Anda di halaman 1dari 18

PEDOMAN

UPAYA PENCEGAHAN DAN


PENATALAKSANAAN PENYAKIT RABIES

UPTD PUSKESMAS CIBITUNG


TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, atas segala rahmat
dan hidayahNya, sehingga penyusunan Pedoman Program Pengendalian Rabies dapat
diselesaikan dengan baik.
Rabies merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu
hamil. Selain itu Kusta secara langsung menyebabkan harga diri rendah pada
penderitanya dan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Pengendalian rabies dilakukan secara komprehensif dengan upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, hal ini bertujuan untukmenurunkan angka kesakitan dan
kematian serta mencegah KLB.Untukmencapai hasil yang optimal dan berkualitas upaya
tersebut harus dilakukan terintegrasi dengan layanan kesehatan dasar dan program
lainnya.Penitikberatan pada penatalaksanaan kasus rabies yang berkualitas diharapkan
akan memberikan kontribusi langsung upaya menuju bebas kusta di Indonesia.
Pedomam Program Pengendalian Penyakit rabies ini merupakan acuan bagi
petugas kesehatan di Puskesmas Cibitung dalam melaksanakan pencegahan dan
pengendalian penyakit rabies di wilayah kerja Puskesmas.
Kami menyadari bahwa pedoman pelayanan ini masih jauh kesempurnaaan dan
masih banyak kekurangan, untuk itu masukan dan saran sangat kami harapkan untuk
kesempurnaannya dimasa yang akan datang.
Harapan kami semoga Pedoman ini dapat bermanfaat bagi para petugas
kesehatan dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
rabies di Puskemas Cibitung.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini rabies merupakan salah satu penyakit zoonozis yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Rabies disebut juga penyakit
anjing gila merupakan suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh Virus Rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan
dari hewan kemanusia melalui gigitan hewan terutama anjing, kucing dan kera.
Penyakit ini bila sudah menunjukan gejala klinis pada hewan atau manusia selalu
diakhiri dengan kematian,sehingga mengakibatkan timbulnya rasa cemas dan takut
bagi orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran serta keresahan bagi
masyarakat pada umunya.
Mengingat dampak rabies terhadap kesehatan dan kondisi psikologis masyarakat
cukup besar serta memiliki dampak terhadap perekonomian khususnya bagi daerah
– daerah pariwisata di Indonesia yang tertular rabies, maka upaya penatalaksanaan
penyakit perlu dilaksanakan seintensif mungkin untuk mewujudkan Indonesia Bebas
Rabies.
Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan nasional dan merupakan
kerjasama 3 departemen yaitu Kementerian Pertanian (Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan), Departemen Kesehatan (Ditjen PP dan PL) dan Departemen
Dalam Negeri (Ditjen PUM).
Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun 1884
pada seekor karbau,kemudian oleh Pening tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh
Eileris de Zhaan tahun 1894 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Provinsi Jawa
Barat dan menyebar ke Bali Nias dan Maluku. Sedangkan pada akhir tahun 2008
Propinsi Bali yang semula bebas secara historis sudah menjadi daerah tertular rabies
yang pertama kali ditemukan diwilayah Kabupaten Badung
Namun dengan adanya peningkatan tatalaksana pasca Gigitan Hewan Penular
Rabies (GHPR ) maka jumlah kasus rabies pada manusia berhasil diturunkan. Hal
ini menunjukkan bahwa upaya penanganan kasus gigitan hewan sangat penting untuk
pencegahan rabies pada manusia.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman pencegahan dan penatalaksanan penyakit rabies dalam
upaya menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat penyakit rabies
2. Tujuan khusus
Pedoman ini disusun dalam upaya pencegahan dan penatalaksaanan penyakit
rabies dengan tujuan :
a. Terlaksananya proses pengelolaan program rabies mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
b. Tersosialisasinya program rabies ke masyarakat
c. Terpenuhinya sarana dan prasarana kegiatan program rabies.
d. Memberikan pedoman bagi pelaksana program rabies dan petugas kesehatan
lainnya dalam penatalaksaaan penyakit rabies

C. SASARAN PEDOMAN
Sasaran program p2 Rabies adalah :
1. Petugas pelaksana program P2 Rabies
2. Petugas medis dan paramedic
3. Seluruh staf puskesmas baik langsung maupun tidak langsung terhadap
pelaksanaan program P2 Rabies
4. Jejaring Puskesmas
5. Pasien penderita Rabies dan keluarga
6. Masyarakat pada umumnya

D. RUANG LINGKUP PEDOMAN


Ruang lingkup pedoman meliputi:
1. Penemuan pasien terduga penyakit rabies
2. Pemeriksaan
3. Penatalaksaan awal
4. Pencatatan dan pelaporan penderita
5. Monitoring dan Evaluasi
6. Rujukan ke jejaring Puskesmas
Adapun pedoman pelayanan tersebut mengacu pada Modul Pelatihan
Penanggulangan Rabies, Subdit Zoonosis Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2008 sebagaimana ditentukan dalam pedoman tersebut.

E. Batasan Operasional
Batasan operasional pencegahan dan penatalaksanaan rabies meliputi upaya
kesehatan perorangan dan masyarakat. Dimana setiap kegiatan dilaksanakan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan khususnya akibat penyakit rabies dengan sasaran
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
BAB II
STANDART KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Kualifikasi sumber daya manusia dalam pelaksanaan program P2 Rabies meliputi:
1. Dokter penanggung jawab pelayanan medis
2. Petugas paramedis yang sudah pernah mendapatkan pelatihan atau sosialisasi
penanganan Rabies
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi ketenagaan program P2 Rabies terdiri dari :
1. Dokter penanggung jawab pelayanan medis di ruang pengobatan umum dan
pelayanan gawat darurat yang bertanggung jawab dalam hal pengobatan
berjumlah satu orang
2. Koordinator program yang bertanggung jawab dalam pelayanan rabies di ruang
pengobatan umum
3. Petugas paramedis lain yang membantu pelaksanaan pelayanan Rabies di ruang
pelayanan Tindakan
C. JADWAL KEGIATAN
Pelaksanaan pelayanan program rabies di ruang pelayanan gawat darurat
dilaksanakan 24 jam setiap hari.
Uraian TAHUN 2019
No. Keterangan
Kegiatan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agts Sep Okt Nop Des
Penerimaan &
24 jam
1. Pemeriksaan V V V V V V V V V V V V
Setiap Hari
Pasien
Penatalaksaan 24 jam
2. V V V V V V V V V V V V
Awal Setiap Hari
Rujukan Ke
24 jam
3. Jejaring V V V V V V V V V V V V
Setiap Hari
Fayankes
Pelaporan ke
3. V V V V V V V V V V V V Jika Ada Kasus
Dinkes Kab
BAB III
STANDART FASILITAS

A. STANDAR FASILITAS
Secara standar, fasilitas yang harus ada dalam pelayanan pencegahan dan
penatalaksanaan rabies antara lain adalah :
1. Ruang pelayanan dengan ventilasi yang cukup
2. Buku Register pelayanan gawat darurat, rekam medis pasien berserta ATK
3. APD : handscoon untuk petugas
4. Sabun
5. Antiseptik (alkphol 70% atau Povidon iodine)
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Adapun lingkup kegiatan upaya pencegahan dan penatalaksanaan penyakit
rabies di UPTD Puskesmas Cibitung dilaksanakan setiap ada kasus gigitan hewan
penular rabies (GHPR)

B. Metode
Metode tata laksana pelayanan rabies, meliputi :
1. Penanangan luka gigitan hewan terduga penular rabies
2. Rujukan ke jejaring fasilitas layanan kesehatan yang menyediakan Vaksin Anti
Rabies (SAR)
3. Mensosialisasikan program rabies ke masyarakat

C. Langkah Kegiatan
Langkah kegiatan pencegahan dan penatalaksanaan penyakit rabies mengikuti
siklus P1-P2-P3 dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
1. Perencanaan (P1)
Perencanaan meliputi : sosialisasi penangananan GHPR dan penemuan pasien
yang diduga terinfeksi penyakit rabies
2. Pelaksanaan dan Penggerakan (P2)
Pelaksanaan kegiatan P2 rabies dilakukan sewaktu-waktu bila ada kasus.
Prinsip penangaanan awal GHPR adalah segera :
a. Setiap ada kasus GHPR harus ditangani dengan cepat dan sesegera
mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka
gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air mengalir
dan sabun atau deterjen selama 10-15 menit kemudian diberi antiseptic (
alcohol 70%,Povidone Iodine dan lain-lain ).
b. Anamnesis ( waktu dan tempat kejadian, ada tidaknya kontak atau gigitan,
terjadi di daerah tertular/terancam/bebas, apakah didahului tindakan
provokatif, hewan yang menggigit menunjukan gejala rabies, penderita gigitan
hewan pernah di VAR dan kapan, hewan penggigit pernah di VAR dan kapan)
c. Pemeriksaan Fisik
1) Identifikasi luka gigitan
2) Luka resiko rendah adalah jilatan pada kulit luka, garukan, lecet, luka kecil
disekitar tangan,badan dan kaki
3) Luka resiko tinggi, jilatan/luka pada selaput mukosa, luka diatas daerah
bahu (leher, muka, kepala), luka pada jari tangan / jari kaki, genetika, luka
lebar/dalam dan luka yang banyak (multiple).
d. Rujuk pasien ke Fasyankes rujukan untuk mendapatkan Serum Anti Rabies
(SAR)
3. Penilaian, pengawasan dan penatalaksanaan (P3)
a. Pencatatan dilakukan sejak pasien menjadi terduga rabies hingga pasien
dirujuk ke jejaring fasyankes. Pencatatan dilkaukan dalan rekam medis pasien
dan buku laporan pelayanan gawat darurat. Kegiatan penilaian, pengawasan
dan penatalaksanaan dilaksanakan setiap ada kasus
b. Pelaporan dikirimkan ke Seksi P2 Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar
c. Evaluasi dilaksanakan setiap tahun meliputi evaluasi indikator kinerja masukan
( input, proses, output)dan dampaknya. Hasil evaluasi dibahas dalam
pertemuan untuk selanjutnya dipakai sebagai penyusunan rencana kebutuhan
dalam menetapkan metode yang lebih efektif dan efisien pada periode
berikutnya
BAB V
LOGISTIK

Logistik Program Pengendalian rabies merupakan komponen penting agar kegiatan


program dapat dilaksanakan. Jenis-jenis logistic P2 rabies adalah sebagai berikut.
1. Serum Anti Rabies (SAR)
Di Puskesmas Ponggok belum tersedia SAR. Alokasi SAR baru ada di Fasyankes
Rujukan RS Ngudi Waluyo Wlingi
2. Logistik Non SAR
Terdiri dari logistic Non SAR habis pakai antara lain ;
a. Sarung tangan
b. Sabun
c. Antiseptik (Alkohol 70 % atau povidon iodine)
d. Rekam medis pasien
Logistik Non SAR Tidak Habis Pakai seperti : Peralatan pelayanan gawat darurat
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Keselamatan sasaran adalah reduksi dan meminimalkan tindakan yang tidak aman
dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui pratik yang terbaik untuk
mencapai luaran yang optimum. (The Canadian Patient Safety Dictionary, October 2003).
Keselamatan sasran menghindarkan sasran dari potensi masalah dalam pelayanan
promosi kesehatan yang sebenarnya bertujuan untuk membantu sasaran.
Tujuan keselamatan sasaran adalah terciptanya budaya keselamatan sasran
pelayanan promosi kesehatan UPT Puskesmas Ponggok meningkatnya akuntabilitas
(tanggung jawab) petugas promosi kesehatan terhadap sasaran, menurunnya KTD
(kejadian tidak diharapkan), serta terlaksanya progra-program pencegahan, sehingga
tidak terjadi pengulangan KTD (kejadian tidak diharapkan).
Sasran keselamatan sasaran pelayanan promosi kesehatan sebagaimana dimaksud
meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut:
1. Ketepatan identifikasi sasaran
Identifikasi sasaran kegiatan yang akan menerima pelayanan promosi kesehatan
sesuai rencana kegiatan unit pelayanan promosi kesehatan yang telah disusun.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh sasaran promosi
kesehatan akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan
sasaran. Evaluasi diakhir pelayanan promosi kesehatan dilakukan untuk memastikan
sasran tidak salah memahami informasi yang diberikan.
3. Peningkatan keamanan sarana promosi kesehatan
Memantau lokasi, bangunan dan material promosi kesehatan yang dapat
membahayakan keselamatan sasaran promosi kesehatan.
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-metoda, tepat-sasaran
Menyusun dan menerapkan standar operasional prosedur (SOP) pelayanan promosi
kesehatan untuk menghindari kesalahan lokasi, metoda dan sasaran pelayanan dan
promosi kesehatan.
5. Pengurangan risiko psikososial terkait pelayanan promosi kesehatan
Resiko psikososial seperti bosan, mengantuk, lelah dan pusing dapat terjadi selama
pelayanan promosi kesehatan berlangsung. Untuk meminimalisir bahkan menghindari
hal tersebut diperlukan komitmen bersama sasaran, memilih metoda yang tepat dan
memberikan reward.
6. Pengurangan risiko sasaran terjatuh/terluka
Memilih dan memantau lokasi pelayanan promosi kesehatan untuk menghindari
sasaran mengalami cedera baik dalam ruangan menerima pelayanan promosi
kesehatan.
Sistem keselamatan sasaran pelayanan promosi kesehatan dilakukan dengan
melakukan assesment resiko, dampak dan menyusun implementasi solusi untuk
mengendalikan atau meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem Keselamatan Sasaran Unit Pelayanan Rabies
No RISIKO DAMPAK/
LOKASI PENATALAKSANAAN
. SASARAN AKIBAT
1 Dalam Salah Salah  Menyampaikan materi yang
gedung memahami menerapkan benar dan jelas menggunakan
informasi yang informasi yang metoda yang tepat.
diterima diterima  Mengevaluasi hasil
penanganan awal GHPR
Fisik (dinding,  Sakit akibat  Pemantauan berkala fisik
lantai, tersandung bangunan.
pencahayaan, terpeleset,  Rambu peringatan.
suhu/kelembab tertabrak.
an, kebisingan)  Kepanasan,
pengap.
 Kenyamanan
terganggu.
2. Luar Transportasi Kecelakaan lalu  Pemilihan lokasi yang mudah
gedung menuju lokasi lintas. dan aman dijangkau sasaran.
penyuluhan
Psikososial  Mengantuk  Membangun komitmen
 Pusing bersama.
 Bosan  Penyampaian materi efektif
 Lelah dan efisien.
 Pemilihan metoda promosi
kesehatan yang tepat.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23 dinyatakan


bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus dilaksanakan disemua tempat
kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah
terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan sedikitnya 10 orang.
Jika memperhatikan dari isi pasal diatas, maka jelaskanlah bahwa Puskesmas
termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang
bekerja di Puskesmas, tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung Puskesmas.
Risk Assesment melakukan identifikasi potensi bahaya atau faktor risiko dan dampak
atau akibatnya. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya. Penyelenggaraan
kesehatan kerja petugas di unit pelayanan RABIES UPT Puskesmas Ponggok adalah
sebagai berikut :

Sistem Keselamatan Kerja Unit Pelayanan RABIES


Potensi Bahaya/
No Lokasi Dampak/ Akibat Penatalaksanaan
Faktor Resiko
1 Dalam Kesalahan informasi Menurunkan Menggunakan
gedung yang diberikan melalui tingkat referensi/rujukan
media promosi kepercayaan terpercaya/resmi.
kesehatan. sasaran.
Fisik (dinding, lantai,  Sakit akibat  Pemantauan
pencahayaan, tersandung berkala .
suhu/kelembaban, terpeleset,  Rambu peringatan.
kebisingan). tertabrak.
 Kepanasan,
pengap.
 Kenyamanan
terganggu.
2. Luar Transportasi menuju Kecelakaan lalu  Penggunaan APD
gedung lokasi sasaran kerja. lintas. di perjalanan.
 Pemeliharaan
kendaraan
operasional secara
rutin.
Beban kerja  Stress kerja  Membangun
 Pusing komitmen bersama.
 Bosan  Pengorganiasaian
 Lelah kerja.
 Intensif/reward.
 Refreshing.
BAB VIII
PENATALAKSANAAN MUTU

Penatalaksanaan mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu


sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai
mutu produk atau jasa yang diberikan kepada sasaran. Penatalaksanaan mutu pada unit
pelayayn promosi kesehatan UPT Puskesmas Ponggok diperlukan agar terjaga
kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat sebagai sasaran. Penjaminan mutu
kesehatan pelayanan dapat diselenggarakan melalui berbagai model manajemen kendali
mutu. Salah satu manajemen yang dapat digunakan adalah model PDCA (Plan, Do,
Check, Action) yang akan menghasilkan pengembangan berkelanjutan
(continousimprovement) atau kaizen mutu pelayanan promosi kesehatan.
Penatalaksanaan mutu pelayanan klinis terintegrasi dengan program
penatalaksanaan mutu pelayanan klinis Puskesmas yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Kegiatan penatalaksanaan mutu pelayanan klinis meliputi :
1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk
peningkatan mutu standar.
2. Pelaksanaan, yaitu :
a. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan
antara capaian dan rencana kerja).
b. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu :
a. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan standar.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung untuk
memastikan bahwa aktifitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan.
Monitoring dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedik yang melakukan
proses. Aktifitas monitoring perlu direncanakan untuk mengoptimalkan hasil
pemantauan.
Contoh : monitoring pelayanan pasien, monitoring kinerja tenaga kesehatan.
Sedangkan untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan pelayanan klinis, dilakukan
evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang diperoleh melalui
metode berdasarkan waktu, cara dan tehnis pengambilan data.
a. Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas ;
1) Retrospektif
Pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan.
Contoh : survey kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.
2) Prospektif
Pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh : waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas, sesuai dengan kebutuhan.
b. Berdasarkan sumber pengambilan data, terdiri atas :
1) Langsung (data primer).
Data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh pengambil data.
Contoh : survey kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan klinis.
2) Tidak langsung (tidak langsung).
Data diperoleh dari sumber informasi yang tidak langsung.
Contoh : catatan riwayat penyakit yang lalu.
c. Berdasarkan Cara pengambilan data ;
1) Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.
Contoh : survey kepuasan pelanggan.
2) Observasi.
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan
ceklist atau perekaman.
d. Pelaksanaan evaluasi terdiri dari :
1) Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja
yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki dan dengan menyempurnakan
kinerja tersebut. Oleh karena itu audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi,
menyempurnakan pelayanan klinis secara sistematis.
Terdapat 2 macam audit yaitu :
a) Audit Klinis.
Audit Klinis yaitu analisis klinis sistematis terhadap pelayanan klinis, meliputi
prosedur yang digunakan untuk pelayanan, penggunaan sumberdaya, hasil yang
didapat dan kualitas hidup pasien. Audit klit klinis dikaitkan dengan pengobatan
berbasis bukti.
b) Audit Profesional.
Audit Provesional yaitu analisis kritis pelayanan klinis seluruh tenaga medis dan
paramedis terkait dengan pencapaian sasaran yang disepakati, penggunaan
sumberdaya dan hasil yang diperoleh.
Contoh : audit pelaksanaan sister manajemen mutu.
c) Review (pengkajian).
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelayanan klinis tanpa
dibandingkan dengan standar.
Contoh : kajian penggunaan antibiotik.
Indikator mutu Pencegahan dan Penatalaksaan penyakit rabies meliputi :
1. Input
No Uraian Standar Kompetensi Target
1 Sumber Daya Untuk dokter penanggung jawab,
Manusia pelaksana program dan Petugas 100 %
paramedis harus memiliki :
- SIK
- STR

2. Proses

No Standar Kompetensi Target


1. SOP Cuci luka gigitan HPR (Hewan Penular Rabies) Ada
2. SOP penanganan rabies Ada
3. Kepatuhan Petugas Terhadap SOP 80 %

3. Out Put
No Uraian Target
1 Kepuasan Pelanggan 80 %
2 Terpenuhi target SPM :
a. Cuci luka terhadap kasus gigitan HPR 100 %
b. Vaksinasi terhadap kasus gigitan HPR yang 100 %
berindikasi
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pecegahan dan penatalaksanaan Penyakit Rabies Puskesmas Cibitung


ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan di Puskesmas Cibitung diperlukan
komitmen dan kerjasama semua pihak. Hal tersebut akan menjadikan pelayanan
semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang diwilayah kerja
puskesmas Cibitung. Serta dapat meningkatkan citra Puskesmas dan kepuasan pasien
atau masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai