Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskular dengan prevalensi

yang terus meningkat. Gagal jantung mempengaruhi lebih dari 5.2 juta pernduduk

amerika, dan lebih dari 550,000 kasus baru yang didiagnosis tiap tahunnya. Tiap

tahunnya gagal jantung bertanggung jawab terhadap hampir 1 juta hospitalisasi.

Mortalitas rata – rata rawatan yang dilaporkan pada 3 hari, 12 bulan, dan 5 tahun pada

pasien yang dirawat di rumah sakit masing –masing adalah 12%, 33%, dan 50%. Rata-

rata yang mengalami hospitalisasi kembali adalah 47% dalam 9 bulan.1

Beban ekonomi terhadap gagal jantung masih besar. Pada tahun 2007, biaya

langsung dan tidak langsung yang dialokasikan untuk gagal jantung adalah 33.2 juta

dolar. Biaya hospitalisasi untuk bagian yang lebih besar sekitar 54%. Kurangnya

kepatuhan terhadap rekomendasi diet atau terapi obat merupakan penyebab paling

umum dimana pasien gagal jantung masuk ke instalasi gawat darurat. Sekitar sepertiga

kunjungan ke instalasi gawat darurat merupakan akibat ketidakpatuhan tersebut. 1

Data yang diperoleh dari beberapa studi mengenai beberapa penggolongan klinis

terhadap pasien gagal jantung yang dirawat di rumah sakit dengan perburukan gagal

jantung. Studi ini menunjukan bahwa mayoritas pasien yang dirawat dengan gagal

jantung memiliki bukti hipertensi sistemik pada saat masuk rumah sakit dan umumnya

mengalami Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF).2

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

 Nama : N.W.B

 Usia : 68 tahun

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Agama : Hindu

 Alamat : Br. Apuan Kaja

 Status : Menikah

 Pekerjaan :-

 MRS : 16 April 2018, pukul 09.30 WITA

 No.RM : 271822

2.2 Anamnesis

 Keluhan utama : Sesak napas

 Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang diantar keluarganya ke RSU Bangli dengan keluhan sesak

napas. Pasien mengeluh sesak napas sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah

sakit. Sesak napasnya dirasakan semakin memberat sejak tadi malam. Pasien juga

mengeluh mual, muntah dan nyeri kepala. Selain itu, terdapat bengkak pada

kedua tungkai bawah dan gatal-gatal di seluruh tubuhnya. Gatal pada tubuhnya

dirasakan sejak 2 minggu lalu hingga saat ini. Pasien mengatakan cepat merasa

2
lelah saat berjalan jauh dan saat beraktifitas. Pasien mengatakan sejak 2 bulan

yang lalu, ia baru bisa tidur hanya dengan 2 bantal. Keluhan seperti nyeri dada,

disangkal oleh pasien. BAK pasien (+) normal, warna kuning, nyeri saat kencing

(-), BAB (+) 1x/hari, konsistensi lunak, warna kuning, lendir (-). BAB bercampur

darah maupun BAB berwarna kehitaman disangkal pasien. BAB terakhir pasien

sebelum masuk rumah sakit.

 Riwayat Penyakit Dahulu:

Asma (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Melitus (-), Hipertensi (+), Chronic

Kidney Disease stage V (+)

 Riwayat Penyakit Keluarga:

 Asma (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-), dan tidak ada

anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien.

 Riwayat Pengobatan: -

 Riwayat Gizi:

Pasien memiliki nafsu makan yang baik, frekuensi makan 3 kali sehari dengan

jumlah takaran nasi dan lauk yang tidak terlalu banyak.

 Riwayat Sosial:

Merokok (-), Alkohol (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang

 Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6

 Tanda vital :

3
- Tekanan darah : 180/78 mmHg

- Nadi : 82 x/menit, reguler, isi cukup, teraba kuat

- Pernafasan : 16 x/menit, kedalaman cukup, nafas cuping hidung (-)

- Suhu : 36,2°C, suhu aksila

- Berat badan : 45 kg

- Tinggi badan : 150 cm

- IMT : 20 kg/m2

- CMCK : 734,6 ml – 1200 ml

- SpO2 : 97%

Status Generalis dan Lokalis

 Kulit : Elastisitas kulit menurun, terdapat bercak kemerahan pada seluruh

tubuh

 Kepala : Normocephali, alopecia (-), rambut putih dan tidak mudah dicabut

 Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+),

pupil bulat isokor kiri dan kanan, edema palpebra (-/-)

 Telinga : Normotia, serumen (-/-), discharge (-/-)

 Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-/-), deviasi septum nasi (-/-), nafas

cuping hidung (-), mukosa hiperemis (-/-)

 Mulut : Mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil dan faring

hiperemis (-), mukosa bibir kering, sianosis perioral (-)


 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid

(-), JVP 5+3 cmH2O, deviasi trakea (-)

4
 Thoraks Anterior

Inspeksi

Statis : simetris, bentuk normochest

Dinamis : simetris, tidak tampak ketertinggalan gerak dinding dada

kanan dan kiri, pernapasan thorakoabdominal, retraksi

interkostal (-/-)

Palpasi

Nyeri tekan (-)

Vokal fremitus

Lap. paru atas : Vokal fremitus kanan = Vokal fremitus kiri

Lap. paru tengah : Vokal fremitus kanan = Vokal fremitus kiri

Lap. paru bawah : Vokal fremitus kanan = Vokal fremitus kiri

Perkusi

Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra


Lap. paru atas Sonor Sonor
Lap. paru tengah Sonor Sonor
Lap. paru bawah Sonor Sonor

Auskultasi
Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra
Lap. paru atas Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru tengah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru bawah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)

5
 Thoraks Posterior

Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, jejas (-)
Palpasi

Nyeri tekan (-)

Vokal fremitus

Lap. paru atas : Vokal fremitus kanan = Vokal fremitus kiri

Lap. paru tengah : Vokal fremitus kanan = Vokal fremitus kiri

Lap. paru bawah : Vokal fremitus kanan = Vokal fremitus kiri

Perkusi

Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra


Lap. paru atas Sonor Sonor
Lap. paru tengah Sonor Sonor
Lap. paru bawah Sonor Sonor

Auskultasi
Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra
Lap. paru atas Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru tengah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru bawah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)

 Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea Midclavicularis sinistra

6
melebar (-), thrill (-)

Perkusi : batas kanan : ICS 5 Linea Paraternalis dekstra

batas kiri : ICS 6 Linea Axillaris Anterior sinistra

batas pinggang : ICS 3 Linea Parasternalis sinistra

batas atas : ICS 2 Linea Sternalis sinistra

Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur sistolik (+) apex blowing grade

I/VI, ICS V MCL sinistra

 Abdomen

Inspeksi : distensi (+), asites (+), caput medusa (-), tidak tampak adanya

massa, tidak tampak adanya tanda-tanda peradangan.

Auskultasi : bising usus (+), 10x/menit


Perkusi : timpani (+), pekak di regio kanan atas, shifting dullnes (+)
Palpasi : nyeri tekan regio epigastrium (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), ballotement ginjal (-)
 Ekstremitas : akral hangat, edema (+) kedua tungkai bawah, CRT <2 detik.

2.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 16 april 2018)

Hematologi Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan

WBC 10,7 109/l 3,5 – 10,0 High

LYM% 32,3 % 15,0 – 50,0 Normal

LYM 3,4 109/l 0,5 – 5,0 Normal

MID% 9,5 % 2,0 – 15,0 Normal

7
MID 1,0 109/l 0,1 – 1,5 Normal

GRA% 58,2 % 35,0 – 80,0 Normal

GRA 6,3 109/l 1,2 – 8,0 Normal

RBC 2,57 1012/l 3,50 – 5,50 Low

HGB 7,0 g/dl 11,5 – 16,5 Low

HCT 19,9 % 35,0 – 55,0 Low

MCV 77,5 Fl 75,0 – 100,0 Normal

MCH 27,4 Pg 25,0 – 35,0 Normal

MCHC 35,4 g/dl 31,0 – 38 Normal

RDW% 16,3 % 11,9 – 16,0 High

PLT 208 109/l 100 – 400 Normal

MPV 11,0 fL 8,0 – 11,0 Normal

PDWa 12,1 fL 0,1 – 99,9 Normal

PCT 0,22 % 0,01 – 9,99 Normal

P–LCR 33,3 % 0,1 – 99,9 Normal

8
EKG (tanggal 16 April 2018, pukul 09.40 WITA)

Interpretasi:

 Irama : Sinus rhythm

 Heart-rate : 100x/menit, reguler

 Aksis : Normal, tidak ada deviasi aksis

 Gelombang P: Gelombang P normal, tidak ada P Pulmonal dan P mitral

dengan amplitudo < 2,5 mm, dan interval < 2,5 mm

 Interval P-R : Normal, 4 kotak kecil (0,16 s)

 Kompleks QRS : Normal, 2 kotak kecil (0,08 s), LVH (+)

 Segmen ST : Tidak terdapat ST Elevasi dan terdapat ST Depresi

 Gelombang T : Terdapat adanya T Inversi dan tidak terdapat adanya T

Tall

9
Kesimpulan: Normal, Sinus rhythm

Foto Thorax AP (tanggal 16 April 2018)

Interpretasi:
- Corakan bronchovascular kesan normal.

- Tidak tampak bercak cavitas, kalsifikasi, maupun fibrosis.

- Cor kesan membesar dengan apex tertanam, pinggang jantung ramping. Aorta

tidak dilatasi.

- Kedua sinus lancip dan diafragma kesan baik.

- Tulang rongga dada yang tampak kesan intak.

Kesan:
- Pulmo kesan normal.

10
- Kardiomegali (LVH).

Pemeriksaan Kimia Klinik (tanggal 16 April 2018)


Referensi Rentang
Pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
Nilai
Glukosa 110 mg/dL 75 – 115 Normal

Creatinine 12,66 mg/dL 0,6 – 1,1 High

Urea UV 201 mg/Dl 10 – 50 High

2.5. Diagnosis Kerja


- ADHF Profil B

- Hipertensi Emergency

- Hypertensive Heart Disease

- Chronic Kidney Disease Stage. V

- Anemia sedang

2.6. Penatalaksanaan
Terapi Parenteral:

- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm

- Drip Nicardipine 0,25 mcq/kgBB/menit

Terapi Injeksi:

- Ondansentron 3x4 mg IV

- Omeprazole 2x40 mg IV

- Furosemide 3x40 mg IV

Terapi Oral:

11
- Asam folat 2x400 mcg

- CaCO3 3x1 tab

- Valsartan 1x80 mg

- ISDN 3x5 mg

- Amlodipine 1x5 mg

2.7. Rencana Kerja


- Target tekanan darah <165 mmHg (turun 25% dari tekanan darah awal)

- Pemeriksaan darah lengkap

- Pemeriksaan kimia klinik (GDS, SC, Urea UV)

- Pemeriksaan rontgen thorax

- Pemeriksaan EKG

- Planning USG abdomen

2.8. Follow Up

No. Hari/Tanggal Pemeriksaan Planning

1. Selasa, 17 S: Terapi
April 2018 Sakit kepala , sesak (-), nyeri dada kiri jika Parenteral:
(ICU) menarik napas, nyeri dada tidak menjalar ke - IVFD NaCl
punggung, DOE (-), mual (+), muntah (-), 0,9% 8 tpm
gatal . - Drip Perdipine
O: (target tekanan
Keadaan umum : Tampak sakit sedang darah 160/100
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6 mmHg)
Tanda-tanda Vital Terapi Injeksi:

12
- Tekanan darah : 171/80 mmHg (on - Omeprazole
Nicardipine 0,25 mcq/kgBB/menit) 2x40 mg IV
- Nadi : 68x/menit - Ondansentron
- Frekuensi nafas : 18x/menit 3x4 mg IV
- Suhu : 36ºC (k/p)
- SpO2 : 97% - Furosemide
- CMCK : 916,2 ml – 2250 ml 3x40 mg IV
- BB : 45 kg Terapi Oral:
- TB : 150 cm - Asam folat
- IMT : 20 kg/m2 2x400 mcg
Pemeriksaan fisik: - CaCO3 3x500
Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-), reflek pupil mg
(+/+), pupil isokor kanan-kiri - Amlodipine
THT : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-), 1x5 mg (tunda)
tonsil T1/T1 - Valsartan
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP 5+3 1x320 mg
cmH2O
Thorax Rencana:
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara - USG
nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Abdomen
wheezing (-/-) (18/4)
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur sistolik - Target tekanan
(+) apex blowing grade I/VI, ICS V darah <165
MCL sinistra mmHg (turun
25% dari
Abd : distensi (+), bising usus (+) normal, tekanan darah
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak awal)
teraba, shifting dullnes (+) - Cek lipid
Ekst : akral hangat, edema tungkai bawah profile (18/4)

