Pedoman Internal Rabies
Pedoman Internal Rabies
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, atas segala rahmat
dan hidayahNya, sehingga penyusunan Pedoman Program Pengendalian Rabies dapat
diselesaikan dengan baik.
Rabies merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu
hamil. Selain itu Kusta secara langsung menyebabkan harga diri rendah pada
penderitanya dan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Pengendalian rabies dilakukan secara komprehensif dengan upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, hal ini bertujuan untukmenurunkan angka kesakitan dan
kematian serta mencegah KLB.Untukmencapai hasil yang optimal dan berkualitas upaya
tersebut harus dilakukan terintegrasi dengan layanan kesehatan dasar dan program
lainnya.Penitikberatan pada penatalaksanaan kasus rabies yang berkualitas diharapkan
akan memberikan kontribusi langsung upaya menuju bebas kusta di Indonesia.
Pedomam Program Pengendalian Penyakit rabies ini merupakan acuan bagi
petugas kesehatan di Puskesmas Cibitung dalam melaksanakan pencegahan dan
pengendalian penyakit rabies di wilayah kerja Puskesmas.
Kami menyadari bahwa pedoman pelayanan ini masih jauh kesempurnaaan dan
masih banyak kekurangan, untuk itu masukan dan saran sangat kami harapkan untuk
kesempurnaannya dimasa yang akan datang.
Harapan kami semoga Pedoman ini dapat bermanfaat bagi para petugas
kesehatan dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
rabies di Puskemas Cibitung.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini rabies merupakan salah satu penyakit zoonozis yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Rabies disebut juga penyakit
anjing gila merupakan suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh Virus Rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan
dari hewan kemanusia melalui gigitan hewan terutama anjing, kucing dan kera.
Penyakit ini bila sudah menunjukan gejala klinis pada hewan atau manusia selalu
diakhiri dengan kematian,sehingga mengakibatkan timbulnya rasa cemas dan takut
bagi orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran serta keresahan bagi
masyarakat pada umunya.
Mengingat dampak rabies terhadap kesehatan dan kondisi psikologis masyarakat
cukup besar serta memiliki dampak terhadap perekonomian khususnya bagi daerah
– daerah pariwisata di Indonesia yang tertular rabies, maka upaya penatalaksanaan
penyakit perlu dilaksanakan seintensif mungkin untuk mewujudkan Indonesia Bebas
Rabies.
Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan nasional dan merupakan
kerjasama 3 departemen yaitu Kementerian Pertanian (Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan), Departemen Kesehatan (Ditjen PP dan PL) dan Departemen
Dalam Negeri (Ditjen PUM).
Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun 1884
pada seekor karbau,kemudian oleh Pening tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh
Eileris de Zhaan tahun 1894 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Provinsi Jawa
Barat dan menyebar ke Bali Nias dan Maluku. Sedangkan pada akhir tahun 2008
Propinsi Bali yang semula bebas secara historis sudah menjadi daerah tertular rabies
yang pertama kali ditemukan diwilayah Kabupaten Badung
Namun dengan adanya peningkatan tatalaksana pasca Gigitan Hewan Penular
Rabies (GHPR ) maka jumlah kasus rabies pada manusia berhasil diturunkan. Hal
ini menunjukkan bahwa upaya penanganan kasus gigitan hewan sangat penting untuk
pencegahan rabies pada manusia.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman pencegahan dan penatalaksanan penyakit rabies dalam
upaya menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat penyakit rabies
2. Tujuan khusus
Pedoman ini disusun dalam upaya pencegahan dan penatalaksaanan penyakit
rabies dengan tujuan :
a. Terlaksananya proses pengelolaan program rabies mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
b. Tersosialisasinya program rabies ke masyarakat
c. Terpenuhinya sarana dan prasarana kegiatan program rabies.
