Anda di halaman 1dari 17

BAB I

DINAMIKA PERUMUSAN DAN PENETAPAN PANCASILA SEBAGAI


DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. Pengertian Dasar Negara

a) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Dasar menurut kamus besar bahasa indonesia berarti bagian yang


terbawah yang di sebelah dalam ataupun yang di sebelah luar, dan negara
berarti organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi
yang sah dan ditaati oleh rakyat (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dan di
Negara Indonesia sendiri, dasar negaranya adalah Pancasila.

b) Menurut para ahli

a. Karl Marx, mendefinisikan bahwa dasar negara merupakan suatu


peringkat yang mempunyai kekuasaan dalam menjalankan eksploitasi
atau penindasan kepada kelas yang lain.

b. George Jellinek, menjelaskan bahwa dasar negara merupakan sebuah


organisasi dengan kekuasan suatu kelompok orang yang bertempat di
suatu wilayah tertentu.

c. J. J. Rousseau, mengungkapkan bahwa dasar negara merupakan suatu


alat yang mempunyai fungsi dalam menjaga kemerdekaan setiap
individu & ketertiban hidup rakyat negaranya.

Jadi, Pancasila adalah landasan dari segala keputusan bangsa dan menjadi
ideologi tetap bangsaserta mencerminkan kepribadian bangsa. Pancasila
merupakan ideologi bagi bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, hakikat
yang sesungguhnya dari Pancasila adalah sebagai pandangan hidup dan dasar
negara.

B. Sejarah Lahirnya Pancasila


1
Isilah Pancasila sebenarnya sudah dikenal sejak jaman Kerajaan Majapahit (±
abad XIV) tertera dalam buku Sutasuma karangan Empu Tantular. Pada jaman itu
Pancasila berarti berbatu sendi yang lima atau Pancasila Krama atau pelaksanaan
kesusilaan yang lima, terdiri dari: (1) Tidak boleh melakukan kekerasan, (2) Tidak boleh
mencuri, (3) Tidak boleh berjiwa dengki, (4) Tidak boleh berbohong, dan (5) Tidak boleh
mabuk minuman keras. (Dardji dkk, 1988)

Selain buku diatas, Pancasila juga ada kaitannya dengan Sumpah palapa yang
diucapkan Mahapatih Gadjah mada dalam sidang ratu dan para menteri di pasebahan
keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh
nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa,
jikalau seluruh nusantara bertakhluk di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun,
Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, palembang, tumasik telah
dikalahkan”. (Yamin ; 1960:60)

1. Terbentuknya pancasila
Pada paparan ini fokusnya adalah Pancasila dalam rangka sebagai dasar
negara bukan Pancasila panca krama pada jaman Majapahit, dengan fokus
pertanyaan : Kapan Pancasila sebagai dasar negara lahir? Dalam pembahasan
ini diawali dengan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha – Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritzu Zyunbi Tyoosakaioleh
pemerintahan tentara Jepang di Jakarta pada tanggal 29 April 1945. Badan ini
terdiri dari ± 60 anggota, diketuai oleh Dr. K.R.T Radjiman Widyodiningrat
yang dibantu oleh dua orang ketua muda yaitu R. P. Suroso dan Ichi Bangase
Yosio. Latar belakang para anggota ini dari tokoh – tokoh pergerakan, kaum
cendikiawan nasional dari berbagai kalangan dengan pandangan ideologis
yang berbeda –beda. Perlu dipahami walaupun badan ini adalah bentukan
pemerintahan Jepang namun dalam kinerjannya untuk mempersiapkan
kemerdekaan bangsa Indonesia.

2. Tugas BPUPKI
Untuk melaksanakan tugas menyiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia
badan ini melaksanakan sidang dua kali, yaitu : (1) Tanggal 29 Mei – 1 Juni
1945, sidang pertama merancang dasar negara Philosofische grondslag. (2)
Tanggal 10 Juli – 16 Juli 1945, sidang kedua merancang hukum dasar atau
Undang – Undang Dasar. Pada sidang pertama, ketua BPUPKI mengajukan
2
pertnyaan kepada peserta sidang sebagai berikut: Negara merdeka akan kita
bentuk, apa dasarnya? Ternyata tidak serta merta para peserta sidang menjawab
pertanyaan tersebut, mereka kuatir mengundang perdebatan yang berlarut –
larut karena diluar sebelum sidang sudah terjadi debat yang serius antara
berbagai pihak seperti golongan keagamaan dalam hal ini Islam, golongan
Nasionalis, dan golongan lainnya, masing – masing mempertahankan
pandangan filosofis dan ideologisnya.

Terdapat beberapa ususlan rumusan dasar sebagai berikut:


a. Tanggal 29 Mei 1945, Muh. Yamin mengemukakan pidatonya yang
berjudul “Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yang
meliputi lima dasar, yaitu:
a) Peri Kebangsaan
b) Peri Kemanusiaan
c) Peri Ketuhanan
d) Peri Kerakyatan (Musyawarah, Perwakilan, Kebijaksanaan)
e) Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial)

b. Tanggal 31 Mei 1945, Prof. Supomo (Bapak Konstitusi Indonesia)


menyampaikan pidatonya, agar negara Indonesia merdeka itu didasarkan
atas:
a) Persatuan
b) Kekeluargaan
c) Kepercayaan kepada Tuhan
d) Musyawarah
e) Kerakyatan

c. Tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidato Lima Asas atau
Dasar Negara Indonesia merdeka, yaitu :
a) Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme
b) Peri kemanusiaan (Internasionalisme)
c) Mufakat atau Demokrasi
d) Kesejahteraan Sosial
e) Ketuhanan Yang Maha Esa

d. Tanggal 22 Juni 1945


Setelah pembentukan panitia kecil, dilaksanakan sidang BPUPKI yang
kedua pada tanggal 10 Juli 1945 di Jalan Pejambon Jakarta mengenai
“Persiapan Rancangan Hukum dasar”, Ir. Soekarno melaporkan bahwa
panitia sembilan (tanggal 22 Juni 1945) telah berhasil merumuskan
Pancasila yang merupakan persetujuan antara pihak islam dan pihak
kebangsaan. Rumusan Pancasila dari Panitia Sembilan itu dikenal Sebagai

3
piagam Jakarta (Djakarta Charter). Sidang BPUPKI kedua menghasilkan
rumusan dasar negara yang berbunyi:
a) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari‟at Islam bagi para
pemeluk-pemeluknya
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab
c) Persatuan indonesia
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

3. Terbentuknya PPKI
Pada tanggal 14-08-1945 Jepang menyerah kepada tentara sekutu
(setelah Kota Hirosima dan Nagasaki dibom oleh AS) sehingga Indonesia
terjadi kekosongan kekuasaan. Maka atas desakan kaum muda Soekarno dan
Hatta atas nama bangsa Indonesia pada tanggal 17-08-1945 menyatakan
kemerdekaan yang disaksikan oleh PPKI. Sebelum PPKI mengesahkan Dasar
Negara terjadi pembicaraan terhadap sila 1 yang tercantum dalam Piagam
Jakarta yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” disempurnakan menjadi ”Ketuhanan Yang
Maha Esa” hal ini terjadi secara musyawarah di tempat kediaman Pak. Hatta
17-08-1945 sore.

Berikut adalah hasil sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 :

a) Menetapkan pembukaan UUD 1945 yang tercantum rumusan Dasar


Negara Pancasila dengan susunan sbg:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

b) Mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar NKRI.

c) Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta


sebagai wakil.

4
d) Dibentuk Komite Nasional untuk membantu tugas Presiden sementara,
sebelum dibentuknya MPR dan DPR.

Dengan disahkannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia oleh


PPKI maka Pancasila yang terdapat di dalamnya juga resmi ditetapkan menjadi
Dasar Negara Republik Indonesia.

5
BAB II

DINAMIKA PELAKSANAAN PANCASILA DI DALAM


KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Pancasila merupakan landasan dan dasar Negara Indonesia yang mengatur seluruh
struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia, masih
banyak bahkan sangat banyak anggota-anggotanya dan juga sistem pemerintahannya
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika
membahas negara dan ketatanegaraan Indonesia mengharuskan kita meninjau dan
memahami kembali sejarah perumusan dan penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan
UUD 1945 oleh para pendiri dan pembentuk Negara Republik Indonesia. Pelaksanaan
atau implementasi Pancasila sebagai dasar Negara sejak secara definitif ditetapkan oleh
sidang PPKI tanggal 18-08-1945 sampai saat ini ternyata menghadapi berbagai kendala
atau tantangan baik dari ideologi-ideologi atau paham-paham lainnya di samping terjadi
berbagai macam penyimpangan dalam perwujudannya yang mengalami pasang-surut.
Terhadap pelaksanaan Pancasila dapat dipahami dari waktu ke waktu dalam sejarah
ketatanegaraan Republik Indonesia yang akan dijabarkan sebagai berikut:

A. Periode Berlakunya UUD 1945 I (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)

Pada masa awal kemerdekaan UUD 1945 belum dapat dijalankan sebagaimana yang
diatur mengingat kondisi lembaga negara yang masih belum tertata dengan baik. Faktor
lainnya adalah UUD 1945 masih sangat sederhana karena dibuat dalam waktu yang
sangat singkat kurang lebih 49 hari oleh BPUPKI pada 29 Mei-16 Juli 1945 dan PPKI
tanggal 18 Agustus. Pada tahun ini di bentuklah DPA sementara, sedangkan DPR dan
MPR belum dapat dibentuk karena harus melalui pemilu. Waktu itu masih di berlakukan
pasal aturan peralihan pasal IV yang menyatakan, “Sebelum Majelis Permusyawaratan
Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut
Undang-Undang Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan
sebuah komite nasional.”

6
Pada saat itu terjadilah suatu perkembangan ketatanegaraan Indonesia yaitu
berubahnya fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi
badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan
Negara. Hal ini berdasarkan maklumat wakil presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945.
Selain itu dikeluarkan juga maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember 1945. Yang
isinya perubahan sistem pemerintahan negara dari sistem Kabinet Presidensial menjadi
sistem Kabinet Parlementer, berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat (BP-KNIP). Akibat perubahan tersebut pemerintah menjadi tidak stabil, Perdana
Menteri hanya bertahan beberapa bulan serta berulang kali terjadi pergantian.

Tanggal 3 November 1945 di keluarkan juga suatu maklumat yang ditandatangani oleh
Wakil Presiden yang isinya tentang pembentukan partai politik. Hal ini bertujuan agar
berbagai aliran yang ada didalam masyarakat dapat di arahkan kepada perjuangan untuk
memperkuat mempertahankan dengan persatuan dan kesatuan.

Pada awal kemerdekaan juga, pelaksanaan Pancasila menghadapi tantangan dari


ideologi pesaingnya, yaitu adanya gerakan yang menginginkan atau bercita-cita
mendirikan negara Islam Indonesia. Hal ini dapat dipahami dari peristiwa kelompok
kekuatan bersenjata seperti :

a. Gerakan DI/TII di Jawa Barat (1949-1962) dengan pimpinannya Kartasuwiryo


yang pada tanggal 07-08-1949 memproklamasikan berdirinya NII di daerah
Tasikmalaya Jawa Barat dan bahkan tanggal 14-08-1945 telah lebih dulu
memproklamasikan Negara Islam Indonesia (Cat. Bahtiar Effendi,1998).

b. Gerakan DI/TII di Kalimantan (1950-1959) dengan pimpinannya Ibnu Hadjar.

c. Gerakan DI/TII Bataliyon 426 (1951-1954) di Jawa Tengah.

d. Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan (1951-1965) yang dipimpin oleh Kahar


Muzakar.

e. Gerakan DI/TII di Aceh (1953-1962) dengan pimpinannya Daud Beureuh.

7
Mengenai bentuk negara diatur dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan
"Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik". Sebagai negara
kesatuan, maka negara RI hanya ada satu pemerintahan negara, yaitu di tangan
pemerintah pusat. Sebagai negara berbentuk republik, maka kepala negara di jabat oleh
presiden yang diangkat melalui suatu pemilihan.

Mengenai kedaulatan diatur dalam pasal 1 ayat (2) yang menyatakan "Kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawarahan
Rakyat". Atas dasar itu, maka kedudukan MPR adalah sebagai lembaga tertinggi negara.
Kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara yang lain berada di bawah MPR.

Sistem pemerintahan negara diatur dalam pasal 4 ayat (1) yang berbunyi "Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar". Pasal tersebut menunjukan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem
presidensial. Dalam sistem ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala
pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu
presiden yang bertanggungjawab kepada presiden, bukan kepada DPR.

Lembaga tertinggi negara menurut UUD 1945 (Sebelum amandemen) adalah MPR,
Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA.

B. Periode berlakunya Konstitusi RIS (27 Desember 1949 - 27 Agustus 1950)

Walaupun Indonesia sudah merdeka, ternyata Belanda mempermasalahkan bahwa


kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 itu dianggap
bertentangan dengan prinsip hukum internasional (De Yure). Menurut Belanda
seharusnya bangsa Indonesia tidak secara lansung merebut kemerdekaan itu dari pihak
Jepang, tetapi harus dilakukan atas persetujuan pihak Belanda setelah Jepang
menyerahkan lebih dahulu ke pihak Belanda. Maka terjadilah kompromi antara Indonesia
8
dengan Belanda agar kemerdekaan bngsa Indonesia itu sesuai dengan hukum
Internasional.

Bahkan, Belanda melakukan Agresi Militer I dan II, untuk menyelesaikan pertikaian
Belanda dengan RI. PBB menyelenggarakan KMB di Den Haag (Belanda) tanggal 23
Agustus - 2 November 1949, KMB tersebut menghasilkan 3 buah persetujuan pokok
yaitu :

1. Didirikannya negara RIS.

2. Penyerahan kedaulatan keppada RIS.

3. Didirikan Uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.

Dari tiga persetujuan di atas, terpaksa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
berubah menjadi Negara Republik Indonesia Serikat (NRIS) dan terbagi atas beberapa
negara bagian sejak tanggal 27 Desember 1949.

Pada waktu NRIS berlakulah konstitusi RIS sehingga bentuk Negara Kesatuan
berubah menjadi Negara Serikat. Dalam alinea ketiga mukadimah konstitusi RIS,
dinyatakan sebagai berikut: “Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam
suatu piagam Negara yang berbentuk Republik Federasi, berdasarkan pengetahuan
Ketuhanan Yang Maha Esa, peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan
sosial”

Berdasarkan kutipan di atas, ternyata NRIS juga mendasarkan kepada lima dasar
Negara yang mirip dengan Pancasila (dalam pembukaan alinea ke-4 UUD 1945)
walaupun rumusannya sedikit berbeda.

Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) konstitusi RIS yang
berbunyi "RIS yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan
berbentuk federasi". Dengan berubah menjadi negara serikat (Federasi), maka di dalam
RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan
di wilayah negara bagiannya.

Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya konstitusi RIS adalah
sistem parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 118 ayat (1) berbunyi "Presiden tidak dapat diganggu gugat", artinya presiden tidak

9
dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintah. Sebab, Presiden adalah
kepala negara, bukan kepala pemerintahan.

Sedangkan pasal 118 ayat (2) berbunyi "Menteri-menteri bertanggungjawab atas


seluruh kebijaksanaan pemerintahan baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri". Dengan demikian yang melaksanakan
dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menteri-menteri. Dalam
sistem ini, kepala pemerintahan di jabat oleh Perdana Menteri. Dalam sistem
pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggungjawab kepada parlemen (DPR).

Lembaga-lembaga negara menurut kontitusi RIS adalah Presiden, Menteri-menteri,


Senat, DPR, MA, dan Dewan Pengawas Keuangan.

C. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

Pada awal Mei 1950, terjadi penggabungan negara-negara bagian dalam negara RIS,
sehingga hanya tinggal tiga (3) negara bagian, yaitu : Negara RI, Negara Indonesia
Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya adalah munculnya
kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera
Timur dengan RI untuk kembali ke bentuk negara kesatuan.

Usia Negara RIS hanya sekitar delapan bulan dan atas proses politik yang terjadi
bangsa Indonesia sepakat kembali seperti semula yaitu dalam bentuk Negara Kesatuan
karena bentuk Negara Federasi/Serikat ternyata tidak cocok. Walaupun demikian sistem
ketatanegaraan yang digunakan tidak menggunakan UUD 1945 ataupun konstitusi RIS
1949, tetapi menggunakan UUDS 1950.

Pada tahun 1955 bangsa Indonesia melaksanakan pemilu yang pertama kali dengan
meghasilkan suatu lembaga pembentuk UUD yang disebut Konstituante. Badan ini
ditugasi untuk menyusun UUD yang baru, karena UUDS 1950 bersifat sementara. Partai
pemenang pemilu 1955 yaitu: PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Anggota Konstituante
berjumlah 514 orang yang terdiri dari tiga kelompok yaitu Kelompok Pancasila (274
orang), Kelompok Islam (230 orang), dan Kelompok Sosial Ekonomi (10 orang). Dalam
menyusun UUD yang baru, ketiga kelompok ini memperjuangkan Dasar Negara menurut
pandangannya masing-masing. Kelompok Pancasila (Kebangsaan/Nasionalisme)

10
menghendaki dalam UUD yang baru tersebut yang menjadi dasar negaranya adalah
Pancasila. Kelompok Islam menghendaki Islam yang menjadi dasar negaranya.
Sedangkan Kelompok Sosial Ekonomi menghndaki demokrasi dan ekonomi sosialis yang
menjadi dasar negaranya. Sebenarnya Presiden Soekarno menawarkan kepada Sidang
Konstituante untuk kembali menggunakan UUD 1945, namun tidak terjadi kesepakatan.
Dalam prosesnya ternyata Konstituante tidak berhasil karena terjadi persaingan ideologis.
Berhubung kondisi negara di ambang kehancuran, Presisen Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden yang berisi :

a. Pembubaran Konstituante

b. Pencabutan UUDS 1950

c. Pemberlakuan kembali UUD 1945, dan Pancasila yang rumusannya tercantum


dalam pembukaan UUD 1945 yang berarti otomatis berlaku kembali.

Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan, dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) UUDS
1950 yang berbunyi "Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara
hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan".

Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem
pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS ditegaskan bahwa "Presiden
dan Wakil presiden tidak dapat diganggu gugat". Kemudian pada ayat (2) disebutkan
bahwa "Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik
bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-
sendiri". Hal ini berarti bahwa yang bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri tersebut bertanggungjawab kepada
parlemen atau DPR.

Lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950, adalah : Presiden dan wakil presiden,
Menteri-menteri, DPR, MA, dan Dewan Pengawas Keuangan.

