Contoh CDB
Contoh CDB
PENDAHULUAN
yang terus meningkat. Gagal jantung mempengaruhi lebih dari 5.2 juta pernduduk
amerika, dan lebih dari 550,000 kasus baru yang didiagnosis tiap tahunnya. Tiap
Mortalitas rata – rata rawatan yang dilaporkan pada 3 hari, 12 bulan, dan 5 tahun pada
pasien yang dirawat di rumah sakit masing –masing adalah 12%, 33%, dan 50%. Rata-
Beban ekonomi terhadap gagal jantung masih besar. Pada tahun 2007, biaya
langsung dan tidak langsung yang dialokasikan untuk gagal jantung adalah 33.2 juta
dolar. Biaya hospitalisasi untuk bagian yang lebih besar sekitar 54%. Kurangnya
kepatuhan terhadap rekomendasi diet atau terapi obat merupakan penyebab paling
umum dimana pasien gagal jantung masuk ke instalasi gawat darurat. Sekitar sepertiga
Data yang diperoleh dari beberapa studi mengenai beberapa penggolongan klinis
terhadap pasien gagal jantung yang dirawat di rumah sakit dengan perburukan gagal
jantung. Studi ini menunjukan bahwa mayoritas pasien yang dirawat dengan gagal
jantung memiliki bukti hipertensi sistemik pada saat masuk rumah sakit dan umumnya
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : N.W.B
Usia : 68 tahun
Agama : Hindu
Status : Menikah
Pekerjaan :-
No.RM : 271822
2.2 Anamnesis
napas. Pasien mengeluh sesak napas sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Sesak napasnya dirasakan semakin memberat sejak tadi malam. Pasien juga
mengeluh mual, muntah dan nyeri kepala. Selain itu, terdapat bengkak pada
kedua tungkai bawah dan gatal-gatal di seluruh tubuhnya. Gatal pada tubuhnya
dirasakan sejak 2 minggu lalu hingga saat ini. Pasien mengatakan cepat merasa
2
lelah saat berjalan jauh dan saat beraktifitas. Pasien mengatakan sejak 2 bulan
yang lalu, ia baru bisa tidur hanya dengan 2 bantal. Keluhan seperti nyeri dada,
disangkal oleh pasien. BAK pasien (+) normal, warna kuning, nyeri saat kencing
(-), BAB (+) 1x/hari, konsistensi lunak, warna kuning, lendir (-). BAB bercampur
darah maupun BAB berwarna kehitaman disangkal pasien. BAB terakhir pasien
Asma (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Melitus (-), Hipertensi (+), Chronic
Asma (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-), dan tidak ada
Riwayat Pengobatan: -
Riwayat Gizi:
Pasien memiliki nafsu makan yang baik, frekuensi makan 3 kali sehari dengan
Riwayat Sosial:
Tanda vital :
3
- Tekanan darah : 180/78 mmHg
- Berat badan : 45 kg
- IMT : 20 kg/m2
- SpO2 : 97%
tubuh
Kepala : Normocephali, alopecia (-), rambut putih dan tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+),
Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-/-), deviasi septum nasi (-/-), nafas
Mulut : Mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil dan faring
4
Thoraks Anterior
Inspeksi
interkostal (-/-)
Palpasi
Vokal fremitus
Perkusi
Auskultasi
Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra
Lap. paru atas Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru tengah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru bawah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
5
Thoraks Posterior
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, jejas (-)
Palpasi
Vokal fremitus
Perkusi
Auskultasi
Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra
Lap. paru atas Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru tengah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru bawah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Jantung
6
melebar (-), thrill (-)
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur sistolik (+) apex blowing grade
Abdomen
Inspeksi : distensi (+), asites (+), caput medusa (-), tidak tampak adanya
7
MID 1,0 109/l 0,1 – 1,5 Normal
8
EKG (tanggal 16 April 2018, pukul 09.40 WITA)
Interpretasi:
Tall
9
Kesimpulan: Normal, Sinus rhythm
Interpretasi:
- Corakan bronchovascular kesan normal.
- Cor kesan membesar dengan apex tertanam, pinggang jantung ramping. Aorta
tidak dilatasi.
Kesan:
- Pulmo kesan normal.
10
- Kardiomegali (LVH).