13
(+/+), CRT < 2 detik, - Cek elektrolit
A:
ADHF Profil B
Hipertensi Emergency
Hypertensive Heart Disease
Chronic Kidney Disease Stage. V
Anemia sedang

Pemeriksaan Elektrolit (tanggal 17 April 2018)


No. Parameter Hasil Nilai Rujukan

1. K 4,94 3,5 – 5,5 mmol/L

2. Na 135,2 136 – 145 mmol/L

3. Cl 119,9 96 – 108 mmol/L

4. nCa 1,07 1,05 – 1,35 mmol/L

5. TCa 2,14 2,10 – 2,70 mmol/L

No. Hari/Tanggal Pemeriksaan Planning

2. Rabu, 18 S: Terapi Parenteral:


April 2018 Sesak (-), sakit kepala (-), nyeri dada hilang - IVFD NaCl
(ICU) timbul, mual muntah (-), gatal . 0,9% 8 tpm
O:
Terapi Injeksi:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Omeprazole
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6
2x40 mg IV
Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 169/79 mmHg - Ondansentron

- Nadi : 66x/menit 3x4 mg IV

- Frekuensi nafas : 18x/menit (k/p)

14
- Suhu : 36ºC - Furosemide
- SpO2 : 98% 1x20 mg IV
- CMCK : 350 ml – 200 ml
Terapi Oral:
- BB : 45 kg
- Asam Folat
- TB : 150 cm 2x400 mcg
- IMT : 20 kg/m2
- CaCO3 3x500
Pemeriksaan fisik:
mg
Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-), reflek pupil
(+/+), pupil isokor kanan-kiri - ISDN 3x10 mg
THT : bibir sianosis (-), deviasi septum nasi
- Clopidogrel
(-), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
1x75 mg
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP
5+3 cmH2O - Simvastatin
Thorax 1x20 mg
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara - Bisoprolol
+ -
nafas vesikuler ( /+), rhonki ( /-), 1x2,5 mg
-
wheezing ( /-)
- Amlodipine
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur sistolik
1x10 mg
(+) apex blowing grade I/VI, ICS V
MCL sinistra - Valsartan
1x320 mg
Abd : distensi (+), bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak Rencana:
teraba, shifting dullnes (+)
- USG
Ekst : akral hangat, edema tungkai bawah
Abdomen
+
( /+), CRT <2 detik
- Target tekanan
A:
darah <165
ADHF Profil B
mmHg (turun
Hipertensi Emergency
25% dari
Hypertensive Heart Disease

15
Chronic Kidney Disease Stage. V tekanan darah
Anemia sedang awal)

- Cek lipid
profile

- Pemeriksaan
ekokardiografi

Pemeriksaan USG Abdomen (tanggal 18 April 2018)

16
Interpretasi:
Hepar Ukuran, letak, bentuk dan echo parenkim kesan normal,
permukaan regular. Tidak tampak dilatasi vaskular. Tidak tampak
dilatasi duktus bilier intra dan ekstrahepatik.
GB Dinding tipis, tidak tampak echo batu/massa.

17
Lien Ukuran, bentuk, letak, permukaan dan echo parenkim dalam batas
normal. Tidak tampak SOL. Hilus kesan normal.
Pankreas Letak, bentuk, ukuran dan echo kesan normal. Tidak tampak SOL,
tidak tampak dilatasi ductus.
Ginjal kanan Ukuran, letak, bentuk kesan normal, dan echo parenkim kesan
meningkat dengan diferensiasi menurun. Tidak tampak dilatasi
PCS. Tidak tampak echo batu. Tampak kista ukuran ± 2,7 cm.
Ginjal kiri Ukuran mengecil, letak, bentuk kesan normal, dan echo parenkim
kesan meningkat dengan diferensiasi menurun. Tidak tampak
dilatasi PCS. Tidak tampak echo batu/massa.
VU Dinding sedikit menebal, tampak multiple divertikel kecil, tidak
tampak echo batu.
Uterus Antefleksi, ukuran dan echo kesan normal. Tidak tampak lesi
kistik adneksa.
Usus Tidak tampak dilatasi kolon atau usus halus saat ini.
Tampak cairan bebas intraperitoneum.
- Ukuran ginjal kanan normal, ginjal kiri atrofi dengan echo
sesuai CKD
- Soliter simple cyst ginjal kanan
Kesan
- Diverticulosis VU
- Ascites
- Organ abdomen lain yang terscan kesan normal.

Pemeriksaan Lipid Profile (tanggal 18 April 2018)


Referensi
Tes Nilai Satuan Keterangan
Rentang Nilai
Chol LDL Direct 71 mg/Dl
Cholesterol 161 mg/dL 0 – 200
Triglycerides 194 mg/dL 0 – 150 High

18
HDL Calculated 51,2 mg/dL

Pemeriksaan Ekokardiografi (tanggal 18 April 2018)

19
Interpretasi:
Dimensi Ruang Jantung LA dilatasi
LVH (+)
Fungsi Sistolik LV EF 62,23%
Fungsi Diastolik LV Menurun
Kontraktilitas TAPSE 22,9 mm
Kinetik Global normokinetik
AR moderate
Katup
MR severe
- MR severe
- AR moderate
Kesimpulan - LVH (+)
- Fungsi sistolik LV dan RV menurun
- Fungsi diastolik LV menurun

20
No. Hari/Tanggal Pemeriksaan Planning

3. Kamis, 19 S: Terapi Parenteral:


April 2018 Sesak (-), nyeri dada (-), mual muntah (-), - IVFD NaCl 0,9%
(Cempaka) gatal . 8 tpm
O: Terapi Injeksi:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang - Omeprazole 2x40
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6 mg IV
Tanda-tanda Vital - Ondansentron
- Tekanan darah : 180/90 mmHg 3x4 mg IV (k/p)
- Nadi : 68x/menit - Furosemide 1x20
- Frekuensi nafas : 20x/menit mg IV (k/p)
- Suhu : 37,5ºC Terapi Oral:
- CMCK : 1000 ml – 2500 ml - Asam folat 2x400
- BB : 45 kg mcg
- TB : 150 cm - CaCO3 3x500 mg
- IMT : 20 kg/m2 - ISDN 3x10 mg
Pemeriksaan fisik: - Clopidogrel 1x75
Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-), reflek pupil mg
(+/+), pupil isokor kanan-kiri - Simvastatin 1x20
THT : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-), mg
tonsil T1/T1 - Bisoprolol 1x5
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP mg
5+3 cmH2O - Amlodipine 1x10
Thorax mg
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara - Valsartan 1x320
nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), mg
wheezing (-/-) - Cetirizine 1x10
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur sistolik mg
(+) apex blowing grade I/VI, ICS V

21
MCL sinistra
Abd : distensi (+), bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullnes (+)
Ekst : akral hangat (+/+), edema tungkai
bawah (-/-), CRT <2 detik
A:
S:
Sesak (-), sakit kepala (-), nyeri dada hilang
timbul, mual muntah (-), gatal .
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6
Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 169/79 mmHg
- Nadi : 66x/menit
- Frekuensi nafas : 18x/menit
- Suhu : 36ºC
- SpO2 : 98%
- CMCK : 350 ml – 200 ml
- BB : 45 kg
- TB : 150 cm
- IMT : 20 kg/m2
Pemeriksaan fisik:
Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-), reflek pupil
(+/+), pupil isokor kanan-kiri
THT : bibir sianosis (-), deviasi septum nasi
(-), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP
5+3 cmH2O

22
Thorax
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara
nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur sistolik
(+) apex blowing grade I/VI, ICS V
MCL sinistra
Abd : distensi (+), bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullnes (+)
Ekst : akral hangat, edema tungkai bawah
(+/+), CRT <2 detik
A:
ADHF Profil B
Hipertensi on Treatment (Riwayat Hipertensi
Emergency)
Hypertensive Heart Disease
Chronic Kidney Disease Stage. V
Anemia sedang

No. Hari/Tanggal Pemeriksaan Planning

4. Jum’at, 20 S: Terapi:
April 2018 Sesak (-), nyeri dada (-), mual muntah (-), - Omeprazole 2x20
(Cempaka) gatal . mg
O: - Asam Folat
Keadaan umum : Tampak sakit sedang 2x400 mcg
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6 - CaCO3 3x500 mg
Tanda-tanda Vital

23
- Tekanan darah : 150/100 mmHg - Amlodipine 1x10
- Nadi : 85x/menit mg
- Frekuensi nafas : 18x/menit - Valsartan 1x320
- Suhu : 36,8ºC mg
- CMCK : 1200 ml – 3300 ml - Cetirizine 1x10
- BB : 45 kg mg
- TB : 150 cm *Pasien BPL
- IMT : 20 kg/m2
Pemeriksaan fisik:
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil
(+/+), pupil isokor kanan-kiri
THT : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-),
tonsil T1/T1
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP 5+3
cmH2O
Thorax
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara
nafas vesikuler (+/+), rhonki
(-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur sistolik
(+) apex blowing grade I/VI, ICS V
MCL sinistra
Abd : distensi (-), bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullnes (-)
Ekst : akral hangat (+/+), edema tungkai bawah
(-/-), CRT <2 detik
A:
ADHF Profil B

24
Hipertensi on Treatment (Riwayat Hipertensi
Emergency)
Hypertensive Heart Disease
Chronic Kidney Disease Stage. V
Anemia sedang

2.9. Resume

Pasien perempuan, usia 68 tahun. Keluhan utama sesak napas. Sesak

napas dirasakan sejak 2 hari yang lalu SMRS. Sesak napasnya dirasakan

memberat sejak tadi malam. Mual (+), muntah (+), nyeri kepala (+). Terdapat

bengkak pada kedua tungkai bawah dan gatal-gatal di seluruh tubuhnya. Gatal

pada tubuhnya dirasakan sejak 2 minggu lalu hingga saat ini. Pasien mengatakan

cepat merasa lelah saat berjalan jauh dan saat beraktifitas. Sejak 2 bulan yang

lalu, pasien bisa tidur hanya dengan 2 bantal. Nyeri dada (-), BAK pasien (+)

normal, warna kuning, nyeri saat BAK (-), BAB (+) 1x/hari, konsistensi lunak,

warna kuning, lendir (-), darah (-). Tanda vital pada hari pertama follow up pasien

di ICU (16 maret 2018, pukul 18.00 WITA) tekanan darah 180/78 mmHg, nadi

82x/menit, RR 16x/menit, dan suhu afebris 36,20C.

Pada pemeriksaan fisik head to toe ditemukan adanya kelainan. Terdapat

bercak kemerahan pada seluruh tubuh. Pada mata, konjungtiva anemis (+/+),

sklera ikterik (-/-), pupil isokor kiri dan kanan, reflek pupil (+/+) pada kedua mata.

25
Pada telinga, hidung, dan tenggorokan tidak ditemukan discharge, deviasi septum

nasi (-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-). Selain itu, pada mulut pasien

tidak ditemukan sianosis, lidah kotor (-), mukosa pucat (-), faring hiperemis (-),

dan tonsil T1/T1 kesan tenang. Pada leher, tidak didapatkan pembesaran kelenjar

getah bening maupun pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakea (-), JVP 5+3

cmH2O.

Selain itu, pada inspeksi thoraks didapatkan bentuk simetris kiri dan

kanan, nyeri tekan (-) dan fremitus vokal hantaran sama kiri-kanan pada palpasi,

sonor pada semua lapang paru, dan tidak ditemukan suara ronkhi dan wheezing

pada auskultasi. Pada pemeriksaan jantung, iktus kordis teraba kuat angkat, batas

jantung dalam batas normal kecuali batas jantung kiri yang melebar ke lateral

yaitu di ICS 6 linea axillaris anterior sinistra, dan ditemukan suara jantung

tambahan, murmur sistolik (+) di apex. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan

distensi (+), asites (+), shifting dullnes (+), caput medusa (-), massa (-), tanda-

tanda peradangan (-), bising usus (+) 10x/menit, timpani di seluruh lapang

abdomen, nyeri tekan abdomen (-), tidak ditemukan splenomegali dan

hepatomegali, ballottement ginjal (-). Selain itu pada kedua ekstremitas bawah

ditemukan edema, peteckie (-), dan didapatkan akral hangat.

Pada pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan darah rutin ditemukan

kadar WBC dan RDW% meningkat dan kadar RBC, HGB dan HCT menurun.

Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran EKG normal sinus rhythm dan

tampak gambaran perbesaran jantung (kardiomegali) pada foto thorax AP. Pada

pemeriksaan kimia klinik didapatkan kadar kreatinin dan urea UV meningkat.

26
Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan kadar Cl meningkat. Pada pemeriksaan

ultrasonografi (USG) didapatkan kesan atrofi ginjal kiri dengan echo sesuai

CKD, terdapat soliter simple cyst pada ginjal kanan, diverticulosis VU, dan

ascites. Pada pemeriksaan ekokardiografi didapatkan kesimpulan MR moderate,

AR moderate, LVH (+), fungsi sistolik LV dan RV menurun, dan fungsi diastolik

LV menurun. Diagnosa kerja yaitu ADHF Profil B, Hipertensi Emergency,

Hypertensive Heart Disease, Chronic Kidney Disease Stage. V, dan anemia

sedang.

Setelah pasien diobservasi dan dirawat di ICU selama 3 hari (16 april

2018 s/d 18 april 2018), tanggal 19 maret pukul 17.15 WITA pasien kemudian

dipindah rawat kembali ke ruang Cempaka dengan diagnosa ADHF Profil B,

Hipertensi on Treatment (Riwayat Hipertensi Emergency), Hypertensive Heart

Disease, Chronic Kidney Disease Stage. V, dan anemia sedang. Keadaan pasien

berangsur membaik, sehingga kemudian pada tanggal 20 april 2018 pasien

diperbolehkan untuk pulang.

27
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan Klasifikasi

Gagal jantung akut menurut European Society of Cardiology (ESC),

merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kondisi kegagalan fungsi

jantung dengan awitan yang cepat maupun perburukan dari gejala dan tanda dari gagal

jantung (McMurray et al, 2012). Hal ini merupakan kondisi yang mengancam jiwa dan

memerlukan perhatian medis yang segera dan biasanya berujung pada hospitalisasi

(Gheorghiade dan Pang, 2009). Pada sebagian besar kasus, gagal jantung akut terjadi

sebagai akibat perburukan pada pasien yang telah terdiagnosis dengan gagal jantung

sebelumnya (baik gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang rendah/ heart failure with

reduced ejection fraction (HF-REF), maupun pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi

yang masih baik/ heart failure with preserved ejection fraction (HF-PEF) (McMurray

et al, 2012).

Presentasi klinis dari gagal jantung akut biasanya merefleksikan spektrum

kondisi, dan klasifikasinya memiliki batasan-batasan. Pasien dengan gagal jantung akut

biasanya datang dengan salah satu dari keenam kategori klinis berikut (Filippatos,

2007, Pfister dan Schneider, 2009):

 Perburukan atau dekompensasi dari gagal jantung kronis/ADHF: biasanya terdapat

riwayat perburukan dari gagal jantung kronis dalam pengobatan, dan bukti dari

28
kongesti sistemik dan pulmoner. Tekanan darah rendah saat masuk biasanya

berhubungan dengan prognosis yang jelek.

 Edema paru akut: pasien biasanya datang dengan distress pernafasan, takipneu dan

ortopneu, ronki basah halus sering ditemukan di seluruh lapang paru. Saturasi oksigen

arterial biasanya <90% dengan udara ruangan sebelum diberkan terapi oksigen.

 Gagal jantung akut hipertensif: tanda dan gejala dari gagal jantung yang disertai

peningkatan tekanan darah dan biasanya memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang masih

baik. Terdapat bukti dari peningkatan tonus simpatis dan vasokonstriksi. Pasien

mungkin dalam kondisi euvolemik atau hanya sedikit hipervolemik, dan datang dengan

tanda-tanda kongestif paru tanpa disertai kongesti sistemik. Respons terhadap terapi

medis biasanya cepat, dan tingkat kematian dirumah sakit biasanya rendah.

 Renjatan kardiogenik (cardiogenic shock) didefinisikan sebagai bukti adanya

hipoperfusi jaringan yang diinduksi oleh gagal jantung setelah dilakukannya koreksi

adekuat dari preload dan aritmia mayor. Biasanya renjatan kardiogenik ditandai dengan

penurunan tekanan darah (sistolik ≤90 mmHg, atau penurunan cepat dari rerata tekanan

arteri >30 mmHg) disertai dengan oliguria atau anuria (<0.5 ml/kg /jam). Gangguan

irama juga sering terjadi, dan bukti-bukti hipoperfusi organ serta kongesti paru biasanya

terjadi secara cepat.

 Gagal jantung kanan teisolasi: ditandai dengan sindroma penurunan curah jantung (low

output syndrome) tanpa adanya kongesti paru dengan peningkatan tekanan vena juguler,

dengan atau tanpa hepatomegali dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang rendah.

 Gagal jantung akut pada sindroma koroner akut: banyak pasien datang dengan

gambaran klinis gagal jantung akut namun diserai bukti-bukti laboratorium dari

29
sindroma koroner akut. Sekitar 15% pasien dengan sindroma koroner akut memiliki

tanda dan gejala gagal jantung akut, dan episode gagal jantung akut tersebut biasanya

berhubungan atau dipresipitasi oleh aritmia (bradikardia, fibrilasi atrium atau takikardi

venrikel).

