Anda di halaman 1dari 152

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Keperawatan Tesis Magister

2015

Pengalaman Perawat dalam


Memberikan Asuhan Keperawatan
Paliatif pada Klien Kanker Nasofaring

Lestari
Universitas Sumareta Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/14287
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
54

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN


ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA
KLIEN KANKER NASOFARING

TESIS

Oleh

LESTARI
137046006/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

Universitas Sumatera Utara


55

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN


ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA
KLIEN KANKER NASOFARING

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara

Oleh

LESTARI
137046006/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

Universitas Sumatera Utara


56

Universitas Sumatera Utara


57

Telah diuji

Pada tanggal: 28 Agustus 2015

KOMISI PENGUJI TESIS

Ketua : Dra. Nurmaini, MKM., Ph.D

Anggota : 1. Nunung F. Sitepu, S.Kep., Ns., MNS

2. Prof. Dr. dr. Abdul R. Saragih, Sp.THT(KL)

3. Yesi Ariani, S.Kep., Ns., M.Kep

Universitas Sumatera Utara


58

Judul Tesis : Pengalaman Perawat dalam Memberikan Asuhan

Keperawatan Paliatif pada Klien Kanker Nasofaring

Nama Mahasiswa : Lestari

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2015

ABSTRAK

Perawat palliative care berfungsi sebagai perantara penting antara dokter, pasien

dan keluarga. Perawat yang merawat klien kanker nasofaring harus mempunyai

keahlian untuk mencegah, meringankan penderitaan dan mendukung kualitas

hidup terbaik bagi pasien dan keluarga mereka, terlepas dari tahap penyakit atau

untuk terapi lain. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi secara mendalam

bagaimana gambaran persepsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

paliatif pada klien dengan kanker nasofaring di Medan. Penelitian ini merupakan

studi fenomenologi deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan indepth

interview, dan fieldnote. Data yang diperoleh, dianalisis dengan pendekatan

Colaizzi. Hasil analisis penelitian di temukan 6 tema yaitu : pengalaman perawat

dalam melakukan pengkajian klien kanker nasofaring, pengalaman perawat dalam

menegakkan diagnosa keperawatan pada klien kanker nasofaring, pengalaman

Universitas Sumatera Utara


59

perawat dalam menentukan intervensi pada klien kanker nasofaring, pengalaman

perawat dalam memanagement berkabung keperawatan pada klien kanker

nasofaring, tantangan dalam memberikan asuhan perawatan paliatif dan harapan

meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan paliatif yang lebih baik.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan pelatihan asuhan keperawatan paliatif

pada perawat yang menanggani klien terminal dan untuk meningkatkan akses

pelayanan dengan memperbanyak pusat perawatan paliatif.

Kata kunci: asuhan keperawatan paliatif, kanker nasofaring, pengalaman perawat

Universitas Sumatera Utara


60

Thesis Title : Nurses’ Experience in Providing Palliative

Nursing Care in Nasopharyngeal Cancer Clients

Name : Lestari

Study Program : Master of Nursing Science

Field of Specialization : Medical-Surgical Nursing

Academic Year : 2015

ABSTRACT

A palliative nursing care has an important intermediary function among doctors,

patients and families. Nurses who take care of nasopharyngeal cancer clients must

have the expertise to prevent, alleviate suffering and support the best quality of

life for patients and their families regardless of the stage of disease or for other

therapies. The purpose of this research is to explore in depth how the image

perception of nurses in providing palliative nursing cares to clients with

nasopharyngeal cancer in Medan. This research is a descriptive phenomenology

study. Data were collected by in depth interview, and field note. The obtained data

were analyzed with Colaizzi approach. Results of the research found six themes,

namely: the nurses’ experience in nursing assessment on the client

nasopharyngeal cancer, the nurses experience in nursing diagnosis at the client

nasopharyngeal cancer, nurses’ experience in determining intervention on the

client nasopharyngeal cancer, nurses’ experience in managing mourning nursing

to clients cancer nasopharynx, the challenges of providing palliative care

treatment and the hope of improving palliative care nursing care better. It is

Universitas Sumatera Utara


61

suggested that nurses perform palliative nursing care training for terminal clients

and improve access to services by increasing palliative care centers.

Keywords: palliative nursing care, nasopharyngeal cancer, nursing experience

Universitas Sumatera Utara


62

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmad, taufik, hidayah dan ridhoNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengalaman Perawat Dalam Memberikan

Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Klien Kanker Nasofaring”.

Penulisan tesis ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar

Magister Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan

tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan bagi penulis

untuk mengikuti pendidikan Magister Keperawatan di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Setiawan, SKp, MNS, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D, selaku dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan ilmu yang sangat

bermanfaat sejak awal penyusunan hingga selesainya tesis ini.

4. Ibu Ns.Nunung Febriany Sitepu, S.Kep, MNS selaku dosen pembimbing II,

yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan ilmu yang

sangat bermanfaat sejak awal penyusunan hingga selesainya tesis ini.

Universitas Sumatera Utara


63

5. Bapak Prof. Dr. dr. Abdul Rahman Saragih, Sp.THT (KL) selaku Penguji I,

yang telah memberikan kritik dan saran demi sempurnanya tesis ini.

6. Ibu Ns.Yesi Ariani, S.Kep, M.Kep, selaku Penguji II, yang telah meluangkan

waktu untuk mengkoreksi dan memberikan masukan agar sempurna tesis ini.

7. Bapak Direktur Utama RSUP Haji Adam Malik Medan beserta jajarannya

yang telah memberikan izin dan bantuan pada penulis untuk melakukan

penelitian dan mengambil data responden.

8. Bapak Ibu dosen pengajar dan seluruh staff administrasi di Program Studi

Magister Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan III 2013/2014

serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu dan memberikan dukungan untuk menyelesaikan tesis ini.

Semoga Allah SWT membalas semua amal baik yang sudah Bapak Ibu

dan saudara saudari berikan dengan kebaikan yang lebih besar. Amin.

Penulis menyadari bahwasanya tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan

membutuhkan masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaannya. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat

demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang keperawatan.

Medan, Agustus 2015

Lestari

Universitas Sumatera Utara


64

RIWAYAT HIDUP

Nama : Lestari

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Pinang/29 Agustus

1980

Alamat : Asrama Brimob POLDA SUMUT

Blok K2 No.1 Medan

No. Hp : 08126499949

Riwayat pendidikan :

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus


SD SD Negeri 1 Brebes 1993
SMP SMP Negeri 4 Brebes 1996
SMA SMU Negeri 2 Brebes 1999
Diploma III D III Jurusan Keperawatan 2002
Poltekkes Depkes Medan
Sarjana S1 Keperawatan Program 2007
Studi Ilmu Keperawatan
UGM
Pendidikan Profesi Ners Program Studi Ilmu 2008
Keperawatan UGM

Riwayat Pekerjaan :

Staf Poltekkes Kemenkes Medan (2002-Sekarang)

Kegiatan Akademik Penunjang Studi:

Peserta Seminar Penelitian kualitatif, 7 Desember 2013, Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Universitas Sumatera Utara


65

Peserta Workshop Computer Assisted Qualitative Data Analysis Software

(CAQDAS), 7 Desember 2013, Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Peserta Seminar Nasional Keperawatan, 15 April 2015, Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Universitas Sumatera Utara


66

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ……………………………………………………………….. i
ABSTRACT……………………………………………………………….. iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………... v
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………. vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL ……………………………………………………...... xii
DAFTAR SKEMA …................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………..... 1


1.1. Latar Belakang ……………………………….................. 1
1.2. Permasalahan…………………………............................. 8
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 9
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………….... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………........ 10


2.1. Kanker Nasofaring…..………………………………...... 10
2.1.1. Definisi ………………………..………………..... 10
2.1.2. Klasifikasi Histopatologi NPC ………………….. 10
2.1.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi…………….......... 11
2.1.4. Stadium ……….………………………………...... 13
2.1.5. Gejala …….…………………………………........ 14
2.1.6. Diagnosis ……….……………………………........ 17
2.2. Palliative care …...…………………………………......... 18
2.2.1.Peran Perawat ………..………………………......... 20
2.2.2.Fokus pada kualitas hidup ….……………………... 22
2.2.3.Perawatan rumah sakit ……………………............ 23
2.2.4.Masalah komunikasi ……………………………... 25
2.2.5.Perawatan oleh pengasuh ………………………… 27
2.2.6.Dukungan dari keluarga ........................................... 27
2.2.7.Spiritual …………………………………................ 28
2.3 Proses Keperawatan
2.3.1.Pengkajian ……..……….......................................... 29
2.3.2.Diagnosa Keperawatan…………………………..... 32
2.3.3.Intervensi …………………………………………. 32
2.4 Konsep fenomenologi ………………………………….. 33
2.5 Landasan Teori ...……………………………………...... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN …………………………………...... 40


3.1. Jenis Penelitian ………………………………………...... 40
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………….... 42
3.3. Partisipan Penelitian …………………………………..... 42

Universitas Sumatera Utara


67

3.4. Prosedur Pengumpulan Data ..………………………...... 43


3.4.1.Alat pengumpul data …………………………….. 43
3.4.2.Metode Pengumpulan Data ……………………… 44
3.4.3. Prosedur Pengumpulan Data ..…………………… 45
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ……………………. 47
3.6. Metode Analisa Data …………………………………. 47
3.7 Tingkat Keabsahan Data ……………………………… 49
3.8 Pertimbangan Etik ……………………………………… 51

BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................... 54


4.1 Karakteristik Partisipan …….............................................. 54
4.2 Hasil Analisa Penelitian Pengalaman Perawat Dalam
Memberikan Asuhan Keperawatan Pada Klien Terminal
Kanker Nasofaring................................................................ 55
4.3 Pengalaman Perawat Dalam Melakukan Pengkajian
Keperawatan Pada Klien Terminal Kanker
Nasofaring…………………………………………………. 56
4.4 Pengalaman Perawat Dalam Menegakkan Diagnosa
Keperawatan Pada Klien Terminal Kanker
Nasofaring…………………………………………………. 61
4.5 Pengalaman Perawat Dalam Menentukan Intervensi Pada
Klien Terminal Kanker Nasofaring……………………....... 62
4.6 Pengalaman Perawat Dalam Memanagement Berkabung Pada
Klien Terminal Kanker Nasofaring……………………....... 78
4.7 Tantangan Dalam Memberikan Asuhan Perawatan Pada
Klien Kondisi Terminal Kanker Nasofaring……………….. 81
4.8 Harapan Meningkatkan Pelayanan Asuhan Keperawatan
Pada Klien Kondisi Terminal Kanker Nasofaring Yang
Lebih Baik……….………………………………………… 86

BAB 5 PEMBAHASAN ........................................................................ 95


5.1. Interpretasi Hasil Penelitian.................................................. 95
5.1.1.Pengalaman Perawat Dalam Melakukan
Pengkajian Keperawatan Pada Klien Terminal
Kanker Nasofaring……………………………… 95
5.1.2.Pengalaman Perawat Dalam Menegakkan
Diagnosa Keperawatan Pada Klien Terminal
Kanker Nasofaring……………………………… 98

Universitas Sumatera Utara


68

5.1.3.Pengalaman Perawat Dalam Menentukan


Intervensi Pada Klien Terminal Kanker
Nasofaring………………………………………. 99
5.1.4.Pengalaman Perawat Dalam Memanagement
Berkabung Pada Klien Terminal Kanker
Nasofaring……………………............................. 105
5.1.5.Tantangan Dalam Memberikan Asuhan
Perawatan Pada Klien Kondisi Terminal Kanker
Nasofaring……………………………………… 106
5.1.6.Harapan Meningkatkan Pelayanan Asuhan
Keperawatan Pada Klien Kondisi Terminal
Kanker Nasofaring Yang Lebih
Baik……….…………………………………….. 107

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 110


6.1. Kesimpulan ........................................................................... 110
6.2. Saran...................................................................................... 110

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 113

LAMPIRAN.................................................................................................. 119

Universitas Sumatera Utara


69

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Klasifikasi Histopatologi NPC ………………………… 10
Tabel 2.2. TNM Klasifikasi Klinis Untuk Tumor Nasofaring ……. 13
Tabel 2.3. Penilaian Spiritual ……………………………………….. 30
Tabel 2.4. Skala Kinerja Paliatif ……….......................................... 30
Tabel 2.5. Faktor-faktor Penting untuk Pasien Terminal dan 32
Intervensi Keperawatan ……………………………….....
Tabel 2.6. Perbandingan Tiga Metode Fenomenologis Analitik ...... 34
Tabel 4.1. Karakteristik ……………………………………………. 55
Tabel 4.2. Pengalaman Perawat Dalam Melakukan Pengkajian
Keperawatan Pada Klien Terminal Kanker
Nasofaring………………………………………………... 60
Tabel 4.3. Pengalaman Perawat Dalam Menegakkan Diagnosa
Keperawatan Pada Klien Terminal Kanker Nasofaring...... 62
Tabel 4.4. Pengalaman Perawat Dalam Menentukan Intervensi Pada
Klien Terminal Kanker Nasofaring………………………. 78
Tabel 4.5. Pengalaman Perawat Dalam Memanagement Berkabung
Pada Klien Terminal Kanker Nasofaring……………........ 81
Tabel 4.6. Tantangan Dalam Memberikan Asuhan Perawatan Pada
Klien Kondisi Terminal Kanker Nasofaring……………... 86
Tabel 4.7. Harapan Meningkatkan Pelayanan Asuhan Keperawatan
Pada Klien Kondisi Terminal Kanker Nasofaring Yang
Lebih Baik……….………………………………………. 91

Universitas Sumatera Utara


70

DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 2.1 Colaizzi’s Procedural Steps In Phenomenological Data

Analysis …………………....................................................... 36

Skema 2.2 Kerangka Konsep ………………………………………….. 39

Skema 4.2 Matriks tema ……………………………………………….. 92

Universitas Sumatera Utara


71

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian………...……………..………...…….. 119

Lampiran 2 Biodata Expert…………………………………………….. 124

Lampiran 3 Izin Penelitian………….… ……………………………….. 128

Universitas Sumatera Utara


72

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nasopharyngeal Carcinoma merupakan penyakit di mana sel-sel kanker

berkembang dari jaringan nasofaring, daerah yang terletak di belakang hidung,

tepat di atas mulut dan tenggorokan (National Cancer Centre Singapore, 2014).

Penyakit ini tergolong dalam penyakit kronik dan mengancam kehidupan karena

hingga sekarang belum ada pengobatan yang dinyatakan berhasil menyembuhkan

kanker (Black & Hawks, 2009).

WHO (2011) mengatakan bahwa tahun 2005 diperkirakan sebanyak 12

juta orang didunia mengalami kanker setiap tahunnya. Angka ini terus meningkat

setiap tahun dan diperkirakan penderita kanker akan mencapai angka 26 juta

orang pada tahun 2030. Angka kejadian kanker diseluruh dunia bervariasi sesuai

dengan ras dan status negara tersebut, kanker lebih banyak terjadi pada negara-

negara dengan tingkat ekonomi rendah hingga menengah yaitu sekitar 70 % dari

seluruh insiden kanker di dunia.

Tingkat kejadian NPC bervariasi di bagian geografis yang berbeda di

dunia. Insiden tertinggi (25-30/100 000 orang pertahun) di bagian selatan Cina

dan Hong Kong, tingkat sedang (5-15/100 000 orang pertahun) di Asia Selatan

(Indonesia, Filipina, Vietnam), dan rendah (<1/100.000 individu per tahun) di

Eropa dan Amerika. Tingkat kejadian NPC di Turki lebih rendah daripada di

Universitas Sumatera Utara


73

Timur dan negara-negara Asia, sekitar 1 kasus per 100.000 orang (Demirci et al.,

2011).

Globocan (2008) menyebutkan insiden NPC pada pria dan wanita di

Indonesia menempati urutan kelima dengan persentase sebesar 4,9% setelah

kanker payudara, paru, kolorektal dan perut. Insiden NPC di Indonesia terjadi

sebanyak 6,5/100.000 penduduk (International Agency for Research on Cancer,

2010). Klinik hematologi dan onkologi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tercatat

sebanyak 123 orang pasien NPC selama tahun 2012, sementara selama bulan

Januari hingga Juli 2013 tercatat sebanyak 73 orang pasien NPC (Sinuhaji, 2014).

Klien yang berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam

Malik Medan selama tahun 2014 mencapai 181.329 orang. Data dari Medical

Record (MR) RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2014 terdapat 459 orang

penderita NPC. NPC lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan dan dapat

mengenai semua umur, dengan insidens meningkat setelah usia 30 tahun dan

mencapai puncak pada umur 40-60 tahun.

Beberapa faktor timbulnya NPC berhubungan dengan letak daerah

geografis atau lingkungan, dimana masyarakat memiliki kebiasaan hidup tertentu

seperti mengkonsumsi ikan asin yang merupakan salah satu faktor karsinogenik

yang berhubungan dengan NPC. Timbulnya NPC juga diduga berhubungan

dengan kelompok etnik atau gen (Tong et al., 2010). Penelitian menemukan

adanya perubahan genetik pada ras Cina yang dihubungkan dengan karsinoma

nasofaring adalah penelitian tentang Human Leucocyte Antigen (HLA). Perubahan

Universitas Sumatera Utara


74

genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak terkontrol (Lu,

Cooper & Le, 2010).

Andalan pengobatan NPC berupa radioterapi atau kombinasi radioterapi

dan kemoterapi. Radioterapi (RT) merupakan andalan pengobatan, sering

menghasilkan spektrum yang luas dari efek samping termasuk xerostomia (mulut

kering), disfagia (kesulitan menelan) gangguan pendengaran, hidung tersumbat

atau gejala lain (Huang et al., 2000; Wu et al., 2007; Tong et al., 2009).

Komplikasi akhir radiasi, kebanyakan pasien mengalami kesulitan menelan

sebagai peran paling penting yang mempengaruhi kualitas hidup mereka (Lovell

et al., 2005).

Gejala utama pasca radiasi berupa disfagia termasuk kesulitan mengunyah,

retensi oral bolus makanan, regurgitasi nasal (yaitu makanan atau cairan diarahkan

ke dalam rongga hidung dari faring saat menelan), tersedak dan aspirasi

(Ballantyne, 1975; Dusun et al., 1988; Schwarz et al., 1999; Wu et al., 2000).

Literatur yang ada meliputi enam penelitian yang meneliti gejala disfagia pada

pengobatan pasien NPC (Marshall et al., 1998; Hughes et al., 2000; Wu et al.,

2000; Mok et al., 2001; Chang et al., 2003; Ku et al., 2007) dan studi

menggambarkan dampak dari disfagia terhadap kualitas hidup (Lovell et al.,

2005).

Hasil penelitian Molassiotis dan Rogers (2012), pada penderita kanker

kepala dan leher banyak mengeluhkan masalah gizi, seperti penurunan berat

badan, malnutrisi, disfagia, xerostomia, dan perubahan rasa. Keluhan ini hadir dan

secara substansial mempengaruhi kehidupan selama enam bulan pertama,

Universitas Sumatera Utara


75

perubahan rasa masih terlihat pada 12 bulan. Kelemahan, kelelahan berkelanjutan,

ketidaksiapan dan kesusahan setelah terapi radioterapi dan upaya untuk

mempertahankan hidup normal dengan gangguan penyakit.

Intervensi keperawatan sangat diharapkan dalam merawat pasien dengan

NPC. Hasil penelitian Yang, Li, Hong dan Kao, (2010) dalam menangani

perawatan pasien NPC, menunjukkan tulisan tangan kaligrafi Cina dan latihan

relaksasi memperlambat efek fisiologis. Selain itu, praktek kaligrafi secara

bertahap menurunkan tekanan darah sistolik dan tingkat respirasi dalam langkah-

langkah pra dan pasca perawatan sebagai intervensi berlangsung, meskipun

dengan ukuran efek kecil dibandingkan dengan relaksasi. Kaligrafi dan relaksasi

dapat memperbaiki suasana hati pada pasien NPC. Relaksasi efektif dan kaligrafi

mengurangi gejala insomnia dan gangguan suasana hati.

Pengelolaan terhadap gejala NPC diperlukan adanya perawatan paliatif

yang diintegrasikan ke dalam standar perawatan onkologi (Periyakoil & Von

Gunten, 2007 dalam Smith et al., 2012). Perawatan paliatif mengutamakan

manajemen rasa sakit dan gejala pasien, menekankan komunikasi dengan pasien

dan keluarga mereka, dan menetapkan koordinasi perawatan. Perawat onkologi

mengetahui bahwa peningkatan kualitas hidup sangat penting untuk pasien dengan

kanker. Tim interdisipliner diperlukan untuk mengatasi berbagai dimensi

perawatan fisik, psikologis, dan spiritual. Perawat merupakan bagian integral dari

tim perawatan kanker, menyoroti kontribusi profesi pada spesialisasi onkologi

keperawatan dan perawatan paliatif (Sheldon, 2014).

Universitas Sumatera Utara


76

Temuan penelitian Bischoff, Weinberg dan Rabow (2013) tentang

palliative care menunjukkan bahwa di antara pasien kanker yang dirujuk ke klinik

perawatan paliatif menunjukkan perubahan yang signifikan dalam mengatasi rasa

sakit, kelelahan, depresi, kecemasan, meningkatkan kualitas hidup, dan

kesejahteraan spiritual.

Perawatan paliatif merupakan istilah yang digunakan untuk

menggambarkan penyediaan perawatan untuk pasien dan keluarga mereka dengan

memaksimalkan kualitas hidup, mengantisipasi, mencegah, dan mengurangi

penderitaan (National Quality Forum [NQF], 2012). World Health Organization

(2012), perawatan paliatif merupakan pendekatan yang meningkatkan kualitas

hidup pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah yang berhubungan

dengan penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan dan identifikasi

awal, penilaian dalam pengobatan nyeri serta masalah lainnya seperti fisik,

psikososial dan spiritual.

Perawat palliative care berfungsi sebagai perantara penting antara

dokter, pasien dan keluarga. Perawat khusus ini memiliki keahlian untuk

memahami kedua kebutuhan medis yang kompleks pasien kanker, kebutuhan

psikologis dan spiritual beragam pada pasien terminal. Mereka juga memikul

tanggung jawab profesional yang unik untuk mengatasi semua aspek perawatan

pasien. Perawat bercita-cita untuk memberikan pasien "kematian damai"

(Dobbins, 2005) menggunakan intervensi terbaik medis, psikologis, sosial, dan

spiritual dengan cara yang menghormati nilai-nilai, kebutuhan, dan keinginan

pasien terminal.

Universitas Sumatera Utara


77

Hasil studi yang dilakukan untuk mengevaluasi KAP (knowledge,

attitudes, and practices) dokter dan perawat yang bekerja di spesialisasi yang

berbeda di Palliative Care (PC). Perbedaan signifikan yang ditemukan antara

perawat bedah dan dokter mengenai persepsi mereka tentang pasien dan keluarga,

pertanyaan, dan kekhawatiran dengan cara yang negatif. Hasil ini dapat dikaitkan

dengan kurangnya pengetahuan, keterampilan komunikasi dan ketidakmampuan

perawat untuk berurusan dengan emosi dalam situasi stres yang sulit. Perawat

kritis akut dan onkologi ditemukan memiliki nilai praktek lebih rendah dari

spesialisasi lain (Huijer, Dimassi, & Abboud, 2010)

Hasil penelitian Mok dan Chiu (2004), perawatan paliatif berfokus pada

peduli dan kepercayaan, kepercayaan merupakan tujuan dari hubungan pasien dan

perawat. Hubungan tersebut tidak hanya meningkatkan kondisi fisik dan

emosional pasien, tetapi juga memfasilitasi penyesuaian untuk penyakit mereka,

mengurangi rasa sakit dan akhirnya mengalami kematian yang damai. Hubungan

kepercayaan adalah kualitas dan keterampilan pribadi perawat yang merupakan

keunggulan dalam perawatan. Perawat memberi kepuasan dan diperkaya melalui

hubungan kepada pasien.

Hasil penelitian Erichsen, Danielsson dan Friedrichsen (2010), dalam

keperawatan paliatif, kejujuran merupakan penting untuk perawatan pasien sakit

parah dan sekarat, perawat bersikap jujur dan peduli, yang dapat dicapai dengan

menyisihkan asumsi mereka sendiri dan melalui komunikasi yang terbuka dan

jujur terhadap otonomi pasien dan mengidentifikasi preferensi mereka. Studi ini

Universitas Sumatera Utara


78

menunjukkan bahwa perasaan dan kualitas yang baik tetapi juga dapat

menimbulkan ketidakpastian dan konflik etika.

Peran manajemen diri merupakan peran penting dalam praktek klinis

untuk perawat paliatif. Pendukung dari manajemen diri dalam keperawatan

paliatif adalah pengkajian, intervensi, dan implementasi perawatan yang tepat

untuk memungkinkan pasien untuk hidup sampai mereka mati dan mendukung

pasien memberikan sarana untuk beradaptasi/mengatasi penyakit mereka atau

efeknya dari penyakit (Johnston et al., 2014).

Laporan Bagian Bidang Keperawatam bulan Februari Tahun 2015

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan jumlah tenaga perawat 717

orang yang terdiri 2 orang Megister, 184 orang Sarjana Keperawatan, 14 orang

DIV, 471 orang Akademi Keperawatan dan 48 orang SPK. Peneliti telah

melakukan studi pendahuluan dengan melakukan wawancara kepada perawat

RA3 menanyakan apa yang saudara lakukan pada klien penderita kanker

nasofaring dalam keadaan terminal? Perawat mengatakan perawat hanya

melakukan tindakan yang penting-penting saja tidak mendampingi klien

dikarenakan beban kerja yang berat, dan banyaknya jumlah pasien yang dihadapi

perawat. Perawat banyak melakukan kolaborasi dengan dokter, hampir tidak ada

intervensi mandiri perawat yang dilakukan perawat.

Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan fenomenologi. Studi

fenomenologi akan memperkaya informasi mendalam terkait pengalaman perawat

dalam memberikan asuahan keperawatan paliatif pada klien yang mengalami

Universitas Sumatera Utara


79

kanker nasofaring yang belum tentu dapat diperoleh dengan menggunakan

penelitian kuantitatif.

1.2 Permasalahan

Spesialis perawatan paliatif (perawat dan dokter) memiliki kecenderungan

untuk meremehkan keparahan gejala yang dilaporkan oleh pasien (Baile et al.,

2009). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian pasien yang

dilakukan oleh spesialis perawatan paliatif gagal untuk mendeteksi masalah yang

penting pada pasien kanker. Keengganan pasien untuk mengungkapkan, takut

pada dokter untuk mengungkapkan masalah, karena kurangnya pelatihan, dan

kesibukan dari lingkungan klinik semua bisa berkonspirasi untuk hasil penelitian

ini. Perawat merupakan ahli yang mungkin dapat mengidentifikasi dan membantu

mengelola berbagai masalah rumit yang terkait dengan penyakit progresif tidak

tersembuhkan ini (Baile et al., 2010).

