Anda di halaman 1dari 13

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MEDIKA STANNIA

Nomor : 033 /PT.RSBT/SK-1300/19.UM


Tanggal : 10 Mei 2019
Tentang : Panduan Penolakan Resusitasi (Do Not Resuscitate)

BAB I
DEFINISI

1. Resuscitate atau Resusitasi adalah suatu keadaan yang memerlukan tindakan


cepat untuk membantu pasien karena keadaan yang mengancam jiwa diakibatkan
kegagalan sirkulasi. Pada umumnya disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) atau
disebut juga CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)
2. Do Not Resuscitate (DNR) adalah perintah untuk tidak melakukan resusitasi
kepada pasien karena permintaan pasien dan atau keluarga dalam melakukan
resusitasi. Hal ini berarti dokter, perawat tidak melakukan RJP bila pernafasan
maupun jantung pasien berhenti.
3. Emergensi atau gawat adalah suatu keadaan mengancam jiwa atau mengancam
fungsi vital apabila tidak ditangani dengan segera
4. Triage adalah proses penilaian pasien berdasarkan tingkat kegawatan dan jenis
penyakitnya untuk ditentukan apakah pasien perlu ditangani dengan segera dan
ditentukan penanganannya.
5. Triage Level I (kritis/ resusitasi) adalah pasien berada dalam keadaan kritis dan
mengancam nyawa atau anggota badannya menjadi cacat bila tidak segera
mendapat pertolongan atau tindakan darurat segera
6. Triage level II (emergensi/ gawat darurat) adalah : pasien berada dalam keadaan
gawat, akan kritis dan mengancam nyawa bila tidak segera mendapatkan
prtolongan atau tindakan darurat dalam waktu < 15 menit
7. Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) merupakan tindakan resusitasi dengan
tujuan untuk mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi / ritme jantung) dan
pernafasan secara spontan
8. Henti Jantung (cardiac arrest) adalah suatu keadaan dimana sirkulasi darah
berhenti akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif
9. Informed Consent adalah suatu bagian dari komunikasi, informasi dan edukasi
kepada pasien tentang tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter dengan
menjelaskan segala sebab akibat apabila tindakan akan dilakukan dan akibat
tindakan tidak dilakukan.
10. Formulir Penolakan adalah suatu pernyataan tentang penolakan tindakan medis
setelah mendapat penjelasan dari dokter dengan menandatangani formulir
Penolakan tindakan medis yang akan dilakukan.

Maksud dan Tujuan


Keputusan menolak pelayanan resusitasi serta melanjutkan atau menolak
pengobatan bantuan hidup dasar merupakan keputusan paling sulit yang dihadapi
pasien, keluarga, PPA, dan rumah sakit. Tidak ada satupun proses yang dapat
mengantisipasi semua situasi keputusan perlu dibuat. Karena itu, penting bagi
rumah sakit untuk mengembangkan pedoman dalam pembuatan keputusan yang
sulit tersebut. Rumah sakit diminta membuat pedoman yang berisi
1) Rumah sakit harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait;
2) Rumah sakit harus memastikan sesuai dengan norma agama da budaya;
3) Mencakup situasi keputusan tersebut berubah sewaktu pelayanan sedang
berjala;
4) Memandu PPA melalui isu hukum dan etika dalam melaksanakan menunda
atau melepas bantuan hidup dasar;
5) Rumah sakit mengembangkan regulasi melalui suatu proses yang melibatkan
banyak profesi dari berbagai sudut pandang;
6) Regulasi tentang identifikasi tanggungjawab masing-masing pihak dan
pendokumentasiannya dalam rekam medis pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. RESUSCITATE (RESUSITASI)
Resusitasi merupakan upaya menyelamatkan jiwa seseorang sehingga resusitasi
harus dilakukan/ diberikan secara cepat dan tepat dan oleh tenaga yang
kompeten.
Ruang lingkup resusitasi sangat luas bergantung pada kasus/ penyakit yang
dialami pasien, tetapi dalam hal ini ditekankan pada upaya mengembalikan
fungsi jantung dan paru dengan melakukan:
1. Bantuan Hidup Dasar (BHD)
a. Harus dapat dilakukan oleh seluruh karyawan rumah sakit baik tenaga
kesehatan maupun non kesehatan
b. Dilakukan pada keadaan henti jantung, henti napas, atau tidak sadar
c. Dilakukan dengan urutan C-A-B (Circulation-Airway-Breathing) atau C-A-B-
D (Circulation-Airway-Breathing-Defibrilator) apabila rumah sakit memiliki
defibrilator otomatis atau AED (automated external defibrillators)
2. Bantuan Hidup Jantung Lanjut (BHJL)
a. Dilakukan oleh dokter
b. Merupakan lanjutan dari BHD dengan menggunakan terapi listrik
(defibrilasi), cairan intravena, obat – obatan resusitasi, alat bantu napas
lanjutan, suplementasi oksigen, dan lain – lain.
Resusitasi dapat dilakukan di mana saja di seluruh unit rumah sakit.