3.2 Patogenesis

Gagal jantung akut ditandai dengan abnormalitas hemodinamik dan

neurohormonal yang buruk dan mungkin diakibatkan atau sebagai akibat dari jejas

pada miokard dan atau ginjal. Abnormalitas tersebut mungkin dapat disebabkan karena

iskemia, hipertensi, atrial fibrilasi atau penyebab non kardiak lainnya (seperti

insufisiensi ginjal) atau sebagai akibat efek obat-obatan (Pfister dan Schneider, 2009).

Beberapa mekanisme pathogenesis gagal jantung akut diantaranya adalah:

 Kongesti

Peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiri akan berakibat kongesti pulmonal dan

sistemik dengan atau tanpa curah jantung yang menurun merupakan presentasi utama

pada mayoritas pasien dengan gagal jantung akut (Adams et al., 2005). Kongesti paru

dapat didefinisikan sebagai hipertensi vena pulmonalis (peningkatan tekanan baji

kapiler paru/ pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)) dan akan berakibat edema

interstisial dan alveolar paru. Kongesti sistemik bermanifestasi secara klinis dengan

distensi vena jugularis dengan atau tanpa edema perifer dan peningkatan berat badan

secara gradual sering ditemukan (Pfister dan Schneider, 2009). Biasanya, kongesti paru

berat yang terjadi secara mendadak dipresipitasi oleh peningkatan tekanan darah

(afterload), terutama pada pasien dengan disfungsi diastolik (Cotter et al, 2008).

30
Gangguan ginjal, abmormalitas berat dari neurohormonal dan endothelial, gangguan

diet dan beberapa obat-obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS) juga

berkontribusi terhadap kelebihan cairan (McMurray et al., 2012).

Peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiri yang tinggi, akan berkontribusi terhadap

progresifitas dari gagal jantunglebih lanjut dengan aktivasi neurohormonal, iskemia

subendokardial dan/ atau perubahan ukuran dan bentuk dari ventrikel kiri (remodelling)

yang pada akhirnya berakibat pada insufisiensi katup mitral (Gheorghiade et al, 2006).

Peningkatan tekanan vena sistemik (tekanan atrium kanan bagian atas), lebih sering

disebabkan karena tekanan jantung kiri yang tinggi/ pulmonary capillary wedge

pressure (PCWP), yang akan berkontribusi pada terjadinya sindroma kardio renal

(SKR) (Mullens et al, 2008).

Berat badan biasa digunakan sebagai penanda adanya kongesti pada scenario pasien

gagal jantung yang dirawat inap maupun rawat jalan. Bagaimanapun, beberapa

penelitian menyimpulkan hubungan yang kompleks antara berat badan, kongesti dan

keluaran pasien dengan gagal jantung (Gheorghiade dan Pang, 2009).

 Cedera miokard

Pelepasan troponin sering terjadi pada kondisi gagal jantung akut, terutama pada pasien

dengan penyakit jantung koroner (Peacock et al, 2008). Hal ini nampaknya

merefleksikan adanya cedera miokard, yang berhubungan dengan abnormalitas

hemodinamik dan / atau neurohormonal atau sebagai akibat dari kejadian iskemia.

Cedera juga bisa terjadi sebagai akibat tingginya tekanan diastolik ventrikel kiri, yang

kemudian akan mengaktivasi stimulasi neurohormonal dan inotropik sehingga

31
berakibat kepada ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Beohar et

al, 2008).

 Gangguan ginjal

Pada gagal jantung akut, abnormalitas ginjal akan menyebabkan retensi natrium dan air

(Nohria et al, 2008). Gangguan struktural ginjal akibat hipertensi, diabetes dan

arteriosklerosis merupakan penyebab yang sering ditemukan, dan perburukan fungsi

ginjal terjadi pada sekitar 20-30% pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut (Eren

et al, 2012). Dari penelitian akhir, 20% pasien akan mengalami perburukan fungsi ginjal

segera setelah pasien dipulangkan (Blair et al, 2008). Perburukan selama perawatan atau

setelah pasien pulang mungkin diakibatkan karena penurunan curah jantung dan

peningkatan tekanan vena, yang diperparah dengan pemberian diuretik dosis tinggi

(Damman et al, 2007).

 Efek tidak langsung obat

Loop diuretik intravena merupakan agen lini pertama untuk meringankan gejala

kongestif. Bagaimanapun, efek menguntungkan tersebut berhubungan dengan

abnormalitas elektrolit, aktivasi neurohormonal yang lebih lanjut dan perburukan fungsi

ginjal. Pemberian loop diuretik intravena dengan dosis besar berhubungan dengan

keluaran yang buruk pada pasien dengan gagal jantung. Namun, hal ini mungkin suatu

penanda dari keparahan dari gagal jantung itu sendiri, dibandingkan dianggap sebagao

penyebab peningkatan mortalitas (Hasselblad et al, 2007). Dobutamin, milrinon dan

levosimendan akan meningkatkan profil hemodinamik, namun efek ini berhubungan

dengan peningkatan tingkat konsumsi oksigen miokard (takikardia dan peningkatan

kontraktilitas) dan hipotensi yang berhubungan dengan efek vasodilatasi (Mebazaa et

32
al., 2007). Penurunan perfusi koroner yang berhubungan dengan hipotensi dalam

kondisi peningkatan kebutuhan akibat akan mengakibatkan cedera miokard, terutama

pada pasien dengan penyakit jantung koroner (PJK) yang sering memiliki miokardium

yang mengalami hibernasi atau iskemia (Beohar et al, 2008). Hipotensi yang

berhubungan dengan penggunaan vasodilator mungkin juga mengakibatkan hipoperfusi

miokardium dan ginjal dan kemungkinan dapat mengakibatkan cedera (Gheorghiade

dan Pang, 2009).

3.3 Diagnosis

3.3.1 Tanda dan Gejala

Banyak tanda-tanda gagal jantung yang terjadi akibat retensi air dan natrium

yang biasanya akan membaik dengan cepat dengan pemberisan terapi diuretik. Riwayat

medis pasien juga pentning bagi penegakan diagnosis, dan gagal jantung tidak lazim

terjadi pada pasien tanpa adanya riwayat medis yang relevan, misalkan riwayat infark

miokard yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya gagal jantung pada pasien

dengan tanda dan gejala yang khas (McMurray et al, 2012).

Sekali diagnosis gagal jantung ditegakkan, sangatlah penting kemudian untuk

menentukan penyebabnya, terutama penyebab yang dapat dikoreksi. Gejala dan tanda

merupakan hal penting yang harus selalu dimonitor sebagai respon terapi dan tanda

kestabilan pasien dengan gagal jantung. Gejala yang menetap pada pasien dengan

terapi gagal jantungm biasanya menandakan perlunya terapi tambahan, dan perburukan

gejala membutuhkan penanganan medis yang serius. Berikut merupakan tanda dan

33
gejala gagal jantung menurut ESC yang dikeluarkan ditahun 2012 (McMurray et al,

2012).

Tabel 3.1 Tanda dan gejala tipikal gagal jantung (McMurray et al, 2012)

3.3.2 Uji Diagnostik

Ekhokardiogram dan elektrokardiogram (EKG) merupakan pemeriksaan penting

untuk menegakkan diagnosis gagal jantung. Ekhokardiogram menyajikan informasi

yang segera mengenai volume ruang jantung, fungsi sistoli dan diastolik ventrikel,

ketebalan otot, dan fungsi katup (Paterson et al, 2011). Informasi ini penting dalam

menentukan terapi yang pantas untuk pasien (misal penyekat angiotensin converting

enzyme (ACE) dan penyekat beta untuk disfungsi sistolik atau operasi untuk stenosis

34
aorta). EKG membantu untuk melihat irama jantung dan konduksi elektrik, misal

adanya penyakit sinoatrial, blok atrioventrikuler, atau konduksi interventrikuler yang

abnormal. Temuan ini juga penting untuk menentukan penatalaksanaan (seperti kontrol

irama untuk pasien dengan fibrilasi atrium, pemacuan untuk bradikardia, dan terapi

resinkronisasi jantung untuk pasien dengan left bundle branch block (LBBB)). EKG

juga menunjukkan bukti adanya hipertrofi ventrikel kiri atau gelombang Q yang

mengindikasikan adanya kehilangan miokardium yang viabel, yang membantu

memberikan bukti tentang kemungkinan etiologi dari gagal jantung (McMurray et al,

2012).

Informasi yang disajikan oleh 2 pemeriksaan ini sudah mampu untuk

menegakkan diagnosis kerja dan perencanaan manajemen bagi mayoritas pasien.

Pemeriksaan biokimiawi dan hematologi rutin juga penting, sebagai bagian apakah

penyekat sistim renin angiotensin aldosterone (SRAA) dapat dimulai secara aman

(dengan pemeriksaan fungsi ginjal dan kalium) dan untuk mengekslusi adanya anemia

(yang mirip atau dapat memperburuk gagal jantung). Pemeriksaan penunjang lain

secara umum hanya diperlukan bila diagnosis belum bias ditegakkan (misal bila

gambaran ekhokardiografi suboptimal, atau jika terdapat kausa gagal jantung yang

tidak umum) atau jika ada indikasi untuk mengevaluasi lebih jauh penyebab yang

mendasari masalah jantung pasien (misal pencitraan perfusi atau angiografi pada

pasien dengan kecurigaan PJK atau endomiokardial biopsi pada beberapa penyakit

miokard) (McMurray et al, 2012).

3.3.3 Peptida Natriuretic

35
Karena tanda dan gejala gagal jantung kadang tidak spesifik, banyak pasien yang

dicurigai mengalami gagal jantung yang dikirim menjalani pemeriksaan

ekhokardiografi, namun ternyata tidak memiliki abnormalitas dalam struktur jantung.

Ketika kemampuan ekhokardiografi menjadi terbatas, pendekatan lain untuk

mendiagnosis adalah dengan memeriksa konsentrasi peptida natriuretik darah, keluarga

hormon yang disekresikan berlebih bila terjadi jejas pada jantung atau beban pada salah

satu ruang jantung mengalami peningkatan (misal pada fibrilasi atrium, emboli paru

dan beberapa kondisi non-kardiak termasuk gagal ginjal) (Ewald et al, 2008). Kadar

peptida natriuretik juga akan meningkat seiring dengan usia, namun dapat menurun

pada pasien dengan obesitas (Daniels et al, 2006). Kadar peptida natriuretik yang

normal pada pasien yang belum tertangani secara nyata mengeksklusi adanya penyakit

jantung, yang akan menyebabkan pemeriksaan ekhokardiografi tidak diperlukan lagi

(investigasi penyebab non-kardiak mungkin lebih produktif pada pasien ini) (Maisel et

al, 2008).

Banyak penelitian telah meneliti batas konsentrasi dua untuk mengeksklusi gagal

jantung untuk dua macam peptida natriuretik yang biasa digunakan, B-type natriuretic

peptide (BNP) dan N-terminal pro B-type natriuretic peptide (NT-proBNP). Batasan

eksklusi berbeda pada pasien yang dating dengan awitan akut atau perburukan gejala

dan pada psein dengan awitan yang lebih gradual. Untuk pasien dengan awitan akut

atau perburukan gejala, nilai optimal untuk mengeksklusi adalah 300 pg/mL untuk NT-

pro BNP dan100 pg/mL untuk BNP. Untuk pasien non akut, nilai optimal untuk

mengeksklusi adalah 125 pg/mL untuk NT-proBNP dan 35 pg/mL untuk BNP.

36
Sensitifitas dan spesifisitas dari BNP dan NT-proBNP untuk diagnosis gagal jantung

juga lebih rendah pada pasien-pasien non akut (McMurray et al, 2012).

3.3.4 Foto Toraks

Foto toraks memiliki keterbatasan dalam penegakan diagnosis dari pasien dengan

kecurigaan gagal jantung. Hal ini mungkin sangat berguna dalam mengidentifikasi

alternatif keterlibatan paru untuk tanda dan gejala pasien. Pemeriksaan ini akan

menunjukkan kongesti vena pulmonalis atau edema pada pasien dengan gagal jantung.

Penting untuk dicatat bahwa disfungsi sistolik ventrikel kiri yang signifikan akan

memberikan gambaran kardiomegali pada foto thoraks (McMurray et al, 2012).

3.3.4 Pemeriksaan Rutin Laboratorium

Sebagai tambahan untuk pemeriksaan biokimiawi (natrium, kalium, kreatinin,

laju filtrasi gromerolus/ estimated glomerular filtration rate (eGFR)) dan hematologis

standar (hemoglobin, hematocrit, ferritin, leukosit dan platelet), sangatlah berguna

untuk memeriksa kadar hormon penstimulasi tiroid, dikarenakan penyakit tiroid dapat

menyerupai atau memperburuk gagal jantung. Kadar gula darah juga penting untuk

diperiksa dalam penegakkan didiagnosis diabetes pada pasien gagl jantung. Enzim hati

juga biasa ditemukan tidak normal pada pasien dengan gagal jantung, juga pentung

untuk pengambilan keputusan yang menyangkut terapi amiodaron dan warfarin

(McMurray et al, 2012).

3.4 Manajemen Gagal Jantung Akut: Fokus Pada Loop Diuretik

3.4.1 Loop diuretic

37
Obat-obatan diuretik berfungsi untuk mempengaruhi fisiologi ginjal untuk

meningkatkan produksi urin dan ekskresi sodium yang lebih bermakna (natriuresis).

Diuretik telah lama digunakan untuk manajemen gagal jantung simtomatik dengan

retensi cairan, sebagai tambahan terapi standar seperti ACEi. Dalam kasus hipertensi,

diuretik direkomendasikan untuk terapi lini pertama, terutama setelah sebuah uji meta

analisis menemukan bahwa diuretik dosis rendah merupakan terapi paling efektif

sebagai lini pertama untuk mencegah komplikasi kardiovaskuler (Psaty, 2003).

Loop diuretik ditemukan pada tahun 1960an disaat para peneliti mengembangkan

obat pengganti yang lebih efektif bagi diuretik organik yang mengandung merkuri.

Furosemide, loop diuretik yang paling banyak digunakan di Amerika Serikat,

merupakan jenis diuretik yang pertama kali dikembangkan, yang kemudian diikuti oleh

bumetanide dan torsemide (Ernst, 2013). Derivat sulfonamide ini merupakan loop

diuretik paling standar untuk penatalaksanaan gagal jantung kongestif berat, bahkan,

furosemide mampu mengurangi sesak napas walalupun belum terjadi diuresis dan hal

ini dikarenakan adanya efek venodilatasi dan penurunan preload (Oppie dan Kaplan,

2009).

Seluruh loop diuretik, bekerja dengan berikatan pada kotransporter Na+-K+-2Cl

pada bagian tebal lengkung Henle ascenden. Segmen ini bertanggung jawab untuk

mengkonsentrasikan urin, dan pengangkatan solute dari area ini akan menghasilkan

cairan interstisium medulla ginjal yang hipertonis, yang berfungsi sebagai kekuatan

osmotik sehingga akan terjadi reabsorrbsi air pada duktus kolektivus. Penghambatan

proses reabsorbsi dengan loop diuretik inilah yang akan mengganggu kemampuan ginjal

untuk menghasilkan urin terkonsentrasi yang menyebabkan natrium klorida dan ion kalium

38
tetap berada intralumen dan akan hilang didalam urin (Ernst, 2013). Selain itu,

furosemide memiliki efek venodilatasi yang bertujuan untuk mengurangi preload pada

gagal jantung kiri akut dalam waktu 5 hingga 15 menit, mekanisme yang mendasari

hal ini kemungkinan, terjadi akibat kejadian ikutan paska vasokonstriksi reaktif (Oppie

dan Kaplan, 2009).

Dosis diuresis tergantung pada pencapaian ambang diuretik dan spesifik pada

masing-masing pasien. Sekali ambang dosis dilewati, akan terjadi rerata optimal dari

hantaran obat yang berujung pada respons maksimal. Karena respon diuretik tidak

secara linear berhubungan dengan dosis, sekali dosis dan rerata hantaran telah

ditentukan dan mencapai respon maksimal, penambahan pemberian diuretik tidak akan

meningkatkan efek diuresis (Ernst, 2013). Furosemide intravena biasanya dimulai

dengan dosis bolus inisial 40mg (tidak boleh melebihi 4mg/menit untuk mengurangi

resiko ototoksisitas). Saat fungsi ginjal terganggu, seperti pada usia lanjut, dosis yang

lebih tinggi mungkin dibutuhkan, dan dosis yang lebih tinggi lagi pada gagal ginjal dan

gagal jantung kronis yang berat. Furosemide oral memiliki rentang dosis yang lebih

lebar (20-240mg/ hari atau lebih), dikarenakan absorbsi obat yang sangat bervariasi

10%-100% (rata-rata 50%). Pada keadaan oliguria yang tidak disebabkan karena

kekurangan cairan dan GFR kurang dari 20ml/menit, dosis furosemide dapat

ditingkatkan dari 240mg hingga 2000mg, hal ini mungkin diperlukan karena

menurunnya ekskresi luminal (Oppie dan Kaplan, 2009).

39
BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan Ny. NWB, perempuan berumur 68 tahun, masuk rumah sakit

tanggal 16 April 2018 dengan keluhan sesak napas. Berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat didiagnosis sebagai Diagnosa

kerja yaitu ADHF Profil B, Hipertensi Emergency, Hypertensive Heart Disease,

Chronic Kidney Disease Stage. V, dan anemia sedang.

Gagal jantung akut menurut European Society of Cardiology (ESC),

merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kondisi kegagalan fungsi

jantung dengan awitan yang cepat maupun perburukan dari gejala dan tanda dari gagal

jantung. Hal ini merupakan kondisi yang mengancam jiwa dan memerlukan perhatian

medis yang segera dan biasanya berujung pada hospitalisasi. Pada sebagian besar

kasus, gagal jantung akut terjadi sebagai akibat perburukan pada pasien yang telah

terdiagnosis dengan gagal jantung sebelumnya (baik gagal jantung dengan fraksi ejeksi

yang rendah/ heart failure with reduced ejection fraction (HF-REF), maupun pada

gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang masih baik/ heart failure with preserved

ejection fraction (HF-PEF).

40

Anda mungkin juga menyukai