d. Memberikan pedoman bagi pelaksana program rabies dan petugas kesehatan
lainnya dalam penatalaksaaan penyakit rabies
C. SASARAN PEDOMAN
Sasaran program p2 Rabies adalah :
1. Petugas pelaksana program P2 Rabies
2. Petugas medis dan paramedic
3. Seluruh staf puskesmas baik langsung maupun tidak langsung terhadap
pelaksanaan program P2 Rabies
4. Jejaring Puskesmas
5. Pasien penderita Rabies dan keluarga
6. Masyarakat pada umumnya
E. Batasan Operasional
Batasan operasional pencegahan dan penatalaksanaan rabies meliputi upaya
kesehatan perorangan dan masyarakat. Dimana setiap kegiatan dilaksanakan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan khususnya akibat penyakit rabies dengan sasaran
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
BAB II
STANDART KETENAGAAN
A. STANDAR FASILITAS
Secara standar, fasilitas yang harus ada dalam pelayanan pencegahan dan
penatalaksanaan rabies antara lain adalah :
1. Ruang pelayanan dengan ventilasi yang cukup
2. Buku Register pelayanan gawat darurat, rekam medis pasien berserta ATK
3. APD : handscoon untuk petugas
4. Sabun
5. Antiseptik (alkphol 70% atau Povidon iodine)
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan
Adapun lingkup kegiatan upaya pencegahan dan penatalaksanaan penyakit
rabies di UPTD Puskesmas Cibitung dilaksanakan setiap ada kasus gigitan hewan
penular rabies (GHPR)
B. Metode
Metode tata laksana pelayanan rabies, meliputi :
1. Penanangan luka gigitan hewan terduga penular rabies
2. Rujukan ke jejaring fasilitas layanan kesehatan yang menyediakan Vaksin Anti
Rabies (SAR)
3. Mensosialisasikan program rabies ke masyarakat
C. Langkah Kegiatan
Langkah kegiatan pencegahan dan penatalaksanaan penyakit rabies mengikuti
siklus P1-P2-P3 dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
1. Perencanaan (P1)
Perencanaan meliputi : sosialisasi penangananan GHPR dan penemuan pasien
yang diduga terinfeksi penyakit rabies
2. Pelaksanaan dan Penggerakan (P2)
Pelaksanaan kegiatan P2 rabies dilakukan sewaktu-waktu bila ada kasus.
Prinsip penangaanan awal GHPR adalah segera :
a. Setiap ada kasus GHPR harus ditangani dengan cepat dan sesegera
mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka
gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air mengalir
dan sabun atau deterjen selama 10-15 menit kemudian diberi antiseptic (
alcohol 70%,Povidone Iodine dan lain-lain ).
b. Anamnesis ( waktu dan tempat kejadian, ada tidaknya kontak atau gigitan,
terjadi di daerah tertular/terancam/bebas, apakah didahului tindakan
provokatif, hewan yang menggigit menunjukan gejala rabies, penderita gigitan
hewan pernah di VAR dan kapan, hewan penggigit pernah di VAR dan kapan)
c. Pemeriksaan Fisik
1) Identifikasi luka gigitan
2) Luka resiko rendah adalah jilatan pada kulit luka, garukan, lecet, luka kecil
disekitar tangan,badan dan kaki
3) Luka resiko tinggi, jilatan/luka pada selaput mukosa, luka diatas daerah
bahu (leher, muka, kepala), luka pada jari tangan / jari kaki, genetika, luka
lebar/dalam dan luka yang banyak (multiple).
d. Rujuk pasien ke Fasyankes rujukan untuk mendapatkan Serum Anti Rabies
(SAR)
3. Penilaian, pengawasan dan penatalaksanaan (P3)
a. Pencatatan dilakukan sejak pasien menjadi terduga rabies hingga pasien
dirujuk ke jejaring fasyankes. Pencatatan dilkaukan dalan rekam medis pasien
dan buku laporan pelayanan gawat darurat. Kegiatan penilaian, pengawasan
dan penatalaksanaan dilaksanakan setiap ada kasus
b. Pelaporan dikirimkan ke Seksi P2 Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar
c. Evaluasi dilaksanakan setiap tahun meliputi evaluasi indikator kinerja masukan
( input, proses, output)dan dampaknya. Hasil evaluasi dibahas dalam
pertemuan untuk selanjutnya dipakai sebagai penyusunan rencana kebutuhan
dalam menetapkan metode yang lebih efektif dan efisien pada periode
berikutnya
BAB V
LOGISTIK
Keselamatan sasaran adalah reduksi dan meminimalkan tindakan yang tidak aman
dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui pratik yang terbaik untuk
mencapai luaran yang optimum. (The Canadian Patient Safety Dictionary, October 2003).