D. Periode UUD 1945 II (5 Juli 1959 – 11 Maret 1966) atau Orde Lama

11
Periode ini disebut masa demokrasi terpimpin, sebenarnya secara formal Pancasila
sebagai Dasar Negara pada periode ini tetap diakui keberadaannya dalam pembukaan
UUD 1945 namun dalam implementasinya terdapat penyimpangan terhadap Pancasila
dan UUD 1945, maka ini sebagai lembaga yang bersifat ekstra konstitusional dan justru
dimanfaatkan oleh komunis sebagai sarana persiapan mewujudkan negara komunis di
Indonesia. Bahkan oleh salah satu tokoh PKI yaitu Aidit mencoba mensalahartikan untuk
mengaburkan salah satu peran Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia dengan
mengatakan bahwa Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia dapat diganti
dengan Ideologi lain yaitu ideologi komunisme, paham seperti ini mendapat penolakan
(B.P.7, 1994).

Pada masa pemerintahan ini, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi
penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945.

Hal itu terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang
Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-
kebijakan Presiden. Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang
berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin
memburuk.

Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat
membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Mengingat keadaan semakin
membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen
Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 atau yang lebih dikenal Supersemar.
Supersemar merupakan usaha untuk mengambil segala usaha tindakan yang diperlukan
bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan, serta kestabilan jalannya
pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.

12
E. Periode Orde Baru (11 Maret 1966 – 20 Mei 1998)

Dengan berakhirnya masa Orde Lama, berakhirlah juga masa pemerintahan Presiden
Soekarno yang kira-kira mencapai dua puluh tahun (18 Agustus 1945 – 11 Maret 1966),
maka pemerintahan dilanjutkan oleh Soeharto yang dikenal dengan rezim ORBA (Orde
Baru). Pemerintahan orde baru ini sering melancarkan kritik secara tajam terhadap
pemerintahan presiden Soekarno yang disebut Orde Lama bahwa telah menyimpang dari
Pancasila dan UUD 1945. Sehubung dengan itu, maka pemerintahan Soeharto bertekat
ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuan.

Upaya untuk memperkuat kedudukan Pancasila secara yuridis formal saat itu melalui
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum RI Dan Tata
Urutan Peraturan Perundangan RI, yang saat ini telah diperbaharui dengan Tap MPR
No. : III/MPR/2000 dan dalam pasal 1 ayat 3 ditetapkan bahwa sumber Hukum Dasar
Nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945.

Konstitusi yang pernah berlaku pada masa itu memiliki semboyan yaitu melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen seperti di atas. Dilihat dari prinsip
demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial, ternyata masih banyak hal yang
jauh dari harapan. Hampir sama dengan Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan
Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/Pemerintah.

Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri yang sifatnya
singkat dan luwes (Fleksibel). Sehingga memungkinkan munculnya berbagai
penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak
memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekad untuk
mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.

F. Periode Pemerintahan Transisi (21 Mei 1998 – 20 Oktober 2004)

Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai
penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945. Sampai saat ini, UUD sudah mengalami 4 tahap perubahan yaitu pada tahun

13
1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap,
yaitu : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Melalui 4 tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang
cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum,
pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR,
pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.

Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah Presiden,


MPR, DPR, DPD, BPK, MA, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

Krisis yang melanda bangsa Indonesia hingga saat ini yang meliputi berbagai dimensi
kehidupan adalah dampak dari ORBA yang gagal melaksanakan tekadnya yaitu Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, karena justru penyimpangan yang masih
terjadi dalam berbagai kehidupan yang dapat membawa bangsa Indonesia di ambang
bahaya kehancuran.

Atas tuntutan gerakan reformasi Presiden B.J. Habbie berupaya kembali melaksanakan
pembangunan nasional sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal
ini sebagai perwujudan ketetapan No. : XVII MPR tahun 1998 yang antara lain berisi :
(1) mencabut ketetapan MPR No. II tahun 1978 tentang P4 dan (2) mencabut Ketetapan
MPR No. IV tahun 1983 tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Sebagai tindak lanjut TAP. MPR No. XVIII/1998 di atas maka dikeluarkan UU No. 1
tahun 1999 tentang partai politik yang memperbolehkan memiliki asas lain sesuai ciri
khas partai politik sepanjang tidak bertentangan dengan dasar negara Pancasila. Presiden
B.J. Habibie membuka kran demokrasi sehingga sejak pemilu 1999 bermunculan
berbagai partai politik atau menganut prinsip multipartai bukan partai mayoritas tunggal,
ini sebagai manifestasi bangsa Indonesia memasuki era demokrasi yang penuh (full
democracy).

