G
DALAM MENANGANI PERMASALAHAN PENDERITA
TB PARU
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga
Disusun oleh :
Richard Guntur Bramantio, S.Ked J510185058
Irma Yulida, S.Ked J510185071
Dian Malahayati, S.Ked J510185080
Rosy Rahma Sari, S.Ked J510185082
Pembimbing :
dr. Sugeng Purnomo, M. Gizi
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga Bagian Program Pendidikan
Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing
Nama : dr. Sugeng Purnomo, M. Gizi (.............................)
Penguji
Nama : dr. Yusuf Alam Romadhon,M.Kes (.............................)
ii
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN .................................................................................................. 2
BAB II ..................................................................................................................... 4
1. Anamnesis ................................................................................................ 5
3. Pemeriksaan Fisik..................................................................................... 7
5. Penatalaksanaan ...................................................................................... 12
6. Follow Up ............................................................................................... 12
iii
1. Fungsi Holistik ....................................................................................... 13
5. Kesimpulan ............................................................................................. 27
1. Promotif .................................................................................................. 28
2. Preventif ................................................................................................. 28
3. Kuratif .................................................................................................... 28
4. Rehabilitatif ............................................................................................ 29
1. Definisi ................................................................................................... 30
2. Etiologi ................................................................................................... 30
iv
3. Klasifikasi ............................................................................................... 31
7. Komplikasi ............................................................................................. 46
BAB IV ................................................................................................................. 59
KESIMPULAN ..................................................................................................... 59
DAFTAR TABEL
Tabel 11. APGAR Family Ny.K (Menantu) ........... Error! Bookmark not defined.
v
Tabel 12. Fungsi Patologis .................................................................................... 19
Tabel 15. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring
dan Diagnosis DM ................................................. Error! Bookmark not defined.
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR DIAGRAM
viii
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama
kesehatan yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian
(mortalitas) (Aditama & Chairil, 2002). Diperkirakan sekitar sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun
1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di
seluruh dunia (Depkes RI, 2006).
Angka kejadian TB di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak di
dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000
kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB di
Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi
pada lebih dari 70% usia produktif (15-50 tahun) (WHO, 2010).
Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization
(WHO) tahun 1990 dan International Union Against Tuberkulosa and Lung
Diseases (IUATLD) yang dikenal sebagai strategi Directly observed
Treatment Short-course (DOTS) secara ekonomis paling efektif (cost-
efective), strategi ini juga berlaku di Indonesia. Pengobatan TB paru menurut
strategi DOTS diberikan selama 6-8 bulan dengan menggunakan paduan
beberapa obat atau diberikan dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang
tepat dan teratur, supaya semua kuman dapat dibunuh. Obat-obat yang
dipergunakan sebagai obat anti tuberkulosis (OAT) yaitu : Isoniazid (INH),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Efek
samping OAT yang dapat timbul antara lain tidak ada nafsu makan, mual,
sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai rasa terbakar di kaki, gatal dan
kemerahan kulit, ikterus, tuli hingga gangguan fungsi hati (hepatotoksik) dari
yang ringan sampai berat berupa nekrosis jaringan hati. Obat anti tuberkulosis
yang sering hepatotoksik adalah INH, Rifampisin dan Pirazinamid.
Hepatotoksitas mengakibatkan peningkatan kadar transaminase darah
3
BAB II
STATUS KEDOKTERAN KELUARGA
Pasien
Cucu
10 An. Z L 8 tahun SD Pelajar -
Pasien
Anak Ibu Rumah
11 Ny. T P 29 tahun SLTA -
Pasien Tangga
Menantu
12 Tn. S L 30 tahun SLTA Petani -
Pasien
Kesimpulan
Keluarga Tn. G berbentuk Keluarga Besar, didapatkan Tn. G usia 75
tahun dengan diagnosa klinis TB Paru .
B. STATUS PENDERITA
1. Anamnesis
a. Identitas Penderita
Nama : Tn. G
Umur : 75 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Dusun Nandan RT 01 RW 05 Desa
Sidorejo, Kecamatan Bendosari, Kabupaten
Sukoharjo
Suku : Jawa
b. Tanggal Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 24 Juni 2019.
6
c. Keluhan Utama
Tn.G mengeluhkan batuk lama dan kadang disertai dengan darah.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat dilakukan kunjungan Tn. G yang berusia 72 tahun
mengeluhkan batuk lama sudah lebih dari 5 bulan dan kadang disertai
dengan darah, serta disaat tengah malam sering berkeringat. Keluhan
tidak berkurang dengan istirahat. Tn. G mengeluhkan 1 minggu ini
nafsu makannya berkurang.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat penyakit jantung: disangkal
Riwayat operasi : disangkal
f. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
Riwayat penyakit serupa : diakui, tapi sudah dinyatakan sembuh
Riwayat asma : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus: disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung: disangkal
g. Riwayat Kebiasaan
Konsumsi Narkotika : disangkal
Merokok : diakui (sudah berhenti sejak
terdiagnosis TB paru)
Minum alkohol : disangkal
Olahraga : disangkal
7
h. Riwayat Gizi
Tn. G dalam kehidupan sehari-hari makan sebanyak 2-3x, yang
terdiri dari nasi, sayur, dan lauk pauk yang mengandung tinggi
karbohidrat. Tetapi 1 minggu ini dirasa nafsu makannya berkurang.
i. Riwayat Psiko Sosio Ekonomi
Tn.G adalah seorang ayah yang memiliki 7 orang anak. Tn.G
tinggal bersama dengan anaknya. Di rumah terdapat 3 kamar, 1 kamar
mandi dengan ukuran rumah yang cukup luas. Untuk biaya hidup sehari
hari, penghasilan didapat dari kerja pasien sebagai petani. Penghasilan
yang didapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hubungan Tn. G dengan anggota keluarga yang lain saling mendukung
dan saling memperhatikan kondisi kesehatan. Hubungan Tn. G dengan
tetangga berlangsung baik.
2. Anamnesis Sistemik
a) Sistem saraf pusat : pegal di tengkuk(-), kejang (-), pusing (-)
b) Sistem Indera
- Mata : berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-
)
- Hidung : mimisan (-), pilek (-)
- Telinga : pendengaran berkurang (-),darah (-),
telinga berdenging (-), keluar cairan (-), nyeri (-)
c) Mulut : sariawan (-), gusi berdarah (-), mulut
kering (-), gigi tanggal(-), gigi goyang (-), bicara pelo (-), mulut
mencong (-)
d) Tenggorokan : sulit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)
e) Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (+), batuk darah (+)
kadang-kadang, mengi (-).
f) Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-),
nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
g) Sistem gastrointestinal :mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),
8
3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
1.) Keadaan umum : Baik
2.) Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Vital Sign
1) Tekanan Darah : 110/80
2) Nadi : 86 x/menit
3) Respiratory rate : 20 x/menit
4) Suhu : 36,7oC
b) Pemeriksaan Kepala
1) Kepala : Bentuk normocephal, benjolan (-)
2) Rambut : Rambut berwarna hitam beberapa putih, lurus
3) Wajah : Simetris
4) Mata : Konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor,
sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+)
9
c) Pemeriksaan Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (-),
pembesaran kelenjar tyroid (-), benjolan (-)
d) Pemeriksaan Thorax
1) Paru
Tabel 2. Pemeriksaan Fisik Paru
Simetris kanan dan kiri, bentuk dada normal,
Inspeksi
tidak terdapat ketertinggalan gerak, benjolan (-)
Tidak ada nafas yang tertinggal, fremitus dada
Palpasi
kanan dan kiri sama
Perkusi Sonor diseluruh lapang paru
Terdengar suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing
Auskultasi
(-/-), Ronkhi (-/-)
2) Jantung
Tabel 3. Pemeriksaan Fisik Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak
Ictus kordis tidak kuat angkat dan teraba di SIC
Palpasi
V linea mid Clavicula Sinistra
Bunyi : redup
Batas Jantung
Batas Kiri Jantung
- Atas : SIC II Linea parasternalis sinistra
Perkusi
- Bawah : SIC V Linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan Jantung
- Atas : SIC II linea parasternalis dextra
- Bawah : SIC IV linea midclavicularis dextra
10
4) Ekstremitas
Tabel 5. Pemeriksaan Fisik Ekstremitas Superior dan Inferior
Ekstremitas
Akral hangat (+), Edem (-), sianotik (-),
Superior
Clubbing Finger (-), gerakan terbatas (-)
Dextra
Ekstremitas
Akral hangat (+), Edem (-), sianotik (-),
Superior
Clubbing Finger (-), gerakan terbatas (-)
Sinistra
Ekstremitas
Akral hangat (+), Edem (-), sianotik (-),
Inferior
Clubbing Finger (-), gerakan terbatas (-)
Dextra
Ekstremitas
Akral hangat (+), Edem (-), sianotik (-),
Inferior
Clubbing Finger (-), gerakan terbatas (-)
Sinistra
5) Pemeriksaan Psikiatri
a. Penampilan : perempuan sesuai umur, perawatan diri
cukup
b. Kesadaran : compos mentis GCS E4V5M6 .
c. Afek : normoafek
d. Psikomotor : normoaktif
e. Proses pikir : bentuk pikir : realistik
f. Isi pikir : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
11
g. Arus : koheren
h. Insight : baik
e) Status Neurologis
1) Nervus Cranialis
Tabel 6. Pemeriksaan Nervus Cranialis
Reflek pembau dan penciuman kanan dan kiri
N I (Olfaktorius)
dalam batas normal (dbn)
Daya penglihatan (+/+), pengenalan warna (+/+),
N II (Optikus)
medan penglihatan (dbn)
Ptosis (-/-), gerak mata atas, medial, bawah
N III (Occulomotorius) (+/+), ukuran pupil isokor (+/+), refleks cahaya
(+/+),diplopia (-/-)
N IV (Trochlearis) Gerak mata ke lateral bawah (+/+), diplopia (-/-)
Membuka mulut (+), menggigit (+), refleks
N V (Trigeminus)
kornea (+/+), trismus (-)
N VI (Abducen) Gerak mata ke lateral (+/+), diplopia (-/-)
Mengerutkan dahi (+) sejajar kanan dan kiri,
kedipan mata (+/+), sudut mulut kanan dan kiri
N VII (Fascialis) simetris, Lipatan naso-labial (+/+), meringis,
menutup mata (+/+), menggembungkan pipi
(+/+),
Test Rinne : positif (normal)
N VIII Test Webber : Normal (tidak ada lateralisasi)
(Vestibulocochlearis) Test Swabach : Normal (sama antara pemeriksa
dengan pasien)
N IX (Glossofaringeus) Tersedak (-), Sengau (-)
N X (Vagus) Bersuara (+), menelan (+)
N XI (Accesorius) Memalingkan kepala (+), mengangkat bahu (+)
Menjulurkan lidah deviasi (-), trofi otot lidah
N XII (Hipoglossus)
(eutrofi), lidah tremor (-)
12
f) Status Gizi
Berat Badan : 66 kg
Tinggi Badan : 159 cm
IMT : 26,10
Kesan : Gemuk
4. Diagnosis Holistik
a. Biologis
Tn. F menderita Diabetes Melitus.
b. Psikologis
Tn. F menyadari akan sakitnya dan pasien menerima atas penyakit
yang dideritanya.
c. Sosial
Interaksi sosial Tn. F dengan lingkungan sekitar terjalin baik,
hubungan dengan tetangga berlangsung baik.
5. Penatalaksanaan
a. Non-medikamentosa
Istirahat yang cukup setiap hari
Makan-makanan dengan gizi seimbang
Diet rendah garam dan kolesterol
Olahraga yang teratur
Mengontrol stres
Edukasi ke pasien dan keluarga mengenai penyakit pasien
b. Medikamentosa
Glibenklamid 1x10 mg
Vitamin B kompleks
6. Follow Up
Tgl Subjek Objek Assesment Planning
25-8- Keluhan KU: baik, compos mentis - Diabetes Glibencla
2017 kebas Tanda vital:TD: 120/80 mmHg Melitus mid. dosis
13
b) Fungsi Psikologis
Tn. G adalah seorang petani yang tinggal di rumahnya bersama
anak ke lima beserta istri dan dua anaknya. Istri dari Tn. G sudah
meningga dunia. Hubungan keluarga Tn. G bersama anak dan
cucunya terjalin harmonis. Tn. G dan keluarga sering berbagi apapun
keluh kesah yang didapati ataupun masalah-masalahnya satu sama
lain dalam keluarga.
c) Fungsi Sosial
Interaksi antara Tn. G dengan lingkungan sekitar atau
masyarakat terjalin dengan baik.
e) Fungsi Fisiologis
Keluarga Tn. G merupakan kategori extended family,
dimana dalam satu rumah terdapat ayah, anak dan istri dan dua
orang cucu. Tn. G bekerja sebagai petani, sedangkan Tn. A bekerja
sebagai tukang servis elektronik dirumahnya, sedangkan istri dari
Tn. A bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Tn. G rutin memeriksakan penyakitnya di puskesmas
diantar oleh anaknya. Fungsi fisiologis dapat dinilai dari APGAR
15
Keterangan:
19
Dari tabel diatas didapatkan nilai fisiologis keluarga Tn.G adalah 10, dimana dapat
disimpulkan bahwa nilai fisiologis sehat.
f) Fungsi Patologis
Fungsi patologis dapat dilihat dari SCREEM yang terdiri dari
Social, Culture, Religious, Economic, Educational, Medical. Fungsi
Patologis Tn.Fsebagai berikut:
Tabel 12. Fungsi Patologis
Sumber Patologi
Sosial Komunikasi dengan keluarga sekitar baik
Kultur -
g) Genogram
H
20
Keterangan:
: laki-laki : perempuan
Nn. D
( 20
tahun)
Tn. F
(50
tahun)
Ny. SI
(48
tahun)
Keluarga Tn. G
Perilaku Non-Perilaku
Sikap:
Pola hidup Tindakan: Keturunan: Lingkungan:
keluarga yang
Pengetahuan: Sulit untuk Tidak terdapat Keadaan Pelayanan
masih belum
mempunyai faktor lingkungan Kesehatan:
keluarga kurang sehat, seperti
waktu ke keturunan yang kurang Waktu
memahami kurangnya
pelayanan penyakit memenuhi pelayanan
penyakit kesadaran
kesehatan serupa di syarat kurang efisien
penderita mencuci
karena keluarga kesehatan
tangan
pekerjaan
sebelum
makan
8m
Teras
Kamar mandi
L
Kamar tidur 2 a
n
t
a
i
2
D. DAFTAR MASALAH
1. Masalah medis
Masalah medis yang diderita adalah TB paru.
Kurangnya
kesadaran tentang
pencegahan
penularan
penyakit yang
diderita
Kurangnya
keingintahuan Keadaan
pasien terhadap ekonomi kurang
penyakit
Tn. G 75
tahun dengan
Diabetes
Melitus
Kondisi
Kurangnya
pengetahuan lingkungan
tentang faktor rumah yang
risiko penyakit tidak sehat
yang diderita
4. Prioritas Masalah
Prioritas masalah dapat diidentifikasi menggunakan teknik kriteria
matriks, dimana dapat dilihat dari pentingnya masalah, kelayakan
teknologi dan sumber daya yang tersedia. Berikut kriteria maktriks
yang dapat dinilai dari keluarga Tn.G
26
Keterangan
I : Importancy (Pentingnya Masalah)
P : Prevalence (Besarnya Masalah)
S : Severity (Akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (Keuntungan sosial akibat selesainya
masalah)
T : Technology (Teknologi yang tersedia)
R : Resources (Sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (Tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material
Dari indikator diatas, terdapat beberapa kriteria, antara lain:
27
1 = tidak penting
2 = agak penting
3 = cukup penting
4 = penting
5 = sangat penting
5. Kesimpulan
Prioritas masalah yang diambil dari keluarga Tn.G berdasarkan
tabel matriks prioritas masalah adalah kurangnya pengetahuan tentang
faktor risiko penyakit yang diderita
F. SARAN (KOMPREHENSIF)
1. Promotif
Memberikan edukasi dan pengarahan kepada Tn. G dan
keluarga mengenai gaya hidup dan pola makan yang sehat. Berupa
olahraga rutin minimal 3-4 kali seminggu. Banyak makan sayur dan
buah. Memberikan edukasi tentang pentingnya enggunakan masker
agar tidak menularkan kepada anggota keluarga yang lain serta cara
batuk dan membuang dahak yang benar.
2. Preventif
Memberikan edukasi kepada Tn. G dan keluarga mengenai
penyakit Tuberculosis, dan cara pencegahannya seperti:
Membiasakan diri untuk hidup sehat.
Membiasakan diri berolahraga secara teratur. Memperbanyak
melakukan aktifitas fisik minimal 30 menit setiap harinya.
Diantaranya, berenang, jalan cepat, dan lainnya.
Mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan.
Tidak merokok
Menggunakan masker
3. Kuratif
- Medikamentosa
Mengkonsumsi obat Tuberculosis paru fase lanjutan yang berupa :
2 FDC (Rifampicin 150 mg, INH 150 mg) 3 kali seminggu
- Non medikamentosa
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan, istirahat yang cukup, latihan
jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), maka sayur dan buah.
29
4. Rehabilitatif
a) Rehabilitasi Mental
Pasien tuberculosis menjalani pengobatan yang cukup lama dan
juga sering di kucilkan oleh masyarakat karena kurangnya dukungan
masyarakat terhadap pasien TB sehingga dapat mempengaruhi mental,
maka dalam hal ini penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan
melakukan konsultasi ke psikiater ataupun psikolog. Pengobatan yang
lama dapat membuat pasien lelah untuk mengkonsumsi obat sehingga
perlu di berikan terapi mental agar pasien semangat untuk menjalani
pengobatan hingga tuntas. Selain itu juga perlu dilakukan rehabilitasi
mental dalam masalah religi agar pasien kembali bersemangat dalam
melaksanakan shalat dan ibadah lainnya
b) Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini petugas sosial berperan untuk membantu
penderita Tuberculosis menghadapi masalah sosial seperti mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan dan aktivitas senggang,
sehingga pasien tetap menjalani hidup normal sehari-hari seperti
masyarakat lainnya. Perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat
setempat agar tidak mengucilkan pasien TB sehingga pasien dapat
mengikuti kegiatan social di lingkungannya.
30
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberculosis
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditularkan
melalui percikan dahak (droplet) dari penderita tuberkulosis kepada
individu yang rentan. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, namun dapat juga menyerang organ lain seperti pleura,
selaput otak, kulit, kelenjar limfe, tulang, sendi, usus, sistem urogenital,
dan lain-lain. (Kemenkes RI, 2015).
2. Epidemiologi
Angka pravalensi tuberkulosis pada tahun 2014 sebesar 647/100.000
penduduk meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya,
angka insiden tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk dari sebelumnya
sebesar 183/100.000 penduduk pada tahun 2013, demikian juga dengan
angka mortalitas pada tahun 2014 sebesar 41/100.000 penduduk, dari
25/100.000 penduduk pada tahun 2013. (WHO, Global Tuberculosis
Report, 2015).
Angka notifikasi kasus baru tuberkulosis paru terkonfirmasi
bakteriologis pada tahun 2015 di Indonesia sebesar 74 per 100.000
penduduk, menurun dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 77 per
100.000 penduduk. Sedangkan angka notifikasi seluruh kasus tuberkulosis
pada tahun 2015 sebesar 130 per 100.000 penduduk meningkat
dibandingkan tahun 2014 sebesar 129 per 100.000 penduduk. (Kemenkes
RI, 2015)
31
3. Etiologi
Penyebabnya adalah mycobacterium tuberculosis sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Sifat kuman:
a. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam basa (asam alkohol)
disebut bakteri tahan asam (BTA).
b. Kuman tahan terhadap gangguan kimia dan fisis
c. Kuman dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
d. Kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma
makrofag karena makrofag banyak mengandung lipid.
e. Kuman bersifat aerob, kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. (Nixson Manurung, 2016)
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosa. Basil ini
tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar
matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam Mycobacteria
Tuberculosis yaitu tipe Human dan tipe Bovin. Basil tipe Human bisa
berada dibercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita
TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Wim
de Jong dalam Amin & Hardhi, 2015).
4. Faktor Risiko
Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah)
a. Usia
b. Genetik
Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah)
a. Merokok
b. Gizi Buruk / malnutrisi
c. Riwayat terpapar penderita TB
d. Penderita HIV/AIDS
32
e. Pekerja Kesehatan
5. Klasifikasi
Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberculosis aktif
3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif (PDPI, 2006)
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotic spektrum luas
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan M.tuberculosis positif
3) Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum
diperiksa (PDPI, 2006)
6. Gejala Klinis
Gejala klinik tuberkulosis terdiri dari gejala respiratorik (atau
gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
a. Gejala respiratorik
1) Batuk ≥ 3 minggu
2) Batuk darah
3) Sesak napas
4) Nyeri dada (PDPI, 2006)
b. Gejala sistemik
1) Demam
2) Malaise
3) Keringat malam
4) Anoreksia
5) Berat badan menurun (PDPI, 2006)
36
7. Diagnosis
a. Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung
dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah
apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan
pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut
dapat menjadi “cold abscess” (PDPI, 2014).
b. Pemeriksaan Bakteriologik
1) Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman
tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam
37
2014).
