Anda di halaman 1dari 23

PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PAPER

CHLAMYDIA TRACHOMATIS

Disusun oleh :
Bindiya Taraj Kaur Taram Singh
140100236

Supervisor :

dr. Fithria Aldy, M.Ked (Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

2019

1
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Chlamydia Trachomatis” sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu
Penyakit Mata RS Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fithria
Aldy, M.Ked (Oph), Sp.M (K) selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan makalah ini.

Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi


mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan Chlamydia Trachomatis. Dengan
demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses
pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan
kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2019

Penulis

1
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 5
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 5
1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 6
2.1. Anatomi Mata............................................................................................ 6
2.2 Histologi Penglihatan.................................................................................. 12
2.3 Chlamydia Trachomatis.............................................................................. 16
2.3.1 Definisi..................................................................................................... 16
2.3.2 Patogenesis............................................................................................... 16
2.3.3 Klasifikasi................................................................................................ 17
2.3.4 Diagnosis.................................................................................................. 18
2.3.5 Gejala Klinis............................................................................................ 18
2.3.6 Penatalaksanaan....................................................................................... 19
2.3.7 Pencegahan.............................................................................................. 21
BAB 3 KESIMPULAN................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 23

2
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Anatomi Mata........................................................................... 6
Gambar 2 Palpebrae................................................................................... 7
Gambar 3 Kelenjar lakrimal....................................................................... 8
Gambar 4 Lapisan-lapisan kornea normal................................................. 9
Gambar 5 Anterior view of orbit bones...................................................... 11
Gambar 6 Otot ekstraokular mata.............................................................. 11
Gambar 7 White light broken into the colours of the visible spectrum

when passed through a prism…………………………………………13

Gambar 8 Diagram perbedaan bentuk lensa untuk penglihatan jauh dan


dekat ……………………………………………………………..15

3
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Dimensi bola mata dewasa…………..………………………… 6
Tabel 2 Otot ekstraokular mata…………………………………………. 12
Tabel 3 Simplified WHO Grading System Grade Clinical Signs………… 17

4
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trachoma adalah penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan yang


dapat dihindari di seluruh dunia dan disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis.
Infeksi aktif diklasifikasi dengan peradangan pada konjungtiva, yang mengarah ke
scarring. Infeksi dan jaringan parut yang berulang menyebabkan inversi kelopak mata,
atau entropion. Hal ini menyebabkan trichiasis, pengosokkan bulu mata yang sangat
menyakitkan terhadap bola mata yang menyebabkan jaringan parut kornea dan
kebutaan. World Health Organization(WHO) memperkirakan bahwa 21,4 juta orang
memiliki trachoma aktif dan 7,2 juta orang memiliki trichiasis yang menyilaukan,
berdasarkan laporan negara sementara 2011 dari 53 negara di mana trachoma
dianggap endemik. International Coalition for Trachoma Control road map untuk
eliminasi dari trachoma yang menyilaukan, 2020INSight memberikan ikhtisar data
terkini, berdasarkan trachoma atlas memperkirakan 110 juta orang tinggal di daerah
endemis yang dikonfirmasi dan 210 juta lainnya di daerah endemik yang dicurigai di
hingga 59 negara. Namun, Brazil dan India tidak termasuk karena kekurangan bukti
di negara tersebut. Trachoma endemik umumnya ditemukan di negara-negara yang
belum berkembang. Daerah endemik meliputi wilayah besar Afrika, Tengah Timur,
Asia Barat Daya, wilayah India, wilayah Asia Barat Daya dan Cina, dan wilayah kecil
di Amerika Selatan dan Tengah.16

5
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata

Mata adalah organ penglihatan yang terletak di rongga orbital. Bentuknya hampir
bulat dan berdiameter sekitar 2,5 cm. Volume bola mata sekitar 7 cc. Ruang antara
mata dan rongga orbital ditempati oleh jaringan lemak. Dinding bertulang orbit dan
lemak membantu melindungi mata dari cedera. Setiap bola mata adalah struktur
kistik yang dijaga oleh tekanan di dalamnya.1,2

Gambar 1: Anatomi mata2

Tabel 1: Dimensi bola mata dewasa1

Diameter anteroposterior 24 mm
Diameter horizontal 23,5 mm
Diameter vertikal 23 mm
Lingkar 75 mm
Volume 6,5 ml
Berat 7 gm

6
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

A. Palpebrae
Fisura palpebra adalah zona terbuka antara kelopak mata atas dan bawah.
Biasanya pada dewasa fisuranya adalah 27-30 mm dan lebar 8-11 mm. Kelopak mata
atas, yang lebih mobile dari kelopak mata bawah, dapat dinaikkan 15mm hanya
dengan aksi levator palpebrae superoris otot saja. Jika otot frontalis alis digunakan,
fisura palpebra dapat diperlebar 2mm tambahan. Otot levator dipersarafi oleh CN III.3

Gambar 2: Palpebrae3

B. Kelenjar lakrimal

Kelenjar lakrimal adalah anterior di daerah superolateral orbit, dan dibagi


menjadi dua bagian oleh levator palpebrae superioris otot, segmen palpebra anterior,
dan bagian orbital kelenjar. Kelenjar lakrimal terdiri dari asini yang terdiri dari
lapisan luminar sel epitel kolumnar yang dikelilingi oleh lapisan basal sel mioepitel
dan selaput basement yang tertutup. Kelenjar lakrimal manusia adalah kelenjar
tubulo-alveolar dari jenis serosa. Saluran interlobular dan 6-12 interlobular
mengalirkan sekresi ke fornix konjungtiva di bawah tulang temporal. Kelenjar
lakrimal menghasilkan elektrolit, air, serta berbagai macam protein, peptida, dan
glikopeptida.4

7
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3: kelenjar lakrimal4

C. Sklera

Sklera atau putih mata membentuk lapisan terluar yang tegas dan berserat pada
mata. Ini mempertahankan bentuk mata dan memberikan perlekatan pada otot-otot
ekstraokular. Ketebalannya sekitar 1 mm. Sklera menjadi tipis (seperti membran
selaput) di situs tempat saraf optik menembusnya. Ini disebut Lamina cribrosa.2

D. Kornea

Kornea adalah lapisan transparen dari segmen anterior mata. Kornea terdiri dari
lima lapisan utama (dimulai secara anterior)

1. Epitel kornea: Terdiri dari lima atau enam lapisan. Lapisan-lapisan ini
dibagi menjadi:

- Lapisan sel basal: sel berbentuk kubus tempat pembelahan sel terjadi.

- Wing cells: lapisan kedua berbentuk sayap agar sesuai dengan permukaan
anterior bulat sel basal.

- Sel superfisial: tiga lapisan berikutnya menjadi semakin rata saat mereka
bergerak menuju permukaan karena aktivitas mitosis pada lapisan sel basal.

8
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Lapisan Bowman (lamina pembatas anterior): lapisan homogen tipis yang


berfungsi sebagai dasar untuk sistem penahan epitel. Setelah mengalami
kerusakkan, lapisan ini tidak pernah diganti. Dengan tidak ada lapisan ini
menunjukkan trauma atau ulserasi sebelumnya.

3. Stroma kornea (substantia propria): keratosit adalah sel spindel dengan


proses interkoneksi bercabang panjang yang tidak pernah divisualisasikan dalam
bagian histologis rutin. Sel-sel ini terletak di antara lamella yang mengandung
kumpulan fibril kolagen dengan jarak seragam.

4. Membran Descemet (lamina pembatas posterior): membran tipis elastis


yang memiliki kekuatan tarik tinggi dan mengandung proteoglikan dan
glikoprotein selain kolagen

5. Endotel kornea: lapisan monolayer rata dan berbentuk kuboid. Sel endotel
menurun dengan bertambahnya usia dan proses ini dapat dipercepat oleh keadaan
penyakit tertentu atau intervensi bedah.5

Gambar 4 : Lapisan-lapisan kornea normal5

E. Iris

Iris adalah diafragma berwarna, bebas, bulat dengan lubang di tengah pupil. Ini
membagi segmen anterior mata menjadi ruang anterior dan posterior yang
mengandung aqueous humor yang dikeluarkan oleh tubuh ciliary. Ini terdiri dari
endotelium, stroma, sel-sel pigmen dan dua kelompok serat otot polos, satu melingkar
(sphincter pupillae) dan lainnya memancar (dilator pupillae).4

9
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

F. Ciliary body

Ciliary body berbentuk segitiga dengan alas ke depan. Iris menempel di tengah
alas. Ini terdiri dari serat otot non-lurik (otot ciliary), stroma dan sel epitel sekretori.
Ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu pars plicata dan pars plana.4