B. DO NOT RESUSCITATE (JANGAN LAKUKAN RESUSITASI)


Salah satu hak pasien dan keluarga adalah melakukan penolakan terhadap
rencana tindakan medis yang akan dilakukan termasuk penolakan terhadap
tindakan resusitasi. Oleh karena itu kewajiban staf medis adalah menghormati
hak pasien dan keluarga tersebut dalam menandatangani formulir penolakan
tindakan resusitasi tersebut.
Yang termasuk dalam kriteria Do Not Resuscitate (DNR) adalah:
1. Perintah DNR dapat diminta oleh keluarga / pasien dewasa yang kompeten
mengambil keputusan. Mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien
yang dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga
terdekat, atau ahli yang sah ditunjuk oleh pengadilan
2. Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal dibawah ini dapat menjadi bahan
diskusi perihal DNR dengan pasien / walinya :
a. Kasus - kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah
atau CPR hanya menunda proses kematian yang dialami.
b. Pasien tidak sadar secara permanen.
c. Pasien berada pada fase terminal / kondisi sekarat dan tidak memberikan
keuntungan terapetik.
d. Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian
dibanding keuntungan jika resusitasi dilakukan.
e. MBO (Mati Batang Otak)
BAB III
TATA LAKSANA

A. RESUSCITATE (RESUSITASI)
1. Keputusan dini / awal
a. Terdapat kebijakan dari pihak rumah sakit mengenai keputusan awal akan
penolakan tindakan penyelamatan nyawa / hidup oleh pasien
b. Dokter sebaiknya menghargai keputusan yang diambil oleh pasien
c. Pasien dengan keputusan ini tersebut tetap diberikan terapi, penanganan
lainnya seperti pemberian cairan infus, obat-obatan dan lain-lain
d. Tetapkan apakah keputusan DNR perlu didiskusikan lagi dengan pasien /
keluarga
e. Beberapa kondisi yang diperlukan diskusi dengan pasien :
1) Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka
ingin mendiskusikan tindakan DNR dengan dokternya
2) Usaha RJP dianggap memiliki harapan untuk berhasil tetapi dapat
mengakibatkan kualitas yang buruk bagi pasien
3) Hal yang mendasari keputusan DNR adalah tidak adanya keuntungan
dalam hal medis. Diskusi harus ditekankan untuk membuat pasien
menyadari, memahami, dan menerima kondisi penyakitnya serta
menerima hasil keputusan yang telah didiskusikan
f. Adanya beberapa kondisi yang tidak diperlukan didiskusikan dengan
pasien;
1) Jika resusitasi dianggap tidak ada gunanya / sia-sia
2) Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien, misalnya pasien
menjadi depresi
3) Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka tidak
ingin mendiskusikan hal tersebut
4) Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adequat untuk pengambilan
keputusan
g. Pasien yang diperbolehkan dalam keputusan dini penolakan tindakan DNR
harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain ;
1) Pasien harus di atas 18 tahun
2) Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara mental
untuk mengambil keputusan
3) Keputusan ini harus tertulis yang ditulis oleh pasien sendiri atau wali
yang syah
4) Harus ditandatangani oleh 2 (dua) orang yaitu pasien dan 1 (satu) orang
saksi diaplikasikan untuk tindakan / penanganan spesifikasi
5) Harus diverifikasi, dapat dituliskan didokumen lain / terpisah yang
menyatakan bahwa keputusan dini ini diaplikasikan untuk tindakan /
penanganan spesifik, bahkan jika terdapat resiko kematian
h. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan ini
harus seijin pasien
i. Jika terdapat keraguan terhadap apa yang diinginkan, paramedis harus
bertindak sesuai dengan kepentingan / hal yang terbaik untuk pasien
j. Sebaiknya Rumah Sakit membuat kerangka konsep dalam hal mengambil
keputusan DNR (terlampir)
k. Tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda hanya karena mencari ada
tidaknya instruksi DNR pasien jika tidak terdapat indikasi jelas bahwa
instruksi itu ada
2. Panduan dalam mendiskusikan keputusan DNR dengan pasien.
a. Pastikan tercipta suasana yang kondusif
b. Kehadiran yang lengkap dari orang-orang yang ingin dilibatkan oleh
pasien dalam mendiskusikan hal ini
c. Komunikasi secara tatap muka sejajar dengan posisi pasien
d. Jika pasien tidak berkeberatan dapat didampingi seorang perawat
e. Pemilihan waktu untuk berdiskusi, yeng terbaik adalah saat diagnosis dan
pronosis sudah jelas dan pasien telah mengetahui dan menerima
penyakitnya.
f. Berusahalah untuk membangun pemahaman mengenai situasinya saat
itu, sifat dasar resusitasi, kemungkinan tingkat keberhasilan resusitasi jika
dilakukan, serta harapan dan keinginan pasien.
g. Berikan informasi tentang RJP dengan menggunakan kata-kata awam
yang mudah dipahami oleh pasien dan keluarga
