Oleh
OKTA FAJAR SILVIANA
1811040113
B. Etiologi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. Asap rokok
a. Perokok aktif
b. Perokok pasif
2. Polusi udara
a. Polusi di dalam ruangan-asap rokok-asap kompor
b. Polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4. Infeksi sluran nafas bawah berulang
D. Patofisiologi
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang
diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal,
perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang
kronik dan perubahan struktural pada paru.
Pada pasien PPOK akan mengalami batuk yang produktif dan juga penghasilan
sputum. Penghasilan sputum ini dikarenakan dari asap rokok dan juga polusi udara baik
di dalam maupun di luar ruangan. Asap rokok dan polusi udara dapat menghambat
pembersihan mukosiliar. Mukosiliar berfungsi untuk menangkap dan mengeluarkan
partikel yang belum tersaring oleh hidung dan juga saluran nafas besar. Faktor yang
menghambat pembersihan mukosiliar adalah karena adanya poliferasi sel goblet dan
pergantian epitel yang bersilia dengan yang tidak bersilia. Poliferasi adalah
pertumbuhan atau perkembangbiakan pesat sel baru. Hiperplasia dan hipertrofi atau
kelenjar penghasil mukus meyebabkan hipersekresi mukus di saluran napas.
Hiperplasia adalah meningkatnya jumlah sel, sementara hipertrofi adalah
bertambahnya ukuran sel. Iritasi dari asap rokok juga bisa menyebabkan inflamasi
bronkiolus dan alveoli. Karena adanya mukus dan kurangnya jumlah silia dan gerakan
silia untuk membersihkan mukus, maka pasien dapat mengalami bersihan jalan nafas
tidak efektif. Hal yang bisa terjadi jika tidak ditangani maka akan terjadi infeksi
berulang, dimana tanda-tanda dari infeksi tersebut adalah perubahan sputum seperti
meningkatnya volume mukus, mengental dan perubahan warna.
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk
kronis sehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru
terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran nafas. Kerusakan struktur berupa
destruksi alveol yang menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang
berlebihan oleh leukosit, polusi dan asap rokok.
Respon inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi jaringan parenkim
menyebabkan emfisema, menganggu perbaikan normal dan mekanisme pertahanan
(menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan air
trapping dan terbatasnya aliran udara mengakibatkan sesak nafas. Karena dinding
alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan
kapiler paru secara kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.
Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir, eliminasi
karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan karbon
dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respirastoris individu
dengan emfisema mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari
paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru, dibutuhkan tekanan
negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai
dan dipertahankan selama ekspirasi.
E. Pathway
Merokok, polusi udara
Menghambat
pembersihan mukosiliar
Ketidakefektifan
Mukus berlebih
bersihan jalan nafas
Kerusakan
Kerusakan alveol hipoksemia
difusi oksigen
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau
hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung
pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan
radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi
juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan
diagnosis banding dari keluhan pasien.
3. Analisa gas darah
Harus dilakukan bila ada kecurigaan gagal nafas. Pada hipoksemia kronis kadar
hemiglobin dapat meningkat.
4. Mikrobiologi sputum
5. Computed temography
Dapat memastikan adanya bula emfimatosa.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40% kasus.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia
pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan
FEV 1 sebesar 1,5 L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Mempertahankan patensi jalan nafas.
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas.
c. Meningkatkan masukan nutrisi.
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi.
H. Fokus pengkajian
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian mencangkup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terkhir juga
menifestasi dari penyakit sebelumnya. Pengkajian adalah proses mengumpulkan
informasi atau dasar tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-
masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang
kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan klien, menilai keadaan kesehatan
klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya
menurut(Dermawan, 2012).
Pengkajian yang dilakukan pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) antara
lain :
a. Biodata pasien
Biodata pasien berisikan nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan pendidikan.
Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan baik secra fisik maupun
psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan dikaji untuk mengetahui hubungan dan
pengaruhnya terhadap masalah atau penyakit.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji adalah data saat ini dan masalah yang lalu. Berfokus
pada manisfestasi klinik dari keluhan utama yang dialami dan yang membuat kondisi
sekarang ini. Masalah keperawatan yang pernah dialami adalah pernah mengalami
perubahan pola pernapasan dan pernah mengalami batuk dengan sputum (Tarwoto &
Wartonah, 2015).
c. Keluhan Utama
Pasien dengan PPOK yang mengalami bersihan jalan nafas tidak efektif datang
mencari pertolongan biasanya dengan keluhan batuk, penumpukan lendir yang sangat
banyak sehingga menyumbat jalan napas.
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada pasien PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
lingkungan, seperti merokok dan polusi udara.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan riwayat kesehatan keluarga dan sosial penyakit paru-paru antara lain :
1) Penyakit infeksi tertentu, maanfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang
yang terinfeksi akan dapat diketahui penularannya.