Hasil observasi penulis di RSUP H. Adam Malik Medan perawat sibuk

dengan tugas rutin seorang perawat misalnya injeksi, memasang infus, memasang

kateter, memasang NGT, mengambil sampel darah dan pendokumentasian,

perawat mengabaikan keluhan-keluhan pasien. Belum tampak perawat melakukan

asuhan keperawatan seperti management nyeri, memberi rasa nyaman pada klien,

perawatan spiritual dan memfasilitasi hubungan klien dengan orang lain. Tampak

sebagian perawat membiarkan pasien dalam kondisi terminal dengan keluarga

tanpa mendampingi pasien.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini merumumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut: bagaimana pengalaman perawat dalam

Universitas Sumatera Utara


80

memberikan asuhan keperawatan paliatif pada klien yang mengalami kanker

nasofaring di medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengeksplorasi secara mendalam

bagaimana gambaran persepsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

paliatif pada klien dengan kanker nasofaring di Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pengelola Pelayanan kesehatan

Diharapkan hasil penelitian akan mendapatkan data dasar atau informasi

sehingga dapat digunakan untuk pengelolaan pelayanan dengan memperhatikan

kebutuhan perawat dalam memberikan perawatan paliatif pada klien dengan

kanker nasofaring.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instutusi

pendidikan dalam merevisi kurikulum untuk menambah keterampilan perawat

dalam memberikan pelayanan perawatan paliatif dengan memperhatikan

kebutuhan khusus pada klien kanker nasoparing.

1.4.3 Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar untuk penelitian selanjutnya

dengan metodologi penelitian yang berbeda untuk melanjutkan penelitian

berdasarkan rekomendasi penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


81

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Nasofaring

2.1.1 Definisi

Karsinoma nasofaring (NPC) adalah tumor ganas epitel yang timbul

dari mukosa rongga nasofaring. NPC biasanya adanya rasa sakit dan benjolan di

leher (Alan & Kin, 2013). Karsinoma nasofaring (NPC) adalah neoplasma epitel

dengan distribusi ras dan geografis yang luar biasa. Ini adalah kanker langka di

sebagian besar dunia dengan kejadian kurang dari 1 kasus per 100.000 orang-

tahun, tapi agak umum di Cina Selatan, Asia Tenggara (Luo et al., 2007).

2.1.2 Klasifikasi Histopatologi NPC

Nasofaring terletak di ruang tertutup di belakang rongga hidung, diagnosis

NPC biasanya dicapai dengan pemeriksaan histopatologi dari dibiopsi spesimen.

NPC diklasifikasikan sebagai keratinizing atau nonkeratinizing (Tabel 2.1),

terakhir merupakan jenis dominan NPC di daerah endemik. Atas dasar elektron

mikroskop, jenis NPC dianggap sebagai varian dari karsinoma sel skuamosa. Ini

termasuk jenis dibedakan, yang memiliki karakteristik morfologi sel epitel

dibedakan atas pemeriksaan dengan mikroskop cahaya.

Universitas Sumatera Utara


82

Table 2.1 Menurut WHO, klasifikasi histopatologi NPC

Klasifikasi, WHO (2005) Terminologi terdahulu (WHO 1998)


Keratinizing carcinoma WHO Type 1
Nonkeratinizing carcinoma
differentiated WHO Type 2
undifferentiated WHO Type 3
Basaloid squamous cell carcinoma Tidak ada terminologi terdahulu
Sumber: Adapted from reference 10 (Barnes L et al, eds. World Health
Organization Classification of Tumours. Pathology and Genetics of Head and
Neck Tumours Vol 9. Lyon, France: IARC Press 2005; 85-97); and from
reference 16 (AJCC Cancer Staging Manual, 7th ed, (2010) published by
Springer Science and Business Media LLC, www.springer.com. Used with the
permission of the American Joint Committee on Cancer (AJCC), Chicago,
Illinois).

2.1.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Ada 3 faktor penyebab terjadinya kanker nasofaring, yaitu adanya infeksi

Virus Epstein Barr (EBV), faktor genetik, dan faktor lingkungan yang

memungkinkan terjadinya insidens yang tinggi pada kanker nasofaring di Cina.

1. Virus Epstein Barr (EBV)

Epstein-Barr Virus (EBV) merupakan salah satu faktor etiologi dari NPC

didukung oleh beberapa pengamatan klinis dan eksperimental termasuk

konsistensi asosiasi dan demonstrasi potensi onkogenik produk viral

terkandung dalam kebanyakan tumor. EBV memainkan peran penting dalam

etiologi NPC, yang melibatkan aktivasi onkogen dan/atau inaktivasi gen

supresor tumor. Perubahan genetik awal dapat mempengaruhi sel-sel epitel

infeksi EBV atau pemeliharaan terus-menerus dari siklus laten. Ekspresi gen

laten dalam sel EBV terinfeksi dapat meningkatkan kapasitas transformasi, dan

kemudian, ekspansi klonal dapat mengakibatkan perkembangan yang cepat

menjadi karsinoma invasive (Bing, 2013).

Universitas Sumatera Utara


83

2. Faktor Genetik

Telah banyak ditemukan kasus herediter dari pasien karsinoma nasofaring.

Penelitian menemukan adanya perubahan genetik pada ras orang Cina yang

dihubungkan dengan karsinoma nasofaring adalah penelitian tentang Human

Leucocyte Antigen (HLA). Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel

kanker secara tidak terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar

akibat mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik. Teori tersebut

didukung dengan adanya studi epidemiologik mengenai angka kejadian dari

kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak ditemukan pada masyarakat

keturunan Tionghoa (Lu, Cooper & Le, 2010).

3. Faktor Lingkungan

Distribusi geografis yang berbeda, seseorang dapat berspekulasi tentang

fitur umum di antara populasi endemik. Studi Antropologi mengamati bahwa di

China, Greenland dan Tunisia, NPC dikaitkan dengan status sosial ekonomi

rendah (SES), yang mungkin memiliki hubungan dengan tempat tinggal yang

penuh sesak, kurangnya ventilasi, kebersihan yang buruk, dan gaya hidup yang

ditandai dengan pola makan yang monoton dan konsumsi makanan yang

diawetkan, yang di antara yang paling makanan mahal yang tersedia di populasi

ini.

Penelitian ini menunjukkan bahwa etiologi NPC adalah multifaktorial,

melibatkan banyak faktor genetik dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan

meliputi peran Epstein-Barr virus (EBV), tetapi tingkat infeksi yang tinggi virus

ini di seluruh dunia tidak bisa menjelaskan agregasi penyakit di beberapa daerah

Universitas Sumatera Utara


84

dan sub populasi di Asia Tenggara, dan tingkat infeksi 100% di Cina Selatan tidak

bisa menjelaskan agregasi familial penyakit. Selain EBV, penelitian juga

menunjukkan bahwa konsumsi ikan asin dan jenis lain dari makanan yang

diawetkan, terutama pada usia dini, mungkin merupakan penyebab penting untuk

NPC pada populasi berisiko tinggi (Luo et al., 2007).

2.1.4 Stadium

Tumor Node Metastasis (TNM) sistem stadium, yang dikembangkan

bersama oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan International

Union Against Cancer (UICC), adalah sistem yang paling umum digunakan.

Sistem stadium ini didasarkan terutama anatomi, di mana T mengacu pada sejauh

lokal dari tumor primer, N mengacu pada tingkat node keterlibatan regional dan

M mengacu pada penyebaran jauh (metastasis) dari tumor. Skor TNM kemudian

digabungkan untuk menentukan tahap keseluruhan (Tabel 2.2).

Jarang, NPC dapat terdeteksi sebagai karsinoma pra-invasif di situ (Tis, N0, M0).

Tabel 2.2 TNM klasifikasi klinis untuk tumor nasofaring (American Joint
Committe on Cancer Staging [AJCC], 2010):
Primer (T)
T1: Tumor terbatas pada nasofaring, atau meluas ke orofaring dan/atau rongga hidung
tanpa ekstensi parapharyngeal.
T2: Tumor dengan ekstensi parapharyngeal (infiltrasi posterolateral tumor).
T3: Tumor melibatkan struktur tulang dan/atau sinus paranasal.
T4: Tumor dengan ekstensi intrakranial dan/atau keterlibatan, saraf kranial, hipofaring,
orbit, atau dengan ekstensi ke fosa infratemporal/ruang masticator.
Regional Kelenjar Getah Bening/Lymph Nodes (N)
N0: Tidak regional metastasis getah bening.
N1: Metastasis unilateral dalam kelenjar getah bening cervical(s), 6 cm atau kurang
dalam dimensi terbesar, di atas fossa supraklavikula, dan/atau unilateral atau
bilateral, kelenjar getah bening retropharyngeal, 6 cm atau kurang, dalam dimensi
terbesar.
N2: Metastasis bilateral di kelenjar getah bening cervial(s), 6 cm atau kurang dalam
dimensi terbesar, di atas fossa supraklavikula.
N3: Metastasis di kelenjar getah bening(s) lebih besar dari 6 cm dan/atau fossa supraklavikula
(N3a: Lebih dari 6 cm dalam dimensi, N3b: Perpanjangan ke fossa supraklavikula)

Universitas Sumatera Utara


85

Lanjutan Tabel 2.2

Tumo Metastasis Jauh (M)


M0: Tidak metastasis jauh.
M1: Metastasis jauh.
Tahap Klinis:
Tahap I: T1, N0, M0.
Tahap II: T1, N1, M0; T2, N0, M0; T2, N1, M0.
Tahap III: T1, N2, M0; T2, N2, M0; T3, N0, M0; T3, N2, M0.
Tahap IVA: T4, N0, M0; T4, N1, M0; T4, N2, M0.
Tahap IVB: Setiap T, N3, M0; Tahap IVC: Setiap T, setiap N, M1.
Sumber: Adapted from Edge SB, DR, Compton CC, Fritz AG, Greene FL, Trotti
A, eds. JCC Cancer Staging Manual. 7th ed. New York: Springer, 2010:44-46.16
Used with the permission of the American Joint Committee on Cancer (AJCC),
Chicago, Illinois. The original source for this material is the AJCC Cancer
Staging Manual, Seventh Edition (2010) published by Springer Science and
Business Media LLC, www.springer.com.

2.1.5 Gejala

1. Gejala Pada Hidung

Gejala yang paling umum termasuk hidung mengeluarkan darah nasal

discharge, obstruksi hidung unilateral atau bilateral, dan discharge hidung

posterior, yang bernoda darah, dan sekitar 30% dari pasien datang dengan gejala-

gejala ini (Skinner et al., 1991). Beberapa pasien mungkin mengalami epistaksis

dan batuk dahak bernoda darah di pagi hari sekunder untuk postnasal menetes,

berlumuran darah ke saluran napas di malam hari. Karena penyumbatan hidung,

pasien sering berbicara dengan dentingan hidung. Gejala-gejala ini dapat

membingungkan yang disebabkan oleh sinusitis atau rhinitis. Ketika gejala seperti

yang hadir, sangat penting untuk memeriksa nasofaring secara menyeluruh.

2. Gejala pada telinga

Paling umum gejala telinga adalah gangguan pendengaran konduktif

sebagai akibat dari efusi telinga tengah disebabkan oleh penyumbatan dari tabung

Universitas Sumatera Utara


86

Eustachian. Gangguan pendengaran biasanya unilateral (Skinner et al., 1991).

Karena otitis media serius relatif jarang terjadi pada orang dewasa jika

dibandingkan dengan anak-anak, gangguan pendengaran konduktif dapat menjadi

tanda peringatan bagi karsinoma nasofaring. Pemeriksaan nasofaring diperlukan

jika otitis media serius tidak jelas dalam 2-3 minggu pada pasien dewasa. Gejala

umum lainnya termasuk tinnitus, yang dapat terjadi pada sekitar 1/3 pasien

dengan NPC, tinnitus dalam NPC biasanya unilateral. Dalam kasus di mana ada

infiltrasi saraf glossopharyngeal oleh NPC, otalgia unilateral berat dapat terjadi.

3. Gejala neurologis

Gejala neurologis biasanya indikasi penyakit lokal lanjut. Tergantung pada

sejauh mana keterlibatan tumor primer, salah satu saraf kranial, saraf simpatis

servikal atas, saraf oksipital lebih rendah, dan saraf auricular lebih besar dapat

terlibat. Saraf kranial yang paling sering terlibat adalah V dan saraf kranial VI (Li

et al., 2006; Stanley & Fong, 1997). Penurunan fungsi saraf ini akan

menghasilkan paresthesia atau mati rasa pada wajah dan diplopia, masing-masing.

Keterlibatan mereka adalah hasil invasi tumor dari dasar tengkorak ke dalam sinus

kavernosus (V dan saraf VI terletak inferior di sinus kavernosa dan kedekatan

yang paling dekat dengan atap nasofaring). Saraf kranial lainnya di sinus

kavernosus seperti III saraf mungkin terlibat dalam kasus-kasus yang lebih maju

tapi terisolasi III kelumpuhan saraf tidak akan terjadi sendiri tanpa keterlibatan

terkait V dan saraf VI.

Universitas Sumatera Utara


87

4. Gejala pada mata

Diplopia pada pandangan lateral yang merupakan manifestasi dari

kelumpuhan saraf VI akibat infiltrasi tumor dari sinus kavernosa. Dalam keadaan

yang sangat jarang terjadi, proptosis dapat terjadi sebagai akibat dari infiltrasi dari

tumor orbital.

5. Sakit Kepala

Sakit kepala dapat terjadi pada pasien NPC dan biasanya menunjukkan

adanya keterlibatan dasar tengkorak. Sakit kepala ini biasanya lokasi unilateral

dan temporoparietal. Sakit kepala yang berhubungan dengan NPC biasanya

neuralgic dan karena iritasi dari cabang meningeal dari divisi kedua saraf V.

Pasien mungkin mengalami rasa sakit yang disebabkan oleh mengangkat kepala

akibat posterior infiltrasi otot prevertebral atau limfadenopati retropharyngeal

(Lu, Cooper & Le, 2010).

Durasi rata-rata sakit kepala sebelum NPC diagnosis adalah 7,9 bulan.

Lokasi sakit kepala yang paling sering digambarkan di daerah parietal dengan

berbagai pola nyeri. Enam pasien (43%) mengalami sakit kepala unilateral selama

serangan sementara pasien yang tersisa melaporkan nyeri bilateral atau difus. Dari

14 pasien, 10 (71%) mengalami peningkatan yang signifikan dalam nyeri kepala

selama atau setelah perawatan; kebanyakan dari mereka melaporkan lega tak lama

setelah kemo-radiasi dimulai (Lun, Lee, & Yin, 2012).

Untuk diagnosis awal NPC, penting untuk menyadari bahwa tanda-tanda

dan gejala awal yang halus, dan kadang-kadang tanpa disadari oleh pasien.

Beberapa tanda-tanda awal dan tahap pertengahan gejala, misalnya, nyeri wajah,

Universitas Sumatera Utara


88

pembukaan mulut terbatas, rahang penyimpangan pada pembukaan, sakit telinga

dan sakit kepala, bisa salah untuk tanda-tanda gangguan temporomandibular

(TMD). Oleh karena itu, dokter dapat memainkan peran penting pada tahap ini

untuk memberikan diagnosis dini. Sementara beberapa gejala, telinga seperti

kemasukan benda asing, tinnitus, penurunan pendengaran, tuli, massa leher rahim

(misalnya, pembesaran kelenjar getah bening), neuralgia trigeminal, denervasi/

atrofi otot pengunyahan, mati rasa wajah dan defisit saraf kranial lain (terutama

dari kranial saraf V dan VI) merupakan tahap lanjutan yang disebabkan oleh

penyebaran tumor intrakranial (Reite et al., 2006).

2.1.6 Diagnosis

Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita kanker nasofaring.

Limfadenopati servikal pada leher bagian atas merupakan keluhan yang paling

sering yang menyebabkan penderita kanker nasofaring berobat. Gejala hidung,

telinga gangguan neurologi juga sering dikeluhkan penderita kanker nasofaring.

Untuk menegakkan diagnosis, selain keluhan tersebut, juga perlu dilakukan

pemeriksaan klinis dengan melihat secara langsung dinding nasofaring dengan

alat endoskopi, CT scan, atau MRI nasofaring dan sekitarnya. Diagnosis pasti

ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan

dua cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Pemeriksaan lain seperti foto paru,

USG hati, pemindaian tulang dengan radioisotop dilakukan untuk mendeteksi

kemungkinan adanya metastasis di organ - organ tersebut (Lu, Cooper & Le,

2010).

Universitas Sumatera Utara


89

Radioterapi (RT) adalah andalan pengobatan, sering menghasilkan

spektrum yang luas dari efek samping termasuk xerostomia (mulut kering),

disfagia (kesulitan menelan) gangguan pendengaran, hidung tersumbat atau gejala

lain (Huang et al., 2000; Wu et al., 2007; Tong et al., 2009). Komplikasi akhir

radiasi, mayoritas pasien dinilai kesulitan menelan sebagai isu yang paling penting

yang mempengaruhi kualitas hidup mereka (Lovell et al., 2005). Menurut Gaziano

(2002) disfagia didefinisikan sebagai gangguan dalam proses menelan selama

transportasi bolus dari rongga mulut ke perut. Proses ini meliputi mulut, faring

dan esofagus fase menelan. Disfagia akut karena mucositis adalah pengalaman

yang menyakitkan selama RT, tetapi menyebabkan banyak kesulitan adalah

disfagia kronis yang mengikuti pada pasien NPC diobati. Gejala utama pasca-

iradiasi disfagia termasuk kesulitan mengunyah, retensi oral bolus makanan,

regurgitasi nasal (yaitu makanan atau cairan diarahkan ke dalam rongga hidung

dari faring saat menelan), tersedak dan aspirasi (Ballantyne, 1975; Dusun et al.,

1988; Schwarz et al., 1999; Wuet al., 2000).

2.2 Palliative care

Perawatan paliatif (dari bahasa latin ”palliare” adalah jubah) mempunyai

arti setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada

pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan,

menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit itu sendiri atau

memberikan menyembuhkan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2010), mengatakan bahwa

perawatan paliatif suatu perawatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup

Universitas Sumatera Utara


90

pasien dan keluarga yang menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan

mengurangi rasa sakit, memberikan rasa nyaman, dukungan spiritual dan

psikososial dari diagnosis sampai akhir kehidupan/kematian.

Perawatan paliatif didefinisikan oleh National Consensus Project for

Quality Palliative Care (2004), sebagai bentuk perawatan untuk mencegah,

meringankan penderitaan dan untuk mendukung kualitas hidup terbaik bagi pasien

dan keluarga mereka, terlepas dari tahap penyakit atau untuk terapi lain.

Perawatan paliatif merupakan sebuah filosofi perawatan yang terorganisir, sistem

yang sangat terstruktur untuk memberikan perawatan. Perawatan paliatif

memperluas model perawatan medikal tradisional untuk memasukkan tujuan

meningkatkan kualitas hidup bagi pasien dan keluarga, mengoptimalkan fungsi,

membantu dengan pengambilan keputusan dan menyediakan kesempatan untuk

pertumbuhan. Dengan demikian, dapat disimpulkan perawatan untuk

memperpanjang hidup atau sebagai fokus utama perawatan. Tim perawatan

paliatif di rumah sakit biasanya interdisipliner dan biasanya termasuk dokter

dan/atau praktek perawat bersama dengan dukungan dari satu atau lebih pekerja

sosial dan pemuka agama. Selain itu, tim dapat menggunakan jasa rekan

rehabilitasi, seperti pekerjaan terapis fisik, dan terapis pernafasan. Awal

berkonsultasi biasanya dilakukan oleh dokter atau perawat yang akan menilai

kebutuhan pasien dan keluarga dan membuat rekomendasi kepada dokter utama

pasien (Campbell, 2009).

Perawatan paliatif adalah jenis perawatan kesehatan yang berfokus pada

pengentasan gejala klien, bukan pada obat. The National Hospice and Palliative

Universitas Sumatera Utara


91

Care Organization (NHPCO), menyatakan bahwa tujuan perawatan paliatif

meliputi peningkatan kualitas hidup dari orang-orang yang sakit parah dan

membantu keluarga selama dan setelah perawatan yang mereka terima. Melalui

pendekatan tim interdisipliner, perawatan paliatif memberikan dukungan dan

perawatan untuk individu dengan kehidupan membatasi penyakit di semua

pengaturan perawatan dan membahas kebutuhan keluarga serta klien. Bahwa klien

memiliki pilihan adalah fokus utama dalam konsep perawatan paliatif (Black &

Hawks, 2009).

Sementara perawatan paliatif adalah konsep perawatan yang luas berfokus

pada kenyamanan klien, salah satu yang paling terkenal model perawatan paliatif

adalah rumah sakit (Hospice care) atau kehidupan akhir perawatan yang dapat

dipilih bila tidak ada kemungkinan lebih lanjut dari obat yang ada. Bahkan lebih

biasanya, rumah sakit dan perawatan paliatif telah memikirkan secara khusus

untuk klien kanker. Hal ini disebabkan keterbatasan manfaat rumah sakit

Medicare bahwa klien harus terdiagnosa memiliki tidak lebih dari 6 bulan untuk

hidup (Black & Hawks, 2009).

2.2.1 Peran Perawat

Perawat merawat klien dengan berbagai penyakit pada akhirnya akan

menyaksikan tidak hanya gejala yang menyertai penyakit tetapi juga tahap akhir

hidup atau proses kematian. Proses kematian biasanya disertai dengan segudang

kebutuhan psikologis, spiritual, dan fisik, perawat harus memiliki pengetahuan

dan kemampuan mengatasi. Pengendalian gejala terkait, terutama nyeri, dan

bekerja dalam tim interdisipliner untuk memberikan dukungan yang optimal dan

Universitas Sumatera Utara


92

manajemen gejala untuk klien sekarat dan keluarganya merupakan aspek utama

dari peran perawat yang dimiliki dalam perawatan paliatif (Black & Hawks,

2009).

Perawat menghabiskan lebih banyak waktu dengan klien dan keluarga

mereka daripada profesional kesehatan lainnya dan berada dalam posisi yang

paling cepat untuk memberikan perawatan, kenyamanan, dan nasihat pada akhir

kehidupan, ketika keputusan penting harus dicapai dan perawatan penuh kasih dan

sangat khusus yang disediakan. Keputusan mendadak perawatan paliatif terjadi

awal dalam perawatan klien sehingga klien memiliki kesempatan untuk menerima

manfaat dari tindakan kenyamanan seluruh perawatan dan terutama pada akhir

kehidupan. Perawat berada dalam posisi tidak hanya untuk memberikan

perawatan tetapi juga untuk mengidentifikasi klien yang mungkin menjadi

kandidat untuk perawatan kenyamanan disediakan pada rumah sakit atau unit

perawatan paliatif (Black & Hawks, 2009).

Empat kategori utama muncul dari perspektif pasien dan perawat dalam

palliative care: 1) membentuk hubungan saling percaya, 2) menjadi bagian dari

keluarga, 3) mengisi perjalanan hidup sampai ajal menjemput, dan 4) menambah

pengalaman. Tanggapan mengungkapkan bahwa hubungan kepercayaan

terbentuk, dan perawat tidak hanya dianggap sebagai profesional kesehatan, tetapi

juga menjadi bagian dari keluarga atau teman baik. Perawat yang

mengembangkan hubungan yang dapat dipercaya menunjukkan pendekatan

holistik untuk peduli, menunjukkan mereka paham penderitaan pasien, menyadari

kebutuhan klien yang tidak terungkap, menyediakan kenyamanan tanpa diminta,

Universitas Sumatera Utara


93

dan dapat diandalkan, mahir, kompeten dan didedikasikan dalam perawatan

mereka (Mok & Chiu, 2004).

2.2.2 Fokus Pada Kualitas Hidup

Perawatan paliatif ditawarkan ketika penyakit progresif adalah gejala

mengganggu kualitas hidup. Banyak variabel masuk ke menentukan kualitas

hidup, termasuk 1) status sosial ekonomi, 2) kesehatan fisik, 3) hubungan dengan

teman dan keluarga, dan 4) kepuasan diri. Kualitas hidup didefinisikan sebagai

pernyataan pribadi dari positif atau negatif atribut yang menjadi ciri kehidupan.

Olson (2001) menyatakan bahwa kenyamanan mempengaruhi kualitas hidup

karena karakteristik serupa yang ada untuk keduanya. Selain itu, kualitas hidup

secara individual didefinisikan oleh klien dengan kedekatan harapan klien dan

realitas yang ada. Jika kesenjangan antara kedua konsep ini besar, klien dapat

melihat kualitas hidup mereka sebagai kurang dari mereka yang telah mampu

mencapai keseimbangan tubuh baru dan pikiran dalam menghadapi penyakit

progresif. The American Geriatrics Society mengeluarkan prinsip-prinsip akhir

kualitas perawatan hidup dan menyatakan bahwa klien harus memiliki kualitas

hidup meskipun menurun kesehatan fisik.

Kualitas seseorang hidup sering dikaitkan dengan pengalaman gejala

distress dan makna bahwa orang tersebut terhadap sensasi fisik yang dialami.

Perawat merawat klien yang mengalami gejala menyedihkan, seperti nyeri,

kelelahan, sembelit, dan mual, harus memahami bahwa setiap klien merespon

secara berbeda. Pengaruh gejala pada rutinitas hidup bervariasi dari klien ke klien,

tergantung pada status keseluruhan fungsional, kemampuan mengatasi, dan

Universitas Sumatera Utara


94

dukungan sosial. Sebuah rencana perawatan paliatif harus didasarkan tidak hanya

pada manajemen gejala tetapi juga pada efek gejala dan beban intervensi pada

kualitas keseluruhan klien hidup serta harapan (Black & Hawks, 2009).

Pasien dalam perawatan paliatif sering menghadapi penurunan kualitas

hidup (QOL). Kualitas hidup merupakan hasil dari pemberian perawatan paliatif,

tetapi sering dilaporkan rendah oleh klien (Daniels dan Linnane, 2001).

2.2.3 Perawatan Rumah Sakit (Hospice Care) Sebagai Model

Perawatan Paliatif

Goldberg (dalam Black dan Hawks, 2009), mencatat bahwa perawatan

rumah sakit adalah model khusus untuk pengiriman perawatan paliatif sangat

baik, filosofi rumah sakit jelas dalam pengakuan atas kematian. Tidak ada upaya

untuk menghindari kematian dengan melanjutkan pengobatan. Sebagai informasi

mendukung, perawatan rumah sakit dimulai atas dasar berorientasi kualitas

alternatif model biomedis tradisional perawatan kesehatan dengan maksud untuk

memastikan bahwa klien dan keluarga mereka bisa memiliki perawatan yang tepat

pada akhir kehidupan. Asal-usul Hospice care awalnya protes terhadap

penggunaan agresif ilmu pengetahuan untuk memerangi penyakit dan memilih

bukan alternatif kualitas hidup yang ditawarkan oleh rumah sakit. Perawatan

rumah sakit diberlakukan sebagian perubahan iklim yang menolak intervensi

biotechnical agresif pada akhir kehidupan, dan memungkinkan klien untuk mati di

rumah dengan perawatan kualitas dari tim interdisipliner terampil.