h. Informasi yang diberikan harus dinilai untuk tingkat pemahamannya
disetiap pasien
i. Kita harus mengerti tentang sudut pandang pasien,tentang norma, budaya
, agama dan nilai-nilai yang dianut oleh pasien dan ruang lingkup
aplikasinya, misalnya apa saja yang dijalani pasien. Semua ini harus
dicatat dalam berkas rekam medis.
j. Diskusikan keputusan mengenai RJP dalam kontek positif sebagai bagian
dari keperawatan suportif. Banyak pasien merasa takut bila diabaikan /
ditelantarkan dan merasa nyeri, melebihi rasa takutnya akan kematian.
k. Petugas harus menekankan mengenai pengobatan dan terapi mana saja
yang akan tetap diberikan, dokter tetap melakukan visite pasien secara
teratur, mengurangi rasa nyeri dan memberi kenyamanan kepada pasien
l. Harus dipisahkan / dibedakan antara keputusan DNR dengan keputusan
manajemen pasien lainnya.
m. Pasien akan merasa dihargai dan akan menurunkan rasa cemas / stress
bila diberi kesempatan untuk diajak berdiskusi.
3. Keputusan DNR pada Pasien Dewasa Peri-Operatif
a. Perubahan kondisi pasien dikarenakan adanya perubahan fisiologis yang
dapat mengakibatkan meningkatkan risiko pasien sangat mempengaruhi
untuk tindakan pembedahan dan anestesi.
b. Tindakan anestesi sendiri baik umum maupun regional akan
mengakibatkan ketidak stabilan kardiopulmuner yang akan membutuhkan
penanganan medis.
c. Oleh sebab itu perlu adanya peninjauan kembali keputusan DNR sebelum
melakukan prosedur pembedahan dan anestesi
d. Tujuan peninjauan ulang dalam keputusan DNR ini adalah untuk
memperoleh kesepakatan mengenai apa saja yang akan boleh dilakaukan
selama prosedur anestesi dan pembedahan.
e. Ada 3 (tiga) pilihan dalam peninjauan ulang dalam memutuskan DNR
yaitu :
1) Pilihan pertama : keputusan DNR batal selama menjalani anestesi dan
pembedahan, saat pasien keluar dari ruang pemulihan. Saat
menjalani pembedahan dan anestesi dilakukan RJP jika terdapat henti
jantung.
2) Pilihan kedua : keputusan DNR dimodifikasi, dengan mengijinkan
pemberian obat-obatan dan tehnik anestesi yang sesuai.
3) Hal ini termasuk monitor EKG, tensi, oksigenasi dan monitor operatif
lainnya. Dapat menggunakan obat-obatan vasopresor atau obat anti-
aritmia untuk koreksi stabilitas kardiovaskuler yang berhubungan
dengan obat-obat anestesi yang diberikan.
4) Penggunaan defibriltor harus didiskusikan sebelumnya dengan
pasien / wali sahnya.
5) Pilihan ketiga : keputusan DNR tetap berlaku (tidak ada perubahan)
6) Anestesiologis harus berdiskusi dan membuat kesepakatan dengan
pasien / wali sahnya mengenai intervensi apa saja yang
diperbolehkan seperti pemberian infus, sedasi, monitor, obat-obat
vasopresor, obat-obat aritmia, oksigenasi dan lain lainnya.
7) Semua keputusan pilihan pasien harus disepakati dan harus dicatat di
rekam medis.
8) Secara hukum yang berwenang untuk membuat keputusan DNR
adalah :
a) Pasien dewasa yang kompeten secara mental
b) Wali sah pasien (jika pasien tidak kompeten secara mental)
c) Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang bertindak
dengan mempertimbangkan tindakan terbaik untuk pasien (jika
belum ada keputusan DNR dini / awal yang telah dibuat oleh
pasien / wali sahnya)
9) Jika setelah diskusi masih belum ada kata sepakat mengenai pilihan
DNR, pemegang keputusan tetap pada pasien / wali sahnya.
10) Apabila terdapat keraguan mengenai keputusan DNR maupun
keraguan tindakan apa yang terbaik perlu mencari saran kepada
komisi etik atau lembaga hukum setempat.
11) Dalam keadaan emergensi (gawat darurat), dokter harus membuat
keputusan yang dianggapnya terbaik untuk pasien dengan semua
informasi yang didapat.
12) Pilihan keputusan DNR ini harus diaplikasikan selama pasien berada
di kamar operasi dan ruang pemulihan.
13) Keputusan DNR harus ditinjau ulang saat pasien pindah ke ruang
rawat inap.
f. Pada situasi emergensi :
1) Selalu tidak cukup waktu untuk melakukan peninjauan ulang tentang
keputusan DNR sebelum melakukan anestesi, pembedahan atau
resusitasi.
2) Harus tetap dilakukan usaha untuk mengklarifikasi adanya keputusan
DNR dini / awal yang telah dibuat sebelumnya apabila
memungkinkan.
g. Terdapat 3 pilihan instruksi DNR sebelum prosedur anestesi /
pembedahan yaitu
1) Pilihan pertama : instruksi DNR dibatalkan untuk sementara jika terjadi
henti napas / jantung, dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya.
2) Pilihan kedua : resusitasi terbatas. Pasien dilakukan usaha resusitasi
sepenuhnya kecuali prosedur spesifik yaitu kompresi dada, kardioversi
3) Pilihan ketiga : resusitasi / spesifik. Pasien dilakukan usaha
resusitasi hanya jika efek samping yang terjadi dianggap bersifat
sementara dan reversibel berdasarkan pertimbangan dokter bedah
dan anestesi.

4. Keputusan DNR Pada Pasien Dewasa Intra-Operatif


a. Keputusan DNR diaplikasikan selama pasien berada di kamar operasi
b. Jika pemberian pemedikasi harus sangat hati-hati untuk menghindari
terjadinya perubahan status fisiologis pasien sebelum ditransfer ke kamar
operasi.
c. Semua petugas kamar operasi harus mengetahui pilihan keputusan DNR
yang diambil oleh pasien.
d. Dokter bedah dan anestesi yang terlibat dalam konsultasi pasien harus
hadir selama prosedur berlangsung
5. Keputusan DNR pada pasien dewasa pasca-operatif.
a. Pilihan keputusan DNR harus dikomunikasikan kepada petugas ruang
pemulihan/ HCU
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan / dipindahkan
dari ruang pemulihan.
c. Keputusan DNR sebelumnya harus ditinjau ulang saat terjadi alih rawat
pasien dari ruang pemulihan ke rawat inap
d. Pada kasus tertentu keputusan DNR dapat diperpanjang waktunya hingga
pasien telah ditransfer ke rawat inap. Misalnya penggunaan analgesik
tetap dipakai oleh pasien post operasi
6. Instruksi DNR Pada Pasien Di Luar Rumah Sakit.
a. Pada situasi kasus emergensi di luar rumah sakit, usaha RJP memiliki
keberhasilan yang rendah terutama pada pasien usia lanjut atau pasien
dengan penyakit berat / terminal.
b. Banyak pasien-pasien dengan kondisi tersebut memilih untuk meninggal
dengan tenang tanpa menjalani tindakan agresif / invasif. Mereka memilih
dirawat di rumah sampai tutup usia.
c. Protokol pelayanan kegawat daruratan medis ditujukan kepada semua
pasien yang mengalami henti jantung / henti napas, kecuali pasien yang
telah ditemukan meninggal sebelumnya dengan tanda-tanda kematian
yang jelas atau memiliki instruksi DNR yang valid dan ditandatangani oleh
dokter.
d. Bila ada instruksi DNR tetapi tidak dalam keadaan henti jantung / henti
napas , tim kegawatdaruratan medis harus melakukan asesmen pasien,
menyediakan semua tatalaksana yang sesuai, menyediakan transportasi
ke rumah sakit, menghargai serta mematuhi instrusksi DNR jika terjadi
henti napas / jantung pada pasien selama transfer, dan memberikan
salinan instruksi DNR ke rumah sakit penerima
e. Bila kasus terjadi di rumah, maka perintah DNR karena penolakan
resusitasi dari keluarga dan pasien tenaga medis / petugas emergensi
tidak boleh melakukan resusitasi maupun transfer ke rumah sakit.
7. Kondisi dan keberadaan dilakukan DNR
a. Informasi tentang permintaan pasien dan atau keluarga untuk tidak
dilakukan resusitasi (DNR), bisa diperoleh saat pasien masuk ataupun
saat perawatan pasien, sangat tergantung kapan pasien atau keluarga
memintanya
b. Untuk dapat memberikan informasi ke staf medis lainnya, petugas akan
memberikan tanda identitas dengan memakaikan gelang berwarna ungu
yang menandakan apabila terjadi sesuatu kegawatan pada pasien