Keselamatan sasran menghindarkan sasran dari potensi masalah dalam pelayanan
promosi kesehatan yang sebenarnya bertujuan untuk membantu sasaran.
Tujuan keselamatan sasaran adalah terciptanya budaya keselamatan sasran
pelayanan promosi kesehatan UPT Puskesmas Ponggok meningkatnya akuntabilitas
(tanggung jawab) petugas promosi kesehatan terhadap sasaran, menurunnya KTD
(kejadian tidak diharapkan), serta terlaksanya progra-program pencegahan, sehingga
tidak terjadi pengulangan KTD (kejadian tidak diharapkan).
Sasran keselamatan sasaran pelayanan promosi kesehatan sebagaimana dimaksud
meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut:
1. Ketepatan identifikasi sasaran
Identifikasi sasaran kegiatan yang akan menerima pelayanan promosi kesehatan
sesuai rencana kegiatan unit pelayanan promosi kesehatan yang telah disusun.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh sasaran promosi
kesehatan akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan
sasaran. Evaluasi diakhir pelayanan promosi kesehatan dilakukan untuk memastikan
sasran tidak salah memahami informasi yang diberikan.
3. Peningkatan keamanan sarana promosi kesehatan
Memantau lokasi, bangunan dan material promosi kesehatan yang dapat
membahayakan keselamatan sasaran promosi kesehatan.
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-metoda, tepat-sasaran
Menyusun dan menerapkan standar operasional prosedur (SOP) pelayanan promosi
kesehatan untuk menghindari kesalahan lokasi, metoda dan sasaran pelayanan dan
promosi kesehatan.
5. Pengurangan risiko psikososial terkait pelayanan promosi kesehatan
Resiko psikososial seperti bosan, mengantuk, lelah dan pusing dapat terjadi selama
pelayanan promosi kesehatan berlangsung. Untuk meminimalisir bahkan menghindari
hal tersebut diperlukan komitmen bersama sasaran, memilih metoda yang tepat dan
memberikan reward.
6. Pengurangan risiko sasaran terjatuh/terluka
Memilih dan memantau lokasi pelayanan promosi kesehatan untuk menghindari
sasaran mengalami cedera baik dalam ruangan menerima pelayanan promosi
kesehatan.
Sistem keselamatan sasaran pelayanan promosi kesehatan dilakukan dengan
melakukan assesment resiko, dampak dan menyusun implementasi solusi untuk
mengendalikan atau meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem Keselamatan Sasaran Unit Pelayanan Rabies
No RISIKO DAMPAK/
LOKASI PENATALAKSANAAN
. SASARAN AKIBAT
1 Dalam Salah Salah Menyampaikan materi yang
gedung memahami menerapkan benar dan jelas menggunakan
informasi yang informasi yang metoda yang tepat.
diterima diterima Mengevaluasi hasil
penanganan awal GHPR
Fisik (dinding, Sakit akibat Pemantauan berkala fisik
lantai, tersandung bangunan.
pencahayaan, terpeleset, Rambu peringatan.
suhu/kelembab tertabrak.
an, kebisingan) Kepanasan,
pengap.
Kenyamanan
terganggu.
2. Luar Transportasi Kecelakaan lalu Pemilihan lokasi yang mudah
gedung menuju lokasi lintas. dan aman dijangkau sasaran.
penyuluhan
Psikososial Mengantuk Membangun komitmen
Pusing bersama.
Bosan Penyampaian materi efektif
Lelah dan efisien.
Pemilihan metoda promosi
kesehatan yang tepat.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
2. Proses
3. Out Put
No Uraian Target
1 Kepuasan Pelanggan 80 %
2 Terpenuhi target SPM :
a. Cuci luka terhadap kasus gigitan HPR 100 %
b. Vaksinasi terhadap kasus gigitan HPR yang 100 %
berindikasi
BAB IX
PENUTUP