G. Retina

Retina terdiri dari sepuluh lapisan sel saraf dan serabut saraf yang berbaring di
lapisan epitel berpigmen. Garis sekitar 3/4 bola mata. Macula lutea adalah area
kuning retina yang terletak di bagian posterior dengan depresi sentral yang disebut
fovea centralis. Ini adalah bagian paling sensitif dari retina.4

H. Orbit

Orbit adalah sepasang soket bertulang besar yang menampung bola mata dan
termasuk otot, saraf, pembuluh, dan lemak serta ocular appendages.6 Orbit
adalah rongga bertulang di kedua sisi bidang midsagittal dari tengkorak di bawah
tempurung kepala. Mereka mengandung bola mata, otot ekstraokular, dan saraf
orbital, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Orbitnya berbentuk seperti piramida
empat sisi, yang dasarnya terletak pada batas orbital anterior danpuncak di
margin posterior dalam tengkorak. Dinding orbital disebut sebagai atap, lantai,
dan dinding medial dan lateral. Dinding medial berjalan kira-kira sejajar satu
sama lain, sedangkan dua dinding lateral, jika memanjang ke belakang, akan
membentuk sekitar sudut 90 derajat dengan satu sama lain. Orbit juga
dideskripsikan sebagai berbentuk buah pir, memiliki bagian terluas 1,5 cm di
dalam batas orbital. Lantai orbital memanjang hingga sekitar dua pertiga dari
kedalaman orbit; tiga sisi lainnya meluas ke puncak. Setiap orbit terdiri dari tujuh
tulang - tulang frontal, rahang atas, zygomatik, sphenoid, ethmoid, palatine, dan
lacrimal. Bagian frontal, sphenoid, dan ethmoid masing-masing merupakan
tulang tunggal dan mengambil bagian dalam pembentukan kedua orbit.7

10
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 5: Anterior view of orbit bones7

I. Otot ekstraokular mata

Bola mata digerakkan oleh enam otot ekstrinsik, menempel di satu ujung
bola mata dan di sisi lain ke dinding rongga orbital. Ada empat otot lurus dan dua
miring. Mereka terdiri dari serat otot lurik. Gerakan mata untuk melihat ke arah
tertentu berada di bawah kendali sukarela tetapi koordinasi gerakan yang
diperlukan untuk konvergensi dan akomodasi untuk penglihatan dekat atau jauh,
berada di bawah kendali otonom.2

Gambar 6: Otot ekstraokular mata2

11
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 2: Otot ekstraokular mata4

Nama Otot Fungsi Otot

Medial rectus Memutar bola mata ke dalam.

Lateral rectus Memutar bola mata ke arah luar.

Superior rectus Memutar bola mata ke atas.

Inferior rectus Memutar bola mata ke bawah.

Superior oblique Memutar bola mata sehingga


kornea berputar ke arah bawah dan
ke luar.
Inferior oblique Memutar bola mata sehingga
kornea berputar ke atas dan ke
luar.

2.2. Fisiologi penglihatan

Gelombang cahaya bergerak dengan kecepatan 300.000 kilometer per detik.


Cahaya dipantulkan ke mata oleh benda-benda dalam bidang penglihatan. Cahaya
putih adalah kombinasi dari semua warna spektrum visual, yaitu merah, orange,
kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Ini dapat ditunjukkan dengan melewatkan
cahaya putih melalui kaca prisma yang membiaskan atau membengkokkan sinar
warna yang berbeda ke tingkat yang lebih besar atau lebih kecil, tergantung pada
panjang gelombangnya. Lampu merah memiliki panjang gelombang terpanjang
dan ungu terpendek. Rentang warna ini adalah spektrum cahaya tampak. Dalam
pelangi, cahaya putih dari matahari dipecah oleh tetesan air hujan yang bertindak
sebagai prisma dan reflektor.2

12
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 7: White light broken into the colours of the visible spectrum when passed through a
prism2.

Fotoreseptor merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang


antara 400-700 nm memulai reaksi kimia dalam sel retina khusus, batang dan
kerucut, yang merupakan stimulus untuk impuls saraf yang ditransmisikan dan
menimbulkan persepsi pada korteks visual manusia.Bagian foveal retina sebagian
besar ditempati oleh kerucut yang mengandung salah satu dari tiga pigmen visual
dan penglihatan warna patuh. Sel batang mengandung pigmen visual tunggal
(rhodopsin) dan bertambah jumlahnya dari sekitar 2 mm dari pusat, kepadatan
maksimum ditemukan antara 3 dan 6 mm dari fovea. Kerapatan sel kerucut
menurun ke arah pinggiran tetapi meluas ke ora serrata. Sel batang jauh lebih
banyak daripada sel kerucut, ada total 120 juta batang dan 6 juta kerucut di setiap
mata. Hanya ada sekitar 1 juta akson di saraf optik manusia, oleh karena itu ada
konvergensi eferen fotoreseptor pada sel ganglion melalui sel bipolar. Banyak
lebih banyak batang berkumpul pada sel ganglion tunggal daripada sel kerucut
dan ini berarti bahwa pada tingkat cahaya sedang sebagian besar aktivitas retina
adalah pensinyalan sel kerucut meskipun rasio sel rod lebih tinggi dari sel cone.
Jumlah kecil sel kerucut konvergen pada setiap sel ganglion juga memungkinkan
resolusi spasial yang tinggi (diukur sebagai ketajaman visual) dari fovea kaya sel
kerucut.8

A. REFRAKSI DARI SINAR CAHAYA

Ketika sinar cahaya melewati dari medium dengan satu densitas ke medium
dengan densitas berbeda, mereka dibiaskan atau ditekuk. Prinsip ini digunakan di

13
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mata untuk memfokuskan cahaya pada retina. Sebelum mencapai retina, sinar
melewati cahaya berturut-turut melalui konjungtiva, kornea, cairan air, lensa dan
cairan vitreus. Mereka semua lebih padat daripada udara dan dengan
pengecualian lensa, mereka memiliki kekuatan refraktori konstan yang mirip
dengan air.2

- Lensa

Lensa adalah struktur transparan bikonveks transparan yang digantung di


belakang iris dari badan ciliary oleh ligamentum suspensori. Lensa adalah
satu-satunya struktur di mata yang mengubah kekuatan biasnya. Semua sinar
cahaya yang masuk ke mata perlu ditekuk untuk memfokuskannya pada retina.
Cahaya dari objek yang jauh membutuhkan paling sedikit pembiasan dan ketika
objek semakin dekat, jumlah yang dibutuhkan meningkat. Untuk meningkatkan
daya refraksi otot ciliary, melepaskan tarikannya pada ligamentum suspensori
dan permukaan anterior lensa menggembung ke depan, meningkatkan
cembungnya. Ketika otot ciliary mengendur, otot itu tergelincir ke belakang,
meningkatkan tarikannya pada ligamen suspensori, membuat lensa lebih tipis.
Melihat benda-benda dekat 'meletihkan' mata lebih cepat karena penggunaan otot
ciliary yang terus menerus.2

B. AKOMODASI MATA KE CAHAYA

Ada tiga faktor yang terlibat dalam akomodasi:


- Ukuran Pupil : mempengaruhi akomodasi dengan mengontrol jumlah cahaya
yang masuk ke mata. Dalam cahaya yang terang pupil mengkonstrik. Dalam
cahaya redup mereka melebar. Jika pupil mata melebar dalam cahaya terang,
terlalu banyak cahaya akan masuk ke mata dan merusak retina. Dalam cahaya
redup, jika pupil mengerut, cahaya yang tidak cukup akan masuk ke mata untuk
mengaktifkan pigmen fotosensitif dalam batang dan kerucut yang merangsang
ujung saraf di retina. Iris terdiri dari satu lapisan bundar dan satu serat otot polos
yang memancar. Kontraksi serat melingkar mengkonstriksi pupil, dan kontraksi
serat yang memancar melebarkannya. Ukuran pupil dikendalikan oleh saraf

14
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sistem saraf otonom. Stimulasi simpatis melebarkan pupil dan stimulasi parasimpatis
menyebabkan kontraksi pupil.2

Gambar 8: Diagram perbedaan bentuk lensa untuk penglihatan jauh dan dekat.2

- Gerakan konvergensi Bola Mata


Sinar cahaya dari objek memasuki dua mata pada sudut yang berbeda dan untuk
penglihatan yang jelas mereka harus merangsang area yang sesuai dari dua retinae.
Otot ekstraokular menggerakkan mata dan untuk mendapatkan gambar yang jelas
mereka memutar mata sehingga mereka bertemu pada objek yang dilihat. Aktivitas
otot yang terkoordinasi ini berada di bawah kendali otonom. Ketika ada gerakan
sukarela mata, kedua mata bergerak dan konvergensi dipertahankan. Semakin dekat
suatu objek, semakin besar rotasi mata yang dibutuhkan untuk mencapai konvergensi.
Jika konvergensi tidak lengkap ada visi ganda, yaitu diplopia. Setelah periode waktu
di mana konvergensi tidak memungkinkan, otak cenderung mengabaikan impuls yang
diterima dari mata yang berbeda.2
- Fungsi Retina
Retina adalah bagian fotosensitif mata. Sel-sel peka cahaya adalah batang dan
kerucut. Sinar cahaya menyebabkan perubahan kimiawi pada pigmen fotosensitif
dalam sel-sel ini dan mereka memancarkan impuls saraf yang melewati lobus
oksipital serebrum melalui saraf optik. Batang lebih sensitif daripada kerucut. Mereka
dirangsang oleh intensitas rendah atau cahaya redup, misalnya oleh cahaya redup di
bagian dalam ruangan yang gelap (penglihatan scotopic). Kerucut peka terhadap
cahaya dan warna terang. Perbedaan panjang gelombang cahaya merangsang pigmen
fotosensitif di kerucut, menghasilkan persepsi warna yang berbeda. Dalam cahaya
yang terang sinar cahaya difokuskan pada macula lutea (penglihatan photopic).
Batang lebih banyak ke arah tepi retina. Visual ungu (rhodopsin) adalah pigmen

15
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

fotosensitif yang hanya ada di batang. Itu diputihkan oleh cahaya terang dan ketika ini
terjadi batang tidak dapat dirangsang. Rhodopsin cepat dilarutkan ketika persediaan
vitamin A yang cukup tersedia. Ketika individu bergerak dari area cahaya terang ke
salah satu cahaya redup, ada periode waktu variabel ketika sulit untuk melihat.
Tingkat di mana adaptasi gelap berlangsung tergantung pada tingkat pemulihan
rhodopsin. Dalam cahaya malam yang redup, warna yang berbeda tidak dapat
dibedakan karena intensitas cahaya tidak cukup untuk menstimulasi pigmen peka
warna dalam kerucut.2

2.3. CHLAMYDIA TRACHOMATIS


2.3.1. Definisi

Trachoma adalah penyebab infeksi utama kebutaan di seluruh dunia. Ini


disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis dan ditandai oleh perubahan inflamasi
di konjungtiva pada anak-anak dengan jaringan parut berikutnya, opacity kornea dan
kebutaan pada orang dewasa.9 Dengan 400 juta populasi dunia menderita, itu adalah
salah satu yang paling umum dari semua penyakit kronis. Variasi regional dalam
prevalensi dan tingkat keparahan dapat dijelaskan berdasarkan variasi dalam
kebersihan pribadi dan standar hidup masyarakat dunia, kondisi iklim di mana mereka
tinggal, usia yang berlaku saat permulaan, dan frekuensi dan jenis yang berlaku infeksi
mata bakteri bersamaan10. Setelah masa inkubasi 5-10 hari, trachoma bermanifestasi
sebagai konjungtivitis mukopurulen ringan yang biasanya sembuh sendiri dan sembuh
tanpa sekuele yang permanen. Akan tetapi, infeksi berulang, mengakibatkan
peradangan kronis termasuk konjungtivitis folikel dan hipertrofi papiler palpebra atas.
konjungtiva, pannus kornea superfisial superior, dan keratitis epitel halus. Akhirnya,
beberapa reinfeksi menyebabkan jaringan parut dan cicatriization dari kornea,
konjungtiva, dan kelopak mata11.

2.3.2 Patogenesis
Chlamydia trachomatis adalah spesies Chlamydiae, bakteri yang tidak dapat
bereplikasi secara ekstraseluler dan tergantung pada sel inang. Bakteri dapat dibagi
dalam dua bentuk utama: (a) 'tubuh dasar' infektif ekstraseluler yang kuat dan (b)
replikasi ‘tubuh retikuler intraseluler rapuh '. Konjungtivitis klamidia dewasa (inklusi)

16
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

adalah infeksi oculogenital yang biasanya disebabkan oleh serovar (varian serologis)
D-K dari C. trachomatis, dan mempengaruhi 5-20% orang dewasa muda yang aktif
secara seksual di negara-negara Barat. Penularannya dengan autoinokulasi dari sekresi
genital, meskipun penyebaran mata-ke-mata mungkin menyumbang sekitar 10%.
Masa inkubasinya sekitar satu minggu.7
Chlamydia trachomatis adalah bakteri yang menyebabkan beberapa sindrom
konjungtivitis yang berbeda. masing-masing dikaitkan dengan serotipe C.trachomatis
yang berbeda:
- Trachoma: Serotipe A-C
- Konjungtivitis Inklusi Dewasa Dan Neonatal: Serotipe D-K
- Lymphogranuloma Venereum: Serotipe L1, L2 dan L3
Adanya laporan mengenai keratoconjunctivitis yang jarang pada manusia yang
disebabkan oleh spesies Chlamydia yang biasanya menginfeksi hewan, seperti
Chlamydia Psittaci, agen yang umumnya terkait dengan penyakit pada burung beo dan
agen pneumonitis.13

2.3.3. Klasifikasi
Berdasarkan World Health Organization (WHO) adalah seperti berikut:

Tabel 3: Simplified WHO Grading System Grade Clinical Signs

Five or more follicles of >0.5 mm on upper


Trachomatous inflammation follicular (TF) tarsal conjunctiva.

Inflammatory thickening obscuring more


Trachomatous inflammation intense (TI) than half of the normal deep tarsal vessels.

Trachomatous conjunctival scarring (TS) The presence of easily visible scars in the
tarsal conjunctiva.

At least one eyelash rubbing on the eyeball


Trachomatous trichiasis (TT) or evidence of recent removal of in-turned
eyelashes.

17
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Corneal opacity (CO) CO blurring part of pupil margin.

Each sign is graded independently and should be included only if it is easily visible.
The eyelids and cornea are examined first for evidence of in-turned eyelashes or CO.
The upper eyelid is then everted and the tarsal conjunctiva examined. The conjunctiva
outside this area should not be examined.14
2.3.4. Diagnosa
A. Diagnosis klinis trachoma dibuat dari tanda-tanda khasnya; setidaknya
ada dua set tanda yang harus ada sebagai berikut:
- Folikel konjungtiva dan papillae
- Pannus progresif atau regresif
- Keratitis epitel dekat limbus superior
- Tanda-tanda cicatrisation atau sekuele1

B. Diagnosis laboratorium.
Diagnosis laboratorium trachoma meliputi:
- Sitologi konjungtiva :Pewarnaan Giemsa menunjukkan reaksi polimorfonuklear
yang dominan dengan adanya sel plasma dan sel Leber menunjukkan trachoma.
- Deteksi badan inklusi dalam hapusan konjungtiva dimungkinkan dengan
pewarnaan Giemsa, iodinestain atau pewarnaan imunofluoresen, khususnya
dalam kasus dengan trakoma aktif.
- Uji imunosorben terkait-enzim (ELISA) untuk antigen klamidia.
- Reaksi rantai polimer (PCR) juga bermanfaat.
- Isolasi klamidia dimungkinkan dengan metode inokulasi kuning telur dan
teknik kultur jaringan. Kultur sel McCoy standard single-passage
membutuhkan setidaknya 3 hari.
- Serotipe agen TRIC dilakukan dengan mendeteksi antibodi spesifik
menggunakan metode microimmunofluorescence (micro-IF).1

2.3.5 Gejala Klinis


- Mata merah
- Mata bernanah (pus)

18
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

- Iritasi atau nyeri mata


- Poor vision or visual loss
- Photophobia (sensitivity to light)
- Inverted (turned under) eyelashes (trichiasis) or eyelids (entropion)15
Jaringan parut tarsal ( Tarsal scarring) pada akhirnya dapat berkembang dalam
beberapa kasus. Folikel jarang ditemukan pada bayi, karena jaringan limfoid tarsal
jarang terjadi.16 Infeksi dan peradangan yang berulang dan berkepanjangan dapat
menyebabkan komplikasi jaringan parut pada trachoma. Pada awalnya, jaringan parut
konjungtiva terlihat pada konjungtiva subtarsal, yang dapat berkisar dari beberapa
bekas luka linier atau stellata hingga pita fibrosa yang tebal dan terdistorsi. Kontraksi
jaringan parut ini menyebabkan entropion (pembalikan kelopak mata) dan trichiasis
(bulu mata menyentuh bola mata) yang seringkali menyakitkan. Akhirnya, operasi
kornea mengembangkan tahap akhir penyakit yang menyilaukan. Ini mungkin
merupakan hasil dari beberapa penghinaan terhadap kornea: trauma mekanis dari bulu
mata, infeksi bakteri atau jamur sekunder dan permukaan mata yang kering9.

2.3.6 Penatalaksanaan
Pengobatan telah difokuskan terutama pada antibiotik. Meskipun World Health
Organization (WHO) telah melembagakan program SAFE (surgery, antibiotics, facial
cleanliness, and environmental improvement), heterogenitas studi yang besar belum
secara jelas mengidentifikasi modalitas mana yang paling efektif untuk menghentikan
penyakit. Pengobatan topikal tidak efektif. Perawatan komunitas secara besar-besaran
di mana semua anggota komunitas menerima antibiotik, telah terbukti efektif hingga
dua tahun setelah perawatan, tetapi kekambuhan dan scarring tetap juga terjadi.18
Perawatan trachoma biasanya terdiri dari 3 hingga 4 minggu tetrasiklin oral
(tetrasiklin 1 g / hari atau doksisiklin 100 mg / hari) atau eritromisin oral. Respons
klinis mungkin lambat dan memakan waktu 9-18 minggu. Satu dosis tunggal
azitromisin oral 20 mg / kg telah ditunjukkan dalam beberapa uji coba terkontrol
secara acak sama efektifnya dengan 6 minggu tetrasiklin topikal. Azitromisin topikal
1,5% dua kali sehari selama 2-3 hari juga ditemukan sama efektifnya dengan dosis
oral tunggal dengan tingkat kekambuhan yang rendah. Penggunaan berulang

19
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

antibiotik sistemik di daerah endemik telah dicoba dalam upaya untuk memberantas
penyakit dengan resolusi lambat dari trachoma aktif.9

1. Tetracycline / Chlortetracycline
Tetrasiklin (Achromycin 1% larutan ophthalmic) dan chlortetracycline
(Aureomycin 1% larutan opthalmik) terkait dengan antibiotik bakteriostatik.
Keduanya memiliki spektrum yang luas, dengan chlortetracycline memiliki
keunggulan terhadap bakteri gram negatif. Penurunan efektivitas relatif dan
peningkatan resistensi bakteri bila dibandingkan dengan obat lain yang tersedia,
tidak pula obat pilihan dalam kebanyakan situasi. Tetrasiklin efektif dalam
pengobatan dan profilaksis konjungtivitis neonatal dan, dikombinasikan dengan
terapi oral, berguna dalam pengobatan infeksi klamidia okular. Secara sistemik,
tetrasiklin dan kerabatnya juga berguna dalam pengobatan disfungsi kelenjar
kelopak mata. Kerabat dari tetrasiklin adalah oxytetracycline (Teranycin),
doxycycline (Vibramycin), dan minocycline (Vectrin, Minocin). Ada banyak
kerugian untuk terapi tetrasiklin sistemik. Pertama, itu tidak boleh digunakan
selama kehamilan atau pada anak-anak di bawah 8 tahun karena dapat menodai
gigi dan menekan perkembangan tulang. Tetrasiklin juga mempengaruhi
kebutuhan insulin penderita diabetes dan dapat mengurangi efektivitas
kontrasepsi oral. Selanjutnya, seperti beberapa antibiotik lainnya, terapi ini dapat
meningkatkan efek obat pengencer darah. Tetrasiklin dapat meningkatkan
sensitivitas pasien terhadap sinar matahari. Sebagai aturan umum, mereka tidak
boleh dikonsumsi dengan produk susu atau antasida, yang dapat menurunkan
efektivitas tetrasiklin.17
2. Eritromisin
Erythromycin (AK-mycin, Ilotycin) termasuk dalam kelompok yang disebut
antibiotik makrolida. Eritromisin mungkin memiliki sifat bakterisidal atau
bakteriostatik, tergantung spesifik organisme. Spektrumnya luas tetapi lebih
efisien terhadap bakteri gram positif. Erythromycin jarang menjadi obat pilihan
untuk infeksi mata. Salah satu alasannya adalah ini hanya tersedia sebagai salep
mata. Di sisi positif, itu relatif aman dan tidak beracun. Untuk alasan ini, dan
spektrum gram positifnya yang baik, lebih disukai oleh beberapa dokter untuk

20
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kasus infeksi kelopak mata kronis. Juga, karena keamanannya, ia digunakan


sebagai pengganti tetrasiklin untuk pengobatan konjungtivitis neonatal atau
ketika pasien alergi terhadap tetrasiklin. Erythromycin oral biasanya digunakan
untuk infeksi di banyak bagian tubuh, termasuk kelopak mata dan orbit. Namun,
sekali lagi, biasanya dicadangkan untuk kasus-kasus di mana antibiotik yang
lebih efektif dikontraindikasikan. Secara keseluruhan, eritromisin adalah salah
satu antibiotik teraman. Efek irritatif, seperti hipersensitivitas topikal, jarang
terjadi. Mual, diare, dan gangguan pencernaan mungkin dialami dengan
pemberian oral. Komplikasi yang lebih serius, seperti kerusakan hati, jarang
terjadi tetapi mungkin terjadi. Ada beberapa interaksi obat yang merugikan. Salah
satunya melibatkan antihistamin tertentu. Secara umum, terapi antihistamin oral
dan eritromisin tidak boleh dikonsumsi bersamaan karena toksisitas jantung yang
fatal dapat terjadi. Satu antibiotik makrolida lainnya semakin banyak digunakan
dalam praktek oftalmik. Azitromisin (Zithromax) terbukti efektif dalam
mengobati infeksi klamidia okular. Keuntungannya adalah dapat diberikan secara
oral sebagai dosis tunggal di kantor alih-alih dengan tetrasiklin 21 hari
tradisional.17

2.3.7. Pencegahan
Pencegahan dan pengobatan trachoma selalu menjadiprioritas bagi
komunitas internasional. WHO mengembangkan strategi SAFE untuk
pencegahan dan pengobatan trakomaberdasarkan intervensi masyarakat. Bedah
untuk trachomatoustrichiasis, bertujuan mengurangi trichiasis trachomatous yang
disebabkan oleh entropion kelopak mata(Surgery, S). Aplikasi antibiotik terutama
azitromisin yang sangat efektif, sehingga dapat menghilangkaninfeksi klamidia
trachomatis pada pasien trakoma(Antibiotik, A); Kebersihan wajah untuk
kebersihan pribadi yang lebih baik(Kebersihan wajah, F); Perbaikan lingkungan,
dalam rangkauntuk mengurangi risiko infeksi dan infeksi ulang
Chlamydiatrachomatis (Perbaikan lingkungan, E). Upaya ini telah menciptakan
kondisi yang menguntungkan untuk eliminasi trachoma secara global.20

21
PAPER NAMA: BINDIYA TARAJ KAUR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM: 140100236

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 3
KESIMPULAN

Trachoma adalah penyebab infeksi utama kebutaan di seluruh dunia. Ini


disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis dan ditandai oleh perubahan
inflamasi di konjungtiva pada anak-anak dengan jaringan parut berikutnya, opacity
kornea dan kebutaan pada orang dewasa. Setelah masa inkubasi 5-10 hari, trachoma
bermanifestasi sebagai konjungtivitis mukopurulen ringan yang biasanya sembuh
sendiri. Akan tetapi, infeksi berulang, mengakibatkan peradangan kronis termasuk
konjungtivitis folikel dan hipertrofi papiler palpebra atas. konjungtiva, pannus kornea
superfisial superior, dan keratitis epitel halus. Reinfeksi menyebabkan jaringan parut
dan cicatriization dari kornea, konjungtiva, dan kelopak mata.Gejala klinis yang dapat
dijumpai adalah mata merah, drainase bernanah (pus) dari mata,iritasi atau nyeri mata,
Poor vision or visual loss, Photophobia (sensitivity to light), Inverted (turned under)
eyelashes (trichiasis) or eyelids (entropion) dan jaringan parut tarsal ( Tarsal
scarring). Penatalaksanaan trachoma biasanya terdiri dari 3 hingga 4 minggu
tetrasiklin oral atau eritromisin oral. Respons klinis mungkin lambat dan memakan
waktu 9-18 minggu. Penggunaan berulang antibiotik sistemik di daerah endemik telah
dicoba dalam upaya untuk memberantas penyakit dengan resolusi lambat dari
trachoma aktif.

22

Anda mungkin juga menyukai