tersebut tidak perlu dilakukan resusitasi.
c. Permintaan DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau
keluarga atau wali yang sah dan gelang identitas yang berwarna ungu
dapat dicabut kembali.
d. Semua penolakan tindakan medis dan pembatalan penolakan harus
tercatat dalam berkas rekam medis.
e. Direkam Medis harus tercantum :
1) Tulisan ‘Pasien ini tidak dilakukan resusitasi’.
2) Tulis tanggal dan waktu pengambilan keputusan
3) Indikasi / alasan tindakan DNR
4) Batas waktu berlakunya intruksi DNR
5) Nama dokter penanggung jawab pasien
6) Ditandatangani oleh dokter penanggung jawab pasien (yang mengambil
keputusan)
7) Contoh :
 TANGGAL 25 April 2013
 Pukul 16.00 WIB
 Tidak dilakukan RJP
 Indikasi : syok kardiogenik
 Batas waktu : 24 jam
f. Pada beberapa kasus tidak terdapat batasan waktu pemberlakuan
instruksi DNR, misalnya keganasan fase terminal
g. DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penangan dan
tatalaksana lainnya untuk pasien tetap dilakukan dengan optimal
h. Penolakan pasien untuk resusitasi / Perintah DNR pasien harus
menggunakan Informed Concent dalam catatan medis pasien. Keluarga
dan dokter harus menandatangani formulir Informed Concent tersebut.
i. Perawat harus memakaikan gelang ungu pada pasien yang sudah pasti
menolak dilakukan resusitasi (DNR).
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi persetujuan tindakan resusitasi menggunakan persetujuan


tindakan kedokteran, dan berada pada rekam medis pasien, catatan tindakan
resusitasi didokumentasikan di rekam medis pasien
Permintaan pasien dan atau keluarga untuk penolakan tindakan medis
didokumentasikan dalam suatu formulir penolakan tindakan medis yang berisi
antara lain
1. Nama pasien/ identitas pasien
2. Nama keluarga yang meminta DNR yang ditunjuk atau yang mewakili pasien
3. Alasan dilakukannya DNR
4. Tandatangan dokter yang memberikan penjelasan
5. Tandatangan dari pasien dan atau keluarga yang sah serta saksi yang ditunjuk
6. Formulir ini masuk dalam berkas rekam medis pasien
Formulir penolakan tindakan medis harus masuk dalam catatan berkas rekam
medis pasien. Hal ini sebagai bukti apabila terjadi sesuatu kegawatan terhadap
pasien tetapi semua petugas medis tidak akan melakukan tindakan resusitasi.
Keputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat di rekam medis dan di
formulir Do Not Resusitate (DNR). Formulir DNR harus diisi lengkap dan disimpan
dalam rekam medis pasien.
Di rekam medis harus dicatat juga mengenai hasil diskusi dengan pasien dan
keluarga mengenai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi

RUMAH SAKIT MEDIKA STANNIA


Direktur,

dr. ZAINAL ARPAN


NIK : 20142029

Anda mungkin juga menyukai