- Hipertensi Emergency
- Anemia sedang
2.6. Penatalaksanaan
Terapi Parenteral:
Terapi Injeksi:
- Ondansentron 3x4 mg IV
- Omeprazole 2x40 mg IV
- Furosemide 3x40 mg IV
Terapi Oral:
11
- Asam folat 2x400 mcg
- Valsartan 1x80 mg
- ISDN 3x5 mg
- Amlodipine 1x5 mg
- Pemeriksaan EKG
2.8. Follow Up
1. Selasa, 17 S: Terapi
April 2018 Sakit kepala , sesak (-), nyeri dada kiri jika Parenteral:
(ICU) menarik napas, nyeri dada tidak menjalar ke - IVFD NaCl
punggung, DOE (-), mual (+), muntah (-), 0,9% 8 tpm
gatal . - Drip Perdipine
O: (target tekanan
Keadaan umum : Tampak sakit sedang darah 160/100
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6 mmHg)
Tanda-tanda Vital Terapi Injeksi:
12
- Tekanan darah : 171/80 mmHg (on - Omeprazole
Nicardipine 0,25 mcq/kgBB/menit) 2x40 mg IV
- Nadi : 68x/menit - Ondansentron
- Frekuensi nafas : 18x/menit 3x4 mg IV
- Suhu : 36ºC (k/p)
- SpO2 : 97% - Furosemide
- CMCK : 916,2 ml – 2250 ml 3x40 mg IV
- BB : 45 kg Terapi Oral:
- TB : 150 cm - Asam folat
- IMT : 20 kg/m2 2x400 mcg
Pemeriksaan fisik: - CaCO3 3x500
Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-), reflek pupil mg
(+/+), pupil isokor kanan-kiri - Amlodipine
THT : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-), 1x5 mg (tunda)
tonsil T1/T1 - Valsartan
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP 5+3 1x320 mg
cmH2O
Thorax Rencana:
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara - USG
nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Abdomen
wheezing (-/-) (18/4)
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur sistolik - Target tekanan
(+) apex blowing grade I/VI, ICS V darah <165
MCL sinistra mmHg (turun
25% dari
Abd : distensi (+), bising usus (+) normal, tekanan darah
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak awal)
teraba, shifting dullnes (+) - Cek lipid
Ekst : akral hangat, edema tungkai bawah profile (18/4)
13
(+/+), CRT < 2 detik, - Cek elektrolit
A:
ADHF Profil B
Hipertensi Emergency
Hypertensive Heart Disease
Chronic Kidney Disease Stage. V
Anemia sedang
14
- Suhu : 36ºC - Furosemide
- SpO2 : 98% 1x20 mg IV
- CMCK : 350 ml – 200 ml
Terapi Oral:
- BB : 45 kg
- Asam Folat
- TB : 150 cm 2x400 mcg
- IMT : 20 kg/m2
- CaCO3 3x500
Pemeriksaan fisik:
mg
Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-), reflek pupil
(+/+), pupil isokor kanan-kiri - ISDN 3x10 mg
THT : bibir sianosis (-), deviasi septum nasi
- Clopidogrel
(-), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
1x75 mg
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP
5+3 cmH2O - Simvastatin
Thorax 1x20 mg
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara - Bisoprolol
+ -
nafas vesikuler ( /+), rhonki ( /-), 1x2,5 mg
-
wheezing ( /-)
- Amlodipine
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur sistolik
1x10 mg
(+) apex blowing grade I/VI, ICS V
MCL sinistra - Valsartan
1x320 mg
Abd : distensi (+), bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak Rencana:
teraba, shifting dullnes (+)
- USG
Ekst : akral hangat, edema tungkai bawah
Abdomen
+
( /+), CRT <2 detik
- Target tekanan
A:
darah <165
ADHF Profil B
mmHg (turun
Hipertensi Emergency
25% dari
Hypertensive Heart Disease
15
Chronic Kidney Disease Stage. V tekanan darah
Anemia sedang awal)
- Cek lipid
profile
- Pemeriksaan
ekokardiografi
16
Interpretasi:
Hepar Ukuran, letak, bentuk dan echo parenkim kesan normal,
permukaan regular. Tidak tampak dilatasi vaskular. Tidak tampak
dilatasi duktus bilier intra dan ekstrahepatik.
GB Dinding tipis, tidak tampak echo batu/massa.
17
Lien Ukuran, bentuk, letak, permukaan dan echo parenkim dalam batas
normal. Tidak tampak SOL. Hilus kesan normal.
Pankreas Letak, bentuk, ukuran dan echo kesan normal. Tidak tampak SOL,
tidak tampak dilatasi ductus.
Ginjal kanan Ukuran, letak, bentuk kesan normal, dan echo parenkim kesan
meningkat dengan diferensiasi menurun. Tidak tampak dilatasi
PCS. Tidak tampak echo batu. Tampak kista ukuran ± 2,7 cm.
Ginjal kiri Ukuran mengecil, letak, bentuk kesan normal, dan echo parenkim
kesan meningkat dengan diferensiasi menurun. Tidak tampak
dilatasi PCS. Tidak tampak echo batu/massa.
VU Dinding sedikit menebal, tampak multiple divertikel kecil, tidak
tampak echo batu.
Uterus Antefleksi, ukuran dan echo kesan normal. Tidak tampak lesi
kistik adneksa.
Usus Tidak tampak dilatasi kolon atau usus halus saat ini.
Tampak cairan bebas intraperitoneum.
- Ukuran ginjal kanan normal, ginjal kiri atrofi dengan echo
sesuai CKD
- Soliter simple cyst ginjal kanan
Kesan
- Diverticulosis VU
- Ascites
- Organ abdomen lain yang terscan kesan normal.
18
HDL Calculated 51,2 mg/dL
19
Interpretasi:
Dimensi Ruang Jantung LA dilatasi
LVH (+)
Fungsi Sistolik LV EF 62,23%
Fungsi Diastolik LV Menurun
Kontraktilitas TAPSE 22,9 mm
Kinetik Global normokinetik
AR moderate
Katup
MR severe
- MR severe
- AR moderate
Kesimpulan - LVH (+)
- Fungsi sistolik LV dan RV menurun
- Fungsi diastolik LV menurun
20
No. Hari/Tanggal Pemeriksaan Planning
21
MCL sinistra
Abd : distensi (+), bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullnes (+)
Ekst : akral hangat (+/+), edema tungkai
bawah (-/-), CRT <2 detik
A:
S:
Sesak (-), sakit kepala (-), nyeri dada hilang
timbul, mual muntah (-), gatal .
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6
Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 169/79 mmHg
- Nadi : 66x/menit
- Frekuensi nafas : 18x/menit
- Suhu : 36ºC
- SpO2 : 98%
- CMCK : 350 ml – 200 ml
- BB : 45 kg
- TB : 150 cm
- IMT : 20 kg/m2
Pemeriksaan fisik:
Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-), reflek pupil
(+/+), pupil isokor kanan-kiri
THT : bibir sianosis (-), deviasi septum nasi
(-), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP
5+3 cmH2O
22
Thorax
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara
nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur sistolik
(+) apex blowing grade I/VI, ICS V
MCL sinistra
Abd : distensi (+), bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullnes (+)
Ekst : akral hangat, edema tungkai bawah
(+/+), CRT <2 detik
A:
ADHF Profil B
Hipertensi on Treatment (Riwayat Hipertensi
Emergency)
Hypertensive Heart Disease
Chronic Kidney Disease Stage. V
Anemia sedang
4. Jum’at, 20 S: Terapi:
April 2018 Sesak (-), nyeri dada (-), mual muntah (-), - Omeprazole 2x20
(Cempaka) gatal . mg
O: - Asam Folat
Keadaan umum : Tampak sakit sedang 2x400 mcg
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6 - CaCO3 3x500 mg
Tanda-tanda Vital
23
- Tekanan darah : 150/100 mmHg - Amlodipine 1x10
- Nadi : 85x/menit mg
- Frekuensi nafas : 18x/menit - Valsartan 1x320
- Suhu : 36,8ºC mg
- CMCK : 1200 ml – 3300 ml - Cetirizine 1x10
- BB : 45 kg mg
- TB : 150 cm *Pasien BPL
- IMT : 20 kg/m2
Pemeriksaan fisik:
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil
(+/+), pupil isokor kanan-kiri
THT : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-),
tonsil T1/T1
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP 5+3
cmH2O
Thorax
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara
nafas vesikuler (+/+), rhonki
(-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur sistolik
(+) apex blowing grade I/VI, ICS V
MCL sinistra
Abd : distensi (-), bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullnes (-)
Ekst : akral hangat (+/+), edema tungkai bawah
(-/-), CRT <2 detik
A:
ADHF Profil B
24
Hipertensi on Treatment (Riwayat Hipertensi
Emergency)
Hypertensive Heart Disease
Chronic Kidney Disease Stage. V
Anemia sedang
2.9. Resume
napas dirasakan sejak 2 hari yang lalu SMRS. Sesak napasnya dirasakan
memberat sejak tadi malam. Mual (+), muntah (+), nyeri kepala (+). Terdapat
bengkak pada kedua tungkai bawah dan gatal-gatal di seluruh tubuhnya. Gatal
pada tubuhnya dirasakan sejak 2 minggu lalu hingga saat ini. Pasien mengatakan
cepat merasa lelah saat berjalan jauh dan saat beraktifitas. Sejak 2 bulan yang
lalu, pasien bisa tidur hanya dengan 2 bantal. Nyeri dada (-), BAK pasien (+)
normal, warna kuning, nyeri saat BAK (-), BAB (+) 1x/hari, konsistensi lunak,
warna kuning, lendir (-), darah (-). Tanda vital pada hari pertama follow up pasien
di ICU (16 maret 2018, pukul 18.00 WITA) tekanan darah 180/78 mmHg, nadi
bercak kemerahan pada seluruh tubuh. Pada mata, konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor kiri dan kanan, reflek pupil (+/+) pada kedua mata.
25
Pada telinga, hidung, dan tenggorokan tidak ditemukan discharge, deviasi septum
nasi (-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-). Selain itu, pada mulut pasien
tidak ditemukan sianosis, lidah kotor (-), mukosa pucat (-), faring hiperemis (-),
dan tonsil T1/T1 kesan tenang. Pada leher, tidak didapatkan pembesaran kelenjar
getah bening maupun pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakea (-), JVP 5+3
cmH2O.
Selain itu, pada inspeksi thoraks didapatkan bentuk simetris kiri dan
kanan, nyeri tekan (-) dan fremitus vokal hantaran sama kiri-kanan pada palpasi,
sonor pada semua lapang paru, dan tidak ditemukan suara ronkhi dan wheezing
pada auskultasi. Pada pemeriksaan jantung, iktus kordis teraba kuat angkat, batas
jantung dalam batas normal kecuali batas jantung kiri yang melebar ke lateral
yaitu di ICS 6 linea axillaris anterior sinistra, dan ditemukan suara jantung
distensi (+), asites (+), shifting dullnes (+), caput medusa (-), massa (-), tanda-
tanda peradangan (-), bising usus (+) 10x/menit, timpani di seluruh lapang
hepatomegali, ballottement ginjal (-). Selain itu pada kedua ekstremitas bawah
kadar WBC dan RDW% meningkat dan kadar RBC, HGB dan HCT menurun.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran EKG normal sinus rhythm dan
tampak gambaran perbesaran jantung (kardiomegali) pada foto thorax AP. Pada
26
Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan kadar Cl meningkat. Pada pemeriksaan
ultrasonografi (USG) didapatkan kesan atrofi ginjal kiri dengan echo sesuai
CKD, terdapat soliter simple cyst pada ginjal kanan, diverticulosis VU, dan
AR moderate, LVH (+), fungsi sistolik LV dan RV menurun, dan fungsi diastolik
sedang.
Setelah pasien diobservasi dan dirawat di ICU selama 3 hari (16 april
2018 s/d 18 april 2018), tanggal 19 maret pukul 17.15 WITA pasien kemudian
Disease, Chronic Kidney Disease Stage. V, dan anemia sedang. Keadaan pasien
27
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
jantung dengan awitan yang cepat maupun perburukan dari gejala dan tanda dari gagal
jantung (McMurray et al, 2012). Hal ini merupakan kondisi yang mengancam jiwa dan
memerlukan perhatian medis yang segera dan biasanya berujung pada hospitalisasi
(Gheorghiade dan Pang, 2009). Pada sebagian besar kasus, gagal jantung akut terjadi
sebagai akibat perburukan pada pasien yang telah terdiagnosis dengan gagal jantung
sebelumnya (baik gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang rendah/ heart failure with
reduced ejection fraction (HF-REF), maupun pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi
yang masih baik/ heart failure with preserved ejection fraction (HF-PEF) (McMurray
et al, 2012).
kondisi, dan klasifikasinya memiliki batasan-batasan. Pasien dengan gagal jantung akut
biasanya datang dengan salah satu dari keenam kategori klinis berikut (Filippatos,
riwayat perburukan dari gagal jantung kronis dalam pengobatan, dan bukti dari
28
kongesti sistemik dan pulmoner. Tekanan darah rendah saat masuk biasanya
Edema paru akut: pasien biasanya datang dengan distress pernafasan, takipneu dan
ortopneu, ronki basah halus sering ditemukan di seluruh lapang paru. Saturasi oksigen
arterial biasanya <90% dengan udara ruangan sebelum diberkan terapi oksigen.
Gagal jantung akut hipertensif: tanda dan gejala dari gagal jantung yang disertai
peningkatan tekanan darah dan biasanya memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang masih
baik. Terdapat bukti dari peningkatan tonus simpatis dan vasokonstriksi. Pasien
mungkin dalam kondisi euvolemik atau hanya sedikit hipervolemik, dan datang dengan
tanda-tanda kongestif paru tanpa disertai kongesti sistemik. Respons terhadap terapi
medis biasanya cepat, dan tingkat kematian dirumah sakit biasanya rendah.
hipoperfusi jaringan yang diinduksi oleh gagal jantung setelah dilakukannya koreksi
adekuat dari preload dan aritmia mayor. Biasanya renjatan kardiogenik ditandai dengan
penurunan tekanan darah (sistolik ≤90 mmHg, atau penurunan cepat dari rerata tekanan
arteri >30 mmHg) disertai dengan oliguria atau anuria (<0.5 ml/kg /jam). Gangguan
irama juga sering terjadi, dan bukti-bukti hipoperfusi organ serta kongesti paru biasanya
Gagal jantung kanan teisolasi: ditandai dengan sindroma penurunan curah jantung (low
output syndrome) tanpa adanya kongesti paru dengan peningkatan tekanan vena juguler,
dengan atau tanpa hepatomegali dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang rendah.
Gagal jantung akut pada sindroma koroner akut: banyak pasien datang dengan
gambaran klinis gagal jantung akut namun diserai bukti-bukti laboratorium dari
29
sindroma koroner akut. Sekitar 15% pasien dengan sindroma koroner akut memiliki
tanda dan gejala gagal jantung akut, dan episode gagal jantung akut tersebut biasanya
berhubungan atau dipresipitasi oleh aritmia (bradikardia, fibrilasi atrium atau takikardi
venrikel).
3.2 Patogenesis
neurohormonal yang buruk dan mungkin diakibatkan atau sebagai akibat dari jejas
pada miokard dan atau ginjal. Abnormalitas tersebut mungkin dapat disebabkan karena
iskemia, hipertensi, atrial fibrilasi atau penyebab non kardiak lainnya (seperti
insufisiensi ginjal) atau sebagai akibat efek obat-obatan (Pfister dan Schneider, 2009).
Kongesti
Peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiri akan berakibat kongesti pulmonal dan
sistemik dengan atau tanpa curah jantung yang menurun merupakan presentasi utama
pada mayoritas pasien dengan gagal jantung akut (Adams et al., 2005). Kongesti paru
kapiler paru/ pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)) dan akan berakibat edema
interstisial dan alveolar paru. Kongesti sistemik bermanifestasi secara klinis dengan
distensi vena jugularis dengan atau tanpa edema perifer dan peningkatan berat badan
secara gradual sering ditemukan (Pfister dan Schneider, 2009). Biasanya, kongesti paru
berat yang terjadi secara mendadak dipresipitasi oleh peningkatan tekanan darah
(afterload), terutama pada pasien dengan disfungsi diastolik (Cotter et al, 2008).
30
Gangguan ginjal, abmormalitas berat dari neurohormonal dan endothelial, gangguan
diet dan beberapa obat-obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS) juga
Peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiri yang tinggi, akan berkontribusi terhadap
subendokardial dan/ atau perubahan ukuran dan bentuk dari ventrikel kiri (remodelling)
yang pada akhirnya berakibat pada insufisiensi katup mitral (Gheorghiade et al, 2006).
Peningkatan tekanan vena sistemik (tekanan atrium kanan bagian atas), lebih sering
disebabkan karena tekanan jantung kiri yang tinggi/ pulmonary capillary wedge
pressure (PCWP), yang akan berkontribusi pada terjadinya sindroma kardio renal
Berat badan biasa digunakan sebagai penanda adanya kongesti pada scenario pasien
gagal jantung yang dirawat inap maupun rawat jalan. Bagaimanapun, beberapa
penelitian menyimpulkan hubungan yang kompleks antara berat badan, kongesti dan
Cedera miokard
Pelepasan troponin sering terjadi pada kondisi gagal jantung akut, terutama pada pasien
dengan penyakit jantung koroner (Peacock et al, 2008). Hal ini nampaknya
hemodinamik dan / atau neurohormonal atau sebagai akibat dari kejadian iskemia.
Cedera juga bisa terjadi sebagai akibat tingginya tekanan diastolik ventrikel kiri, yang
31
berakibat kepada ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Beohar et
al, 2008).
Gangguan ginjal
Pada gagal jantung akut, abnormalitas ginjal akan menyebabkan retensi natrium dan air
(Nohria et al, 2008). Gangguan struktural ginjal akibat hipertensi, diabetes dan
ginjal terjadi pada sekitar 20-30% pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut (Eren
et al, 2012). Dari penelitian akhir, 20% pasien akan mengalami perburukan fungsi ginjal
segera setelah pasien dipulangkan (Blair et al, 2008). Perburukan selama perawatan atau
setelah pasien pulang mungkin diakibatkan karena penurunan curah jantung dan
peningkatan tekanan vena, yang diperparah dengan pemberian diuretik dosis tinggi
Loop diuretik intravena merupakan agen lini pertama untuk meringankan gejala
abnormalitas elektrolit, aktivasi neurohormonal yang lebih lanjut dan perburukan fungsi
ginjal. Pemberian loop diuretik intravena dengan dosis besar berhubungan dengan
keluaran yang buruk pada pasien dengan gagal jantung. Namun, hal ini mungkin suatu
penanda dari keparahan dari gagal jantung itu sendiri, dibandingkan dianggap sebagao
32
al., 2007). Penurunan perfusi koroner yang berhubungan dengan hipotensi dalam
pada pasien dengan penyakit jantung koroner (PJK) yang sering memiliki miokardium
yang mengalami hibernasi atau iskemia (Beohar et al, 2008). Hipotensi yang
3.3 Diagnosis
Banyak tanda-tanda gagal jantung yang terjadi akibat retensi air dan natrium
yang biasanya akan membaik dengan cepat dengan pemberisan terapi diuretik. Riwayat
medis pasien juga pentning bagi penegakan diagnosis, dan gagal jantung tidak lazim
terjadi pada pasien tanpa adanya riwayat medis yang relevan, misalkan riwayat infark
miokard yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya gagal jantung pada pasien
menentukan penyebabnya, terutama penyebab yang dapat dikoreksi. Gejala dan tanda
merupakan hal penting yang harus selalu dimonitor sebagai respon terapi dan tanda
kestabilan pasien dengan gagal jantung. Gejala yang menetap pada pasien dengan
terapi gagal jantungm biasanya menandakan perlunya terapi tambahan, dan perburukan
gejala membutuhkan penanganan medis yang serius. Berikut merupakan tanda dan
33
gejala gagal jantung menurut ESC yang dikeluarkan ditahun 2012 (McMurray et al,
2012).
Tabel 3.1 Tanda dan gejala tipikal gagal jantung (McMurray et al, 2012)
yang segera mengenai volume ruang jantung, fungsi sistoli dan diastolik ventrikel,
ketebalan otot, dan fungsi katup (Paterson et al, 2011). Informasi ini penting dalam
menentukan terapi yang pantas untuk pasien (misal penyekat angiotensin converting
enzyme (ACE) dan penyekat beta untuk disfungsi sistolik atau operasi untuk stenosis
34
aorta). EKG membantu untuk melihat irama jantung dan konduksi elektrik, misal
abnormal. Temuan ini juga penting untuk menentukan penatalaksanaan (seperti kontrol
irama untuk pasien dengan fibrilasi atrium, pemacuan untuk bradikardia, dan terapi
resinkronisasi jantung untuk pasien dengan left bundle branch block (LBBB)). EKG
juga menunjukkan bukti adanya hipertrofi ventrikel kiri atau gelombang Q yang
memberikan bukti tentang kemungkinan etiologi dari gagal jantung (McMurray et al,
2012).
Pemeriksaan biokimiawi dan hematologi rutin juga penting, sebagai bagian apakah
penyekat sistim renin angiotensin aldosterone (SRAA) dapat dimulai secara aman
(dengan pemeriksaan fungsi ginjal dan kalium) dan untuk mengekslusi adanya anemia
(yang mirip atau dapat memperburuk gagal jantung). Pemeriksaan penunjang lain
secara umum hanya diperlukan bila diagnosis belum bias ditegakkan (misal bila
gambaran ekhokardiografi suboptimal, atau jika terdapat kausa gagal jantung yang
tidak umum) atau jika ada indikasi untuk mengevaluasi lebih jauh penyebab yang
mendasari masalah jantung pasien (misal pencitraan perfusi atau angiografi pada
pasien dengan kecurigaan PJK atau endomiokardial biopsi pada beberapa penyakit
35
Karena tanda dan gejala gagal jantung kadang tidak spesifik, banyak pasien yang
hormon yang disekresikan berlebih bila terjadi jejas pada jantung atau beban pada salah
satu ruang jantung mengalami peningkatan (misal pada fibrilasi atrium, emboli paru
dan beberapa kondisi non-kardiak termasuk gagal ginjal) (Ewald et al, 2008). Kadar
peptida natriuretik juga akan meningkat seiring dengan usia, namun dapat menurun
pada pasien dengan obesitas (Daniels et al, 2006). Kadar peptida natriuretik yang
normal pada pasien yang belum tertangani secara nyata mengeksklusi adanya penyakit
(investigasi penyebab non-kardiak mungkin lebih produktif pada pasien ini) (Maisel et
al, 2008).
Banyak penelitian telah meneliti batas konsentrasi dua untuk mengeksklusi gagal
jantung untuk dua macam peptida natriuretik yang biasa digunakan, B-type natriuretic
peptide (BNP) dan N-terminal pro B-type natriuretic peptide (NT-proBNP). Batasan
eksklusi berbeda pada pasien yang dating dengan awitan akut atau perburukan gejala
dan pada psein dengan awitan yang lebih gradual. Untuk pasien dengan awitan akut
atau perburukan gejala, nilai optimal untuk mengeksklusi adalah 300 pg/mL untuk NT-
pro BNP dan100 pg/mL untuk BNP. Untuk pasien non akut, nilai optimal untuk
mengeksklusi adalah 125 pg/mL untuk NT-proBNP dan 35 pg/mL untuk BNP.
36
Sensitifitas dan spesifisitas dari BNP dan NT-proBNP untuk diagnosis gagal jantung
juga lebih rendah pada pasien-pasien non akut (McMurray et al, 2012).
Foto toraks memiliki keterbatasan dalam penegakan diagnosis dari pasien dengan
kecurigaan gagal jantung. Hal ini mungkin sangat berguna dalam mengidentifikasi
alternatif keterlibatan paru untuk tanda dan gejala pasien. Pemeriksaan ini akan
menunjukkan kongesti vena pulmonalis atau edema pada pasien dengan gagal jantung.
Penting untuk dicatat bahwa disfungsi sistolik ventrikel kiri yang signifikan akan
laju filtrasi gromerolus/ estimated glomerular filtration rate (eGFR)) dan hematologis
untuk memeriksa kadar hormon penstimulasi tiroid, dikarenakan penyakit tiroid dapat
menyerupai atau memperburuk gagal jantung. Kadar gula darah juga penting untuk
diperiksa dalam penegakkan didiagnosis diabetes pada pasien gagl jantung. Enzim hati
juga biasa ditemukan tidak normal pada pasien dengan gagal jantung, juga pentung
37
Obat-obatan diuretik berfungsi untuk mempengaruhi fisiologi ginjal untuk
meningkatkan produksi urin dan ekskresi sodium yang lebih bermakna (natriuresis).