2) Kelainan alergi
3) Tempat tinggal pasien, kondisi lingkungan misalnya polusi udara
g. pola persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
riwayat medis sebelumnya:
TB: ....cm BB:..kg, Jenis diet, napsu makan, kondisi mulut, menggunakan cairan,
lokasi insersi, menggunakan ngt, kondisi kulit.
i.pola eliminasi
kebiasaan buang air besar, kebiasaan buang air besar,penggunaan alat bantu.
j. pola aktivitas dan olahraga
muskuloskeletal,kardiovaskuler,ekstremitas,pernapasan
I. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi
dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
J. Rencana Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif Respiratory status : Ventilation 1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/ha
b.d bronkokontriksi, peningkatan ri kecuali terdapat kor pulmonal.
Respiratory status : Airway patency
produksi sputum, batuk tidak efe 2. Ajarkan dan berikan dorongan penggu
ktif, kelelahan/berkurangnya ten Aspiration Control naan teknik pernapasan diafragmatik da
aga dan infeksi bronkopulmonal. Kriteria Hasil : n batuk.
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara 3. Bantu dalam pemberian tindakan neb
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dys uliser, inhaler dosis terukur
pneu (mampu mengeluarkan sputum, mamp
4. Lakukan drainage postural dengan per
u bernafas dengan mudah, tidak ada pursed l
kusi dan vibrasi pada pagi hari dan mala
ips)
m hari sesuai yang diharuskan.
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien t
5. Instruksikan pasien untuk menghindar
idak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
i iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada s
yang ekstrim, dan asap.
uara nafas abnormal)
6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infe
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah f
ksi yang harus dilaporkan pada dokter d
actor yang dapat menghambat jalan nafas
engan segera: peningkatan sputum, peru
bahan warna sputum, kekentalan sputum
, peningkatan napas pendek, rasa sesak d
idada, keletihan.
2. Pola napas tidak efektif berhubun Respiratory status : Ventilation 1. Ajarkan klien latihan bernapas diafrag
gan dengan napas pendek, muku Respiratory status : Airway patency matik dan pernapasan bibir dirapatkan.
s, Vital sign Status
2. Berikan dorongan untuk menyelingi a
Kriteria Hasil :
ktivitas dengan periode istirahat.
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
3. Biarkan pasien membuat keputusan te
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dys
ntang perawatannya berdasarkan tingkat
pneu (mampu mengeluarkan sputum, mamp
toleransi pasien.
u bernafas dengan mudah, tidak ada pursed l
ips) 4. Berikan dorongan penggunaan latihan
otot-otot pernapasan jika diharuskan.
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien t
idak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada s
uara nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tek
anan darah (sistole 110-130mmHg dan diast
ole 70-90mmHg), nadi (60-100x/menit), per
nafasan (18-24x/menit)
3. Gangguan pertukaran gas berhub Respiratory status : Ventilation 1. Deteksi bronkospasme saat auskultasi
ungan .
Kriteria Hasil :
dengan ketidaksamaan ventilasi 1. Frkuensi nafas normal (16-24x/menit) 2. Pantau klien terhadap dispnea dan hip
perfusi
2. Itmia oksia.
4. Defisit perawatan diri berhubung Activity intolerance 1. Pertimbangkan usia pasien ketik
an dengan kelemahan a mempromosikan aktivitas pera
Self care deficit hygiene
watan diri.
Kriteria Hasil: 2. Menentukkan jumlah dan jenis b
antuan yang dibutuhkan.
1. Perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari-h 3. Menydiakan lingkungan yang ter
ari (ADL) mampu untuk melakukan aktivitas apeutik dengan memastikan hang
perawatan fisik dan pribadi secara mandi ata at, santai, pengalaman pribadi da
u tanpa alat bantu n personal
2. Perawatan diri mandi : mampu untuk membe 4. Memberikan bantuan sampai pas
rsihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan ien sepenuhnya dapat mengasum
atau tanpa alat bantu sikan perawatan diri.
3. Membersihkan dan mengeringkan tubuh
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek Gloria, Howard Butcher, et all. 2016. Nursing Interventions Clasification
(NIC),Edisi ke 6 terjemahan Bahasa Indonesia. Indonesia. CV.Mocomedia:Elsevier,Inc
Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja (1st ed.).
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Moorhead Sue, Marion Johnson, et all. 2016. Nursing Outcomes Clasification (NOC),Edisi ke
5 terjemahan Bahasa Indonesia. Indonesia. CV.Mocomedia:Elsevier,Inc
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keprerawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Selemba Medika.
Tarwoto, & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dsar Manusia dan Proses Keperawatan (5th ed.).
Jakarta: Selemba Medika