing Interventions Clasification
(NIC),Edisi ke 6 terjemahan Bahasa Indonesia. Indonesia. CV.Mocomedia:Elsevier,Inc

Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja (1st ed.).
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Global Initiative for Chronic Obstuctive Lung Disease (GOLD).(2009).Pocket Guide to


COPD Diagnosis, Management and Prevention, dalam buku ikawati, Zulies. Farmako
terapi penyakit sistem pernapasan. Yogya: Pustaka Adipura
Herdman, T.Heather dan Shigemi Kamitsuru, 2018. Nanda-1 Diagnosis Keperawatan:
Definisi dan Klasifikasi 2018-2019, Ed 11. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Hurst, M. (2016). Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah, Vol.1. Jakarta: EGC.

Ikawati, Z. (2016). Penatanlaksanaan Terapi Penyakit Sistem Perapasan (pertama).


Yogyakarta: Bursa ilmu.

Moorhead Sue, Marion Johnson, et all. 2016. Nursing Outcomes Clasification (NOC),Edisi ke
5 terjemahan Bahasa Indonesia. Indonesia. CV.Mocomedia:Elsevier,Inc
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keprerawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Selemba Medika.
Tarwoto, & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dsar Manusia dan Proses Keperawatan (5th ed.).
Jakarta: Selemba Medika

Anda mungkin juga menyukai