Diuretik telah lama digunakan untuk manajemen gagal jantung simtomatik dengan
retensi cairan, sebagai tambahan terapi standar seperti ACEi. Dalam kasus hipertensi,
diuretik direkomendasikan untuk terapi lini pertama, terutama setelah sebuah uji meta
analisis menemukan bahwa diuretik dosis rendah merupakan terapi paling efektif
Loop diuretik ditemukan pada tahun 1960an disaat para peneliti mengembangkan
obat pengganti yang lebih efektif bagi diuretik organik yang mengandung merkuri.
merupakan jenis diuretik yang pertama kali dikembangkan, yang kemudian diikuti oleh
bumetanide dan torsemide (Ernst, 2013). Derivat sulfonamide ini merupakan loop
diuretik paling standar untuk penatalaksanaan gagal jantung kongestif berat, bahkan,
furosemide mampu mengurangi sesak napas walalupun belum terjadi diuresis dan hal
ini dikarenakan adanya efek venodilatasi dan penurunan preload (Oppie dan Kaplan,
2009).
pada bagian tebal lengkung Henle ascenden. Segmen ini bertanggung jawab untuk
mengkonsentrasikan urin, dan pengangkatan solute dari area ini akan menghasilkan
cairan interstisium medulla ginjal yang hipertonis, yang berfungsi sebagai kekuatan
osmotik sehingga akan terjadi reabsorrbsi air pada duktus kolektivus. Penghambatan
proses reabsorbsi dengan loop diuretik inilah yang akan mengganggu kemampuan ginjal
untuk menghasilkan urin terkonsentrasi yang menyebabkan natrium klorida dan ion kalium
38
tetap berada intralumen dan akan hilang didalam urin (Ernst, 2013). Selain itu,
furosemide memiliki efek venodilatasi yang bertujuan untuk mengurangi preload pada
gagal jantung kiri akut dalam waktu 5 hingga 15 menit, mekanisme yang mendasari
hal ini kemungkinan, terjadi akibat kejadian ikutan paska vasokonstriksi reaktif (Oppie
Dosis diuresis tergantung pada pencapaian ambang diuretik dan spesifik pada
masing-masing pasien. Sekali ambang dosis dilewati, akan terjadi rerata optimal dari
hantaran obat yang berujung pada respons maksimal. Karena respon diuretik tidak
secara linear berhubungan dengan dosis, sekali dosis dan rerata hantaran telah
ditentukan dan mencapai respon maksimal, penambahan pemberian diuretik tidak akan
dengan dosis bolus inisial 40mg (tidak boleh melebihi 4mg/menit untuk mengurangi
resiko ototoksisitas). Saat fungsi ginjal terganggu, seperti pada usia lanjut, dosis yang
lebih tinggi mungkin dibutuhkan, dan dosis yang lebih tinggi lagi pada gagal ginjal dan
gagal jantung kronis yang berat. Furosemide oral memiliki rentang dosis yang lebih
lebar (20-240mg/ hari atau lebih), dikarenakan absorbsi obat yang sangat bervariasi
10%-100% (rata-rata 50%). Pada keadaan oliguria yang tidak disebabkan karena
kekurangan cairan dan GFR kurang dari 20ml/menit, dosis furosemide dapat
ditingkatkan dari 240mg hingga 2000mg, hal ini mungkin diperlukan karena
39
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan Ny. NWB, perempuan berumur 68 tahun, masuk rumah sakit
jantung dengan awitan yang cepat maupun perburukan dari gejala dan tanda dari gagal
jantung. Hal ini merupakan kondisi yang mengancam jiwa dan memerlukan perhatian
medis yang segera dan biasanya berujung pada hospitalisasi. Pada sebagian besar
kasus, gagal jantung akut terjadi sebagai akibat perburukan pada pasien yang telah
terdiagnosis dengan gagal jantung sebelumnya (baik gagal jantung dengan fraksi ejeksi
yang rendah/ heart failure with reduced ejection fraction (HF-REF), maupun pada
gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang masih baik/ heart failure with preserved
40