Pemerintahan B.J. Habibie hanya melanjutkan sisa masa jabatan Presiden Soeharto.
MPR hasil pemilu juni 1999 memilih dan mengangkat Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
menjadi presiden dan beliaulah yang membuka wacana demokrasi di Indonesia, sehingga
rakyat Indonesia memiliki kebebasan untuk menyampaukan pendapat, kritik kepada para
penguasa di pemerintahan. Saat itu sebagai usaha untuk melaksanakn Pancasila secara

14
konsisten berpijak pada ketetapan MPR No. IV tahun 1999, yang menegaskan bahwa :
“Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara...”.

Era pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid ternyata tidak bertahan lama (19
Oktober 1999 – 23 Juli 2001) hanya sekitar dua tahun, namun telah berhasil menanamkan
tonggak demokrasi yang semestinya di Indonesia. Rupa-rupanya dengan kinerja Presiden
Abdurrahman Wahid, MPR saat itu tidak merasa nyaman. MPR mengadakan sidang
istimewa untuk memberhentikan Gus Dur dari jabatan presiden dan memilih serta
mengangkat Megawati sebagai presiden RI (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004). Presiden
Megawati melanjutkan cita-cita pemerintahan demokratis yang sudah dipelopori oleh
Presiden B.J. Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid, oleh rakyat Indonesia untuk
yang pertama kali.

15
DAFTAR PUSTAKA

Teguh Prasetyo, dkk. 2014. Pancasila (Materi Pengayaan Matakuliah Pancasila). Salatiga :
Tisara Grafika

Suyitno, Amin dan Gulton RM. tth. Memahami Pancasila dan P4. Salatiga : UKSW

Kabir, Abdul dan Fatkhul Muin. 2015. Ikhtisar Dalam Memahami Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (Suatu Pendekatan yang Bersifat Holistik). Yogyakarta: Deepublish.

Kansil, C.S.T. 1996. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga.

Notonegoro. 1994. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Bina Aksara.

Sarinah, dkk. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN di Perguruan


Tinggi). Yogyakarta: Deepublish.

Setijo, Pandji. 2006. Pendidikan pancasila. Jakarta: Grasindo.

Soegito, Ari Tri, dkk. 2016. Pendidikan Pancasila. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Subito. 1982. Mengenal filsafat pancasila. Yogya: hanindita.

Suparman. 2012. Pancasila. Jakarta Timur: PT. Balai Pustaka (persero).

Ronto. 2012. Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. Jakarta Timur: PT. Balai
Pustaka(persero).

Bab 2 DIPILIH

Kabir, Abdul dan Fatkhul Muin. 2015. Ikhtisar Dalam Memahami

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Suatu Pendekatan

yang Bersifat Holistik). Yogyakarta: Deepublish.

Kansil, C.S.T. 1996. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

16
Jakarta: Erlangga.

Notonegoro. 1994. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Bina Aksara.

Sarinah, dkk. 2016. Pendidikan pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN

di Perguruan Tinggi). Yogyakarta: Deepublish.

Setijo, Pandji. 2006. Pendidikan pancasila. Jakarta: Grasindo.

Soegito, Ari Tri, dkk. 2016. Pendidikan Pancasila. Semarang: Universitas

Negeri Semarang.

Subito. 1982. Mengenal filsafat pancasila. Yogya: hanindita.

Suparman. 2012. Pancasila. Jakarta Timur: PT. Balai Pustaka (persero).

Ronto. 2012. Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. Jakarta

Timur: PT. Balai Pustaka(persero).

17

Anda mungkin juga menyukai