DISUSUN OLEH :
WIWIK DWIYANI
1811040068
2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA
A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin
akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan
dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah
persalinan (Depkes RI, 2009).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak menangis setelah lahir yang tidak
dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan
kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu
persalinan (Manuaba, I. B. G, 2010).
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter
Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Jadi, Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan.
B. Etiologi
Keadaan asfiksia terejadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi
seperti pengembangan paru – paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini
dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
1) Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
2) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri.
3) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
4) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
5) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
6) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
7) Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
1) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
2) Trauma dari dalam : akibat obat bius.
Sedangkan menurut Betz et al. (2001), asfiksia dapat dipengaruhi
beberapa faktor yaitu :
a) Faktor ibu
Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan
menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin,
kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus,
hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi
pada penyakit eklamsi.
b) Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat
gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan
plasenta, solusio plasenta.
c) Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat
pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit
leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
d) Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi
karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang
berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan
misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi
misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran
pernapasan, hipoplasia paru.
b. Asfiksia sedang
1). Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2). Usaha napas lambat
3). Adanya pernapasan cuping hidung
4). Adanya retraksi sela iga
5). Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
6). Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun
tampak lemah
7). Bayi tampak sianosis
8). Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses
persalinan
c. Asfiksia berat
1). Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
2). Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas
3). Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
4). Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan
5). Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6). Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
D. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat.
Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan
mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas
kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob
yaitu glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis
respiratorik karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini
terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder,
denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus
menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat
sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak
terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa
pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan.
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/
persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi
akan menyebabkan kematian.
E. Pathway
Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan factor lain : anestesi,
Presentasi janin abnormal obat-obatan narkotik
ASFIKSIA
Nafas cepat
Bersihan jln nafas
Pola nafas
tidak efektif
inefektif
Apneu suplai O2 suplai O2
Ke paru dlm darah
Klinis 0 1 2
G. Manifestasi klinik
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari
100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologik, kejang, nistagmus dan menangis kurang baik/tidak baik
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. Laboratorium : darah rutin( Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb
15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit
4. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis,
tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi
hemolitik.
I. Penatalaksanaan Medis
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru
lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a) Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c) Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a) Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau
menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara
cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.
b) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
a) Tindakan umum
Pengawasan suhu
Pembersihan jalan nafas
Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
b) Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan
intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2
tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai
asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB,
diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua
obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit
banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul
setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi
tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka
masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.
Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu
setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding
toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali,
mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa
yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia
diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu
30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus
segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2
intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah
dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan
jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke
mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut
ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan
tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal
harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera
diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.
J. Komplikasi
1) Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik
otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan
perdarahan otak.
2) Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksemia padapembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3) Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4) Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Proses Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Sirkulasi
1) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg
(diastolik).
2) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/
IV.
3) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
4) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
1) Berat badan : 2500-4000 gram
2) Panjang badan : 44-45 cm
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
e. Pernafasan
1) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-
10.
2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
1) Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
2) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran
atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak
mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
2. PRIORITAS KEPERAWATAN
• Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
• Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.
• Mencegah cidera atau komplikasi.
• Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
keperawatan diharapkan risiko cidera 3. Lakukan pengkajian fisik 3. Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada
dapat dicegah secara rutin terhadap bayi bayi.
c. Mendeskripsikan teknik tanda dan gejala infeksi dengan penanganan yang benar.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh 1. Hindarkan pasien dari 1. Menghindari terjadinya hipitermia.
b.d kurangnya suplai O2 dalam darah kedinginan dan tempatkan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan pada lingkungan yang
keperawatan selama proses hangat.
keperawatan diharapkan suhu tubuh 2. Monitor temperatur dan 2. Mengetahui terjadinya hipotermi.
normal warna kulit.
Kriteria hasil : 3. Monitor TTV. 3. Perubahan tanda-tanda vital yang
a. Temperatur badan dalam batas signifikan akan mempengaruhi proses
normal regulasi ataupun metabolisme dalam
b. Tidak terjadi distress pernafasan tubuh.
c. Tidak gelisah 4. Jaga temperatur suhu 4. Menghindari terjadinya hipitermia.
d. Perubahan warna kulit tubuh bayi agar tetap
e. Bilirubin dalam batas normal hangat.
5. Tempatkan BBL pada 5. Mambantu BBL tetap berada pada
inkubator bila perlu. keadaan yang sesuai dengan keadaannya.
6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian 1. Buat hubungan dan akui 1. Mambantu orang terdekat untuk
dalam status kesehatan anggota kesulitan situasi pada menerima apa yang terjadi dan
keluarga keluarga. berkeinginan untuk membagi masalah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan dengan staf.
2. Tentukan pengetahuan
keperawatan selama proses 2. Sediakan informasi untuk memulai
akan situasi sekarang.
keperawatan diharapkan koping perencanaan perawatan dan membuat
keluarga adekuat keputusan. Kurangnya informasi dapat
Kriteria Hasil : mengganggu respons pemberi/penerima
a. Percaya dapat mengatasi masalah. 3. Ikutsertakan orang asuhan terhadap situasi penyakit.
b. Kestabilan prioritas. terdekat dalam pemberian 3. Informasi dapat mengurangi perasaan
c. Mempunyai rencana darurat. informasi, pemecahan tanpa harapan dan tidak berguna.
d. Mengatur ulang cara perawatan. masalah dan perawatan Keikutsertaan dalam perawatan akan
e. Status kekebalan anggota keluarga. pasien sesuai meningkatkan perasaan kontrol dan harga
f. Anak mendapatkan perawatan kemungkinan. diri.
tindakan pencegahan.
g. Akses perawatan kesehatan.
h. Kesehatan fisik anggota keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi.
8. Jakarta: EGC.
Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta
Rahayu, Sri Dedeh. 2009. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus.
Jakarta: Salemba Medika
Sarwono Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC