KATARAK
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2
Dosen Pengajar : Kusniawati, S.Kep,Ners., M.Kep.
Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Keperawatan Medikal
Bedah 2 dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KATARAK”
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menuntut ilmu. Kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Kusniawati, S.Kep,Ners., M.Kep. selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah 2.
2. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga ke
depannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang.Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR PUSTAKA
Studdarth, Brunner. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Jilid 3. EGC. Jakarta
Mansjoer, Arif.2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta :
Istiqomah, N. Indiriana Ns. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Mata. EGC.
Jakarta
Nurarif, Huda Amin Ns. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Mediaction Publishing. Yogyakarta.
Carpenito, Lynda Juall, (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 6. EGC.
Jakarta.
Doengoes, Mariyln E., (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. EGC. Jakarta.
Tamim Radjamin RK, Dkk,.1993. Ilmu Penyakit Mata. Airlangga University Press. Surabaya.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Maka dari itu, diperlukan tenaga dan fasilitas kesehatan yang profesional dalam
penanganan penyakit katarak ini. Sehingga dapat menurunkan angka penyakit katarak yang
tertinggi serta menciptakan indonesia yang sehat dimasa selanjutnya.
2
1.4 Manfaat Penulisan
1. Memahami konsep mengenai penyakit katarak.
2. Memahami pengertian dari katarak.
3. Memahami etiologi dalam penyakit katarak.
4. Memahami manifestasi klinis yang dapat terjadi pada penyakit katarak.
5. Memahami patofisologi penyakit katarak.
6. Memahami klasifikasi dalam penyakit katarak.
7. Memahami pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit katarak.
8. Memahami penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan dalam penanganan katarak.
9. Memahami perawatan Pre Operasi dan Post Operasi pada pasien dengan katarak.
10. Memahami asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan katarak.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
2.2 Etiologi Katarak
Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi pada usia lanjut dan
keturunan. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan seperti merokok, bahan
beracun lainnya, trauma, penyinaran, sinar ultraviolet.
Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam - macam, yaitu sebagai
berikut:
a. Usia lanjut
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan bertambahnya usia lensa
akan mengalami proses menua, di mana dalam keadaan ini akan menjadi katarak.
b. Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin
(saat kehamilan). Biasanya ditemukan pada bayi ketika lahir atau beberapa saat kemudian.
Katarak kongenital merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara autosomal
dominan atau bisa disebabkan oleh infeksi kongenital seperti campak jerman dan penyakit
metabolik seperti galaktosemia.
c. Genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang timbul pada
lensa.
d. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan amplitudo
akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa
dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara
difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah
oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada
dalam lensa.
e. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan
dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid. Merokok menyebabkan
penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine dan chromophores, yang
menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan
terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.
5
f. Konsumsi alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit mata,
termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak.
Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan cara
mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa.
g. Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X atau benda
– benda radioaktif.
h. Penyakit mata seperti uveitis.
6
c. Memerlukan pencahayaan yang cukup terang untuk dapat membaca atau beraktivitas
lainnya.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata karena sudah merasa tidak nyaman menggunakannya.
2. Penglihatan sering pada salah satu mata
3. Kehilangan pengelihatan secara bertahap dan tidak nyeri.
4. Pandangan silau yang mengganggu dan pengelihatan buruk pada sinar matahari yang
terang.
5. Pandangan silau yang membutakan akibat lampu sorot mobil pada pengemudi
dimalam hari.
6. Kemungkinan memiliki pengelihatan pada cahaya yang redup dibandingkan dengan
cahaya yang terang.
7. Area putih keabu – abuan dibelakang pupil.
2.4 Patofisologi
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan atara protein
yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membran semipermiabel. Lensa
berisi 65% air, 35% protein dan mineral. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tdak
dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi dan fisik
dan protein tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam
lensa melebihi jumlah protein dalam bagian ynag lain sehingga membentuk suatu kapsul yang
dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi pada
serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan
penglihatan. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri
di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak
yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Pada proses penuaan, lensa secara bertahap kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam
ukuran dan densitasnya. Peningkatan densitas diakibatkan olej kompresi sentral serat lensa
7
yang lebih tua. Saat serat lensa yang baru diproduksi di korteks, serat lensa ditekan menuju
sentral. Serat-serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hilangnya transparasi lensa yang
tidak terasa nyeri dan sering bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak tersebut
menyebabkan gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini
menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada di dalam lensa yang pada akhirnya
menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan ini dapat berkembang di berbagai lensa dan
kapsulnya. Pada gangguan ini, sinar yang masuk melalui kornea di halangi oleh lensa yang
keruh dan buram. Kondisi ini mengaburkan bayangan semu yang sampai pada retina,
akibatnyab otak mengintepretasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang tidak
diterapi, lensa mata akan menjadi berwarna putih susu kemudian berubah menjadi kuning
bahkan menjadi coklat atau hitam dan klien mengalami kesulitan dalam membedakan warna.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar
lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
8
Katarak ini terjadi pada tindakan bedah lensa dimana terjadi reaksi radang yang berakhir
dengan terbentuknya jaringan fibrosis sisa lensa yang tertinggal maka keadaan ini disebut
sebagai katarak sekunder. Tindakan bedah yang dapat menimbulkan katarak sekunder
adalah sisa disisio lentis, ekstraksi linear dan ekstraksi lensa ekstrakpsular. Pada katarak
sekunder yang menghambat masuknya sinar ke dalam bola mata atau mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan maka dilakukan disisio lentis sekunder atau kapsulotomi pada
katarak sekunder tersebut.
9
Katarak polaris anterior
Katarak inti (katarak nuklear)
Katarak sutural
2. Katarak Juvenil
Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun sampai di bawah 40 tahun, katarak ini
dapat terjadi karena lanjutan katarak kongenital yang makin nyata, penyulit penyakit lain,
katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu mata, seperti akibat
uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang mengenai satu
mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotowa distrofi,'yang
mengenai kedua mata dan akibat trauma tumpul.Biasanya katarak juvenil ini merupakan
katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor.
3. Katarak Presenil
Adalah Katarak sesudah usia 30 - 40 tahun
4. Katarak Senil
Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan penyakit
lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat. Kedua mata dapat terlihat
dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda. Proses degenerasi pada lensa dapat
terlihat pada beberapa stadium katarak senil. Pada katarak senil akan terjadi degenerasi
lensa secara perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur.
Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa
karena proses penuaan.
Katarak senil dapat dibagi dalarn 4 stadium, yaitu :
a. Stadium insipien
Dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa
berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan mengeluh
gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini.,
proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga akan terlihat
biiik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalarn posisi biasa disertai
dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
b. Stadium imatur
10
Dimana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalarn
lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium ini, terjadi pembengkakan lensa
yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada stadium ini dapat terjadi miopisasi
akibat lensa mata menjadi cembung, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kacamata
sewaktu membaca dekat. Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, biiik
mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup. Pada stadium ini dapat
terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada
lensa. Uji bayangan iris positif.
c. Stadium matur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium terjadi kekeruhan seluruh
lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan
dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan
terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan
terbuka normal, uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat
hanya tinggal proyeksi sinar positif.
d. Stadium hipermatur
Dimana pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat
mencair sehingga nukleus lensa tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni).
Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun
korteks yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada stadium matur
akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang akan mengakibatkan iris
tremulans, dan bilik mata depan terbuka. Pada uji bayangan iris tertihat positif
walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini disebut uji bayangan iris
pseudopositif. Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan tirnbul reaksi jaringan
uvea berupa uveitis. Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata
sehingga timbul glaukoma fakolitik.
5. Katarak komplikasi/Komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor
fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa juga merupakan komplikasi
11
dari penyakit. Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan
mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata.
Katarak ini disebabkan oleh berbagai jenis seperti :
a. Gangguan okuler, terjadi akibat iridosiklitis, retinitis pigmentosa, koroiditis, miopia
tinggi, ablasio retina yang sudah lama,uveitis, miopia maligna dan glaukoma.
b. Penyakit sistemik, berupa Diabetes melitus, hipoparatiroid, down syndrom,
dermatitis atopik.
c. Trauma, berupa trauma tumpul, pukulan, benda asing di dalam mata, terpajan panas
berlebihan, Sinar-X, radioaktif, terpajan sinar matarahari, toksik kimia.
6. Katarak traumatik
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang menembus
kapsul anterior. Tindakan bedah pada katarak traumatik dilakukan setelah mata tenang
akibat trauma tersebut. Bila pecahnya kapsul mengakibatkan gejala radang berat, maka
dilakukan aspirasi secepatnya.
12
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
13
Midriatil, dilatasi pupil akan memberikan efek positif pda lateral aksial dengan
kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5% atau tropikamid 1% dapat
memberikan pengelihatan yang jelas.
2. Penatalaksanaan Bedah
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti glaukoma
dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa diangkat dari mata (ekstraksi
lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang
jarang lagi dilakukan saat ini adalah mengangkat lensa in toto, yakni di dalam kapsulnya
melaui insisi limbus superior 140-1600. Pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi
limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan
korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior.
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah
teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat
nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah
penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak senilis yang
padat dan keuntungan insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa
intraokuler. Pada beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan
prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya
adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa intra
okuler ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina
dan edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan untuk
bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat
selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi kalau
matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan
matanya dilindungi dengan kacamata. Perlindungan pada malam hari dengan pelindung
logam diperlukan selama beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan
14
beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui
lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen.(Vaughan, 2000).
Adapun indikasi pasien untuk dilakukan pemdebahan katarak adalah :
1) Visus yang menurun yang tak dapat dikoreksi dengan kacamata dan mengganggu
aktifitas.
2) Dahulu penderita dioperasi bila visusnya 1/300 s/d tak terhingga (LP+).
Akan tetapi dengan kemajuan tehnologi saat ini katarak dapat dioperasi pada stadium
apapun, bila penderita sudah terganggu aktivitasnya.
Terdapat beberapa jenis pembedahan untuk katarak, yaitu :
a. Pembedahan Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur ini
adalah kemudahan prosedur yang dilakukan sedangkan kerugiannya mata beresiko
tinggi mengalami retinal detachment dan mengangkat struktur penyokong untuk
penanaman lensa intraokuler.
Salah satu teknik ICCE adalah menggunakan crysurgery lensa dibekukan dengan
probe super dingin dan kemudian diangkat
b. Pembedahan Extracapsular Cataract Extrraction (ECCE)
Pada pembedahan jenis ini korteks dan nukleus diangkat, kapsul posterior ditinggalkan
untuk mencegah prolaps vitreus untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet dan
memberikan sokongan untuk implantasi lensa intraokuler. ECCE paling sering
dilakukan karena memungkinkan dimasukkannya lensa intraokuler ke dalam kapsul
yang tersisa. Setelah pembedahan diperlukan koreksi visus lebih lanjut. Visus biasanya
pulih dalam 3 bulan setelah pembedahan. Teknik yang sering digunakan dalam ECCE
adalah fakoemulsifikasi, yaitu jaringan dihancurkan dan debris diangkat melalui
penghisapan (suction).
15
Tidak boleh ada glaukoma. Pada keadaan glaukoma, pembuluh darah retina telah
menyesuaikan diri dengan TIO yang tinggi. Jika dilakukan operasi, pada waktu
kornea dipotong, TIO menurun, pembuluh darah pecah dan menimbulkan
perdarahan hebat. Juga dapat menyebabkan prolaps dari isi bulbus okuli seperti iris,
badan kaca, dan lensa.
Periksa visus.
Keadaan umum harus baik : tidak ada hipertensi, tidak ada diabetes melitus (kadar
gula darah <150 mg/dl), tidak ada batuk menahun dan penyakit jantung seperti
dekompensasi kordis.
2-3 hari sebelum operasi, mata diberi salep.
1 hari sebelum operasi, mata di tetesi homatropin 3x1 tetes.
Sore hari bulu mata dicukur, yakinkan klien bahwa bulu mata akan tumbuh lagi.
Kerjakan transchanal spoeling (Uji Anel). Uji Anel negatif merupakan
kontraindikasi mutlak untuk operasi intraokuler karena kuman dapat masuk ke
dalam mata.
Beri salep antibioti, jika perlu luminal tablet.
Anjurkan mandi dan keramas sebelum operasi dilakukan.
16
Mungkin sampai terjadi pengendapan pus di bilik mata depan (hipopion).
Iris miosis disertai sinekia postrior
c) Perhatikan pupil miosis/midriasis/normal :
Miosis : biasanya dipergunakan miotikum pada waktu operasi sehingga hari
berikutnya pupil menjadi miosis. Miosis ini dapat terjadi bila terjadi uveitis
anterior, dan biasanya disertai adanya sinekia posterior.
Midirasis : dapat terjadi bila ada peningkatan tekanan intra okuler (glaucoma)
Pupil tidak bulat : terjadi bila pada waktu operasi terjadi korpukasi (korpus
viterius keluar).
d) Peningkatan TIO ditandai nyeri yang meningkat, mual dan muntah.
e) Adanya tanda-tanda infeksi, seperti :
1) Kemerahan
2) Oedema.
3) Infeksi kojunctiva (pembuluh darah konjunctiva menonjol).
4) Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.
5) Zat purulen
6) Peningkatan suhu
7) Nilai lab; peningkatan leukosit, perubahan leukosit, hasil pemeriksaan kultur
sensitifitas abnormal.
f) Pantau adanya retinal detachment yang ditandai dengan tampaknya titik hitam,
peningkatan jumlah floaters atau sinar kilat dan hilangnya sebaian/seluruh lapang
pandang.
Setelah operasi dapat diberi :
a) Kacamata, diberikan bila tanda-tanda iritasi sudah hilang (kurang lebih sesudah 1,5
bulan post op), sudah tidak ada perubahan refraksi (3 x refraksi tiap minggu).
Setelah ekstraksi katarak, mata klien tak mempunyai lensa yang disebut afakia dengan
tanda COA dalam, iris tremulans, pupil hitam. Keadaan ini harus dikoreksi dengan
lensa sferis (+) 10D supaya dapat melihat jauh. Koreksi ini harus diberikan 3 bulan
pascaoperasi, sebab sebelum 3 bulan keadaan refraksi masih berubah-ubah karena
keadaan luka belum tenang dan astigmatismenya tidak tetap. Lensa mengubah
bayangan sebanyak 25-33% dan menyebabkan distrorsi sehingga garis vertikal seperti
17
pintu tampak melengkung, menyebabkan pandangan perifer hilang, kedua mata tidak
berfungsi bersama, sehingga terjadi diplopia jika hanya satu mata yang dioperasi dan
merupakan pilihan yang tidak mahal.
b) Lensa Kontak : Penglihatan lebih baik daripada kacamata, dan dipakai pada operasi
katarak unilateral (satu mata). Keuntungan dari pilihan ini adalah ukuran bayangan
hanya 7% lebih besar dari pada ukuran normal, sehingga kedua mata nerfungsi
bersama. Lapang pandang tidak berubah/kontriksi. Kerugiannya dapat terjadi
lakrimasi, perlu keterampilan untuk memasang dan melepas, potensial infeksi dan
abrasi kornea, implantasi lensa intraokuler, ditrorsi bayangan minimal 1-3%, segera
kembali ke binokular vision.
Kerugiannya resiko tinggi komplikasi kemungkinan penolakan lensa dan biaya mahal.
c) Inolan Lensa Intra Okuli (IOL) :
Implan ini memasukkan ke dalam mata pada saat operasi, menggantikan lensa
yang diambil (ECCE).
Letaknya permanen
Tidak memerlukan perawatan.
Visus lebih baik daripada kacamata / lensa kontak.
18
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
KATARAK
3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien berupa : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan
Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang berusia lanjut.
Pekerjaan yang sering terpapar sinar ultraviolet, berhubungan dengan bahan kimia
dan terpapar radioaktif/sinar-X akan lebih berisiko mengalami katarak.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi,
kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat penyakit keluarga. Keluhan
utama yang dirasakan yaitu penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
c. Riwayat penyakit saat ini : beberapa jenis katarak komplimata terjadi akibat penyakit
mata yang lain maupun penyakit sistemik.
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga : Biasanya terdapat keluarga yang lain yang juga mengalami
katarak.
f. Genogram
g. Pengkajian Keperawatan:
Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan :Persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan berbeda pada setiap klien.
Pola nutrisi/metabolik :Tidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.
Pola eliminasi : Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.
Pola aktivitas & latihan : Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
Pola tidur & istirahat : Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan
oleh katarak.
19
Pola kognitif & perceptual : Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/ merasa di ruang gelap.
Pola persepsi diri : Klien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang
dialaminya.
Pola seksualitas & reproduksi : Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan
reproduksi yang diakibatkan oleh katarak.
Pola peran & hubungaan : Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena
adanya gangguan pada penglihatannya.
Pola manajemen & koping stress : Klien dapat mengalami stress karena klien tidaka
dapat melihat secara jelas seperti sebelumnya.
Sistem nilai dan keyakinan : System nilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu
sama lain.
h. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, tanda-tanda vital
Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata, telinga,
hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku, dan
keadaan lokal. Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer,
2002).
Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan
oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak
secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia
biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi
steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa
menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata
sebelumnya
Adapun pengkajian yang dilakukan pada pasien pre operasi dan post operasi berupa :
1. Pengkajian Pre Operatif
Subyektif : keluhan penglihatan
20
Kabur secara total
Hanya melihat baik pada tempat yang redup
Hanya dapat melihat rangsangan cahaya saja
Ganda / majemuk pada satu mata.
Indikator verbal dan non verbal dari ansietas.
Pemahaman tentang pembedahan katarak termasuk :
Sifat prosedur
Resiko dan keuntungan
Obat anestesi
Pilihan untuk rehabilitasi visual setelah pembedahan, seperti implan lensa intraokuler,
kontak lensa dan kacamata katarak (kacamata afakia).
Obyektif :
Tidak terdapat tanda-tanda peradangan kecuali pada katarak komplikata yang
penyakit intra okulernya masih aktif.
Pada pemeriksaan penyinaran lensa tampak kelabu atau kekeruhan yang memutih.
Pada pemeriksaan optalmoskop pada jarak tertentu didapatkan kekeruhan yang
berwarna hitam dengan latar belakang berwarna merah.
Pada pemeriksaan refraksi meningkat. Pada penderita yang tadinya menderita
presbiopia kemudian menderita katarak, pada stadium awal dapat membaca tanpa
menggunakan kacamata baca.
Observasi terjadinya tanda-tanda glaucoma karena komplikasi katarak, tersering
adalah glaucoma seperti adanya rasa nyeri karena peningkatan TIO, kelainan lapang
pandang.
2. Pengkajian Post Operasi
Data Subyektif
Nyeri
Mual
Diaporesis
Riwayat jatuh sebelumnya
Sistem pendukung, lingkungan rumah.
21
Data Obyektif
Perubahan tanda-tanda vital
Respon yang lazim terhadap nyeri.
Tanda-tanda infeksi :
a) Oedema
b) Kemerahan
c) Infeksi kojunctiva (pembuluh darah konjunctiva menonjol).
d) Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.
e) Zat purulen
f) Peningkatan suhu
g) Nilai lab; peningkatan leukosit, perubahan leukosit, hasil pemeriksaan kultur
sensitifitas abnormal.
Ketajaman penglihatan masing-masing mata
Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi
22
3.3 Intervensi/Perencanaan
Intervensi/perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan, yaitu :
23
lantai rumah keluarga untuk
yang tidak licin. menjaga klien
7. Ajarkan dari cidera.
keluarga untuk 8. Memberikan
meminimalkan pemahaman
resiko bagi klien
terjadinya jatuh terkait
pada klien. gangguan
8. Berikan pengelihatan.
penjelasan pada
klien terkait
gangguan
sensori yang
dialaminya.
2. Di isi Ketakutan Setelah 1. Gunakan 1) Agar klien mau
berdasar berhubungan dengan dilakukan pendekatan menceritkan
kan prosedur tindakan yang tenang dan ketakutannya.
keterang pembedahan dan keperawatan meyakinkan 2) Memberikan
an dalam kemungkinan hilang selama …. x 24 2. Jelaskan semua informasi agar
kasus. pandangan jam, masalah prosedur, klien mampu
dapat teratasi termasuk memahami apa
dengan kriteria sensasi yang akan terjadi
hasil : diperkirakan setelah tindakan
Klien yang akan merupakan hal
mampu dialami selama yang wajar.
mengendalik prosedur 3) Membuat klien
an ketakutan. tersebut. tenang.
Tanda-tanda 3. Anjurkan 4) Membuat klien
vital dalam keluarga untuk merasa tenang dan
batas menemani nyaman.
normal. pasien sebelum
24
Klien merasa tindakan operasi 5) Mengetahui
tenang dan dilakukan. keadaan umum
nyaman 4. Ajarkan pasien klien.
teknik relaksasi. 6) Mengetahui respon
5. Mengukur klien dari ekspresi
tanda-tanda terkait ketakutan
vital. yang dirasakan.
6. Pantau respon 7) Membuat klien
non verbal nyaman dan
klien. tenang.
7. Ciptakan
suasana yang
nyaman bagi
klien.
3. Di isi Resiko cidera Setelah 1. Sediakan 1) Untuk
berdasar berhubungan dengan dilakukan lingkungan menghindari cidera
kan meningkatnya tindakan yang aman 2) Mengcegah
keterang tekanan intra keperawatan untuk pasien. terjadinys cidera.
an dalam orbital(TIO) selama …. x 24 2. Hindarkan 3) Menghindari
kasus. jam, masalah lingkungan terjadinya cidera
dapat teratasi yang berbahaya. jika klien
dengan kriteria 3. Anjurkan melakukan
hasil : keluarga untuk aktivitas.
Klien menemani 4) Mencegah
terbebas pasien. terjadinya cidera.
dari cidera 4. Anjurkan 5) Menghindari
Klien keluarga untuk terjadinya cidera.
mampu memindahkan
menjelaska barang-barang
n metode yang
untuk membahayakan.
25
mencegah 5. Bantu klien
cidera. dalam
Klien melakukan
mampu aktivitas jika
menjelaska diperlukan.
n faktor
yang dapat
menyebabk
an cidera.
Mengguna
kan
fasilitas
kesehatan
yang ada.
Mampu
memodifik
asi gaya
hidup
untuk
mencegah
cidera.
26
Pasien dan dan bagaimana 3) Memberikan
keluarga hal ini informasi terkait
menyatakan berhubungan tanda& gejala
pemahaman dengan anatomi terkait penyakit.
tentang fisiologi dengan 4) Mengetahui
penyakit, cara yang tepat. kemungkinan
kondisi, 3. Gambarkan penyebab penyakit
prognosis tanda dan gejala 5) Memberikan
dan program yang biasa informasi tentang
pengobatan. muncul pada kondisi klien
Pasien dan penyakit dengan dengan cara yang
keluarga cara yang tepat. mudah dipahami.
mampu 4. Identifikasi 6) Memberikan
menjelaskan kemungkinan informasi tentang
kembali apa penyebab kemajuan kondisi
yang telah dengan cara pasien dengan
dijelaskan yang tepat. bahaya sayng
oleh 5. Sediakan mudah dipahami.
perawat. informasi pada 7) Menemukan hasil
pasien tentang diskusi terkait
kondisi dengan perubahan gaya
cara yang tepat. hidup.
6. Sediakan bagi
keluarga
tentang
informasi
tentang
kemajuan
pasien dengan
cara yang tepat.
27
7. Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang
mungkin
diperlukan.
28
6. Ajarkan teknik 7) Mengurangi
relaksasi nafas nyeri
dalam 8) Mengurangi
7. Anjurkan klien nyeri lebih
untuk cepat.
meningkatkan
istirahat.
8. Kolaborasikan
dengan dokter
dalam
pemberian
analgetik.
2. Di isi Resiko infeksi Setelah 1. Pertahankan 1) Untuk mencegah
berdasar berhubungan dengan dilakukan teknik isolasi masuknya
kan prosedur invasif tindakan 2. Batasi mikroorganisme.
keterang (bedah keperawatan pengunjung jika 2) Mencegah
an dalam pengangkatan). selama …. x 24 perlu. terjadinya infeksi.
kasus. jam, masalah 3. Gunakan APD 3) Memberikan
dapat teratasi sebagai alat perlindungan
dengan kriteria pelindung. terhadap penularan
hasil : 4. Cuci tangan infeksi.
Klien sebelum dan 4) Mencegah infeksi.
terbebas dari sesudah 5) Mengetahui
tanda & tindakan tanda&gejala
gejala keperawatan. infeksi.
infeksi. 5. Monitor 6) Mencegah
Menunjukka tanda&gejala terjadinya infeksi
n infeksi sistemik pada luka.
kemampuan ataupun lokal. 7) Mencegah
untuk terjadinya infeksi.
mencegah
29
timbulnya 6. Berikan 8) Mencegah
infeksi. perawatan luka terjadinya infeksi
Jumlah yang steril. dengan obat-
leukosit 7. Ajarkan cara obatan.
dalam batas menghindari
normal. infeksi.
Tanda-tanda 8. Instruksikan
vital dalam pasien untuk
batas meminum
normal. antibiotik sesuai
program
pengobatan.
3.4 Evaluasi
A. Pre Operasi
1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan
dengan penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
Evalusasi : Gangguan sensori dirasakan minimal dengan kriteria pasien memahami
bahwa gangguan persepsi sensori normal akan terjadi, klien terbebas dari resiko jatuh
dan cidera dengan bantuan keluarga dan lingkungan yang aman.
2. Diagnosa Keperawatan : Ketakutan berhubungan dengan prosedur pembedahan dan
kemungkinan hilang pandangan.
Evalusasi : Ketakutan klien berkurang dengan kriteria tanda – tanda ketakutan
berkurang, mengungkap perasaan secara verbal dan rileks.
3. Diagnosa Keperawatan : Resiko cidera berhubungan dengan meningkatnya tekanan
intra orbital(TIO)
Evaluasi : Tidak terjadi injury dengan kriteria hasil pasien mampu menjelaskan faktor – faktor
yang meningkatkan injury, menunjukkan perilaku melindungi diri dari injury.
4. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai
penyakit.
30
Evaluasi : Pengetahuan akan meningkat dengan kriteria mampu menjelaskan katarak
dan gejala – gejala dasar serta adanya perubahan gaya hidup yang telah di sepakati.
B. Post Operasi
1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan
prosedur invasif.
Evaluasi : Skala nyeri berkurang, klien merasakan nyaman setelah nyeri berkurang.
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah
pengangkatan).
Evaluasi : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital klien dalam batas
normal.
31
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Karatak adalah perubahan pada lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa
yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada
retina. Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi pada usia
lanjut dan keturunan. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan seperti merokok,
bahan beracun lainnya, trauma, penyinaran, sinar ultraviolet. Manifestasi klinisnya berupa
pengelihatan buram, ganda dan tidak jelas. Katarak dapat diklasifikasikan dalam beberapa
golongan antara lain katarak kongenital, katarak primer, katarak sekunder, katarak juvenil,
katarak prisenil, katarak senil, katarak komplikata dan katarak traumatik. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit katarak ini salah satunya adalah pengukuran
tonografi, pengukuran oftalmoskopi dan pengukuran ganioskopi. Penatalaksanaan pada
katarak dapat berupa terapi bedah dan non bedah.
Pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan katarak dapat disesuaikan berdasarkan
hasil pengkajian yang ditemukan dan diagnosa keperawatan yang ditegakkan.
4.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kami memerlukan saran agar dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan lebih baik lagi pada pasien dengan Katarak.
32