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap
darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data
ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan
nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat
digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa
menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu
dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada
proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik
(PDPI, 2014).
7. Uji tuberculin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi
infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah.
Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi,
pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji
yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila
kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula
(PDPI, 2014).
Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif,
terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya
negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan
kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang
ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh
yang analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang
46
8. Komplikasi
Komplikasi diabetes terbagi 2 yaitu komplikasi akut dan kronik.
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut berupa ketoasidosis diabetik, hipoglikemia,
hiperosmolar non ketotik. Komplikasi akut yang paling berbahaya
adalah terjadinya hipoglikemia (kadar gula darah sangat rendah)
karena dapat mengakibatkan koma (tidak sadar) bahkan kematian
apabila tidak segera ditangani. Keadaan hipoglikemia ini biasanya
dipicu akibat ketidakpatuhan penderita dengan jadwal makan (diet)
yang sudah diatur, sedangkan penderita tetap minum obat anti
diabetika atau mendapatkan injeksi insulin. Gejala-gejala terjadinya
hipoglikemia adalah sakit kepala, rasa lapar, lemas, gemetar, keringat
dingin dan bahkan sampai kejang-kejang.
Koma pada penderita DM juga dapat disebabkan karena
hiperglikemia yang biasanya dipicu oleh adanya infeksi atau penderita
DM tidak minum obat atau mendapatkan insulin sesuai dosis yang
dianjurkan. Gejala dari hiperglikemia adalah rasa haus, kulit hangat
dan kering, mual dan muntah, nyeri abdomen, pusing dan poliuria.
Jika terdapat gejala-gejala seperti itu pada penderita DM, dianjurkan
bagi penderita untuk segera dirujuk ke Rumah Sakit (Soegondo,
2005).
b. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik pada DM dapat berupa komplikasi vaskular
maupun nonvaskular yang berperan terhadap morbiditas dan mortalitas
penyakit ini. Komplikasi vaskular dibedakan menjadi komplikasi
makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular,
47
Dosis OAT
1. Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg / kali
2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu,
15 mg/kg BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa.
lntermiten : 600 mg / kali
3. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X
seminggu, 50 mg /kg BB 2 X seminggu atau :
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
4. Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg
BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :
BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
5. Streptomisin:15mg/kgBB atau
BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
6. Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap,
penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif,
49
6. Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat harus diubah
hingga jangka waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali
dengan baik.
D. Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi
dahak tetap positif b
b. Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan
cara konservatif
c. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang
tidak dapat diatasi secara konservatif
2. Indikasi relatif
a. Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap
Kriteria Sembuh
1. BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
2. Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
3. Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negative
E. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik,
radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
1. Evaluasi klinik
a. Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
b. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek
samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit
56
F. Pencegahan Tbc
Jika anda menderita TBC, langkah-langkah di bawah ini sangat
berguna untuk mencegah penularan, terutama pada orang yang tinggal
serumah dengan anda:
1. Tutupi mulut saat bersin, batuk, dan tertawa, atau kenakan Apabila
menggunakan tisu untuk menutup mulut, buanglah segera setelah
digunakan.
2. Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan.
3. Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya
dengan sering membuka pintu dan jendela agar udara segar serta
sinar matahari dapat masuk.
4. Jangan tidur sekamar dengan orang lain, sampai dokter menyatakan
TBC yang diderita tidak lagi menular.
BAB IV
KESIMPULAN
59
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, TY,. Chairil, AS,. 2002. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Indonesia. Jakarta : Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten
Sukoharjo Tahun 2015. Sukoharjo: Dinkes Sukoharjo.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2018. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jateng.
Kemenkes RI. (2015). TB INDONESIA. Retrieved November Senin, 2015, from
http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/epidemiologi-tb-di-indonesia/
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: PDPI.
World Health Organization. 2010. Epidemiologi tuberkulosis di Indonesia.
Available at http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/epidemiologi-tb-di-
indonesia/article/55/000100150017/2
Accessed on 24 June, 2019
World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2015.
Switzerland. 2015
60
Lampiran Dokumentasi
61
62
63
64
65
66