1. Karakteristik responden
a. Umur responden
Tabel 4.1 Umur Responden
No UMUR JUMLAH PRESENTASE
1 20-39 TAHUN 1 6.2
2 40-49 TAHUN 7 43.8
3 > 50 TAHUN 8 50.0
Total 16 100.0
Sumber : Data Primer, Oktober 2018
b. Jenis kelamin
Tabel 4.2 Jenis Kelamin
No JENIS KELAMIN JUMLAH PRESENTASE
1 LAKI-LAKI 4 25.0
2 PEREMPUAN 12 75.0
Total 16 100.0
Sumber : Data Primer, Oktober 2018
54
55
c. Pekerjaan
Tabel 4.3 Pekerjaan
No PEKERJAAN JUMLAH PRESENTASE
1 IRT 11 68.8
2 WIRAUSAHA 5 31.2
Total 16 100.0
Sumber : Data Primer, Oktober 2018
d. Pendidikan
Tabel 4.4 Pendidikan
No PENDIDIKAN JUMLAH PRESENTASE
1 SD 4 25.0
2 SMP 3 18.8
3 SMA 9 56.2
Total 16 100.0
Sumber : Data Primer, Oktober 2018
2. Data Univariat
a. Gambaran tingkat depresi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pre
terapi SEFT pada pasien hemodialisa
Tabel 4.6 Gambaran tingkat depresi pre terapi SEFT pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol
Berdasarkan tabel 4.6 bahwa pada aplikasi jurnal untuk kelompok pre
intervensi dari 8 responden, sebagian besar yaitu 5 orang (62,5%) mengalami
depresi sedang, sebagian kecil yaitu 2 orang (25%) mengalami gangguan
mood dan sebagian kecil pula 1 orang (12,5%) mengalami depresi klinis.
Sedangkan untuk kelompok pre kontrol dari 8 responden, sebagian besar yaitu
4 orang (50%) mengalami depresi sedang, sebagian kecil yaitu 2 orang (25%)
dan sebagian kecil pula yaitu 1 orang (12,5%) mengalami depresi klinis dan
depresi parah.
Tabel 4.7 Gambaran tingkat depresi post terapi SEFT pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
Berdasarkan tabel 4.7 bahwa pada aplikasi jurnal untuk kelompok post
intervensi dari 8 responden, sebagian besar yaitu 5 orang (62,5%) mengalami
gangguan mood dan hampir setengahnya yaitu 3 (37,5%) mengalami naik
turunnya perasaan yang wajar. Sedangkan untuk kelompok post kontrol dari 8
responden, sebagian besar yaitu 5 orang (62,5%) mengalami depresi sedang,
dan hampir setengahnya yaitu 3 orang (37,5%) mengalami gangguan mood.
Tabel 4.8 Pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tingkat depresi pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol
KELOMPOK INTERVENSI KELOMPOK KONTROL
TINGKATAN Pre Intervensi Post Intervensi Pre Kontrol Post Kontrol
DEPRESI Presentase Presentase Presentase Presentase
F F F F
(%) (%) (%) (%)
Naik turunnya
perasaan yang 0 0.0 3 37.5 0 0.0 0 0.0
wajar
Gangguan 25.0
2 25.0 5 62.5 2 3 37.5
mood
Depresi klinis 1 0 1 12.5 0
12.5 0.0 0.0
Depresi 50.0
5 62.5 0 0.0 4 5 62.5
sedang
Depresi parah 0 0.0 0 1 12.5 0
0.0 0.0
Depresi ekstrim 0 0.0 0 0 0.0 0
0.0 0.0
TOTAL 8 100.0 8 100.0 8 100.0 8 100.0
Sumber : Data Primer, Oktober 2018
58
Paired Differences
Sig. (2-tailed) N
Mean Std. Deviation Std. Error Mean
B. Pembahasan
Depresi merupakan sebuah manifestasi yang dapat muncul pada seseorang
jika dalam keadaan tertekan atau dalam suatu masalah. Maramis (1998 : 107)
mengatakan bahwa gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang
menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni
gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan
gangguan depresif unipolar serta bipolar.
Depresi bukan hanya disebabkan oleh satu faktor saja, namun disebabkan
oleh begitu banyak faktor yang kompleks. Hal tersebut juga di dukung oleh teori
Maramis (1998 : 107) yang mengatakan bahwa depresi disebabkan oleh kombinasi
banyak faktor diantaranya faktor biologis, faktor bawaan atau keturunan, faktor yang
berhubungan dengan perkembangan seperti kehilangan orang tua sejak kecil, faktor
psikososial, dan faktor lingkungan,yang menjadi satu kesatuan dalam mengakibatkan
depresi.
Hasil analisis statistik menggunakan uji T (T-Test) pada aplikasi jurnal terapi
SEFT ini didapatkan data, bahwa nilai statistik p value pada kelompok kontrol pretest
dan post test adalah 0.170, dimana p valuenya > nilai confidence interval 0.05. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol tidak terdapat pengaruh baik pre
ataupun post terhadap penurunan tingkat depresi. Hal yang mempengaruhi hasil
analisis statistik sehingga tidak ada pengaruh adalah rata-rata pada pasien pre dan
post kelompok kontrol intradialisis, ketika dikaji pre dan postnya tidak terdapat
perubahan depresi yang begitu menonjol dimana dari 8 orang yang diaplikasikan
jurnal, pada tahap pre test distribusi terkecil pre test adalah yang mengalami depresi
klinis dan depresi parah, dimana jumlah masing-masing 1 orang (12.5%) dan terbesar
adalah yang memiliki depresi sedang, yaitu 4 orang (50%), sedangkan pada post
testnya, presentase terendah adalah yang mengalami gangguan mood sebanyak 3
orang (37.5%) dan tertinggi adalah yang mengalami depresi sedang yaitu sebanyak
5 orang (62.5%) dimana tidak terjadi penurunan tingkat depresi yang signifikan. Selain
itu, tidak adanya penurunan tingkat depresi yang berarti pada kelompok kontrol juga
60
disebabkan oleh faktor intra hemodialisa itu tersendiri, dimana pada pasien yang
sementara melakukan atau menjalani hemodialisis, juga tidak terbebas dari depresi.
Depresi begitu eratnya dengan hemodialisa sehingga Farida, (2010) mengungkapkan
bahwa pasien yang menjalani hemodialisa umumnya menunjukkan ekspresi
psikologis berupa sedih, depresi, perasaan menyesal, gangguan gambaran diri, dan
rendah diri dan hal ini biasanya dialami diawal didiagnosa gagal ginjal dan harus
menjalani hemodialisa. Selain faktor itu, ada juga faktor lain bahwa pada pasien GGK
terjadi perubahan interaksi sosial yakni cenderung lebih sedikit bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar rumah dan interaksi jarak jauh atau berpergian tidak dapat
dilakukan lebih dari 3-4 hari. Interaksi baru terjadi dengan sesama pasien yang
menjalani hemodialisa.
Berbanding terbalik dengan kelompok kontrol, ternyata kelompok intervensi
dari analisis statistik menggunakan uji T didapatkan hasil yaitu ada pengaruh yang
signifikan antara pre test dan post test, dimana nilai p value adalah 0.000 < 0.05 nilai
confidence interval. Adanya pengaruh yang signifikan pada kelompok intervensi ini,
dikarenakan pada kelompok intervensi diberikan terapi SEFT sebelum di observasi
post testnya sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan terapi apapun
kemudian dikaji kembali post testnya dengan perlakuan waktu yang sama yaitu
rentang waktu pre test dan post testnya adalah 2 jam.
Data univariat kelompok intervensi dalam aplikasi jurnal ini juga menunjukkan
adanya perbandingan penurunan depresi yang signifikan yaitu dari 8 responden yang
di aplikasikan terapi SEFT didapatkan data distribusi terkecil adalah yang mengalami
depresi klinis sebanyak 1 orang (12.5%) dan terbesar adalah yang memiliki depresi
sedang, yaitu 5 orang (62.5%), ketika diberikan terapi SEFT didapatkan data bahwa
ada penurunan tingkat depresi post testnya, dimana presentase terendah adalah yang
mengalami naik turunnya perasaan yang wajar sebanyak 3 orang (37.5%) dan
tertinggi adalah yang mengalami gangguan mood sebanyak 5 orang (62.5%). Putra
(2015) dalam penelitiannya tentang pengaruh terapi spiritual emotional freedom
technique (SEFT) terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien hemodialisa di
Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran, dengan menggunakan metode quasi
experiment, dari 30 responden yang diteliti, juga menunjukkan hasil yang sama yaitu
ada pengaruh terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap
61
penurunan tingkat depresi pada pasien hemodialisa dimana hasil uji analisa dengan
menggunakan uji t-independen didapatkan bahwa p-value 0,020 < α (0,05).
Begitu pentingnya manfaat SEFT dalam penurunan depresi bukan menjadi
rahasia publik lagi. Nyatanya SEFT ini juga telah di bahas secara mendalam oleh Dr.
Larry Dossey, MD, dimana Larry mengatakan bahwa Efek doa dan spiritualitas
terhadap kesembuhan penyakit telah diteliti dan hasilnya menunjukan adanya bukti
ilmiah bahwa doa dan spiritualitas berpengaruh positif terhadap kesehatan. Pada
penyakit yang umum sekalipun, kondisi pikiran, emosi, sikap, kesadaran dan doa–doa
yang dipanjatkan oleh atau untuk pasien sangat berpengaruh bagi kesembuhannya
(Zainudin, 2009). Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Herbert Benson
Mengenai relaxation dan meditation, yaitu ketika kita memunculkan rasa khusyu,
ikhlas dan pasrah dalam proses penyembuhan akan cenderung lebih cepat ( Zainudin,
2009 ).
Terapi SEFT bukan hanya menurunkan tingkat depresi pasien hemodialisa,
namun juga bermanfaat dalam banyak hal. Salah satunya adalah seperti yang dibahas
oleh Cipta (2018), bahwa SEFT juga bermanfaat dalam meningkatkan kepatuhan
asupan cairan pasien GGK yang menjalani hemodialisa, dimana dari penelitiannya
yang dilakukan di Ruangan Hemodialisa RSUD Al Ihsan menunjukkan ada pengaruh
yang bermakna antara metode SEFT dengan tingkat kepatuhan asupan cairan pada
pasien gagal ginjal kronik (GGK).