The National Hospice and Palliative Care Organization (NHPCO)

menyatakan bahwa ada 3650 Total program hospice nasional pada tahun 2004.

Universitas Sumatera Utara


95

Pada bulan Januari 2006 Medicare mengidentifikasi 2.884 organisasi rumah sakit.

Selama 2 dekade, Medicare Hospice memanfaatkan cakupan penuh untuk sakit

parah di Amerika pada usia lanjut. Hampir, 65% dari rumah sakit klien yang

berusia di atas 75 tahun, sebuah angka yang telah terus meningkat. Meskipun

banyak orang Amerika masih meninggal di rumah sakit atau panti jompo daripada

di tempat tidur rumah mereka sendiri, NHPCO melaporkan bahwa lebih dari 40%

orang yang meninggal pada tahun 2004 layanan perawatan rumah sakit yang

digunakan. Sementara penggunaan perawatan rumah sakit di Amerika Serikat

masih terbatas, lebih banyak orang Amerika menyadari perawatan di rumah sakit

dapat memberikan untuk meningkatkan kualitas kehidupan akhir perawatan dan

untuk membantu mereka menghindari penderitaan yang tidak perlu. Meskipun

beberapa percaya ada kekurangan karena kesulitan dokter dalam menentukan

prognosis memiliki 6 bulan atau kurang, pemimpin lain di bidang kesehatan ini

didorong tentang peningkatan penggunaan rumah sakit dan layanan perawatan

paliatif (Black & Hawks, 2009).

Konsep kematian yang baik adalah salah satu yang tercatat lebih dalam

literatur saat akhir kualitas pelayanan kehidupan. Istilah lain yang

menggambarkan fenomena ini termasuk kematian yang damai, kematian alami,

kematian yang sehat, dan kematian yang bermartabat. Banyak definisi yang ada

untuk menggambarkan kematian yang baik, yang sebagian besar referensi yang

nyaman, dengan keluarga, meninggal dengan martabat, dan memiliki kontrol atas

situasi sedemikian rupa sehingga kebutuhan dan keinginan terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara


96

Budaya khususnya budaya Asia, percaya bahwa menyediakan kematian

yang baik untuk orang yang dicintai berarti keluarga melakukan apa yang

seharusnya untuk anggota keluarga mereka. Budaya Barat fokus terutama pada

penyediaan kematian yang baik untuk klien dan tidak mengakui pentingnya untuk

perawat sesering budaya Asia lakukan. Pengasuh profesional Amerika memiliki

rasa peningkatan harga diri jika mereka telah membantu orang mati untuk

memiliki kematian yang baik dan damai. Dalam lingkungan perawatan intensif di

mana upaya heroik untuk menyelamatkan nyawa terjadi, pengasuh profesional

telah mulai memeriksa kematian yang baik untuk klien tersebut setelah tekad telah

dibuat bahwa perawatan lanjutan tidak lagi mampu memberikan kesembuhan

(Black & Hawks, 2009).

2.2.4 Masalah Komunikasi

Proses sekarat dapat menjadi waktu krisis emosional bagi banyak klien dan

keluarga mereka. Perawat memainkan peran penting dalam mendukung klien dan

keluarga selama proses sekarat. Sebuah diskusi terbuka dan peduli tentang apa

yang harus mengantisipasi dalam proses sekarat mengurangi kejadian ketakutan

dan kekhawatiran. Hal ini penting untuk mengembangkan tingkat kenyamanan

ketika berkomunikasi dengan klien sekarat dan keluarga mereka. Pemeriksaan diri

dan artikulasi perasaan pribadi tentang kematian dan sekarat sangat penting untuk

memberikan dukungan emosional dan bimbingan kepada pasien sekarat. Emosi

tidak nyaman diungkapkan oleh seorang perawat dapat menghambat kemampuan

klien dan keluarga untuk menyelesaikan isu-isu penting dan mencapai penutupan

yang sehat. Klien dan keluarga menghadapi hari-hari terakhir kehidupan harus

Universitas Sumatera Utara


97

diberi kesempatan untuk mengekspresikan setiap dan semua kekhawatiran tentang

isu-isu yang penting yang paling penting bagi mereka. Perawat dapat berfungsi

sebagai pendengar, teman, dan advokat bagi klien. Menjadi fasilitator tidak

menghakimi dan tidak mengancam klien dan keluarga, tetapi klien dan keluarga

dapat percaya perawat. Setelah kepercayaan didirikan dan klien percaya bahwa

perawat secara efektif akan mengelola gejalanya, klien dapat mulai membuka

emosional dan mendiskusikan kekhawatiran tentang penyakit dan kematian.

Setiap individu adalah unik, dan begitu pula percakapan yang terjadi antara

perawat, klien, dan keluarga.

Perawat dapat memberikan penggunaan terapi diri melalui intervensi

berikut: 1) Gunakan mendengarkan aktif untuk mendorong klien dan keluarga

untuk menceritakan kisah mereka, 2) Mendorong hubungan partisipatif bersama

yang tidak didominasi dan mengendalikan percakapan, 3) Gunakan keterampilan

kurang direktif seperti diam, parafrase, refleksi, dan ketulusan, 4) Tawarkan

struktur percakapan, memberdayakan klien dan keluarga untuk mengungkapkan

kebutuhan mereka, 5) Mempromosikan kesempatan untuk diskusi dan

menunjukkan kesediaan untuk mendengarkan kekhawatiran sulit dan

menyakitkan. Berkomunikasi dengan klien sekarat dan keluarga mereka

memperhitungkan sifat multidimensi orang. Sensitivitas dan pengetahuan seputar

budaya, spiritualitas, gaya hidup, dan hubungan emosional sangat penting ketika

mendukung klien dan keluarga mereka di akhir kehidupan (Black & Hawks,

2009).

Universitas Sumatera Utara


98

2.2.5 Perawatan Oleh Pengasuh

Keluarga klien yang sakit parah biasanya berfungsi sebagai pengasuh

utama dalam lingkungan perawatan di rumah dan sering sangat terlibat dalam

memberikan perawatan dalam pengaturan perawatan paliatif lain (misalnya

fasilitas perawatan diperpanjang, pengaturan perawatan akut). Untuk

menyediakan dan memelihara tingkat perawatan, pengasuh tersebut membutuhkan

pendidikan dan dukungan dari semua anggota tim perawatan kesehatan

interdisipliner. Tugas bagi keluarga merawat orang yang dicintai yang sedang

sekarat dan menyarankan intervensi jelas (Black & Hawks, 2009).

2.2.6 Dukungan Pada Keluarga

Perawatan berduka merupakan komponen penting dari setiap program

perawatan paliatif. Memberikan perawatan berduka membutuhkan pemahaman

tentang proses berduka yang normal dan tugas pekerjaan kesedihan. Kesedihan

adalah reaksi normal dan didasarkan pada kerugian. Anggota keluarga akan

berduka kehilangan orang yang mereka cintai. Salah satu peran dari tim perawatan

kesehatan adalah untuk memperkuat pemahaman bahwa berduka adalah

kesehatan; berduka adalah proses yang diperlukan bahwa keluarga harus dilalui

dan untuk dapat bergerak di dalam kehidupan mereka. Perawat perlu memvalidasi

seperti biasa manifestasi yang berduka kepada yang mengalami.

Selain mengetahui respon normal kesedihan, akan sangat membantu bagi

mereka yang bekerja dengan berduka untuk memahami tugas-tugas dari proses

berduka. Empat tugas berduka yang harus dicapai untuk berduka untuk mencapai

kepuasan adalah sebagai berikut: 1) Menerima realitas kehilangan, 2) Mengalami

Universitas Sumatera Utara


99

rasa sakit kehilangan, 3) Menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana almarhum

pergi, 4) Menemukan cara untuk mengingat almarhum saat bergerak maju dalam

hidup (Black & Hawks, 2009).

2.2.7 Spiritual

Penyembuhan dapat dicapai melalui perjalanan spiritual seperti mengingat,

menilai, mencari makna, pemaaf, mendamaikan, mencintai, dan memelihara

harapan (Puchalski, 1998 dalam Campbell, 2009). Perawatan holistik, termasuk

perawatan jiwa atau roh, penting untuk kualitas perawatan paliatif, tujuannya

adalah untuk meningkatkan kualitas seseorang hidup di lintasan penyakit. Orang

ingin kebutuhan rohani mereka ditujukan pada akhir kehidupan dan merasa bahwa

para profesional kesehatan harus berbicara dengan pasien tentang keprihatinan

rohani mereka (Gallop, 1997). Selain itu, individu tua yang sekarat

mengungkapkan kebutuhan untuk persahabatan dan dukungan spiritual, kontak

terutama manusia, dan memiliki kesempatan untuk berdoa sendiri atau dengan

orang lain (Nathan Cummings Foundation, 1999 dalam Campbell, 2009).

Saat memberikan perawatan paliatif untuk pasien dan keluarga mereka,

penting untuk mengingat prinsip-prinsip berikut (Doka & Morgan, 1993 dalam

Campbell, 2009): 1) Setiap orang memiliki dimensi spiritual, 2) Penyakit dan

kematian dapat kesempatan untuk pertumbuhan rohani, 3) Perawatan Spiritual

mungkin berbeda untuk setiap individu tergantung pada/latar belakang agama atau

budayanya, 4) Spiritualitas didukung melalui cara formal dan informal, seperti

praktik keagamaan, praktek sekuler, simbol, ritual, bentuk seni, doa dan meditasi,

5) Perawatan harus ditawarkan dalam pengaturan.

Universitas Sumatera Utara


100

2.3 Proses Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Kontrol gejala yang efektif merupakan komponen kunci dari perawatan

paliatif yang efektif dan salah satu pilar untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien, karena itu penting untuk membahas dampak dan manajemen gejala umum.

1. Nyeri

According to the SIGN Guidelines (2008), kajian komprehensif dari rasa

sakit harus mencakup hal-hal berikut: 1) Skala nyeri, 2) Intensitas/keparahan

nyeri, 3) Setiap melakukan radiasi, 4) Durasi nyeri, 5) Kualitas (meringis, seperti

terbakar, tajam), 6) Apa memperburuk atau meringankannya nyeri, 7) Pencetus

nyeri, 8) Dampak kegiatan hidup sehari-hari.

2. Kelelahan

Menurut Sweeney (2006), prinsip-prinsip yang mendasari manajemen

yang efektif kelelahan terkait kanker dapat didasarkan pada jawaban yang

diperoleh dari menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1) Apakah ada penyebab

yang mendasari kelelahan (reversibel dan irreversibel): anemia, infeksi yang

mendasari, kegelisahan dan/atau depresi, nyeri, dehidrasi, toksisitas,

anorexia/cachexia, 2) Sampai sejauh mana kelelahan mempengaruhi kehidupan

pasien, 3) Apakah ada langkah-langkah terapi.

3. Spiritual

Penilaian spiritual adalah sarana untuk menentukan apa kebutuhan pasien,

dan kesadaran spiritualitas sering meningkat ketika pasien belajar tentang

Universitas Sumatera Utara


101

penyakit terminal. Salah satu model untuk penilaian spiritual menggunakan FICA

(Campbell, 2009).

Tabel. 2.3 Penilaian Spiritual

F (Faith)/ Iman Apakah Anda memiliki keyakinan iman?


Apa yang memberi makna hidup Anda?
I (Import or influence)/Impor atau Apa pentingnya iman anda miliki dalam hidup
pengaruh Anda?
Bagaimana iman keyakinan Anda
mempengaruhi kehidupan Anda?
C (Community)/ Komunitas Apakah Anda anggota dari sebuah komunitas
iman?
Bagaimana dukungan komunitas ini terhadap
anda?
A (Address)/ Alamat Bagaimana Anda ingin saya untuk mengatasi
masalah ini dalam perawatan Anda?
Sumber: Campbell, 2009

Keparahan penyakit terminal telah dihitung dengan menggunakan Skala

Kinerja Paliatif (PPS) (Tabel 2.4). Skala ini nilai kondisi umum pasien sebagai

0% (mati) 100% (normal) dengan penambahan sebesar 10 persen. Skala ini

menggabungkan lima pengamat dinilai parameter: ambulasi, aktifitas, perawatan

diri, asupan, dan tingkat kesadaran. Skala telah divalidasi dengan pasien dengan

kanker (semua jenis), pasien dalam pengaturan akut tersier rumah sakit,

pengaturan perawatan di rumah, dan berbagai diagnosis.

Tabel. 2.4 Skala Kinerja Paliatif (Palliative Performance Scale)

PPS Aktivitas penyakit Perawatan diri Intake level


Level dan evidence
ambulasi
100% Penuh Aktivitas normal dan Penuh Normal Penuh
bekerja,
ada bukti penyakit
90% Penuh Aktivitas normal dan Penuh Normal Penuh
bekerja, beberapa bukti
penyakit
80% Penuh Aktivitas normal dengan Penuh Normal Penuh
berupaya, beberapa atau
bukti penyakit kurang

Universitas Sumatera Utara


102

Lanjutan Tabel. 2.4

PPS Aktivitas penyakit Perawatan Intake level


Level dan evidence diri
ambulasi
70% Berkurang Tidak dapat melakukan Penuh Normal Penuh
pekerjaan yang normal / atau
bekerja, ada penyakit kurang
yang signifikan
70% Berkurang Tidak dapat melakukan Penuh Normal Penuh
pekerjaan yang normal / atau
bekerja, ada penyakit kurang
yang signifikan
60% Berkurang Tidak dapat melakukan Bantuan Normal Penuh
hobi / pekerjaan rumah sesekali atau atau
tangga, penyakit yang diperlukan kurang kebingun
signifikan gan
50% Hanya Tidak dapat melakukan Bantuan Normal Penuh
duduk/berbar pekerjaan, Extensive yang cukup atau atau
ing penyakit diperlukan kurang kebingun
gan

40% Hanya di Tidak dapat melakukan Bantuan Normal Penuh


tempat tidur sebagian aktivitas penuh atau atau
penyakit ekstensif kurang mengantu
k +/-
kebingun
gan
30% Total di Tidak dapat melakukan Total care Normal Penuh
tempat tidur aktivitas, penyakit atau atau
ekstensif kurang mengantu
k +/-
kebingun
gan

20% Total di Tidak dapat melakukan Total care Minimal Penuh


tempat tidur aktivitas, penyakit untuk atau
ekstensif minum mengantu
k +/-
kebingun
gan

10% Total di Tidak dapat melakukan Total care Hanya Mengantu


tempat tidur aktivitas, penyakit perawatan k atau
ekstensif mulut koma +/-
kebingun
gan
0% Meninggal - - - -
Sumber: Anderson F, Downing GM, Hill J, Casorso L, Lerch N. Palliative
performance scale (PPS): a new tool.J Palliat Care. Spring 1996;12(1):5–11.

Universitas Sumatera Utara


103

2.3.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa Keperawatan menurut Nanda (2012) yang muncul pada pasien

kanker adalah Nanda, 2012): 1) Nyeri akut, 2) Anxiety, 3) Ketegangan peran

pemberi asuhan, 4) Nyeri kronis, 5) Gangguan Citra tubuh 6) Fatique, 7)

Ketakutan, 8) Hopelessnes, 9) Impaired Home Maintenance, 10) Interrupted

Family Processes (gangguan proses keluarga), 11) Resiko Gangguan ketegangan

caregiver/actual, 12) Social Interaction, 13) Spiritual Distress.

2.3.3 Intervensi

Sebuah studi besar pasien sakit terminal tentang kebutuhan dan sesuatu

yang dapat lakukan. Pasien terminal dari enam wilayah geografis dari Amerika

Serikat yang memiliki ketahanan hidup yang diharapkan kurang dari 6 bulan

disurvei. Analisis mengidentifikasi delapan faktor yang mewakili intervensi

perawatan pada pasien sakit terminal (Tabel 2.5).

Tabel. 2.5 Faktor-faktor penting untuk pasien terminal dan Intervensi


Keperawatannya (Campbell, 2009)

Faktor Intervensi keperawatan


Hubungan pasien dengan perawatan Tugas kontinuitas
Waktu yang dihabiskan hanya berbicara
dan mendengarkan
Hubungan sosial Berikan waktu untuk berkunjung, termasuk
anak-anak
Kunjungan pemuka agama
Kebutuhan Caregiving Kontrol gejala
Bantu ADL pesien
Rujukan perawatan rumah
Rujukan Hospice
Psychological distress Menghabiskan waktu untuk mendengarkan
Berkonsultasi kesehatan mental
Anxiolytics
Spiritualitas/ religiusitas Sejarah spiritual
Ritual menghormati dan tradisi
Kunjungan pemuka agama

Universitas Sumatera Utara


104

Lanjutan Tabel. 2.5

Faktor Intervensi Keperawatan


Penerimaan pribadi Kontinuitas tugas
Berikan waktu untuk berkunjung kepada
keluarga
Kunjungan pemuka agama
Tujuan hidup kontinuitas tugas
Waktu yang dihabiskan mendengarkan
Berikan waktu untuk berkunjung kepada
keluarga
kunjungan pemuka agama
Komunikasi dengan tim medis Jelas, komunikasi yang jujur
Hindari jargon, akronim, medis
terminologi
Sering update
Sumber: Campbell, 2009

2.4 Konsep Studi Fenomenologi

Penelitian kualitatif adalah suatu cara untuk mempelajari masalah

berdasarkan gambaran yang kompleks dan holistik, diwujudkan dalam kata-kata,

disajikan dalam bentuk informasi yang mendetail dan ditempatkan pada situasi

yang alamiah (Cresswel, 1998). Salah satu metode yang digunakan pada

penelitian kualitatif adalah metode fenomenologi. Metode ini berfokus pada

penemuan fakta terhadap suatu fenomena sosial dan berusaha memahami tingkah

laku manusia berdasarkan perspektif partisipan (Streubert & Carpenter, 2011).

Menurut Steubert dan Carpenter (2011), studi fenomenologi adalah ilmu

yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena atau tampilan dari sesuatu sesuai

kehidupan. Merleau-Ponty, 1962 dalam Steubert & Carpenter, 2011 menjelaskan

bahwa fenomenologi adalah penelitian mengenai esensi, dan yang terkait, seluruh

masalah mengandung muatan untuk mendapatkan pengertian dari essensi,

contohnya seperti esensi dari persepsi atau esensi dari kesadaran.

Universitas Sumatera Utara


105

Fokus dari studi fenomenologi adalah bagaimana orang mengalami suatu

pengalaman hidup dan menginterpretasikan pengalamannya. Peneliti

pnomenologi mempercayai pengalaman hidup memberi arti pada setiap persepsi

mengenai satu bagian fenomena. Tujuan fenomenologi adalah untuk

menggambarkan secara penuh mengenai pengalaman hidup (Polit & Hungler,

1999). Menurut Wagner, 1983 dalam Streubert & Carpenter, 2011 fenomenologi

adalah suatu cara untuk menilai diri sendiri, menilai orang lain, dan segala sesuatu

yang berhubungan dan kontak langsung dengan kita dalam kehidupan dunia.

Tiga metode yang sering digunakan untuk fenomenologi deskriptif adalah

metode Colaizzi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1966), yang semuanya

berasal dari sekolah Duquesne fenomenologi, berdasarkan filsafat Husserl.

Tabel. 2.6 Perbandingan Tiga Metode Fenomenologis Analitik

COLAIZZI (1978) GIORGI (1985) VAN KAAM (1966)


1 Baca semua protokol Baca seluruh set protokol Daftar dan kelompok
untuk memperoleh untuk mendapatkan ungkapan preliminarily ekspresi
ungkapan perasaan perasaan keseluruhan deskriptif yang harus
mereka. disepakati oleh expert
Judges (ahli). Daftar akhir
menyajikan persentase
kategori ini dalam sampel
tertentu.
2 Tinjau setiap protokol dan Membedakan unit dari Mengurangi ekspresi
ekstrak pernyataan yang deskripsi peserta fenomena konkret, jelas, dan
signifikan. yang dipelajari. tumpang tindih peserta
untuk istilah yang lebih
deskriptif. (Kesepakatan
intersubjektif antara para
expert yang diperlukan.)
3 Menguraikan arti dari Mengartikulasikan wawasan Menghilangkan unsur
setiap pernyataan yang psikologis di masing-masing yang tidak melekat pada
signifikan (yaitu, unit makna. fenomena yang sedang
merumuskan makna). dipelajari atau yang
mewakili campuran dua
fenomena terkait

Universitas Sumatera Utara


106

Lanjutan Tabel. 2.6

COLAIZZI (1978) GIORGI (1985) VAN KAAM (1966)


4 Mengatur makna Mensintesis semua unit Tulis identifikasi hipotetis
diformulasikan ke dalam berubah berarti menjadi dan deskripsi fenomena
kelompok tema sebuah pernyataan yang yang sedang dipelajari.
a. Lihat kelompok ini konsisten mengenai
kembali ke protokol asli pengalaman peserta (disebut
untuk melakukan validasi. sebagai "struktur
b. Catatan perbedaan pengalaman"); dapat
antara atau antara diekspresikan pada tingkat
berbagai kelompok, tertentu atau umum.
menghindari
mengabaikan data atau
tema yang tidak sesuai.
5 Mengintegrasikan hasil ke Terapkan keterangan
deskripsi lengkap hipotetis untuk dipilih
fenomena yang diteliti. secara acak kasus dari
sampel. Jika perlu,
merevisi deskripsi
hipotesis, yang kemudian
harus diuji lagi pada
sampel acak yang baru.
6 Merumuskan deskripsi Pertimbangkan
lengkap fenomena yang identifikasi hipotesis
diteliti sebagai pernyataan sebagai identifikasi yang
tegas identifikasi valid dan deskripsi
mungkin. operasi setelah
sebelumnya telah
dilakukan dengan sukses.
7 Minta peserta tentang
temuan sejauh ini sebagai
langkah validasi akhir

Sumber: Polit & Beck, 2012

Tabel. 2.7 Memberikan gambaran tentang langkah-langkah yang terlibat

dalam analisis data menggunakan pendekatan Colaizzi itu. Analisis Giorgi yang

hanya mengandalkan para peneliti. Pandangannya adalah bahwa hal itu tidak

pantas baik untuk kembali kepada peserta untuk memvalidasi temuan atau

menggunakan expert eksternal untuk meninjau analisis. Metode Van Kaam

Universitas Sumatera Utara


107

mensyaratkan bahwa kesepakatan intersubjektif dicapai dengan hakim ahli

lainnya (Polit & Beck, 2012).

Ulangi Langkah 1-3 untuk setiap protokol

Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3

Baca Ekstrak Merumuskan


Protokol Pernyataan arti untuk
tertulis Yang setiap
signifikan pernyataan

yang signifikan

Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6

Mengatur Mengintegrasi- Merumuskan


Makna kan hasil ke Deskripsi
Dirumuskan deskripsi yang lengkap dalam
Lihat ke dalam lengkap laporan
Kembali kelompok phenomeno identifikasi
protokol tema yang
asli mendasar Langkah 8
struktur
Langkah 8
(jika perlu)
Langkah 7 data baru
yang relevan
yang bekerja
menjadi
produk akhir
Kembali ke penelitian
peserta untuk
validasi temuan

Skema.2.1 Colaizzi’s procedural steps in phenomenological data analysis.


(Reprinted with permission from Beck, C. T. (2009) dalam Polit & Beck (2012)

Universitas Sumatera Utara


108

2.5 Landasan Teori

Pada pasien terminal dokter tidak fokus pada mereka, jadi diserahkan

kepada perawat untuk menunjukkan pengetahuan tentang proses kematian dan

manajemen gejala. Perawat perlu mengetahui kompleksitas merawat pasien yang

sakit parah dan bagaimana mereka dapat berkontribusi pada akhir damai hidup.

Fokusnya adalah bukan pada kematian tetapi pada hidup damai dan berarti

selama hari-hari terakhir yang tersisa untuk pasien, bagi orang lain yang

signifikan, dan anggota keluarga. Hal ini juga mencerminkan kompleksitas yang

terlibat dengan mengurus pasien yang sakit parah dan kebutuhan untuk memiliki

pengetahuan tentang nyeri dan manajemen gejala (Ruland dan Moore 1998).

Perawat perlu memiliki sikap peduli, kesadaran, kepekaan dan kasih sayang bagi

pasien yang sakit parah

Kondisi terminal adalah meningkatkan kualitas hidup dan menghantarkan

pasien pada kondisi End of Life dengan tenang. Teori Ruland and Moore yang

mengembangkan Peaceful End of Life (EOL), dengan teory dan konsep utamanya

telah sesuai dengan tujuan dan prinsip perawatan paliatif yang meliputi:

1. Menghilangkan Rasa Nyeri

Pasien terbebas dari pengalaman rasa nyeri merupakan bagian sentral

dalam teori EOL. Rasa sakit lebih lanjut digambarkan sebagai pengalaman yang

tidak menyenangkan, sensorik, dan emosional yang terkait dengan kerusakan

jaringan aktual dan potensial (Ruland & Moore, 1998), dengan cara

memonitor/mengkaji keluhan, intervensi farmakologi dan nonfarmakologi.

Universitas Sumatera Utara


109

2. Kenyamanan

Kenyamanan didefinisikan sangat inklusif mengutip pendapat Kolcaba

(1991) dalam Ruland & Moore (1998) yaitu terbebas dari ketidaknyamanan,

kondisi yang menyenangkan dan kepuasan, kedamaian dan membuat hidup

mudah dan menyenangkan, dengan cara mengkaji keluhan yang dirasakan,

intervensi teknik relaksasi, mengatur posisi, membimbing istirahat, menerapkan

teknik anti septik, mengobservasi tanda infeksi.

3. Menghargai Martabat

Ruland dan Moore (1998) dalam Alligood (2006) menyatakan masing-

masing penderita penyakit terminal dihormati dan dihargai sebagai manusia.

Konsep ini mengacu kepada penghargaan, yang diekpresikan dengan prinsip etik,

autonomi atau respek pada manusia, dimana individu diperlakukan sebagai agen

autonomous dan manusia secara otonomi berhak mendapat perlindungan. Dengan

cara mengkomunikasikan setiap tindakan yang akan diberikan dan meminta

persetujuan klien, komunikasi efektif dengan klien dan keluarga serta penuh

empati dan perhatian, memperhatikan kebutuhan klien, martabat, pilihan dan

bijaksana.

4. Kedamaian

Kedamaian didefinisikan sebagai perasaan yang menenangkan, harmoni,

kepuasaan, bebas dari kecemasan, kegelisahan, keraguan dan ketakutan (Ruland

& Moore, 1998). Kondisi damai secara fisik, fisiologis dan dimensi spiritual.

5. Hubungan Dekat dengan Orang Lain

Universitas Sumatera Utara


110

Kedekatan hubungan didefinisikan sebagai perasaan berhubungan dengan

orang lain yang memberikan perawatan (Ruland & Moore, 1998). Kedekatan

mengandung makna kedekatan fisik dan emosi yang diekspresikan dengan

kehangatan dan hubungan intim seperti keluarga/saudara difasilitasi untuk

berpatisipasi dalam perawatan, keluarga/saudara diberikan kesempatan untuk

memenuhi kebutuhan dasar, memfasilitasi kesempatan dan kedekatan.

Keperawatan paliatif

1. Peran perawat
2. Fokus pada kualitas
hidup
3. Perawatan rumah sakit
(Hospice care) sebagai
model perawatan paliatif
4. Komunikasi
5. Perawatan untuk
pengasuh
6. Dukungan pada keluarga
berduka
7. Spiritual
1. Bebas nyeri
2. Kenyamanan
3. Respek dan menghargai
4. Kedamaian Pasien Peaceful
5. Hubungan dekat dengan menderita
Perawat Onkologi orang lain kanker end of
(Ruland & Moore, 1998
nasofaring life
dalam Toomey & Alligood,
2006)

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


111

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan batasan yang digunakan dalam melakukan

penelitian secara naturalistik untuk mempelajari fenomena di tempat kejadiannya

(Polit & Beck, 2012). Penelitian ini merupakan jenis kualitatif dengan

menggunakan metode fenomenologi yaitu merupakan metode yang sifatnya kuat

dalam mengkritik dengan sistematis, menyelidiki fakta. Tujuannya adalah

menggali pengalaman hidup seseorang (Streubert & Carpenter, 2011).

Pada studi fenomenologi, terdapat dua langkah utama yang terdiri dari

descriptive phenomenology dan hermeneurtic phenomenology. Pada penelitian

ini penulis menggunakan langkah awal descriptive phenomenology yaitu menggali

atau mengeksplorasi langsung, menganalisis serta mendeskripsikan fenomena

pengalaman perawat dalam memberikan perawatan paliatif pada klien dengan

kanker nasofaring di Medan. Penelitian deskriptif memiliki empat tahap yaitu 1)

bracketing, 2) intuiting, 3) analyzing, dan 4) describing. Pada tahap pertama

adalah bracketing merupakan suatu teknik yang digunakan untuk membantu

partisipan mengambarkan pengalaman hidup tentang suatu fenomena dengan cara

mengesampingkan atau menyimpan sementara asumsi atau keyakinan dan

pengetahuan yang peneliti miliki terhadap fenomena tersebut. Bracketing

dilakukan mulai dari peneliti menemukan fenomena sampai peneliti

mengumpulkan dan menganalisa data, pada tahap ini peneliti bersikap netral dan

Universitas Sumatera Utara


112

terbuka dengan deskripsi dari partisipan. Bracketing adalah proses

mengidentifikasi dan menahan diri dari prasangka, keyakinan, dan opini tentang

fenomena yang diteliti. Bracketing tidak pernah dapat dicapai secara total, namun

peneliti berusaha untuk keluar dari dunianya dan setiap prasangka dalam upaya

untuk mendapatkan data dalam bentuk murni.

Peneliti mendengarkan dan mempelajari data yang dijelaskan oleh

partisipan dan mengulang transkrip hasil wawancara. Dengan penjelasan yang

teliti maka peneliti mengetahui fenomena perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan paliatif pada klien dengan kanker nasofaring. Peneliti menghindari

pertanyaan yang menggiring opini saat wawancara agar data-data yang diberikan

partisipan bersifat alami dan bebas dari asumsi peneliti.

Intuiting merupakan tahap dimana peneliti harus masuk secara total dan

menyatu dengan fenomena yang diteliti dan peneliti mulai mengetahui tentang

fenomena sesuai yang dijelaskan oleh partisipan. Proses intuitif ini menghasilkan

pemahaman tentang fenomena tersebut sehingga peneliti berimijinasi dan

berkonsentrasi terhadap fenomena tersebut.

Analyzing yang mana meliputi mengidentifikasi intisari/esensi dari

fenomena dengan menggali data dasar dan bagaimana data ditampilkan. Peneliti

mulai mendalami/merenungkan data, tema atau intisari/esensi dengan jelas,

mendalami data, memeriksa serta menelaah secara berulang untuk keakuratan

data.

Describing (deskripsi) yang bertujuannya untuk menyampaikan dan

memperoleh tulisan serta gambaran verbal dari elemen-elemen penting. Pada

Universitas Sumatera Utara


113

tahap ini peneliti membuat narasi yang mendalam serta luas tentang fenomena

perawat dalam memberikan perawatan paliatif dan tujuannya adalah

mengkomunikasikan makna dan arti dari pengalaman perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan paliatif.

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di RS H. Adam Malik Medan. Tempat ini

dipilih karena merupakan tempat yang melaksanakan asuhan keperawatan paliatif

pada klien dengan kanker nasofaring. Waktu penelitian dimulai dari minggu

pertama bulan Juni sampai minggu kedua Juli 2015. Penulisan proposal penelitian

dimulai bulan Januari sampai dengan minggu pertama Mei 2015. Tahap awal

adalah mengurus perizinan studi pendahulan penelitian, dan setelah proposal lulus

uji selanjutnya mengurus uji etik dan melakukan uji coba pedoman wawancara,

field note, alat perekam termasuk kemampuan peneliti dalam melaksanakan

wawancara pada partisipan yang melaksanakan perawatan paliatif. Pengumpulan

data dilakukan selama enam minggu. Penyusunan laporan hasil penelitian dari

minggu kedua Juli sampai minggu pertama Agustus 2015.

3.3 Partisipan Penelitian

Partisipan pada penelitian ini adalah perawat yang memberikan asuhan

keperawatan paliatif pada klien yang menderita kanker nasofaring di Medan.

Jumlah partisipan saat proses pengambilan data adalah 22 orang perawat di RA3

RSUP. H. Adam Malik Medan. Pemilihan partisipan dilakukan dengan cara

Purposive Sampling yaitu dilakukan dengan memilih partisipan yang bermanfaat

sesuai dengan tujuan penelitian (Polit & Beck, 2012), dan memenuhi kriteria

Universitas Sumatera Utara


114

kriteria inklusi yaitu (1) Bersedia menceritakan pengalamannya, (2) Bekerja di

RA3 RSUP. H. Adam Malik Medan (3) Pendidikan Terkahir Sarjana

Keperawatan memiliki pengalaman kerja ≥1 tahun di RA3, (4) Pendidikan

Terkahir DIII Keperawatan memiliki pengalaman kerja ≥2 tahun di RA3. Menurut

Polit dan Beck (2012) dalam studi fenomenologi cenderung menggunakan jumlah

partisipan yang sedikit, biasanya hanya 10 orang atau kurang. Pada penelitian ini

jumlah partisipan yang dilibatkan tergantung pada kriteria serta kesediaan

partisipan, apabila saat wawancara atau pengambilan data sudah mencapai

saturasi maka pengumpulan data akan dihentikan. Saturasi menunjukkan bahwa

data yang dideskripsikan partisipan memiliki kesamaan atau mencapai titik jenuh

meskipun dilihat dari berbagai perspektif (Streubert & Carpenter, 2011). Pada

penelitian ini sudah terjadi saturasi data saat partisipan kesepuluh.

3.4 Prosedur Pengumpul Data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan alat dan metode

pengumpulan data sebagai berikut:

3.4.1 Alat pengumpulan data

Alat yang digunakan dalam penelitian sebagai instrumen pengumulan data

adalah Voice Recorder Digital, kuesioner data demograpi, field note atau catatan

lapangan dan pedoman wawancara. Peneliti melakukan wawancara mendalam (In

Depth interview), agar dapat menggali atau mengeskplorasi secara mendalam

tentang asuhan perawatan paliatif pada klien dengan kanker nasofaring. Alat bantu

yang digunakan adalah pedoman wawancara supaya wawancara yang mendalam

lebih terfokus. Voice Recorder Digital digunakan untuk merekam ungkapan atau

Universitas Sumatera Utara


115

respon verbal partisipan, sedangkan field note digunakan sebagai panduan dalam

menuliskan hasil pengamatan atau hasil pandangan mata selama wawancara,

umumnya pengamatan yang terekam adalah pandangan umum saat wawancara

seperti keterbukaan dalam menyampaikan informasi (gerakan tangan, sikap tubuh,

posisi tubuh atau partisipan saat melakukan sesuatu). Peneliti menggunakan

panduan wawancara selama proses pengumpulan data beradasarkan teori Ruland

and Moore, 1998. Panduan wawancara tersebut berisi 10 pertanyaan terbuka yang

dibuat oleh peneliti sendiri. Hal-hal yang ditanyakan berupa pengalaman perawat

tentang asuhan keperawatan paliatif pada penderita kanker nasofaring.

Untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data, peneliti

menggunakan kuesioner data demografi yang mencakup inisial, umur, jenis

kelamin, pekerjaan, pendidikan, lama bekerja di ruang perawatan kanker

nasofaring. Proses selanjutnya adalah peneliti akan melakukan content validity

kepada 3 orang expert keperawatan. Tujuan dari langkah ini adalah untuk menilai

relevansi dari setiap item dengan ukuran yang diinginkan. Hasil content validity

index (CVI) untuk panduan wawancara > 0,8, hal ini bermakna bahwa panduan

wawancara memiliki isi yang valid.

3.4.2 Metode pengumpulan data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode

wawancara secara mendalam (in-depth interview) dengan durasi 60-90 menit.

Metode wawancara mendalam menggunakan panduan wawancara untuk diajukan

kepada partisipan. Hal ini hanya untuk memudahkan peneliti dalam melakukan

Universitas Sumatera Utara


116

wawancara, mengali informasi, data, dan selanjutnya tergantung improvisasi dari

peneliti sewaktu berada di lokasi penelitian.

3.4.3 Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data dilaksanakan setelah memperoleh surat

keterangan lulus uji etik dan ijin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara. Surat ijin penelitian tersebut diserahkan ke bagian pendidikan

dan pelatihan RSUP H.Adam Malik Medan, terkait dengan diadakannya

penelitian yang menjadikan pengalaman perawat dalam pemberian asuhan

keperawatan pada klien kanker nasofaring di tempat tersebut menjadi partisipan

penelitian.

Pilot study dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan wawancara

terhadap partisipan pertama. Pilot study bertujuan sebagai latihan dalam

melakukan teknik wawancara, membuat transkrip serta melakukan analisis. Pilot

study dilakukan pada 1 partisipan. Setelah itu hasil wawancara dari pilot study

dibuat dalam bentuk transkrip dan dilakukan proses analisis. Selanjutnya

dikonsultasikan kepada pembimbing, setelah mendapat persetujuan pembimbing,

kemudian peneliti melanjutkan wawancara kepada partisipan berikutnya.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan pendekatan (prolonged

engagement) kepada partisipan selama kurang lebih 2 minggu. Pendekatan yang

dilakukan peneliti bertujuan untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara

peneliti dan partisipan sekaligus tahap pengenalan situasi, menjelaskan maksud,

tujuan dan pengumpulan data yang dilakukan terhadap partisipan.

Universitas Sumatera Utara


117

Setelah melakukan prolonged engagement kepada partisipan langkah

selanjutnya adalah menjelaskan tentang penelitian serta memberikan informed

consent, selanjutnya setelah partisipan memahami maka mempersilahkan

partisipan mengisi lembar persetujuan untuk berpartisipasi serta menandatangani

dan membuat kesepakan waktu wawancara. Wawancara dilakukan dengan metode

indepth interview dengan durasi waktu wawancara sekitar 60-90 menit.

Pertanyaan yang ditanyakan selama wawancara berdasarkan panduan

wawancara yang telah ada. Pertanyaan awal yang ditanyakan kepada partisipan

adalah Menurut bapak/ibu/saudara, keluhan apa yang sering di keluhkan klien

dengan kanker nasofaring. Kemudian peneliti melanjutkan pertanyaan dengan

menanyakan berbagai pertanyaan dengan teknik probing. Teknik probing yang

dilakukan selama wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan seperti

bisakah bapak/ibu/saudara menceritakan lebih jelas atau lebih dalam lagi

tentang…?, bisakah bapak/ibu/saudara memberikan contoh?, bagaimana

bapak/ibu/saudara merasakan atau berpikir tentang hal tersebut?.

Peneliti kemudian mengakhiri wawancara, peneliti juga mengajukan

pertanyaan seperti apakah ada hal lain lagi yang ingin disampaikan?. Setelah

wawancara selesai peneliti menyarankan partisipan untuk menghubungi peneliti

baik secara langsung atau via telepon jika partisipan merasa perlu menceritakan

lebih lanjut tentang pengalamannya.

Transkrip wawancara yang dibuat oleh peneliti akan divalidasi oleh

partisipan untuk menambahkan, mengurangi serta meluruskan catatan dalam

transkrip. Peneliti juga melakukan analisis terhadap data yang didapat bersamaan

Universitas Sumatera Utara


118

dengan proses bimbingan dengan dosen. Pencarian informasi dari partisipan lain

terus dilakukan sesuai dengan prosedur dan dihentikan setelah tercapai saturasi

data. Seluruh wawancara dilakukan dengan posisi berhadapan antara peneliti

dengan partisipan dan jarak sekitar satu meter, alat perekam diletakan ditengah-

tengah antara peneliti dan partisipan.

3.5 Variabel dan definisi operasional

Definisi operasional dari penelitian ini adalah pengalaman perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan paliatif kepada penderita kanker nasofaring

mencakup peran perawat, kualitas hidup, Hospice care, komunikasi, perawatan

oleh pengasuh, dukungan pada keluarga dan spiritual.

3.6 Metode Analisa data

Analisis data dilakukan setelah proses pengumpulan data, proses analisis

data dalam penelitian ini dilakukan setelah selesai proses setiap wawancara, yaitu

bersamaan dengan dibuatnya transkrip data. Menurut Polit & Beck (2012), proses

analisa data kualitatif terdiri dari menyusun transkrip, mengorganisasikan data

dengan menentukan pernyataan esensial dan mengelompokkan data-data. Proses

pengelompokan data ini disebut dengan reduksi dimana data diubah menjadi

bagian yang lebih kecil. Selanjutnya mengembangkan skema kategori dan

melakukan pengkodean data berdasarkan kategori yang dibuat.

Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dari

content analysis Colaizzi. Metode ini dipilih karena memberikan langkah-langkah

yang sederhana, jelas dan sistematis Speziale & Carpenter, 2003 dan metode ini

merupakan satu-satunya yang membutuhkan validasi hasil kepada partisipan

Universitas Sumatera Utara


119

penelitian (Polit & Beck 2012). Tahapan analisis data secara rinci dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut:

1. Membuat transkrip data dengan cara mendengarkan hasil rekaman yang

kemudian hasil wawancara tersebut disusun dalam bentuk verbatim.

Peneliti memberikan nomor untuk setiap baris hasil transkrip, penomoran

tiap baris ini membantu peneliti dalam menemukan kembali kutipan

wawancara partisipan. Transkrip pada penelitian ini juga mencatat data

tentang identitas partisipan, waktu wawancara, suasana lokasi wawancara,

situasi wawancara termasuk deskripsi partisipan serta catatan lapangan

yang memuat informasi non verbal yang diperoleh selama wawancara.

2. Ekstrak pernyataan yang signifikan, membaca berulang kali transkrip data

yang ada sehingga peneliti dapat menemukan pernyataan yang signifikan

dan memberikan garis bawah pada pernyataan-pernyataan penting

partisipan.

3. Merumuskan arti untuk setiap pernyataan signifikan, pernyataan yang

signifikan diekstraksi dari masing-masing transkrip dan diberikan warna

yang berbeda. Dalam tahap analisis ini, Colaizzi (1978) menyarankan agar

peneliti berupaya untuk memformulasikan kembali pernyataan signifikan

umum diekstraksi dari transkrip partisipan. Menentukan kategori, peneliti

menganalisis dengan mengorganisasikan data yang diperoleh dengan

mengembangkan suatu metode untuk mengklarifikasi data. Merumuskan

arti untuk setiap pernyataan yang signifikan, peneliti harus mampu

mengelompokan pernyataan-pernyataan yang signifikan ke dalam suatu

Universitas Sumatera Utara


120

kategori.

4. Menentukan subtema/tema, peneliti menetapkan dan mengatur kategori

yang telah dirumuskan ke dalam kelompok sejenis. Kategori yang sejenis

digabungkan menjadi suatu subtema atau tema baru yang potensial.

5. Mengorganisir kumpulan makna yang terbentuk ke dalam kelompok tema-

tema. Kumpulan makna dalam hal ini adalah kategori yang terbentuk dari

kata-kata kunci, pada tahap ini kumpulan makna atau kategori yang

terbentuk, dikelompokkan kembali dengan menilai kemiripan makna atau

membandingkan sehingga dapat membentuk sub tema dan tema.

6. Menuliskan deskripsi secara lengkap dan mendalam, pada tahap ini

peneliti akan mendeskripsikan tiap-tiap tema yang muncul sebagai hasil

temuan penelitian terkait pengalaman perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan paliatif pada kepada penderita kanker nasoparing. Deskripsi

hasil penelitian ini akan dituangkan dalam penulisan hasil penelitian.

7. Melakukan validasi hasil analisis data secara langsung ke partisipan untuk

mendapatkan validasi dari deskripsi hasil analisis dan untuk memastikan

kembali apakah tema atau hasil temuan yang peneliti temukan melalui

proses analisis merupakan pengalaman partisipan yang sesungguhnya dan

disepakati oleh partisipan tersebut.

Dalam melakukan content analysis, peneliti melakukan analisa secara

manual untuk memudahkan dalam pengorganisasian data. Setelah selesai setiap

satu proses wawancara dibuat transkrip data. Hasil transkrip kemudian yang

sesuai tersebut dikelompokkan kemudian dianalisa.

Universitas Sumatera Utara


121

3.7 Tingkat Keabsahan Data (Trustworthiness of data)

Lincoln dan Guba (1985) dalam Polit & Beck (2012) menyarankan empat

kriteria untuk mengembangkan kepercayaan dari penyelidikan kualitatif yaitu

credibility (dapat dipercaya), dependability (konsisten), confirmability

(konfirmabilitas), dan transferability (bisa digunakan di kontek lain). Keempat

kriteria merupakan paralel dengan positivis kriteria validitas internal, reliabilitas,

objektivitas, dan validitas eksternal, masing-masing. Kerangka kerja ini

menyediakan platform awal di mana banyak kontroversi saat ini pada kekakuan

muncul. Menanggapi berbagai kritik dan konseptualisasi berkembang sendiri,

kriteria kelima yang lebih khas dalam paradigma konstruktivis ditambahkan:

authenticity (keaslian) (Guba & Lincoln, 1994 dalam Polit&Beck, 2012).

Credibility yang dilakukan peneliti adalah dengan mengumpulkan data

yang selengkapnya melalui wawancara mendalam sehingga data dapat diperoleh

dengan subjektif dan selengkap mungkin. Lincoln dan Guba menunjukkan bahwa

kredibilitas melibatkan dua aspek: 1) Melakukan penelitian dengan cara yang

meningkatkan kepercayaan dari temuan, 2) Mengambil langkah-langkah untuk

menunjukkan kredibilitas dalam laporan penelitian.

Dependability dari data kualitatif adalah kestabilan data dari waktu ke

waktu pada tiap kondisi. Untuk mencapai dependability adalah dengan inquiry

audit yaitu dengan melibatkan penelaah eksternal untuk penelaahan data serta

dokumen yang mendukung secara detail dan menyeluruh. Penelitian ini

melibatkan pembimbing tesis sebagai reviewer eksternal.

Universitas Sumatera Utara


122

Comfirmability adalah objektivitas atau netralitas data, dimana tercapainya

persetujuan antara dua orang atau lebih tentang relevansi dan arti dari data (Polit

& Beck, 2012). Peneliti menunjukkan transkrip hasil wawancara serta catatan

lapangan, tabel kategori, sub tema dan tema pada pembimbing sebagai penelaah

eksternal.

Transferability (validitas eksternal) menunjukkan derajat ketepatan atau

dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil.

Digunakan uji ini karena dapat diterapkan pada subjek yang lain mempunyai

karakteristik yang sama dengan subjek penelitian yang diambil. Supaya orang lain

dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk

menerapkan hasil penelitian tersebut, peneliti dalam membuat laporannya harus

memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya.

Transferability yang dilakukan pada penelitian ini melalui penyediaan laporan

penelitian sebagai thick description. Thick description berarti peneliti menyimpan

semua arsip, materi selama proses penelitian.

Authenticity mengacu pada sejauh mana peneliti secara adil dan setia

menunjukkan berbagai realitas. Hasil penelitian memiliki keaslian jika mengajak

pembaca menjadi mewakili pengalaman dari kehidupan yang digambarkan, dan

memungkinkan pembaca untuk mengembangkan kepekaan yang meningkat

terhadap isu-isu yang digambarkan. Hasil penelitian mencapai keaslian, pembaca

lebih mampu memahami kehidupan yang digambarkan "perputaran," dengan

beberapa mood, perasaan, pengalaman, bahasa, dan konteks yang hidup.

Universitas Sumatera Utara


123

3.8 Pertimbangan etik

Informed consent merupakan prasyarat untuk semua penelitian yang

melibatkan subyek diidentifikasi. Polit dan Beck (2012), mendefinisikan informed

consent adalah suatu izin yang berarti peserta memiliki informasi yang cukup

mengenai penelitian, mampu memahami informasi tersebut dan memiliki

kekuatan pilihan bebas, memungkinkan mereka untuk menyetujui secara sukarela

dan berpartisipasi dalam penelitian atau menolak partisipasi.

Prinsip etik yang diterapkan pada penelitian ini akan dikaji dengan teliti

untuk mendapat ethical clearance setelah disetujui oleh Komite Etik Penelitian

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian

menerapkan prinsip etika penelitian kualitatif yang terdiri dari Autonomy,

beneficence, nonmaleficence, anonymity dan justice (Polit & Hungler, 2005).

Prinsip Autonomy merupakan prinsip menghargai martabat manusia

dengan memberikan hak untuk menentukan pilihan dan hak mendapat penjelasan

secara lengkap. Peneliti memberikan kebebasan pada partisipan dalam

menentukan pilihan untuk ikut serta sebagai partisipan atau tidak tanpa paksaan,

sehingga keikutsertaan dalam penelitiaan bersifat sukarela. Peneliti menjelaskan

bahwa tidak akan keberatan jika dalam proses wawancara partisipan memutuskan

menghentikan keterlibatannya. Pada proses penelitian ini semua partisipan telah

menyetujui untuk berpartisipasi dengan menandatangani lembar persetujuan.

Prinsip Beneficence merupakan prinsip menghargai martabat manusia dan

prinsip keadilan. Agar prinsip beneficence terpenuhi maka peneliti memastikan

bahwa penelitian yang akan dilakukan bebas dari bahaya fisik maupun emosional

Universitas Sumatera Utara


124

dan eksploitasi serta memberikan manfaat bagi partisipan. Pada saat wawancara

peneliti berusaha menghindari pertanyaan yang memungkinkan dapat

menyebabkan ketidaknyamanan partisipan (merasa tereksploitasi) dan dapat

menstimulus timbulnya emosional atau peneliti tidak memaksa partisipan untuk

mengungkapkan hal-hal yang tidak ingin diceriterakan.

Peneliti memberi kebebasan pada partisipan untuk menentukan waktu,

tempat dan lamanya proses wawancara serta peneliti berusaha melaksanakan

wawancara sesuai kesepakatan partisipan karena partisipan menyediakan

wawancara sesuai waktu kosong partisipan atau setelah selesai bertugas.

Prinsip Nonmaleficence merupakan prinsip meminimalkan kerugian pada

partisipan. Peneliti mengakhiri atau menghentikan pengumpulan data pada

partisipan tiga saat wawancara karena kurang sehat, kemudian sesuai permintaan

partisipan yang akan menghubungi lagi peneliti untuk melanjutkan wawancara.

Prinsip Anonymity merupakan prinsip dimana peneliti harus menjaga

kerahasiaan partisipan dan menjamin bahwa data yang diberikan partisipan

dirahasiakan atau tidak dipublikasikan kepada pihak yang tidak terkait. Hak

anonymity dipenuhi peneliti dengan tidak mencantumkan nama partisipan atau

hanya mencantumkan inisial/kode pada lampiran data demografi partisipan.

Prinsip Justice merupakan hak mendapatkan perlakuan yang adil dan hak

mendapatkan keleluasaan pribadi. Peneliti menghargai partisipan sesuai dengan

norma yang berlaku. Untuk memenuhi prinsip ini maka peneliti memperlakukan

semua partisipan secara adil dengan tidak membeda-bedakan dan memberikan hak

sama pada semua partisipan.

Universitas Sumatera Utara


125

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam

pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien terminal

kanker nasofaring penelitian yang dibahas adalah karakteristik partisipan dan tema

hasil analisa data penelitian.

4.1 Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang. Kesepuluh partisipan

dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai.

Partisipan adalah perawat di RA3 RSUP. H. Adam Malik Medan. Karakteristik

partisipan pada penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, agama, pendidikan

terakhir dan masa kerja di RA3 . Dari kesepuluh partisipan mayoritas partisipan

berusia antara 45 - 49 tahun (n=4, 40%), beragama kristen (n=8, 80%), pendidikan

terakhir S1 keperawatan (n=7, 70%), masa kerja 1- 5 tahun (n=6, 60%) dan semua

partisipan berjenis kelamin perempuan. Data demografi partisipan dapat dilihat

pada Tabel 4.1.

Universitas Sumatera Utara


126

Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)


Usia
20 – 24 tahun 1 10
25 – 29 tahun 1 10
30 – 34 tahun 1 10
35 – 39 tahun 1 10
40 – 44 tahun 1 10
45 – 49 tahun 4 40
50 – 54 tahun 1 10
Jenis kelamin
Perempuan 10 100
Laki-laki 0 0
Agama
Islam 2 20
Kristen Protestan 8 80
Pendidikan terakhir
S1 Keperawatan 7 70
DIII Keperawatan 3 30
Masa kerja di RA3
1 – 5 tahun 6 60
6 – 10 tahun 2 20
11 – 15 tahun 1 10
16 – 20 tahun 1 10

4.2 Hasil analisa penelitian pengalaman perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring.

Hasil penelitian ini menjelaskan tentang berbagai tema yang

diperoleh dari hasil wawancara, yang dianalisis sesuai dengan metode Collaizi.

Hasil wawancara berupa transkrip tertulis dilakukan dengan content analysis

dengan manual sesuai dengan metode Collaizi. Berdasarka hasil analisis

ditemukan ada 6 tema yaitu (1) Pengalaman perawat dalam melakukan pengkajian

keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring, (2) Pengalaman perawat

dalam menegakkan diagnosa keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring

(3) Pengalaman perawat dalam menentukan intervensi pada klien terminal kanker

Universitas Sumatera Utara


127

nasofaring, (4) Pengalaman perawat dalam memanagement berkabung pada klien

terminal kanker nasofaring, (5) Tantangan dalam memberikan asuhan perawatan

pada klien kondisi terminal kanker nasofaring dan (6) Harapan meningkatkan

pelayanan asuhan keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring yang lebih

baik.

Tidak ada tema – tema yang sesuai berdasarkan dengan teori kerangka

konsep yang sudah dijelaskan. Sedangkan temuan baru yang didapatkan setelah

penelitian adalah (1) Pengalaman perawat dalam melakukan pengkajian

keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring, (2) Pengalaman perawat

dalam menegakkan diagnosa keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring

(3) Pengalaman perawat dalam menentukan intervensi pada klien terminal kanker

nasofaring, (4) Pengalaman perawat dalam memanagement berkabung pada klien

terminal kanker nasofaring, (5) Tantangan dalam memberikan asuhan perawatan

pada klien kondisi terminal kanker nasofaring dan (6) Harapan meningkatkan

pelayanan asuhan keperawatan pada klien kondisi terminal kanker nasofaring

yang lebih baik.

4.3 Pengalaman perawat dalam melakukan pengkajian keperawatan pada

klien terminal kanker nasofaring.

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan pengkajian yang mereka

lakukan adalah dengan mengukur, mengobservasi, mendengarkan keluhan yang

disampaikan klien/keluarga didukung dengan hasil laboratorium. Pengkajian

merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,

Universitas Sumatera Utara


128

mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik

fisik, mental, sosial dan lingkungan.

1. Pengumpulan data – data/informasi klien terminal kanker nasofaring.

Berdasarkan hasil analisa data didapatkan dalam pengkajian pada klien

kanker nasofaring yaitu (1) Mengkaji status nutrisi, (2) Mengkaji nyeri, (3)

Mengkaji gangguan tidur, (4) Mengkaji gangguan psikologis, (5) Mengkaji

gangguan pernafasan dan (6) Mengkaji gangguan mobilitas fisik.

1.1 Mengkaji status nutrisi

Partisipan dalam penelitian ini menyebutkan status nutrisi adalah klien

tidak ada nafsu makan. Kekurangan nutrisi merupakan penurunan berat badan

akibat ketidakmampuan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme. Hal ini

sesuai dengan pernyataan berikut:

“Luka menyebabkan pendarahan, bisa terjadi anemia pada


pasien-pasien tersebut dan penurunan berat badan”
(Partisipan 1)

“Kondisi pasien yang sangat lemah, nafsu makannya sudah


berkurang, nyeri saat menelan dan klien menolak untuk
makan, klien mual dan muntah”
(Partisipan 2)

“Bau luka kanker itu bau banget, bau itu juga menurut saya
bisa mengurangi nafsu makan klien, pada klien NPC kulit
tampak kering”
(Partisipan 6)

“Klo masalah nutrisi kita hitunglah IMT nya yaitu Berat


Badan (kg) / Tinggi Badan (m)²”
(Partisipan 7)

Universitas Sumatera Utara


129

1.2 Mengkaji nyeri

Partisipan dalam penelitian ini menyebutkan dalam mengkaji nyeri adalah

klien mengeluhkan nyeri. Nyeri merupakan sensori subyektif dan emosional yang

tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual

maupun potensial. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Adanya luka pada benjolan di leher, itu kan menyebabkan


nyeri, klien tampak meringis kesakitan”
(Partisipan 1)

“Nyeri saat menelan, sesak, klien tampak gelisah”


(Partisipan 2)

“Pengkajian nyeri dengan gambar-gambar. Kita lihat


wajahnya menunjukkan skala nyeri berapa.”
(Partisipan 3)

“Perawat mulai dari pengkajian nyeri dengan kita


menunjukkan angka 1 sampai dengan 10 pada pasien kita
arahkan kepada pasien pertama dulu kita kasih tahu dulu
penjelasan dari angka-angka tersebut dari mulai angka tidak
nyeri, 1 2 3 nyeri ringan, 4-6 adalah nyeri sedang, 7-10 nyeri
berat. Jadikan kita tanyakan kepada pasien bapak berada
pada posisi angka berapa? Kemudian akan menunjukkan
pada angka yang sesuai dengan keluhan pasien tersebut.
Biasanya klien kanker nasofaring itu pada nyeri barat.”
(Partisipan 6)

“Nyeri pada penurunan kesadaran perawat mengkaji dari


HRnya meningkat, pernapasannya meningkat, dan kadang
klien gelisah”
(Partisipan 10)

1.3 Mengkaji gangguan tidur

Partisipan dalam penelitian ini menyebutkan dalam mengkaji gangguan

tidur adalah klien mengeluhkan susah tidur. Hal ini sesuai dengan pernyataan

berikut:

Universitas Sumatera Utara


130

“Nyeri, sesak, klien gelisah juga dapat mengganggu tidur”


(Partisipan 2)

“Klien mengeluhkan susah tidur, tampak klien lemas dan


tidak fokus”
(Partisipan 8)

“Klien tampak lesu, mata cekung, klien biasanya mengatakan


cemas akan penyakitnya”
(Partisipan 9)

1.4 Mengkaji gangguan psikologis

Partisipan dalam penelitian ini menyebutkan dalam mengkaji gangguan

psikologis adalah klien mengeluhkan kecemasan dan pasrah. Hal ini sesuai

dengan pernyataan berikut:

“Pasien kanker nasofaring sering mengalami depresi, mereka


mengatakan sudah tidak berdaya lagi, kecemasan akan
kematian, kalau pasien depresi biasanya klien mudah marah,
sulit diajak komunikasi”
(Partisipan 1)

Kebanyakan mereka putus asa pada klien stadium akhir,


Menarik diri dari interaksi sosial masyarakat. Kalau saya
lihat mereka itu kurang terbuka, klien tampak menutup diri,
minder, dan harga diri rendah. Klien harga diri rendah yang
saya maksud adalah klien yang kurang kepercayaan diri.”
(Partisipan 5)

“Klien yang sudah stadium lanjut biasanya suka marah-


marah, apalagi dengan keluarga klien. Kadang ada juga
sampai menanggis karena memikirkan penyakitnya”
(Partisipan 8)

1.5 Mengkaji gangguan pernafasan

Partisipan dalam penelitian ini menyebutkan dalam mengkaji gangguan

pernafasan adalah klien mengeluhkan sesak nafas. Hal ini sesuai dengan

pernyataan berikut:

Universitas Sumatera Utara


131

“Nyeri, sesak, klien tampak gelisah”


(Partisipan 2)

“Hidung terasa sumbat, kepala terasa sakit terus”


(Partisipan 3)

“Klien susah mengeluarkan sekretnya, biasanya kami hitung


pernafasan, HR dan tekan darah pasien”
(Partisipan 5)

1.6 Mengkaji hambatan mobilitas fisik

Partisipan dalam penelitian ini menyebutkan dalam mengkaji gangguan

mobilitas fisik adalah klien total care. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Kondisi pasien yang sangat lemah, nafsu makannya sudah


menurun dan memantau klien akan adanya kelelahan fisik”
(Partisipan 2)

“Klien kanker nasofaring dengan kondisi rata-rata penurunan


kesadaran, mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi”
(Partisipan 3)

“Kalau mobilitas fisik biasanya saya lihat kekuatan otot,


keterbatasan klien dalam bergerak”
(Partisipan 5)

Tabel 4.2.
Matriks Tema
Pengalaman Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Paliatif Pada
Klien Kanker Nasofaring
No Tema 1: Pengalaman perawat dalam melakukan pengkajian keperawatan
pada klien terminal kanker nasofaring
1 Sub Tema: Kategori :
Pengumpulan data – a. Mengkaji status nutrisi
data /informasi klien b. Mengkaji nyeri
terminal kanker c. Mengkaji gangguan tidur
nasofaring d. Mengkaji gangguan psikologis
e. Mengkaji gangguan pernafasan
f. Mengkaji hambatan mobilitas fisik

Universitas Sumatera Utara


132

4.4.Pengalaman perawat dalam menegakkan diagnosa keperawatan pada

klien terminal kanker nasofaring.

1. Daftar diagnosa keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring.

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan diagnosa keperawatan yang

ditegakkan dari data-data yang didapat dari pengkajian. Diagnosa keperawatan

merupakan keputusan klinik tentang respon individu dan keluarga tentang

masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar intervensi keperawatan

untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.

Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Diagnosa keperawatan yang di tegakkan pada klien terminal


NPC kecemasan, ketakutan ancaman kematian.”
(Partisipan 1)

“Pola nafas tidak efektif, bersihkan jalan nafas”


(Partisipan 4)

“Nyeri, menarik diri dan gangguan citra diri”


(Partisipan 5)

“Mual”
(Partisipan 7)

“Mobilitas fisik”
(Partisipan 10)

Universitas Sumatera Utara


133

Tabel 4.3.
Matriks Tema
Pengalaman Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Paliatif Pada
Klien Kanker Nasofaring
No Tema 2: Pengalaman perawat dalam menegakkan diagnosa keperawatan
pada klien terminal kanker nasofaring.
1 Sub Tema: Kategori :
Daftar diagnosa a. Ketakutan
keperawatan pada b. Kecemasan
klien terminal kanker c. Pola nafas tidak efektif
nasofaring. d. Bersihan jalan nafas
e. Mual
f. Nyeri
g. Menarik diri
h. Gangguan citra diri
i. Gangguan Mobilitas fisik

4.5 Pengalaman perawat dalam menentukan intervensi pada klien terminal

kanker nasofaring.

Intervensi merupakan tindakan yang dirancang untuk membantu klien

dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam

hasil yang diharapkan. Berdasarkan hasil analisa data didapatkan 2 pengalaman

perawat dalam menentukan intervensi pada klein kanker yaitu (1) Perawat yang

memahami tindakan keperawatan klien terminal kanker nasofaring dan (2)

Perawat yang tidak memahami tindakan keperawatan klien terminal kanker

nasofaring.

4.5.1 Perawat yang memahami tindakan keperawatan klien terminal

kanker nasofaring

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan intervensi yang dilakukan

pada klien terminal kanker nasofaring adalah dengan meningkatkan kualitas hidup

pasien. Kualitas seseorang hidup sering dikaitkan dengan penyesuaian individu

untuk beradaptasi terhadap perubahan akibat kondisi barunya orang mampu

Universitas Sumatera Utara


134

menyesuaikan atau beradaptasi, meliputi kebutuhan fisik, emosi, sosial dan

spiritual, pada perawatan paliatif menunjukkan klien dapat beraktivitas sehari-hari

dengan nyaman. Berdasarkan analisa data didapatkan ada 5 peningkatan kualitas

hidup pada klien kanker nasofaring yang terdiri dari (1) Memperhatikan kondisi

fisik klien, (2) Memperhatikan kondisi psikologis klien (3) Memperhatikan

kondisi spiritual klien, (4) Respek/menghargai dan (5) Kematian yang damai.

1. Memperhatikan kondisi fisik klien

Beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa

memperhatikan kondisi fisik klien adalah peduli dengan kondisi klien. Perawatan

ini tidak dibatasi pada perawatan diakhir kehidupan, dan meliputi manajemen

gejala dengan memperhatikan semua keluhan yang menonjol dari kondisi klien.

Partisipan pada penelitian ini mencontohkannya dengan melakukan tindakan

keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan yang ditemukan pada klien

NPC seperti (1) Menggurangi rasa nyeri, (2) Mengatasi gangguan pernafasan, (3)

Perawatan luka, (4) Mengatasi masalah perdarahan, (5) Mengatasi mual dan

muntah, (6) Peduli, (7) Mengatasi gangguan tidur, (8) Penurunan kesadaran, (9)

Komunikasi, (10) Observasi, (11) Edukasi, (12) Perawatan oleh pengasuh, (13)

Sumbatan pada hidung, (14) Kolaborasi dan (15) Perawatan saat meninggal.

1.1 Menggurangi rasa nyeri

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan menggurangi rasa nyeri

dengan teknik pengalihan perhatian klien. Teknik memfokuskan perhatian pasien

pada sesuatu selain pada nyeri. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

Universitas Sumatera Utara


135

“Mengajak bercerita, mencoba untuk mengalihkan


pikirannya, mengalihkan dengan tarik nafas panjang”
(Partisipan 1)

“Membuat posisi yang nyaman, menjauhkan pasien dari


kebisingan, kita usahakan pasiennya diruangan yang
nyaman, di pinggir deket jendela jadi dia bisa memandang
keluar”
(Partisipan 2)

“Mengalihkan nyeri dengan menyuruh membaca, misalnya


suka membaca koran, kita suruh keluarga menyediakan
Koran untuk klien”
(Partisipan 5)

“Relaksasi, atau dengan mendengarkan musik.”


(Partisipan 6)

“Dengan memijat tangan atau punggung klien dapat


mengurangi nyeri klien”
(Partisipan 9)

“Saya edukasi untuk membaca Al’Quran kalau tidak bisa


saya suruh keluarganya untuk membacanya disamping klien,
yang beragama Kristen saya anjurkan putar lagu-lagu
rohani.”
(Partisipan 10)

1.2 Mengatasi gangguan pernafasan

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan mengatasi gangguan

pernafasan dengan memberikan posisi yang nyaman untuk klien. Perawat bertugas

untuk memenuhi kebutuhan dasar klien secara holistic memiliki tanggung jawab

untuk membantu pemenuhan kebutuhan oksigen klien yang tidak adekuat. Hal ini

sesuai dengan pernyataan berikut:

“Diajarkanlah batuk efektif, hirup napas dalam tahan napas


sampai hitungan ke 3, batukkan dengan kuat 2 atau 3 kali
secara berturut-turut dan minta pasien untuk keluarkan
dahak pada sputum pot, bisa kita lakukan fisioterapi dada.”
(Partisipan 5)

Universitas Sumatera Utara


136

“Pola nafas tidak efektif dengan mengatur posisi, misalnya


kita buat bantal di punggungnya dengan posisi semi flower”
(Partisipan 8)

1.3 Perawatan luka

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan perawatan luka pada klien

NPC dilakukan dengan sangat hati-hati. Perawatan luka merupakan suatu teknik

aseptik yang bertujuan membersihkan luka dari debris untuk mempercepat proses

penyembuhan luka. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Ya kalau perawatan luka, kita lihat bagaimana kondisi


lukanya itu ya, apakah lukanya banyak, bernanah dan
kedalamannya. Konsistensinya agak lunak-lunak gitu, jadi
kita tidak boleh melakukan penekanan, kita harus pelan-
pelan gitu. Perawatan luka harus steril, membersihkan
dengan NaCl tutup luka dengan kassa steril.”
(Partisipan 2)

1.4 Mengatasi masalah perdarahan

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan mengatasi masalah perdarahan

pada klien NPC dengan melakukan penekanan pada daerah perdarahan. Hal ini

sesuai dengan pernyataan berikut:

“Mengatasi perdarahan dengan menekan luka secara


langsung menggunakan kain kassa, dan langsung
melaporkan kepada dokter penanggung jawab klien”
(Partisipan 4)

“Kalau menanggani masalah perdarahan kita deep dulu


dengan kassa, kita observasi perdarahannya kita ukur
berapa banyak keluar darah lalu kita laporkan kepada
dokter.”
(Partisipan 8)

Universitas Sumatera Utara


137

1.5 Mengatasi mual dan muntah

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan cara mengatasi mual dan

muntah dengan memeberikan penejelasan agar tidak mengkonsumsi makanan

yang meranggsang mual dan muntah. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Muncul rasa mual, kita anjurkan makan makanan yang


tidak merangsang”
(Partisipan 1)

“Menyuruh klien makan sedikit-sedikit tapi sering, jangan


yang mengandung asam.”
(Partisipan 2)

“Minumlah minum air hangat, jadi saya sarankan kalau


makanan datang saya suruh bagi dua jadi sebagian di
simpan sebagian di makan, agar klien selera makan saat
memakan makannya kembali, menedukasi klien tidak boleh
makanan yang mengandung penyedap, makanan yang pedas
dan mengandung asam”
(Partisipan 9)

1.6 Peduli

Partisipan dalam penelitian ini menerapkan kepedulian kepada pasien

dengan cara memberi perhatian. Perhatian yang diberikan partisipan seperti

bertanya pada pasien terkait kondisinya, mengingatkan pasien untuk memenuhi

kebutuhan dasar, mendatangi pasien jika dibutuhkan dan meyakinkan pasien

bahwa perawat yang akan merawatnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Perawat harus dekat dengan klien, setiap pagi kita menyapa


klien, menanyakan apa keluhan mereka, menyatakan kepada
klien kita sudah menjadi bagian dari dia jadi jangan merasa
segan untuk bertanya dan meminta bantuan kepada kami”
(Partisipan 1)

“Berusaha memenuhi kebutuhan klien, misalnya


memandikan klien dengan dibantu keluarga”
(Partisipan 2)

Universitas Sumatera Utara


138

“Klien terminal kita harus selalu berada disamping klien”


(Partisipan 3)

“Semua tindakan yang akan kita lakukan harus kita


komunikasikan dengan klien.”
(Partisipan 5)

“Memotivasi klien dan keluarga agar tetap semangat, tidak


putus asa dan selalu berusaha untuk kesehatan klien.”
(Partisipan 8)

1.7 Mengatasi gangguan tidur

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan mengatasi ganguan tidur klien

dengan menyuruh klien membaca sebelum tidur. Gangguan tidur dikarenakan

masalah medis dan faktor lingkungan yang biasanya menyebabkan tidur

terganggu, mengakibatkan kurang atau kualitas tidur yang buruk. Hal ini sesuai

dengan pernyataan berikut:

“Kita sarankan kepada klien berdoa kalo mau tidur, kita


berdoa baca-baca Qur'an supaya jadi mudah tidurnya, kalo
misalnya kristen bacalah doa injil, trus baca-baca majalah,
lama-lama kan kita lelah, jadi mengalihkan dari memikirkan
rasa sakit atau kecemasan terhadap penyakit.”
(Partisipan 9)

1.8 Penurunan kesadaran

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan pada klien dengan penurunan

kesadaran yang dilakukan perawat adalah total care. Penurunan kesadaran

merupakan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga/tidak terbangun

secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap

stimulus. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Klien terminal biasanya penurunan kesadaran jadi kita


miringkan setiap 3 jam sekali, miring kekanan dan kekiri,
terus menjaga agar tidak luka di punggung dengan

Universitas Sumatera Utara


139

mengoleskan minyak dan memperhatikan agar tidak ada


penekanan berlebih di daerah yang mudah terjadi dekubitus”
(Partisipan 9)

“Klien dengan penurunan kesadaran otomatis total care jadi


semua kebutuhannya kita dan keluarganya yang memenuhi,
misalnya makan, minum, dan memandikan klien ”
(Partisipan 10)

1.9 Komunikasi

Klien yang dirawat dirumah sakit memiliki hak untuk mendapatkan

informasi terkait dengan kondisinya. Sebuah diskusi terbuka dan peduli tentang

apa yang harus mengantisipasi dalam proses sekarat mengurangi kejadian

ketakutan dan kekhawatiran. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Biasanya klien dengan NPC mengalami gangguan dalam


komunikasi, klien sudah susah untuk berbicara, jadi kami
perawat menyarankan keluarga untuk menyediakan buku
atau papan untuk komunikasi, jadi klien bisa berkomunikasi
melalui tulisan”
(Partisipan 2)

“Yang tidak bisa berbicara lagi biasanya klien


mengungkapkan dengan bahasa isyarat, atau dengan
menunjukkan sesuatu kepada perawat atau keluarga”
(Partisipan 6)

“Komunikasi dengan cara keterbukaan jadi tidak ada salah


persepsi antara perawat dan klien”
(Partisipan 8)

1.10 Observasi

Partisipan mengobservasi keadaan umum pasien yang mereka rawat

dengan menanyakan keluhan klien, reaksi obat dan memantau tanda-tanda vital.

Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara


140

“Obat oral yang diberikan dokter, saya tetap memantau


gimana reaksi obat yang diberikan tadi karena yang
memberikan obat kan tetap perawat”
(Partisipan 2)

“Klien dengan keadaan terminal perawat memantau tanda-


tanda vital misalnya pernafasannya,HR, tekanan darahnya.
Memantau keadaan umum klien”
(Partisipan 4)

1.11 Pendidikan kesehatan

Beberapa partisipan memberi informasi kesehatan adalah saat memberikan

Penkes kepada pasien dan keluarga pasien. Salah satu pemberian Penkes yang

partisipan lakukan adalah pemberian Penkes tentang kebutuhan klien, tindakan-

tindakan yang dilakukan pada klien dan cara pemenuhan nutrisi. Hal ini sesuai

dengan pernyataan dibawah ini:

“Edukasinya baik kebutuhannya pada pada saat dia dirawat


dirumah sakit atau apapun yang mereka butuhkan”
(Partisipan 1)

“Mengedukasi kepada keluarganya agar tidak mengkonsumsi


makanan yang mengandung penyedap rasa, atau makanan
yang diawetkan. Misalnya klien dengan riwayat merokok,
jadi mengedukasi kepada keluarga akibat dari merokok”
(Partisipan 2)

“Jadi kita sarankan dia untuk hidup sehat, makanlah sayur,


ikan, dengan air buah gitu.”
(Partisipan 3)

“Memberi penjelasan dari hasil lab Hbnya turun, itu juga


yang bisa menyebabkan cepat leukositnya turun dan
elektrolit. Menjelaskan penyebab dan penanggan Hb
menurun.”
(Partisipan 4)

Universitas Sumatera Utara


141

1.12 Perawatan oleh pengasuh

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan perawatan oleh pengasuh

adalah merawat klien bersama dengan keluarga klien. Keluarga klien yang sakit

parah biasanya berfungsi sebagai pengasuh utama dalam lingkungan perawatan

dan sering sangat terlibat dalam memberikan perawatan dalam pengaturan

perawatan paliatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Pasien terminal otomatis total care ya karena semua


apapun yang dilakukan pasien tersebut harus kita sama
lakukan dengan kerjasama keluarganya. Hal yang memang
harus dilakukan seorang perawat, tetap perawat yang
melakukan. Hal yang sebagian bisa di bantu keluarganya
tetap kita minta bantuan juga melibatkan keluarganya untuk
merawat dia. Keluarga lakukan adalah contohnya mengganti
pempesnya, personal hygine”
(Partisipan 1)

“Kita harapkan istrinya memberikan perhatian yang lebih


pada pasien yang nyeri tadi, pasiennya kalau dia kepalanya
sakit dielus-elus kepalanya. Jadi paling tidak ada nyerinya
berkurang gitu.”
(Partisipan 2)

“Posisi pun, posisi yang nyaman keluarga klien biasanya


melakukannya”
(Partisipan 7)

“Cerita-cerita kita suruh keluarga bernyanyi-nyanyi di


depannya bisalah biar agak nyerinya berkurang, Yah pada
keluarga itu tadi kita suruh dampingi selalu jangan
ditinggal.”
(Partisipan 8)

1.13 Sumbatan pada hidung

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan penangganan sumbatan pada

hidung dengan mengajarkan bernafas melalui mulut. Sumbatan pada hidung

Universitas Sumatera Utara


142

mengakibatkan gangguan pernafasan pada klien. Hal ini sesuai dengan pernyataan

berikut:

“Yang kita lakukan sama pasien itu biasanya kita suruh


pasien itu bernafas dari hidung, dan mengatur posisi klien,
dan kita lapor ke dokter”
(Partisipan 3)

1.14 Kolaborasi

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan berkolaborasi untuk tindakan

medis yang bukan wewenang perawat. Kolaborasi merupakan bentuk kerjasama,

interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait klien yang menerima akibat

dan manfaat dari tujuan kolaborasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Nyeri tidak berkurang, ada team manajemen nyeri jadi kita


konsulkan kebagian nyeri.”
(Partisipan 1)

“Kita lihat perdarahannya berapa jumlahnya apabila


misalnya lebih dari 100 cc, 50 sampai 100 cc atau lebih dari
itu, kita lapor ke dokter THT atau terapi untuk menangani
perdarahannya.”
(Partisipan 3)

“Menggunakan obat-obatan analgetic, keterolac yang telah di


kolaborasikan dengan dokter”
(Partisipan 5)

“Obat-obatan yang untuk analgetic seperti narkoba, MSP,


AMOXILIN dan Paracetamol.”
(Partisipan 6)

“Klien dengan NPC memasang NGT disini kita tidak


dianjurkan perawat yang masang karena lebih beresiko gitu.
jadi tetap disini kolaborasi dengan dokter.”
(Partisipan 7)

“Kita kan kolaborasi dengan gizi kalo pasien-pasien yang


disini, memang kolaborasi, memang orang itu pun turun
langsung juga orang bagian gizinya itu melihat dietnya apa,
penyakitnya apa dia cerita juga dengan ininya, karena

Universitas Sumatera Utara


143

meraka pun edukasi juga dengan keluarga mengenai gizi aaa


orang itu pun beredukasi juga, jadi kebiasaan ibu itu
dirumah pun orang itu mengkaji juga gitu, tekanan darahnya
menurun ya kita otomatis lapor ke dokter bahwasanya si
pasien tekanan darahnya turun, kita lapoor, nanti kan udah
ada instruksi dari dokter untuk menaikkan tekanan darahnya
kita laku kalo ada terapinya kita lakukan gitu.”
(Partisipan 10)

1.15 Perawatan saat meninggal

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan perawatan saat meninngal

adalah melakukan tindakan melepaskan alat-alat medis yang melekat pada klien

dan merapikan klien. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

“Perawatan saat meninggal yang dilakukan perawat adalah


membuka infus, NGT, ngikat-ngikat klien. Terus kita
hubungin kamar jenazah nanti dijemput. Biasa 10 menit kita
telpon dah datang petugas jenazah. Ngikat, tutup pake.
sampiran itu biar pasien sebelahnya tidak takut kan. Udah
disitu kita panggilah mobil jenazahnya.”
(Partisipan 3)

“Kita hanya melepas sepertti infus, kalo dia pakai NGT kita
lepas, kalo dia pakai trakeostomi kita lepas.”
(Partisipan 6)

2. Memperhatikan kondisi psikologis klien

Beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa

memperhatikan kondisi psikologis klien seperti klien mengeluhkan kecemasan

akan penyakitnya. Masalah psikologis seperti cemas, ketakutan, apatis, klien

cenderung bertengkar dengan keluarganya sering timbul pada klien kondisi

terminal. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut:

“Mendalami jiwanya menggunakan bahasa-bahasa yang


bisa mengerti pasien, menjelaskan penyakitnya, mencoba
untuk menerima penyakitnya dan tidak untuk emosi sehingga
pasien tersebut mau istilahnya tidak gampang emosi,

Universitas Sumatera Utara


144

pasiennya emosi kita tidak boleh emosi, bagaimana kita


mencoba masuk ke dunia pasien, bagaimana seandainya
saya menderita kanker, bagaimana psikologis saya. Paling
tidak dia tidak menjadi beban bagi orang lain supaya bisa
merawat diri sendiri dengan baik gitu”
(Partisipan 1)

“Dorongan ya, motivasi, memberikan penghiburan pada


pasiennya”
(Partisipan 2)

“Respek seorang perawat pada klien cancer ya, memotivasi


pasiennya dan kalo pasien-pasien yang sudah terminal
biasanyakan pasien-pasiennya itu sudah putus asa. Jadi kita
kan hanya bisa mengasih support, kita tidak boleh
mematahkan semangat dia begitu”
(Partisipan 6)

“Kalau klien terminal kita tetap mendampingi sama pasien..


kita tetap mendampingi, memenuhi kebutuhannya, kita kasih
kekuatan sama pasien”
(Partisipan 8)

“Respon kita kepada klien harus sabarlah, karena kalo pasien


yang kayak gitu ada yang dia tabah, ada dia yang mau
marah-marah aja, kita harus kasih penjelasan, ‘Pak, memang
kalo kita penyakitnya gini, walaupun saya gak gak mengalami
pasti itu udah pasti saya rasakan karena saya merawat pasien
ini bukan sebentar, udah begitu lama, memang begitulah Pak
sakitnya, tapi nanti kan dikasih obat kan ada kurangnya, ya
harus kita motivasi ya harus kita sabar-sabarkanlah, kalo
pasiennya ini marah kita kan gak boleh marah, kita memang
harus sabar orang memang itu tugas kita kan?Iyaaa diakan
dengan karna kan itulah ya dengan ketidakberdayaannya itu
harus kita datangi kita ajak ngobrol, bercanda-canda, tanya
rumahnya dimana, kadang lucu-lucu ketawa dia gitu, terus
biar macam mana pun kadang biar mana pun waktunya sibuk
biar macam mana kita harus harus ini sama pasien itu buat
lucu luculah, supaya dia itu rasanya rasanya dia gak kaku-
kaku harus pake ini, terus perawatnya jutek-jutek karena kan
kalo ke pasien kita kan seorang perawat itu gak bisa judes
gitu memang itu memang gak gak boleh karena disini orang
sakit semua, jadi kalo kita memang harus ramah, gak boleh
marah-marah, itulah kita supaya buat dia senang disini”
(Partisipan 9)
3. Memperhatikan kondisi spiritual klien

Universitas Sumatera Utara


145

Beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa

memperhatikan kondisi spiritual klien adalah perawat mengajak klien untuk

berdoa. Penyembuhan dapat dicapai melalui perjalanan spiritual seperti

mengingat, menilai, mencari makna, pemaaf, mendamaikan, mencintai, dan

memelihara harapan. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

“Perhatian sama pasien terminal NPC memberi semangat dan


menganjurkan pasien banyak berdoa”
(Partisipan 3)

“Pak, Bapak gak usah kecil hati, kalo orang meninggal itu
yang sehat juga meninggal, kalo yang masih gini Bapak ya
kita harus rajin berdoa, terus kita harus rajin berobat, terus
beribadah, karena orang sakit ini makin banyak kita
peluangnya untuk beribadah gitu, jadi harus kita dekatkan
diri sama Allah,’ Kalau sama yang Kristen sama Tuhan gitu,
jadi kita beri motivasi sebelah bapak itu lebih parah lagi
daripada Bapak, tapi mereka rajin untuk berobat, makan
obat, banyak makan yang sehat-sehat”
(Partisipan 9)

4. Respek/menghargai

Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa prinsip asuhan

keperawatan paliatif adalah sebagai bentuk kepedulian. Bentuk kepedulian

tersebut dimaknai seperti peduli pada pasien dan membantu memenuhi kebutuhan

pasien. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut :

“Jadi dia tetap melakukan segala aktivitasnya yang memang


dilakukan selama ini selagi dia masih bisa, merasa berguna
bagi orang lain, masih bisa bekerja kalau memang dia bisa,
paling tidak dia tidak menjadi beban bagi orang lain supaya
bisa merawat diri sendiri dengan baik gitu”
(Partisipan 1)

“Kebutuhannya itu apa saat itu yah kita penuhi kan gitu. Itu
aja sih”

Universitas Sumatera Utara


146

(Partisipan 5)

“Kalau kita menghadapi pasien terminal kita harus


mendekatkan diri juga sama keluarga pasien ini, kita anggap
juga pasien ini keluarga kita gitu”
(Partisipan 10)

5. Kematian yang damai

Beberapa partisipan mengatakan bahwa kematian yang damai dimaknai

sebagai kematian yang nyaman terbebas dari rasa nyeri. Pada klien dengan

kondisi terminal dimana diharapkan pada perawat untuk menghantarkan klien

dengan kematian yang tenang. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut:

“Menerima kematian itu juga dengan apa ya kematian yang


nyaman lah istilahnya”
(Partisipan 1)

“Kalau bisa meninggal yang tenanglah, kalo bisa dia dalam


keadaan tenanglah, jangan sampai dia itu meninggal kesakitan,
jerit-jerit, kan kasihan juga orang meninggal itu jerit-jerit itu
kesakitan, dalam keadaan tenanglah kalo memang meninggal
itu”
(Partisipan 9)

4.5.2 Perawat yang tidak memahami tindakan keperawatan klien terminal

kanker nasofaring.

Berdasarkan analisa data didapatkan data perawat yang tidak memahami

tindakan keperawatan klien terminal kanker nasofaring yaitu (1) Perawat

menyuruh keluarga klien melakukan suction dan perawatan trakeostomi, (2) Tidak

mengetahui management nyeri, (3) Perawat yang tidak melakukan koordinasi

pemuka agama, (4) Perawat tidak megerti perawatan kritis dan (5) Perawat tidak

mengetahui cara mengatasi masalah psikologis.

Universitas Sumatera Utara


147

1. Perawat menyuruh keluarga klien melakukan suction dan perawatan

trakeostomi.

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan keluarga dapat membantu

perawat dalam melakukan suction dengan klien terpasang trakeostomi. Perawat

yang jarang bekerja dengan klien kondisi terminal akan sulit mempertahankan dan

mengembangkan pengetahuan serta ketrampilan. Hal ini sejalan dengan

pernyataan berikut:

“Jadi kan dipasanglah trakreostomi. Jadi kalo keluarga itu


kita libatkan paling untuk saction, ganti perban, saction terus
ganti ganti anak kanul gitu”
(Partisipan 4)

“Biasanya... tindakan yang bisa dilibatkan dengan keluarga


suction karena pasien yang trakeostomy ini juga jadi sudah
terlatih keluarganya dengan menggunakan suction bisa juga
karena itukan dilakukan setiap beberapa menitkan jadi
dilakukan tindakan suction kadang orang itu juga bisa
melakukannya”
(Partisipan 7)

2. Tidak mengetahui management nyeri

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan perawat hanya bisa mengatasi

nyeri dalam skala nyeri 1-3 saja diatas itu dikolaborasikan dengan dokter. Hal ini

sejalan dengan pernyataan berikut:

“Karena kan kalo diruangan wewenang perawat itu skala


nyerinya sampai 3. Jadi perawat hanya bisa menanganinya
itu sampai 3, dan 4 5 6 itu dokter penanggungjawab, diatas 6
itu udah masuk ke pain manajemen.”
(Partisipan 5)

“Kalo kami dirumah sakit kalo mengatasi nyerinya itu kalau


1 sampe 3 itu masih bisa perawat, karena bisa dia di kasih
Paracetamol, itu bisa mengurangi nyeri, tapi nanti kalo udah
dia sedang itu nanti kita lapor sama dokternya, itu dikasih
ketorolac, tapi nyerinya antara 7 sampe 10, enam sampai 10

Universitas Sumatera Utara


148

itu kita konsulkan sama tim manajemennya rumah sakit, itu


biasanya dikasih paracetamol sama kodein ataupun morfin,
disuntikkan”
(Partisipan 9)

3. Perawat yang tidak melakukan koordinasi pemuka agama

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan perawat berkoordinasi dengan

pemuka agama apabila di minta oleh klien. Hal ini sejalan dengan pernyataan

berikut:

“Belum pernah melakukan koordinasi dengan pemuka agama


yang berada di RSUP H. Adam Malik, belum ada keluarga
yang minta didoakan. Karna mereka biasanya panggil
pendetanya sendiri gitu. Atau panggil apanya sendiri gitu.”
(Partisipan 5)

4. Perawat tidak megerti perawatan klien kritis

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan klien dalam keadaan terminal

perawatan yang dilakukan cukup di panggil oleh klien jika diperlukan. Hal ini

sejalan dengan pernyataan berikut:

“Kalu untuk selalu disitu kayaknya tidak mungkin, tapi kami


suruh lanjutkan kepada mahasiswa, kita libatkan mahasiswa,
disitu untuk memfollow dia juga, kita tetap kerja, kerja seperti
biasa sambil kita melihat dia, kalo disitu kita 24 jam kan gak
mungkin kan.”
(Partisipan 6)

“Istilahnya selalu tergantung juga kalau ada beberapa pasien


terminal yang gawat dengan 1 shiftnya cuma dua perawat
tidak mungkin stand by, cuma kalau dipanggil perawat
datanglah, Tidak selalu lah didampingi cuman stand by di on
call yang penting ada lah kalo dibutuhkan pasiennya”
(Partisipan 7)

“Kadang kalau ada mahasiswa kita anjurkan untuk


melihatnya.”
(Partisipan 8)

Universitas Sumatera Utara


149

5. Perawat tidak mengetahui cara mengatasi masalah psikologis

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan penanggan klien dengan

marah cukup di panggil satpam. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut:

“Kalau kita jumpai klien dengan marah-marah kita telepon


aja satpam Iya, yang seperti itu biarlah satpam yang
menghadapi karena kan sudah apa ya mengganggu sekali.”
(Partisipan 2)

Tabel 4.4.
Matriks Tema
Pengalaman Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Paliatif Pada
Klien Kanker Nasofaring
No Tema 3: Pengalaman perawat dalam menentukan intervensi pada klien
terminal kanker nasofaring.
1 Sub Tema: Kategori :
1.1 Perawat yang a. Memperhatikan kondisi fisik klien
memahami b. Memperhatikan kondisi psikologis klien
tindakan c. Memperhatikan kondisi spiritual klien
keperawatan d. Respek/menghargai
klien terminal e. Kematian yang damai.
kanker
nasofaring
1.2 Perawat yang a. Perawat menyuruh keluarga klien
tidak melakukan suction dan perawatan
memahami trakeostomi
tindakan b. Tidak mengetahui management nyeri
keperawatan c. Perawat tidak melakukan koordinasi
klien terminal dengan pemuka agama
kanker d. Perawat tidak mengerti perawatan klien
nasofaring. terminal
e. Perawat tidak mengetahui cara mengatasi
masalah psikologis

4.6 Pengalaman perawat dalam memanagement berkabung pada klien

terminal kanker nasofaring.

Berdasarkan hasil analisa data didapatkan 2 management berkabung yaitu (1)

Antisipasi berkabung dan (2) Dukungan saat berkabung.

1. Antisipasi berkabung

Universitas Sumatera Utara


150

Partisipan mengatakan antisipasi berkabung dilakukan oleh (1) Perawat

dan (2) Pemuka agama. berhubungan dengan nilai dan kepercayaan menjelang

ajal. Antisipasi berkabung berhubungan dengan penerimaan kemungkinan

kematian pasien.

1.1 Antisipasi berkabung dari perawat.

Beberapa partisipan melakukan antisipasi berkabung dengan cara

menyuruh kepada klien dan keluarga untuk selalu berdoa. Hal ini sesuai dengan

pernyataan dibawah ini:

“Kita menganjurkan kepada pasien itu pada prinsipnya


harus semangat hidup, tetap berjuang dan banyak berdoa.”
(Partisipan 3)

“Setelah pasien dalam keadaan kritis. Kalau kita anjurkan


pada keluarganya, bu tetap berdoa kepada Tuhan atau
apapun rencana yang diberikan kepada kita, kita harus kuat.
karenakan penyakit yang diderita bapak ini adalah penyakit
kanker sudah stadium terminal, harapannya sudah kalo
menurut medis itu sudah kecil. Tapi tetap kita berharap,
berdoa agar bapak tetap sehat, tetap kita kasih semangat
pada keluarganya. Tapi rencana itu bukan kita yang
menentukan.”
(Partisipan 6)

“Kita jangan kita lupa ya satu kita harus mohon ampun itu
jangan lupa mohon ampun sama Allah’ gitu ya, keluarga pun
harus kita suruh baca yasin, baca yasiin ini bukan untuk
orang yang meninggal aja ini untuk yang sakit pun ada, nanti
saya dibacakan yasiin seolah-olah itukan orangnya mau
meninggal gitu, itu gak juga, jadi itu bukan karena untuk
orang yang meninggal aja orang yang sakit dibacakan yasiin
terus diingat-ingatkan, kalo orang yang kristen kalo
keluarganya suruhlah berdoa itulah.”
(Partisipan 8)

“Tapi saya bilang ya baca-baca itu ajalah kalo memang ada


bacaa aaa Qur’an aaaa berzikirlah, jadi setiap saat Bapak

Universitas Sumatera Utara


151

berzikir ajalah dalam hati, tapi kalo yang kristen yaa suruh
berdoalah ya”
(Partisipan 9)

1.2 Antisipasi berkabung dari pemuka agama.

Beberapa partisipan mengatakan pemuka agama berperan memberikan

dukungan spiritual sesuai den kepercayaan klien. Pemuka agama dapat membantu

dalam hal support emosional klien. Hal ini sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Pastoral care yaitu pasien-pasien terminal itu wajib kalau


dia muslim kita bisa panggil Ustadnya, kalau dia Kristen kita
panggil pendetanya”
(Partisipan 1)

“Hanya memberi suport kepada dia kalo perlu dia dilayani


kerohaniannya kita panggilkan eee pendeta atau ustad.”
(Partisipan 6)

“Kalo dulupun pernah ada juga ustadz kita panggil, kalau


misalnya perlu sewaktu-waktu kita panggil ustadz supaya
ustadz itu mendoakan klien”
(Partisipan 9)

2. Dukungan saat berkabung

Beberapa partisipan mengatakan dukungan saat berkabung adalah

memberikan penghiburan kepada keluarga. Reaksi kesedihan yang ditahan dan

kesedihan yang berkepanjangan diekspresikan dengan penyangkalan atau

penolakan karena merasa kehilangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dibawah

ini:

“Perawat tetap mendampingi menghantarkan pasien sampai


di kematian pasien tersebut”
(Partisipan 1)

“Kalau kita menghadapinya palingan memberikan kata-kata


penghiburan, kata-kata meyakinkan. Karena kan cobaan itu

Universitas Sumatera Utara


152

setiap manusia juga punya cobaan gitu kan. Yah pokoknya


memberikan kata-kata motivasi itu aja.”
(Partisipan 8)

“Kalau meninggal, bu, memang udah sampe disini ya, Ibu


keluarga ya harus tabah kita melihat kondisi Bapak, kalo gini
terus ya kasihan, kita sudah berusaha, dokter pun udah
ngasih semua, cuma Allah berkehendak lain, memang dia
sayang sampe disini”
(Partisipan 9)

Tabel 4.5.
Matriks Tema
Pengalaman Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Paliatif Pada
Klien Kanker Nasofaring
No Tema 4: Pengalaman perawat dalam memanagement berkabung pada
klien terminal kanker nasofaring.
1 Sub Tema: Kategori :
1.1 Antisipasi a. Antisipasi berkabung dari perawat.
berkabung b. Antisipasi berkabung dari pemuka agama
1.2 Dukungan saat a. Dukungan saat berkabung yang dilakukan
berkabung perawat

4.7 Tantangan dalam memberikan asuhan perawatan pada klien kondisi

terminal kanker nasofaring.

Berdasarkan hasil analisa data didapat tantangan dalam memberikan

asuhan keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring yaitu (1) Hambatan

pasien dan keluarga, (2) Hambatan dari tim medis.

1. Hambatan pasien dan keluarga

Berdasarkan hasil analisa data didapat hambatan pasien dan keluarga yaitu

(1) Tuntutan keluarga, (2) Klien pasrah.

Universitas Sumatera Utara


153

1.1 Tuntutan keluarga

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan hambatan dari keluarga dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring adalah

tuntutan dari keluarga. Hal ini sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Kadang sekali-sekali keluarganya bolak-balik datang,


marah-marah karena lama melihat klien, datang keluarga
yang baru bolak-balik kaya mana ini itu padahal pasiennya
sudah pasien terminal seperti itu.”
(Partisipan 2)

1.2 Klien pasrah

Klien yang dirawat dirumah sakit biasa timbul masalah psikologis seperti

sedih, cemas, takut, marah, dan pasrah, masalah psikologis bisa memperlambat

tindakan keperawatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Hambatannya kadang ini aja kalo misalnya pasien itu


sudah tau kalo dia udah terminal dia tidak mau diapa-apain
lagi gitu. udahlah Pasrah kami.. udahlah gitu..”
(Partisipan 7)

“Saya gini gini aja pun tinggal nunggu matinya aja ini, 'bu,
udahlah gak usah berobat lagi, udah capek saya, udah
berapa kali kek gini gini gini gini' gitu, udah capek.”
(Partisipan 9)

2. Hambatan dari tim medis

Berdasarkan hasil analisa data didapat tantangan dalam memberikan

asuhan keperawatan dari tim medis yaitu (1) Perawat yang mengalami kejenuhan,

(2) Jumlah pasien tidak sebanding dengan jumlah perawat, (3) Kolaborasi dengan

dokter dan (4) Hambatan dari pemuka agama.

Universitas Sumatera Utara


154

1.1 Perawat yang mengalami kejenuhan

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan hambatan dalam memberikan

asuhan keperawatan paliatif bisa juga didapatkan pada perawat yang mengalami

kejenuhan akan rutinitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Kalau dibilang kesal, gundah atau apa bosan kadang


kadang pasti mungkin, kalaupun kita sudah berusaha
semaksimal mungkin tapi kadang kadang ada juga kan
pasien yang satu satu yang di luar dari apa yang kita
inginkan gitu kesal juga.”
(Partisipan 1)

1.2 Jumlah pasien tidak sebanding dengan jumlah perawat

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan hambatan dalam memberikan

asuhan keperawatan paliatif bagaimana asuhan keperawatan paliatif bisa baik

kalau jumlah perawat tidak sebanding dengan jumlah klien. Hal ini sesuai dengan

pernyataan dibawah ini:

“Seperti tadi saya bilang. Saya masi ngomong sama bapak


itu yang satu sudah manggil. Karena apa, karena memang
kita kan tetap memperkenalkan diri sama pasien jadi suster
kan setiap pagi kan kita jalan ya melihat pasien jadi saya
susternya, jadi pasien itu kan lihat perawat lain pun kan
tetap kita juga yang dikejar walaupun kita lagi menangani
pasien lain. Jadi memang itu hambatan sekali ya, karena kita
2 perawat bisa merawat 20 pasien. Nah itu gak mau tau mau
terminal atau nggak tetap gitu..”
(Partisipan 2)

“Karena perawatnya tidak cukup, bayangkanlah 3 orang


dinas pagi, kalo ada yang libur kan ini lah sore 3 orang,
malam pun 3 orang. Kan gak mungkin pasien kita disini rata-
rata 40, jadikan gak mungkin kan jadi kalo pun ada saya
bilang ada siswa yah kita anjurkan siswa tadi untuk
mendampingi dan juga ya kita pun kita lihat sekali, satu jam
kita lewat. Keinginan ya perawat ditambah untuk merawat
pasien karena disini kan 1: 10 lah saya rasa perawatnya.
Janganlah sampe segitu kan maksud kita lebih banyaklah

Universitas Sumatera Utara


155

perawat ditambah. Seimbang pasien dengan perawat.


Harapannya yah biar lebih meningkatlah perawat merawat
pasien.”
(Partisipan 8)

“Kami gini kalo misalnya dia terminal itu karena kami kan
satu kalo misalnya jaga sore itu 3 orang, 3 orang itu adek
siswa, satu harus liat itu nanti kalo perawatnya disitu aja
jadi pasien ini sebanyak 40, 40 orang sementara kakaknya
itu 3, 3 orang, jadi kalo misalnya satu disitu ajakan apa gak
cukup waktunya itu karena kalo kuncikan kalo kuncikan
kakak perawat, nanti ngikuti dokter visit, cuman kadang kalo
sore ini banyak kali dokter visit, dokter konsul semua gitu
jadi adek siswa yang disuruh stand by liat pasien itu nanti
kakaknya sambil lalu lalang lihaat, nanti kan sambil kan
kesana kesini terus liaat tapi adek siswa tetap satu orang
disitu.”
(Partisipan 9)

1.3 Kolaborasi dengan dokter

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan hambatan dalam memberikan

asuhan keperawatan pada klien terminal berkolaborasi dengan dokter . Hal ini

sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Yah hambatannya sih gimana ya. Biasanya yaa karna kan


disini itu dokter yang jaga itu sedikit bu jadi rumah sakit
adam malik ini kan luas kalo misalnya biasanya yang paling
sulit itu jaga malam atau jaga sore. Kalo pagikan dokternya
banyak.. nah kalo misalnya ee sore kalo malam dokter yang
jaga itu kan terbatas sedikit. Ya mungkin itu aja ee apa ee
lama gitu datangnya kek gitu. Tapi kan mereka itu
ketersediaan dokternya yang jaga lah mungkin kalo menurut
saya yang jaga sore sama yang jaga malam gitu. Karna kan
penyakit misalnya lah contoh apa THT ini kan dokter yang
jaga sore sama malam itu kan 3 orang sementara pasien itu
bukan khusus disini saja, ada di rindu B ada diamana gitu
karena mereka kan tersebar dimana, dan gak menutup
kemungkinan ada sekian orang yang gawat. Yaudah terus
gimana mereka apa dimana mereka berada kan gak mungkin
ditinggalkan dulu yang disana baru kesini.”
(Partisipan 6)

Universitas Sumatera Utara


156

“Spesialisnya kan agak jarang. Ada spesialis ini yang kami


harapkan. Spesialisnya langsung terjun kelapanagan kan
lebih enak, kitapun komunikasi lebih enak. Kadangkan
pasiennya ini “mana dokter saya?, yang mana dokternya?”,
gitu. Jadi kalo ada spesialisnya datang kalo kita panggil dia
pun lebih puas.jadi saat dipanggil dokternya udah siap gitu.”
(Partisipan 8)

“Disini tidak ada dokter stand by, kalo disini pasien masing-
masing, kalo pasien penyakit dalam, penyakit dalam kita
hubungi, kalo pasien THT, bidang THT gitu.”
(Partisipan 10)

1.4 Hambatan dari pemuka agama

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan hambatan dalam memberikan

asuhan keperawatan klien kondisi terminal berkoordinasi dengan pemuka agama .

Hal ini sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Kerohanian jarang datang. Terus dia kalau gak salah jam-


jam kerja aja, kalo sabtu minggu kayaknya kalo libur, libur
juga dia. kalo malem jarang, siang dan sore pun gak ada.”
(Partisipan 4)

“Ada tim ustadz tapi udah lama saya gak liat lagi, kalo dulu
sering datang jadi lupa aku mau bilangkan lagi apa ini
ustadz ini, ustadz ini dulu ada, entah berapa hari berkunjung,
berkunjung disini jadi dia ditanya kalo misalnya Kristen
pendeta aaa gitu, ini udah berapa berapa lama udah tidak
ada lagi, dulu suka datang berdoa, jadi dia tanya itu sama
kita ‘bu mana yang muslim’ nanti ustadz itu nerangkan
mengenai agama ini sama pasiennya, ada keluarganya disitu
ceramah dia kan.”
(Partisipan 9)

“Kadangkan dirumah sakit ini cuma jam kerja aja yang ada,
kalo hari libur gak ada.”
(Partisipan 10)

Universitas Sumatera Utara


157

Tabel 4.6.
Matriks Tema
Pengalaman Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Paliatif Pada
Klien Kanker Nasofaring
No Tema 5: Tantangan dalam memberikan asuhan perawatan pada klien
kondisi terminal kanker nasofaring
1 Sub Tema: Kategori :
1.1 Hambatan a. Tuntutan keluarga
pasien dan b. Klien pasrah
keluarga
1.2 Hambatan dari a. Perawat yang mengalami
tim medis kejenuhan
b. Jumlah pasien tidak sebanding
dengan jumlah perawat
c. Kolaborasi dengan dokter
d. Hambatan dari pemuka agama.

4.8 Harapan meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada klien

kondisi terminal kanker nasofaring yang lebih baik.

Berdasarkan hasil analisa data didapat harapan meningkatan pelayanan

perawatan klien kondisi terminal yang lebih baik dalam memberikan asuhan

keperawatan paliatif dikelompokkan peka terhadap kebutuhan paliatif yang terdiri

dari (1) Harapan kepada perawat , (2) Penambahan jumlah dokter dan (3) Klien

terminal kanker nasofaring mempunyai ruangan khusus.

1. Harapan kepada perawat

Berdasarkan hasil analisa data harapan kepada perawata yaitu (1) Perawat

lebih peduli, (2) Peningkatan pendidikan perawat, (3) Menambah jumlah perawat

dan (4) Memberikan pelatihan kepada perawat.

1.1 Perawat lebih peduli

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan meningkatkan dalam

memberikan asuhan keperawatan paliatif dengan perawat lebih peduli dengan

Universitas Sumatera Utara


158

kondisi klien. Sikap caring perawat murpakan sikap yang berdasarkan nilai

humanistik dan altruistik. Hal ini sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Semua perawat maunya lebih peduli ya dan care dengan


pasien pasien yang terutama pasien kanker ya.”
(Partisipan 1)

“Harapannya kita sebagai perawat tetap melakukan yang


terbaik sama pasien dan kita ingat tugas kita itu apa sebagai
perawat, harapan kita kepada perawat ini yah lebih
ditingkatkan lagi kesigapannya.”
(Partisipan 5)

1.2 Peningkatan pendidikan perawat

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan meningkatkan dalam

memberikan asuhan keperawatan paliatif dengan perawat meningkatan

pendidikan. Hal sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Diharapkan perawat memiliki pendidikan SDM yang lebih


ya karena apa dengan adanya SDM kita yang lebih kita akan
lebih mengerti ya manajemen nyeri yang yang sesuai dengan
perkembangan sekarang gitu.”
(Partisipan 3)

“Pendidikannya, maunyakan diberikan pendidikannya lebih


ditingkatkan”
(Partisipan 5)

1.3 Menambah jumlah perawat

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan meningkatkan dalam

memberikan asuhan keperawatan paliatif dengan menambah jumlah perawat.

Rasio perawat dan pasien sebesar 4:1 maka klien akan mengalami peluang

kematian sebesar 62%. Hal ini sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Kalau ada pasien yang mau terminal bagusnya memang


stand by lah disitu perawat, kadangkan kalo ditempat ini

Universitas Sumatera Utara


159

kadang dia bertugas diruangan itu karena pasiennya banyak


kan jadi kadang kita nengoknya. Seharusnya kalau pasien
yang mau terminal itu kan dilihatnya per jam. Itu mungkin
kalo pasiennya banyak kan kita kadang dua kamar kalo dinas
jaga malam. Jadi kan kita nengoknya paling 1 shift itu 5 kali
gak sempat per jam, jadi, kalo untuk kedepannya kalo
memang pasien datang dengan terminal gitu maunya sering-
sering dilihat kan kadang pasien itu kalo sering dilihat pun
oo.. berarti diperhatikan. Sering-seringlah mau.. mau nengok
pasien yang mau terminal gitu.”
(Partisipan 4)

“Kalau harapan saya itu perawat itu ditambahkanlah,


perawatnya, pegawainya, supaya untuk asuhan keperawatan
itu lebih baguslah karena memantau pasien itu kalo
terlampau banyak pun kita pun kurang pantauan jadinya kan,
memang kita pantau tapi misalnya kan harusnya itu berapa
enam pasien itu satu perawat, atau empat pasienlah satu
perawat, jadi kita disitu pun sama pasien pun masih bisaa
masih bisa cakap-cakap masih bisa ini, kalo ini macam mana
kita mau cakap-cakap lama tidak ada waktunya, gak sempat
waktu, sempatnya waktu kita memasang infuslah, tapi untuk
kalau untuk dekat hanya untuk bercerita gak bisa karena
waktu kita semua kan mau mau semua mau ditulis, mana
yang mau ngikutin dokter visit, yang mau ngasih suntikan,
semua jadi kalo untuuuk semua semua pasien itu gak gitu ini
aaaa gak gitu dekat kalilah.”
(Partisipan 9)

1.4 Memberikan pelatihan kepada perawat

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan meningkatkan dalam

memberikan asuhan keperawatan paliatif dengan diadakan pelatihan asuhan

keperawatan paliatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Semua perawat mengikuti pelatihan manajemen nyeri”


(Partisipan 2)

“Ada pelatihan-pelatihan gitu maunya ya bu ya. Pelatihan –


pelatihan dari rumah sakit pelatihan perawatan pasien
terminal gitu. Kita lebih, istilahnya lebih ada apanya, SOP eh
lebih ada dasar apa landasannya. Iya landasannya.”

Universitas Sumatera Utara


160

(Partisipan 5)

“Diakasihkan pelatihan2 seprti itu, agar kita lebih mengerti


bagaimana perawatan pasien-pasien yang sudah terminal
ini.”
(Partisipan 9)

2. Klien NPC dengan kondisi terminal mempunyai ruangan khusus.

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan meningkatkan dalam

memberikan asuhan keperawatan paliatif dengan klien NPC dengan kondisi

terminal mempunyai ruangan khusus. Pada stadium lanjut suatu penyakit tidak

hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan

terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan

pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif, maka klien

membutuhkan ruangan khusus untuk klien dengan terminal. Hal ini sesuai dengan

pernyataan dibawah ini:

“Ruangan ini kan campur semua diagnosa masuk jadi kan


yang misalnya pasien khusus THT yang mau terminal itu
kadang gak terlihat gara-gara itu juga pasien.. pasien yang
bukan THT itu, kaya paru dah parah, kek gitu dia, oo..
maunya ada ruangan khusus misalnya kalo dia mau terminal
kita masukkan ke ruangan isolasi misalnya kaya gitu. supaya
enak dipantau kan misalnya dekat sini kan ada ruang
jamsosdik, maunya disitu juga ada ruang khusus untuk
pasien yang terminal. Jadi, kan dekat sama pos perawat,
enak juga nanti mantaunya. Gak jauh-jauh misalnya
kamarnya kan diujung jadi kalo ada apa-apa kan lari sana
lari sini kek gitu.”
(Partisipan 4)

“Harapan kedepan untuk pasien yang terminal, maunya..


kalo pasien udah terminal itu adalah ruangan yang khusus
itu. Karena pasien yang menghadapi terminal itu kan pasti
stresnya tinggilah ya kan. Jadi maunya kalo udah

Universitas Sumatera Utara


161

ruangannya tenang, nyaman, rasanya dia menurut aku kan


pasti dah tenang dia gitu. Nyaman dia rasa disitu,
ruangannya maunya khusus yang terminal dibedakan gitu
jangan dicampur lagi.. penyakit ini, ini, penyakit ini... ini
gitu. Kalo menurut aku ya.”
(Partisipan 7)

“Memang maunya itu pasien yang sudah terminal maunya


itukan ruangan tenang iyakan, kalo pasien jadi dia itu kalo
bisa jangan lagi ribut-ribut terus yang sebelahnya lagi, satuu
nangis, jerit-jerit, jadi dia kan rasanya rasa itulah, tempat
yang untuk yang untuk ruangan khusus itu yang belum ada,
maunya yang pasien pasien yang udah itu adalah maunya
ruangan khusus, karena kalo pasien NPC ini gak mungkin
kita di ICU karena itu udah pasien kanker, karena itu pun
terbatas, terus ini kalo pasien pasien yang kek gitu
diruanganlah, tapi itu memang kalo bisa ya tempatnya
memang harus tempatnya kalo bisa tersendiri, jadi diapun
senang orang yang baca-baca yasin pun ini, kalo tempat
yang rame itukan waktunya jam berkunjungkan rame diapun
jadinya ini.”
(Partisipan 9)

3. Harapan kepada dokter

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan meningkatkan dalam

memberikan asuhan keperawatan paliatif dengan agar jumlah dokter ditambah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan dibawah ini:

“Kalau misalnya dari dokternya saya harapkan ketersediaan


tenanganya aja. Ketenagaanya lebih ditingkatkan karena kan
kasihan juga sih kita lihat mereka yang jaga udah sedikit
sementara ruangannya banyak, gitu aja. Ditingkatkan yang
jaganya sore ke malam lebih dibanyakkan gitu”
(Partisipan 10)

Universitas Sumatera Utara


162

Tabel 4.7.
Matriks Tema
Pengalaman Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Paliatif Pada
Klien Kanker Nasofaring
No Tema 6: Harapan meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada
klien kondisi terminal kanker nasofaring yang lebih baik.
1 Sub Tema: Kategori :
1.1 Harapan a. Perawat lebih peduli
kepada b. Peningkatan pendidikan perawat
perawat c. Menambah jumlah perawat
d. Memberikan pelatihan kepada
perawat
a. Ruangan khusus klien terminal
1.2 Harapan klien NPC
terminal
kanker
nasofaring
mempunyai
ruangan
khusus
1.3 Harapan a. Menambah dokter spesialis
kepada dokter

Universitas Sumatera Utara


Skema 4.1 Matriks rekapitulasi tema, sub tema dan kategori pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif
pada klien kanker nasofaring

Pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring

Tema Pengalaman perawat dalam Pengalaman perawat dalam Pengalaman perawat dalam
melakukan pengkajian pada menegakkan diagnosa menentukan intervensi pada klien
klien terminal kanker nasofaring keperawatan pada klien kanker kanker nasofaring
nasofaring

Sub Tema Pengumpulan data – data Daftar diagnosa keperawatan Perawat yang memahami Perawat yang tidak memahami
/informasi klien terminal pada klien kanker nasofaring tindakan keperawatan klien tindakan keperawatan klien
kanker nasofaring
terminal kanker nasofaring terminal kanker nasofaring.

Kategori a. Mengkaji status nutrisi a. Ketakutan Memperhatikan Memperhatikan a. Perawat menyuruh


b. Mengkaji nyeri b. Kecemasan kondisi fisik kondisi spiritual keluarga klien
c. Mengkaji gangguan tidur c. Pola nafas tidak klien klien melakukan suction dan
d. Mengkaji gangguan efektif
perawatan trakeostomi
psikologis d. Bersihan jalan
e. Mengkaji gangguan nafas b. Tidak mengetahui
Memperhatikan Respek/menghargai management nyeri
pernafasan e. Mual kondisi psikologis
f. Mengkaji hambatan f. Nyeri c. Perawat tidak melakukan
klien
mobilitas fisik g. Menarik diri koordinasi dengan
h. Gangguan citra diri pemuka agama
i. Gangguan d. Perawat tidak mengerti
Mobilitas fisik
perawatan klien terminal
e. Perawat tidak
1
mengetahui cara
mengatasi masalah
Universitas Sumatera Utara
psikologis
2

Kematian
yang damai

Lanjutan Skema 4.1

Pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring

Tema Pengalaman perawat dalam Tantangan dalam


memanagement berkabung pada klien memberikan
kanker nasofaring perawatan paliatif

Sub tema Antisipasi berkabung Dukungan Hambatan dari Hambatan


saat pasien dan dari tim medis
berkabung keluarga

Kategori Dukungan Kolaborasi Peran Tuntutan Pasien Perawat Kolaborasi


spiritual dengan tim perawat pasien pasrah dengan
rohaniawan dan dokter
keluarga
Jumlah Koordinasi Ruangan
pasien tidak dengan khusus
sebanding pemuka
dengan agama
jumlah
perawat

Universitas Sumatera Utara


3

Lanjutan Skema 4.1

Pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif pada klien kanker nasofaring

Harapan meningkatan pelayanan asuhan keperawatan


Tema
pada klien terminal yang lebih baik

Sub tema Perawat Dokter Ruangan


khusus

Kategori Peduli Peningkatan Pelatihan Kurang Kurangnya Klien dengan kondisi


pendidikan jumlah jumlah dokter terminal mempunyai
perawat spesialis ruangan khusus

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Pada interpretasi hasil dilakukan dengan membandingkan antara hasil

penelitian dengan teori, konsep dan penelitian sebelumnya. Implikasi keperawatan

diuraikan dengan mempertimbangkan dampak hasil penelitian terha dap

pelayanan, pendidikan, dan penelitian selanjutnya. Keterbatasan penelitian dengan

membandingkan proses penelitian dengan kondisi yang sebaiknya harus dicapai.

5.1. Interpretasi hasil penelitian

5.1.1. Pengalaman perawat dalam melakukan pengkajian

keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring.

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti mendapatkan

pengalaman partisipan dalam melakukan pengkajian klien terminal kanker

nasofaring adalah pengkajian status nutrisi, pengkajian nyeri, pengkajian

gangguan tidur, pengkajian gangguan psikologis, pengkajian gangguan

pernafasan dan pengkajian gangguan mobilitas fisik.

Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian Doyle et, al. (2001) pada

stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai

masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan

aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang

mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien

pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala

fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan

Universitas Sumatera Utara


2

spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai

perawatan paliatif.

Dalam perawatan paliatif, perawat memiliki peran yang sangat penting

didalamnya. Sebagai tenaga kesehatan yang terdekat dengan pasien, perawat

memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengetahui pasien dan keluarganya

secara lebih mendalam sehingga perawat dapat menggunakan keahliannya dan

menjalankan berbagai perannya untuk memberikan perawatan paliatif yang

terbaik bagi pasien dan keluarganya (WHO, 2007).

Pengkajian status nutrisi sejalan dengan Berridge (2010) ketika seorang

pasien dinilai berisiko kekurangan gizi, perawat harus mengambil pandangan

holistik sehingga mengganggu sosial, psikologis dan rantai fisiologis peristiwa

yang menyebabkan dia menjadi kurang gizi. Perawat kemudian perlu melihat

meningkatkan asupan gizi pasien dan memulai proses penyembuhan luka yang

efektif, meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan emosional.

Pengkajian nyeri sejalan dengan pernyataan Mc Caffrey & Beebe (1989)

dikutip dari Betz & Sowden (2002) nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang

yang mengalami nyeri dan bila yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu

ada. Definisi ini tidak berarti bahwa klien harus mengatakan bila sakit. Nyeri

dapat diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku.

Anamnesis pasien nyeri sebaiknya menggunakan kombinasi pertanyaan

terbuka dan tertutup untuk memperoleh informasi masalah pasien. Selain itu,

perhatikan juga faktor-faktor seperti tempat wawancara, sikap yang suportif dan

tidak menghakimi, tanda-tanda verbal dan nonverbal, dan meluangkan waktu yang

Universitas Sumatera Utara


3

cukup. Penggunaan PQRST (Provokatif Quality Region Severity Time) juga akan

membantu mengumpulkan informasi vital yang berkaitan dengan proses nyeri

pasien Yudiyanta, Novita & Ratih (2015).

Pengkajian gangguan tidur sejalan dengan Petit et al., (2003) gangguan

tidur menjadi sekunder untuk kondisi medis, psychiatric, lingkungan dan perilaku

yang mendasari atau efek samping obat, seperti nyeri, kecemasan atau penurunan

aktivitas.

Pengkajian gangguan psikologis sejalan dengan Wenzel et al., (2011)

menemukan perawat onkologi yang merawat klien dengan kondisi terminal

melaporkan adanya kesedihan, isolasi dan somatisasi.

Pengkajian gangguan pernafasan sejalan dengan Reynolds & Heffner

(2005) untuk mempertahankan kemampuan, menempatkan dan menjaga jalan

napas aman pada klien dan keadaan klinis merupakan keterampilan wajib bagi staf

perawatan kritis. Pengkajian Airway harus memastikan apakah ada obstruksi jalan

napas yang disebabkan oleh hal-hal seperti benda asing, muntah atau lidah.

Pengkajian pernafasan diperlukan untuk memastikan kemampuan pasien untuk

ventilasi yang memadai. Langkah pertama adalah untuk mengamati pasien

bagaimana mereka bernapas. Aspek penilaian disebut inspeksi, dengan

profesional kesehatan mengadopsi perkembangan logis dari inspeksi, palpasi,

perkusi dan auskultasi. Ini berarti perawat harus memperhatikan, merasakan dan

mendengarkan pernapasan.

Pengkajian hambatan mobilitas fisik sejalan dengan NANDA (2009)

pengkajian hambatan mobilitas fisik terdiri dari penurunan waktu reaksi, kesulitan

Universitas Sumatera Utara


4

membolak-balik posisi tubuh, dipsnue saat beraktivitas, pergerakan menyentak,

keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik halus,

keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan

rentang pergerakan sendi, tremor yang diinduksi oleh pergerakan, ketidakstabilan

postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas kehidupan sehari-hari),

melambatnya pergerakan, gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi.

5.1.2 Pengalaman perawat dalam menegakkan diagnosa

keperawatan pada klien terminal kanker nasofaring.

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti menemukan

beberapa diagnosa keperawatan. Ada 6 partisipan menegakkan diagnosa

keperawatan kecemasan, 1 partisipan menegakkan diagnosa ketakutan, 4

partisipan menegakkan diagnosa nyeri, 4 partisipan menegakkan diagnosa pola

nafas tidak efektif, 2 partisipan menegakkan diagnosa bersihan jalan nafas, 1

partisipan menegakkan diagnosa gangguan citra diri, 1 partisipan menegakkan

diagnosa mual, dan 1 partisipan menegakkan diagnose gangguan mobilitas fisik.

Hasil penelitian diagnosa keperawatan sebagian sesuai dengan NANDA

Internasional diagnosa (2009) yang termasuk diagnosa keperawatan paliatif yaitu

nyeri kronis, keputusasaan, ketidakberdayaan, proses keluarga terganggu,

gangguan interaksi sosial, kecemasan akan kematian, berduka, koping tidak

efektif, dan distress spiritual. Diagnosis ini diakui, sebagai komponen sakit fisik

yang berat sering dikaitkan dengan kanker stadium akhir dan dikonfirmasi oleh

laporan diri pasien (National Comprehensive Cancer Network [NCCN], 2011).

Dengan demikian, penting untuk memasukkan dan berhasil mengelola diagnosis

Universitas Sumatera Utara


5

penyakit kronis, dengan semua intervensi yang terbaik farmakologi dan

nonfarmakologi (NCCN, 2011). Dalam beberapa kasus, karakteristik

mendefinisikan nyeri kronis juga dapat mencakup respons emosional yang

bermanifestasi sebagai penurunan interaksi dengan orang, kemampuan diubah

untuk melanjutkan kegiatan sebelumnya, lekas marah, focus pada diri sendiri, dan

depresi (NANDA-International, 2009).

Partisipan tidak ada yang menegakkan diagnosa keperawatan distress

spiritual padahal distress spiritual merupakan diagnosa prioritas dalam asuhan

keperawatan paliatif. Diagnosis distres spiritual dipilih karena menggabungkan

beberapa diagnosis alternatif, misalnya keputusasaan, ketidakberdayaan, dan

menangkap karakteristik kemarahan. Selain itu, karena spiritual distress diagnosis

mencakup hubungan dengan orang lain, proses keluarga terganggu dan berpotensi

dampak pada kesehatan keluarga secara keseluruhan. Akhirnya, dengan

pemahaman bahwa menghilangkan penderitaan apapun merupakan pusat inti dari

kerja keperawatan (Ferrell & Coyle, 2008), distress spiritual merupakan diagnosis

prioritas.

5.1.3 Pengalaman perawat dalam menentukan intervensi pada

klien terminal kanker nasofaring.

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti menemukan 2

pengalaman perawat dalam menentukan intervensi pada klein terminal kanker

nasofaring yaitu (1) Perawat yang memahami tindakan keperawatan klien terminal

kanker nasofaring dan (2) Perawat yang tidak memahami tindakan keperawatan

klien terminal kanker nasofaring.

Universitas Sumatera Utara


6

1. Perawat yang memahami tindakan keperawatan klien terminal kanker

nasofaring.

Berdasarkan hasil analisa data didapatkan ada 5 peningkatan kualitas hidup

pada klien kanker nasofaring. Semua partisipan memperhatikan kondisi fisik

klien, 4 partisipan memperhatikan kondisi psikologis klien, semua partisipan

memperhatikan kondisi spiritual klien, 4 partisipan respek/menghargai klien dan

keluarga dan 2 partisipan menyiapkan klien pada kematian yang damai.

Hal ini sejalan dengan WHO (2010) mengatakan bahwa perawatan paliatif

suatu perawatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga

yang menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan mengurangi rasa sakit,

memberikan rasa nyaman, dukungan spiritual dan psikososial dari diagnosis

sampai akhir kehidupan/kematian.

WHO menekankan bahwa dalam memberikan pelayanan paliatif harus

berpijak pada pola sebagai berikut (1) Meningkatkan kualitas hidup dan

menganggap kematian sebagai proses yang normal, (2) Tidak mempercepat atau

menunda kematian, (3) Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu,

(4) Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual, (5) mengusahakan agar

penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya, (6) mengusahakan dan membantu

mengatasi suasana duka cita pada keluarga (Djauzi, et al, 2003).

WHO (2008) memiliki prinsip-prinsip yang ditetapkan yang harus

mengatur perawatan rumah sakit untuk sakit parah, dan menegaskan sangat

penting meningkatkan kualitas hidup, mengingat kematian sebagai proses alami,

tetapi juga membangun perawatan yang tidak mempercepat kedatangan kematian,

Universitas Sumatera Utara


7

maupun memperpanjang dengan tindakan medis yang disebut terapi ketegaran.

Perawatan harus memberikan bantuan dari rasa sakit dan gejala menyedihkan

lainnya, mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual perawatan, dan

menyediakan sistem dukungan untuk membantu pasien untuk menjalani hidup

seaktif mungkin sebelum kematian. Perawatan juga harus menawarkan sistem

pendukung untuk keluarga, sehingga mereka dapat mengatasi penyakit pasien dan

melewati masa berkabung dengan kurang penderitaan.

Hasil penelitian ini didukung juga oleh teori Ruland dan Moore (1998

dalam Alligood 2006), dimana konsep utamanya adalah menghilangkan nyeri,

kenyamanan, respek dan menghargai martabat, kedamaian dan hubungan dekat

dengan orang lain. Intervensi yang diberikan terdiri dari mengkaji nyeri,

memberikan terapi farmakologis dan non farmakologis, teknik pengalihan nyeri,

memberikan dukungan psikologis, spiritual serta memfasilitasi kesempatan dan

kedekatan dengan keluarga.

Penatalaksanaan pasien dalam perawatan paliatif tidak hanya berfokus

pada tindakan kuratif seperti penatalaksanaan nyeri dan gejala lain, tetapi juga

menyediakan dukungan psikologi, sosial, spiritual (Counsel and Care, 2008).

Menurut Potter & Perry (2009), perawatan paliatif merupakan intervensi untuk

orang-orang yang menghadapi penyakit kronis yang mengancam jiwa atau yang

berada di akhir kehidupan. Fokus perawatan paliatif meliputi Kontrol gejala,

Perawatan holistik, Perawatan keluarga, dan Komunikasi (Hospice America,

2009).

Universitas Sumatera Utara


8

Menurut beberapa partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa

masalah psikologis klien seperti kecemasan, ketakutan dan klien mudah marah.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fallowfield et al., (2001) Psikologis dan

kejiwaan merupakan masalah umum pasien kanker serta keluarga mereka, kerabat

dan teman-teman, dan depresi telah ditemukan untuk menjadi sangat umum bagi

orang-orang dengan kanker stadium lanjut. Peneliti telah mengemukakan bahwa

25% -50% dari pasien menderita tekanan psikologis.

Mok dan Chiu (2004) bahwa hubungan emosional merupakan konsep yang

penting dalam hubungan saling ketergantungan perasaan, empati, persahabatan

dan dukungan antara dua orang, hubungan emosional merupakan pengobatan

dalam merawat pasien. Klien berterimakasih pada perawat bahwa yang telah

menyenangkan dengan memberikan perawatan pada saat yang sama juga

mendengarkan. Hubungan ini diperlihatkan dengan penerimaan dan kepercayaan

pasien pada perawat.

Partisipan mengungkapkan intervensi yang diberikan adalah dengan

berkoordinasi dengan tim kesehatan lain meliputi dokter, pemuka agama.

Kolaborasi dengan dokter dilakukan dalam hal pemberian obat-obatan, sedangkan

spiritual diberikan dengan koordinasi dengan pemuka agama berupa kunjungan

dan dukungan spiritual.

Fokus dari intervensi keperawatan pada akhir kehidupan adalah untuk

membangun kembali klien dengan diri sendiri, orang lain, alam, musik,

kekuatannya lebih tinggi, dan seterusnya untuk memfasilitasi penerimaan dan

kontrol pribadi sebagai akhir hidupnya mendekati dan untuk memastikan

Universitas Sumatera Utara


9

kematian adalah bebas dari penderitaan fisik dan psikososial. Intervensi termasuk

mendengarkan aktif, terapi musik, aromaterapi, pijat, administrasi analgesia,

pengurangan kecemasan, review kehidupan, kenang-kenangan keluarga, dan

fasilitasi pengampunan (Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2008).

2. Perawat yang tidak memahami tindakan keperawatan klien terminal

kanker nasofaring.

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti menemukan

bahwa perawat yang tidak memahami tindakan keperawatan klien terminal kanker

nasofaring adalah 2 partisipan mengatakan perawat dapat mengajarkan tindakan

suction kepada keluarga klien, 1 partisipan mengatakan perawat mengatasi nyeri

pada skala nyeri 1 sampai dengan skala 3, 1 partisipan mengatakan perawat tidak

memahami keperawatan kritis, dan 1 partisipan mengatakan tidak melakukan

koordinasi dengan pemuka agama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi atau menghambat penatalaksanaan

keperawatan seperti yang diutarakan Azwar (2003), bahwa terdapat beberapa

faktor pendukung dan penghambat sikap terhadap penatalaksanaan keperawatan

misalnya waktu, beban kerja perawat, dan masa kerja.

Hal ini didukung oleh Neilson (2010) beberapa perawat yang jarang

bekerja di perawatan paliatif pada anak akan sulit mempertahankan dan

mengembangkan pengetahuan serta keterampilan, hasil penelitian

mengidentifikasi bahwa mengatasi gejala merupakan salah satu tema yang

menunjukkan bahwa kurang pengetahuan disebabkan karena kurangnya

pengalaman, hal ini menjelaskan bahwa perawat yang berpengalaman dalam

Universitas Sumatera Utara


10

memberikan perawatan paliatif telah menerima dan belajar berbagai keadaan atau

situasi yang unik di perawatan paliatif.

Puntillo et al., (2001) berpendapat bahwa tekanan yang terkait dengan

merawat pasien yang sekarat dan keluarga mereka dapat mengurangi kepuasan

kerja, dapat mengakibatkan kelelahan, dan mungkin bisa menyebabkan perawat

meninggalkan lingkungan kerja yang sangat menuntut ini.

Partisipan mengatakan perawat hanya bisa melakukan intervensi

keperawatan pada klien dengan skala nyeri 1-3 sedangkan skala nyeri 4-10 di

kolaborasikan dengan dokter. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Coni et

al., (2003) ada beberapa bukti bahwa pendekatan non-farmakologis untuk

mengelola rasa sakit sudah efektif. Oleh karena itu, memastikan bahwa perawat

memiliki pengetahuan dapat membantu perawatan pasien secara keseluruhan.

Terapi fisik dapat membantu pasien memaksimalkan (kapasitas sisa organ untuk

memenuhi aktivitas fisiologis) cadangan fungsional mereka. Terapi seperti

psikoterapi atau terapi komplementer dapat mengatasi komponen emosional rasa

sakit, termasuk memungkinkan pasien untuk lebih siap akan kematian, menjadi

stres berkurang atau hanya memberikan kesempatan bagi mereka untuk

mendiskusikan masalah non-medis (Bowker, Price, & Smith 2006).

Hasil penelitian ini tindakan perawat tidak sesuai dengan SOP asuhan

keperawatan bertentangan dengan kode etik keperawatan. Tanggung jawab utama

perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan (PPNI).

Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah

timbulnya penyakit, memelihara kesehatan dan mengurangi penderitaan (ICN).

Universitas Sumatera Utara


11

5.1.4 Pengalaman perawat dalam memanagement berkabung pada

klien terminal kanker nasofaring.

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti menemukan

bahwa management berkabung adalah dengan cara mendampingi klien dan

keluarga dan memotivasi mereka agar tetap semangat dan berdoa. Partisipan juga

melakukan koordinasi dengan pemuka agama.

Field and Copp (1999) menunjukkan bahwa pasien dan keluarga

menghadapi ancaman yang berbeda dalam situasi terminal, kerabat harus

mengatasi berkabung, sedangkan pasien sekarat harus menghadapi akhir

keberadaan mereka, dan bagi mereka mungkin ada kebutuhan untuk mendapatkan

kenyamanan, adanya gangguan mental dan/atau penolakan kondisi klien.

Menurut Himelstein et al,. (2004) dukungan berduka perlu disiapkan dan

diberikan dalam perawatan paliatif, yaitu orangtua dan keluarga yang kehilangan

anak akan beresiko mengalami kesedihan. Reaksi kesedihan yang ditahan dan

kesedihan yang berkepanjangan diekspresikan dengan penyangkalan atau

penolakan karena merasa kehilangan. Kesedihan yang berkepanjangan berpotensi

menyebabkan depresi. Seseorang yang berduka membutuhkan waktu yang lama

untuk penyembuhannya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Kubler-Ross (1969 dalam Terry dan

Potter, 2004) yang menjelaskan bahwa proses berduka dimulai dengan tahap

pertama menyangkal yang merupakan respon segera terhadap kehilangan baru,

tahap kedua marah dimana seseorang mengekspresikan marah dan ditujukan

kepada keluarga, perawat, dokter atau Tuhan, tahap ketiga tawar menawar dimana

Universitas Sumatera Utara


12

seseorang ingin melakukan apa saja untuk menghindari kehilangan, tahap depresi

ditunjukan dengan kebingungan, kurang motivasi, tidak menunjukan minat dan

umumnya menangis, tahap penerimaan dimana seseorang menerima kehilangan

dan kematian.

Partisipan mengungkapkan dukungan berduka disiapkan atau diantisipasi

dengan memberikan penjelasan pada keluarga tentang kondisi paliatif pada klien,

dan saat anak meninggal dunia partisipan juga memberikan dukungan, penguatan,

menenangkan keluarga, mendampingi, dan membersihkan klien dari alat-alat

medis.

Perbedaan pendapat dalam memberikan dukungan pada keluarga setelah

meninggal dunia dapat dipengaruhi oleh faktor pengalaman seseorang, dimana

partisipan yang bertugas di rumah sakit telah memberikan perawatan paliatif

selama belasan tahun, kesadaran sendiri partisipan untuk memberi dukungan,

keterbatasan waktu partisipan serta faktor lainnya karena rumah sakit belum

mengembangkan program dukungan berduka untuk keluarga.

5.1.5 Tantangan dalam memberikan asuhan perawatan pada klien

kondisi terminal kanker nasofaring.

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti menemukan

bahwa tantangan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien terminal

kanker nasofaring adalah hambatan dari pasien/keluarga dan hambatan dari tim

medis. Ada 5 partisipan mengatakan hambatan dari klien dan keluarga, 6

partisipan mengatakan hambatan dari tim medis.

Universitas Sumatera Utara


13

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Waldrop (2007) tanggapan

psikologis dan emosional untuk kesedihan yang kesedihan didominasi intens dan

kemarahan oleh keluarga. Perawat onkologi harus memperhatikan keluarga klien

berada dalam keadaan kecemasan tinggi, depresi, kegelisahan, dan ketakutan,

kesulitan mengingat, berkonsentrasi, dan menyelesaikan tugas-tugas. Keluarga

yang tidak mengerti konsekuensi dari pengobatan agresif, dan terus-menerus

memanggil perawat untuk informasi tentang kondisi pasien. sebagai hambatan

yang signifikan untuk perawatan akhir kehidupan pasien dengan kanker.

Menurut Paice (2009) menjelaskan program pelatihan terkait perawatan

paliatif yang didasarkan karena adanya sejumlah hambatan dalam

mengimplementasikan perawatan paliatif termasuk kurangnya pendidikan dan

pengetahuan ahli paliatif dalam memandang prinsip-prinsip perawatan paliatif,

dimana perawat mempunyai potensi yang sangat besar dalam berubah kearah

perawatan paliatif yang lebih optimal. Sedangkan menurut Meier dan Weissman

(2010) mengungkapkan bahwa kompetensi merupakan dasar ketrampilan untuk

staff di klinik, meningkatkan ahli profesinal dalam memberikan sesuai standar di

perawatan paliatif. Perbedaan persepsi di antara tim paliatif disebabkan karena

berbagai latar pendidikan yang berbeda, pemahaman yang masih kurang di salah

satu tim, pengalaman merawat anak dengan kondisi paliatif, sehingga perlu

diadakan pertemuan rutin di tim paliatif atau melalui pelatihan khusus perawatan

paliatif.

5.1.6 Harapan meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada

klien kondisi terminal kanker nasofaring yang lebih baik.

Universitas Sumatera Utara


14

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti menemukan

bahwa harapan meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada klien terminal

kanker nasofaring adalah harapan kepada perawat, dokter dan mempunyai

ruangan khusus. Ada 8 partisipan mengatakan harapan kepada perawat, 1

partisipan mengatakan harapan kepada dokter dan 3 partisipan mengatakan

harapan klien terminal kanker nasofaring mempunyai ruangan khusus.

Harapan dari segi perawat sejalan dengan Nursalam, (2008) Body of

knowledge diperlukan seorang perawat untuk melaksanakan pelayanan asuhan

keperawatan . Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan memegang peranan

penting dalam penentuan sikap yang utuh (total attitude). Sikap dapat diubah

dengan cara meningkatkan pengetahuan. Sikap negatif cenderung menurun

sebagai akibat dari meningkatnya tingkat pengetahuan (Erikson & Grundin,

2010). Semakin meningkat tingkat pengetahuan perawat maka semakin tinggi

(semakin positif) juga sikap perawat (Mamishi, 2006).

Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti

merancang kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan volume kerja, standar

pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi

perawat professional sebagai persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam

tatanan pelayanan keperawatan professional (Suparti, 2005).

Pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti pendidikan/pelatihan

perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat. Pelatihan perawatan paliatif

dilaksanakan dengan modul pelatihan. Penyusunan modul pelatihan dilakukan

dengan kerjasama antara para pakar perawatan paliatif dengan Departemen

Universitas Sumatera Utara


15

Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul - modul tersebut terdiri dari

modul untuk dokter, modul untuk perawat, modul untuk tenaga kesehatan lainnya,

modul untuk tenaga non medis. Pelatih dalam pelatihan adalah Pakar perawatan

paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas Kedokteran. Dalam pelatihan ini

Sertifikasi dikeluarkan dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan

Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan sertifikasi pemutihan

untuk pelaksana perawatan paliatif di 5(lima) propinsi yaitu : Jakarta, Yogyakarta,

Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan setelah

mengikuti pelatihan. (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).

Partisipan mengatakan agar klien dengan kondisi terminal memiliki

ruangan khusus, hal ini di dukung dengan pernyataan Wallerstedt dan Andershed

(2007) bahwa sulit bagi perawat untuk merawat pasien yang sakit parah sekaligus

merawat pasien dengan penyakit dapat disembuhkan. Salah satu kesulitan terletak

pada tanggung jawab untuk pengobatan pasien dan orang yang mereka cintai,

sekaligus menciptakan kondisi yang kondusif untuk kematian yang baik.

Universitas Sumatera Utara


16

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap sepuluh

partisipan, maka penelitian ini menemukan 6 tema terkait pengalaman perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif pada klien kanker nasofaring.

Keenam tema tersebut adalah yaitu (1) Pengalaman perawat dalam melakukan

pengkajian keperawatan pada klien kanker nasofaring, (2) Pengalaman perawat

dalam menegakkan diagnosa keperawatan pada klien kanker nasofaring (3)

Pengalaman perawat dalam menentukan intervensi pada klien kanker nasofaring,

(4) Pengalaman perawat dalam memanagement berkabung keperawatan pada

klien kanker nasofaring, (5) Tantangan dalam memberikan asuhan perawatan

paliatif dan (6) Harapan meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan paliatif

yang lebih baik.

Dari hasil penelitian yang dilakukan kesepuluh partisipan kurang ada

kesamaan antara teoritis dan kenyataan yang dijumpai pada pengalaman perawat

RA3 RSUP H. Adam Malik asuhan keperawatan paliatif berdasarkan dari

pengalaman perawat.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi institusi pelayanan.

Tim paliatif dari institusi yang memberikan perawatan paliatif

memberikan sosialisasi dan informasi terkait perawatan paliatif terutama untuk

Universitas Sumatera Utara


17

wilayah Medan dan sekitarnya hingga berkembang ke daerah, sehingga akan

banyak tempat pelayanan paliatif. Institusi yang memberikan pelayanan

perawatan paliatif melaksanakan kebijakan yaitu untuk setiap staf (perawat) yang

baru diberikan atau dibekali pengetahuan tentang asuhan keperawatan paliatif

melalui pelatihan, orientasi sebelum ditempatkan di ruangan khusus untuk

memberikan perawatan langsung pada klien dengan kondisi terminal.

6.2.2 Bagi Pengelola Pelayanan kesehatan

1. Peraturan Menkes RI No.262/Men.Kes./Per/VII/1979 menetapkan bahwa

perbandingan jumlah tempat tidur rumah sakit dibanding dengan jumlah

perawat adalah sebagai berikut : Jumlah tempat tidur : Jumlah perawat =

3-4 tempat tidur : 2 perawat.

2. Perlu meningkatkan pengetahuan di bidang perawatan paliatif untuk

perawat yang memberikan asuhan keperawatan paliatif melalui pendidikan

khusus terutama khusus untuk asuhan keperawatan paliatif pada klien

kanker nasofaring, mengingat perawatan paliatif tidak hanya untuk

penyakit kanker saja sehingga perlu memahami secara menyeluruh tentang

asuhan keperawatan pada semua gangguan penyakit yang membutuhkan

perawatan paliatif.

3. Perawat membuat pedoman asuhan keperawatan paliatif dengan fokus

pada masalah fisik, psikologis, dan spiritual serta Discharge Planning

untuk di homecare seperti metode mengatasi nyeri (pain management),

mengatasi mual muntah, perawatan kulit, memberikan nutrisi.

Universitas Sumatera Utara


18

4. Perawat paliatif dapat memberikan informasi terhadap sesama perawat lain

untuk mengenalkan tentang perawatan paliatif yang bisa dilaksanakan

sampai di homecare, sehingga akan banyak yang tertarik untuk bergabung

di perawatan paliatif khususnya perawatan paliatif pada klein kanker

nasofaring.

5. Perlu meningkatkan kolaborasi dengan tim mengingat perawatan paliatif

ini merupakan kerja tim sehingga klien mendapatkan perawatan paliatif

yang baik.

6.2.3. Bagi institusi pendidikan

Insitusi pendidikan memberikan kesempatan peserta didik untuk

mensosialisasikan asuhan keperawatan paliatif di tempat pelayanan yang

memberikan perawatan paliatif sehingga dapat mengaplikasi ilmu yang

sudah didapatkan.

6.2.4. Bagi penelitian selanjutnya

Mengingat perawatan paliatif ini komplek dan holistik mencakup masalah

fisik, psikososial dan spiritual sampai dukungan berkabung maka perlu

dilakukan penelitian lebih luas seperti kebutuhan dan persiapan keluarga

menerima perawatan paliatif, baik menggunakan metode kualitatif maupun

kuantitatif

Universitas Sumatera Utara


19

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2003). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (edisi 2). Pustaka
pelajar: Yogyakarta

Baile, W. F., Palmer, J. L., Bruera, E., & Parker, P. A. (2010). Assessment of
palliative care cancer patients most important concerns. Support Care
Cancer, 19, 475–481. Doi: 10.1007/s00520-010-0839-4.

Barni, S., Maltoni, M., Tuveri, G., Pronzato, P., Cortesi, E., Massidda, B., et al.
(2011). Attitude of Italian medical oncologists toward palliative care for
patients with advanced cancer: results of the SIO project. Support Care
Cancer, 19, 381–389. DOI 10.1007/s00520-010-0831-z.

Benasso, M., Sanguineti G., Amico, M. D., Corvò R., Ricci I., Numico G., et al.
(2000). Induction chemotherapy followed by alternating chemo-
radiotherapy in stage IV undifferentiated nasopharyngeal carcinoma.
British Journal of Cancer, 83 (11), 1437–1442. Doi: 10.1054/
bjoc.2000.1485.

Bischoff, K., Weinberg, V., & Rabow, M.W (2013). Palliative and oncologic co-
management: symptom management for outpatients with cancer. Support
Care Cancer, 21, 3031–3037. Doi 10.1007/s00520-013-1838-z
Black, J. M., & Hawks, J. K. (2009). Medical-surgical nursing: clinicial
management for positive outcomes. (8thed). Missouri: Elseiver Saunders.

Bowker, L., Price, J., & Smith, S. (2006). Oxford handbook of geriatric medicine.
Oxford University Press: New York NY

Brennan, B. (2005). Nasopharyngeal carcinoma. United Kingdom: Orphanet


Encyclopedia. Diunduh dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-
NPC.pdf.

Campbell, M. L. (2009). Nurse to nurse palliative care. United States Of


America: The MCGraw Hill Companies.

Chen, S. S. (2012). Carcinogenesis, diagnosis, and molecular targeted treatment


for nasopharyngeal carcinoma. Croatia: Intech.

Counsel & Care. (2008). Terminal illness-caring and coping. London: Twyman
House.

Demirci, S., Kamer, S., Kara, G., et al. (2011). Does the prognosis of
nasopharyngeal cancer differ among endemic and nonendemic regions?
Acta Otolaryngol, 131, 852-60.

Universitas Sumatera Utara


20

Dobbins, E. (2005). Helping your patient to a “good death”. Journal Nursing, 35


(2), 43-45.

Doyle, D., Hanks, G.W.C., & MacDonald, N. (2001). Oxford Textbook of


palliative medicine. 2 ed : Oxford University Press. Ltd

Djauzi, S., Nuhonni, S.A., Toha, M.A., & Yunihastuti. (2003). Perawatan paliatif
dan bebas nyeri pada penyakit kanker: YPI. Press, Jakarta.

Erichsen, E., Danielsson, E. H., & Friedrichsen, M. (2010). A phenomenological


study of nurses’ understanding of honesty in palliative care. Nursing
Ethics, 17 (1), 39–50. Doi.10.1177/0969733009350952.

Eriksson, L., & Grundin, R. D. (2010). Nursing students’ knowledge and attitudes
towards people with HIV/AIDS. India: The Red Cross University College.

Fallowfield, L., Ratcliffe, D., Jenkins, V., Saul, J. (2001). Psychiatric morbidity
and its recognition by doctors in patients with cancer. Br J Cancer 84,
1011–1015.

Ferrell, B. R., & Coyle, N. (2008). The nature of suffering and the goals of
nursing. Oncology Nursing Forum, 35(2), 241–247.

Field, D., & Copp, D. (1999). Communication and awareness about dying in the
1990s. Palliat Med, Nov;13(6), 459-68.

Globocan. (2008). International Agency for Research on Cancer (IARC). Diunduh


dari http://globocan.iarc.fr.

Herdman, T. H. (2012). Nursing diagnoses: definitions and classification.


NANDA International 2012-2014. Oxford: Wiley-Blachwell. Ltd.

Himelstein, B.P., Hilden, J.M., Boldt, A.M., & Weissma, D. (2004). Pediatric
palliative care. The new England journal of medicine, vol 350, p 52-62.

Huijer, H. A. S., Dimassi, H., & Abboud, S. Perspectives on palliative care in


Lebanon: Knowledge, attitudes, and practices of medical and nursing
specialties. Palliative and Supportive Care, 7, 339–347.
Doi:10.1017/S1478951509990277
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2013).Medical surgical nursing: patient-
centered collaborative care. (7th ed). Philadelphia: Elsevier.

Johnston, B., Rogerson, L., Macijauskiene, J., Blaževičienė, A., & Cholewka, P.
(2014). An exploration of self-management support in the context of

Universitas Sumatera Utara


21

palliative nursing: a modified concept analysis, BMC Nursing, diunduh


dari http://www.biomedcentral.com/1472-6955/13/21.

KEPMENKES. (2007). Kebijakan perawatan paliatif. Kepmenkes RI. No 812


Tahun 2007. Diperoleh dari http//:www.academia.edu.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). 143 milyar dana jamkesmas


untuk biaya rawat inap pengobatan kanker. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=1831.

Lee, Y. L., & Ho, C. Y. (2012). Headache as the sole symptom of nasopharyngeal
carcinoma and its clinical implications. The Scientific World Journal.
Doi:10.1100/2012/143829.

Lewis, S. L., Heitkemper, M. M., Dirksen, S. R., O’Brien, P. G., & Bucher, L.
(2007).Medical surgical nursing; assessment and management of clinical
problems. (7thed). Philadelphia: Elsevier Mosby.

Lovell, S. J., Wong, H. B., Loh, K. S., Ngo, R. Y., & Wilson, J. A. (2005). Impact
of dysphagia on quality-of-life in nasopharyngeal carcinoma. Journal
Head and Neck, 27, 864–872.

Lu, J. J, Cooper, J. S., & Le, A. W. M. (2010). Nasopharyngeal cancer. Berlin:


Springer-Verlag.

Luo, J., Chia, K. S., Chia, S. E., Reilly, M., Tan, C. S., and Ye, W. (2007). Secular
trends of nasopharyngeal carcinoma incidence in singapore, Hong Kong
And Los Angeles Chinese Populations, 1973–1997. Springer Science, 22,
513–521. Doi 10.1007/s10654-007-9148-8.

Mahon, M. M., & McAuley, W. J. (2010). Oncology nurses’ personal


understandings about palliative care. Oncology Nursing Forum, 37(3),
141-150. Doi: 10.1188/10.ONF.E141-E150.

Mamishi, N. (2006). The study of nurses knowledge and attitudes regarding


cancer pain management. IRJournals;12(2), 23-32.

Matzo, M. L., & Sherman, D. W. (2010). Palliative care nursing: quality care to
the end of life. New York: Springer Publishing Company.

Mok, E., & Chiu, P. C. (2004). Nurse–patient relationships in palliative care.


Journal of Advanced Nursing, 48(5), 475–483.

Molassiotis, A., & Rogers, M. (2012). Symptom experience and regaining


normality in the first year following a diagnosis of head and neck cancer: a

Universitas Sumatera Utara


22

qualitative longitudinal study. Palliative and Supportive Care, 10, 197–


204. Doi:10.1017/S147895151200020X.

National Cancer Centre Singapore. (2014). Di unduh dari


http://www.nccs.com.sg/Newsroom/MediaReleases/2014MediaReleases/P
ages/2014Sept15.aspx.

National Comprehensive Cancer Network. (2011). Adult cancer pain (guideline).


Retrieved from http://www.nccn.org

National Quality Forum. (2012). NQF Endorses palliative and end-of-life care
measures. Diunduh dari http://
www.qualityforum.org/News_And_Resources /Press_Releases/2012/
NQF_Endorses_Palliative_and_End-of-Life_Care_Measures.aspx.

Neilson, J., Kai, J., MacArthur, C., & Greenfield, S. (2010). Exploring the
experiences of community-based children’s nurses providing palliative
care. Pediatric nursing, vol 22(3) : p31-36.

Ningsih, N. S. (2011). Pengalaman perawat dalam memberikan perawatan


paliatif pada anak dengan kanker di wilayah jakarta. Tesis: Universitas
Indonesia.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Petit, L., Azad, N., Byszewski, A., Sarazan, F.,F., & Power, B. (2003). Non-
pharmacological management of primary and secondary insomnia among
older people: review of assessment tools and treatments. Age & Ageing,
32, 19–25.

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing research: generation and assessing
evidence for nursing practice. (9th ed). Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.

Polit, D.F., & Hungler, B.P. (2004). Nursing research: Principle and methods.
Philadelphia: Lippincot.

Potter, P. A.&Perry, A. G. (2009). Fundamental of Nursing. Singapore: Mosbi


Elsevier

Ramage & Morin, P. (2008). Chronic pain in canadian seniors. Health Reports.19,
1, 37-52

Universitas Sumatera Utara


23

Reynolds, S., Heffner, J. (2005). Airway management of the critically ill patient:
rapid-sequence intubation. Chest, 127,(4): 1397–412.

Sadhu, S., Salins, N. S., & Kamath, A. (2010). Palliative care awareness among
Indian undergraduate health care students: A needs-sssessment study to
determine incorporation of palliative care education in undergraduate
medical, nursing and allied health education. Indian Journal of Palliative
Care, 16, 154-159. Doi: 10.4103/0973-1075.73645
Sheldon, L. K., (2014). Implementing the new commission on cancer standard on
palliative care services. Clinical Journal of Oncology Nursing, 18 (1), 37-
38. Doi: 0.1188/14.CJON.S1.

Simen, A. S., Liv, W. S., Inger, S. B., & Anners, L. (2011). Agreement in
documentation of symptoms, clinical signs, and treatment at the end of
life: a comparison of data retrieved from nurse interviews and electronic
patient records using the Resident Assessment Instrument for Palliative
Care. Journal of Clinical Nursing,21, 1416–1424, doi: 10.1111/j.1365-
2702.2011.03867.x
Sinuhaji, R. L., (2014). Dukungan sosial pada penderita kanker nasofaring
berdasarkan gender. Tesis: Universitas Pendidikan Indonesia.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth’s Textbook of medical-surgical nursing. (12thed). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Smith, T. J., Temin, S., Alesi, E. R., Abernethy, A. P., Balboni, T. A., Basch, E.
M., et al. (2012). American society of clinical oncology provisional
clinical opinion: The integration of palliative care into standard oncology
care. Journal of Clinical Oncology. Doi: 10.1200/JCO.2011.38.5161.

Stevens, E., Jackson, S., & Milligan, S. (2009). Palliative Nursing: Across the
Spectrum of Care. United Kingdom; Blackwell Publishing.

Streubert, H.J., & Carpenter, D.R. (2011). Qualitative research in nursing;


advancing the humanistic imperative. (5th ed). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
th
Tomey, A. M., & Alligood, M. R. (2010). Nursing theory and their work (6 ed).
St. Louis: Mosby Elsevier.

Tong, M. C. F., Lee, K. Y. S., Yuen, M. T. Y., & Lo, P. S. Y. (2011). Perceptions
and experiences of post-irradiation swallowing difficulties in
nasopharyngeal cancer survivors. European Journal of Cancer Care, 20,
170–178. Doi: 10.1111/j.1365-2354.2010.01183.x.

Universitas Sumatera Utara


24

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor. 38 Tahun. 2014. Tentang


Keperawatan.

Wenzel, J., Shaha, M., Klimmek, R., & Krumm, S. (2011). Working through grief
and loss: Oncology nurses’ perspectives on professional bereavement
[Online exclusive]. Oncology Nursing Forum, 38, E272–E282.
doi:10.1188/11.

WHO. (2008). International Agency for Research on Cancer. World Cancer


Report. Lyon.

WHO. (2010). Definition of palliative care. Diunduh dari


http://www.who.int/cancer/palliative/definition/en/.

WHO. (1996). What quality of life? The world health organization quality of life
assessment. World health Forum, 17,354-356.

Zhang, Z., Chen, F., Kuang, H., & Huang, G. (2012). Epigenetics of
Nasopharyngeal Carcinoma. Di unduh dari http//:www.intechopen.com.

Yudiyanta., Novita, K., & Ratih, W., N. (2015). Assessment nyeri. Departemen
Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
CDK-226/42:3 214-234.

Universitas Sumatera Utara


25

Kode :

Formulir Informed Consent

Nama saya Lestari, saya seorang mahasiswa Program Studi Magister


Keperawatan Fakultas Keperawatan, Peminatan Keperawatan Medikal Bedah,
Universitas Sumatera Utara. Saya melakukan sebuah proyek penelitian untuk
mengeksplorasi pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif
pada klien kanker nasofaring. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian ini akan
memberikan kontribusi bukti yang baik dan meningkatkan wawasan, pemahaman dan
meningkatkan kualitas perawatan paliatif pada klien dengan kanker nasofaring.

Dalam penelitian ini, Anda akan ditugaskan untuk mengeksplorasi pengalaman


bapak/ibu/saudara tentang pengalaman memberikan asuhan keperawatan paliatif pada
klien dengan kanker nasoparing. Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Partisipasi bapak/ibu/saudara bersifat sukarela tanpa paksaan dan apabila menolak
sebagai partisipan tidak ada sangsi apapun. Wawancara kemungkinan akan dilaksanakan
dalam 2 kali pertemuan selama 60-90 menit, atau sesuai dengan kesepakatan yang telah
dibuat oleh peneliti dan partisipan, jika dengan satu kali pertemuan telah cukup.

Selama wawancara dilakukan partisipan diharapkan akan menyampaikan


pengalamannya dengan lengkap. Selama penelitian dilakukan, peneliti menggunakan
alat bantu penelitian berupa catatan, pedoman wawancara dan MP4 untuk membantu
kelancaran pengumpulan data. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian ini
akan dijaga kerahasiannya. Pelaporan hasil penelitian ini selanjutnya akan menggunakan
kode partisipan dan bukan nama sebenarnya dari partisipan. Partisipan berhak
mengajukan keberatan pada peneliti jika terdapat hal-hal yang tidak berkenan dengan
partisipan kemudian selanjutnya akan dicari penyelesaian berdasarkan kesepakatan
peneliti dan partisipan. Tanda tangan Anda dalam bentuk ini akan menunjukkan bahwa
Anda memahami formulir ini dan Anda bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini.

Universitas Sumatera Utara


26

...................... ......................... ....................

Partisipan Tandatangan Tanggal

Jika Anda memiliki pertanyaan, saran atau tidak dapat berkontribusi untuk penelitian ini,
Anda dapat menghubungi saya melalui telepon atau alamat berikut:

Program Studi Magister Keperawatan,

Peminatan Keperawatan Medikal Bedah

Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara

Hp +628126499949

Email: lestari_bani@ymail.com

Universitas Sumatera Utara


27

Kode :

DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN

Petunjuk : Isilah kuesioner di bawah ini.

Nama (Inisial) : ..............................................

Usia : ..............................................

Jenis kelamin : ..............................................

Agama : ...............................................

Pendidikan terakhir : ................................................

Tempat kerja : ................................................

Universitas Sumatera Utara


28

Masa kerja : ...............................................

Alamat : ..............................................

Tlp : ................................................

Kode :

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

Saya sangat tertarik untuk mengetahui pengalaman bapak/ibu/saudara


dalam memberikan asuhan perawatan paliatif pada klien dengan kanker

Universitas Sumatera Utara


29

nasoparing. Saya mengharapkan bapak/ibu/saudara untuk menceriterakan apa


saja yang terkait dengan pengalaman tersebut, termasuk perasaan pikiran,
peristiwa, serta pendapat yang dialami.

1. Menurut bapak/ibu/saudara, keluhan apa yang sering di keluhkan klien


dengan kanker nasofaring?
2. Jelaskan apa saja yang sudah bapak/ibu/saudara lakukan dalam
mengatasi nyeri pada klien dengan kondisi terminal kanker nasofaring?
3. Jelaskan apa saja yang sudah bapak/ibu/saudara dengan dokter dalam
mengatasi nyeri pada klien dengan kondisi terminal kanker nasofaring?
4. Jelaskan bagaimana bapak/ibu/saudara mewujudkan respect pada klien
dengan kondisi terminal kanker nasofaring?
5. Jelaskan apa saja yang sudah bapak/ibu/saudara lakukan dalam
mengatasi masalah psikologis pada klien dan keluarga dengan kondisi
terminal kanker nasofaring?
6. Jelaskan apa saja yang sudah bapak/ibu/saudara lakukan dalam
memberikan dukungan spiritual pada klien dan keluarga dengan kondisi
terminal kanker nasofaring?
7. Jelaskan apa saja yang sudah bapak/ibu/saudara lakukan dalam
memfasilitasi hubungan dengan orang lain pada klien dan keluarga
dengan kondisi terminal kanker nasofaring?
8. Suka duka (kebahagiaan dan kedukaan) apa saja yang
bapak/ibu/saudara temukan selama memberikan perawatan kondisi
klien terminal kanker nasofaring?
9. Ceritakan harapan bapak/ibu/saudara terhadap perawatan paliatif
untuk meningkatkan kemampuan perawat agar lebih baik dalam
memberikan asuhan perawatan paliatif pada klien dengan kanker
nasoparing?
10. Adakah hal lain yang ingin bapak/ibu/saudara ceriterakan terkait
pengalaman bapak/ibu/saudara dalam merawat klien dengan kanker
nasoparing dengan kondisi terminal ?

Universitas Sumatera Utara


30

Universitas Sumatera Utara


31

Universitas Sumatera Utara


32

Universitas Sumatera Utara


33

Universitas Sumatera Utara


34

Universitas Sumatera Utara


35

Universitas Sumatera Utara


36

Universitas Sumatera Utara


37

Universitas Sumatera Utara


38

Universitas Sumatera Utara


39

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai