Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PEMBELAJARAN KLINIK

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO


PERIODE 4 JUNI – 4 AGUSTUS 2018
STASE INTERNA (RUANG MAWAR)

Oleh:

Sutrimo Usali R (1707045009)

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMUKEFARMASIAN


MINAT FARMASI KLINIK
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Diabetes Melitus
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes atau yang sering disebut dengan Diabetes Mellitus merupakan
penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya produksi insulin, zat yang
dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Bisa pula karena adanya gangguan pada fungsi
insulin, meskipun jumlahnya normal.Sebenarnya Diabetes merupakan penyakit
keturunan atau bawaan Gen. Bila orang tua kita menderita Diabetes kemungkinan besar
kita akan menderita Diabetes juga. Jadi dengan melihat garis keturunan kita harus
waspada karena tidak 100 persen muncul penyakit itu, kemungkinan kita sebagai
pembawa sifat/gen kemungkinan yang kena anak kita dst. Gejala atau symptom
Diabetes Mellitus, atau Kencing Manis antara lain; Obesitas/Kegemukan, sering
kencing/polyuria, banyak berkeringat, berat badan menurun drastis, selalu merasa lapar
dan haus/polydipsia, lesu, dan kalau luka sulit sembuh.

Umumnya diabetes melittus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau


sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang
berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin.Disamping itu
diabetes melittus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam
memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau
sebab lain yang belum diketahui.
Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit degeratif, dimana terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan tingginya
kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin (glukosuria) . Diabetes Mellitus
atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan
kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut
maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti
jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin
dibuat dalam pancreas.
2. Type – type Diabetes Militus
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus
berdasarkan perawatan dan simtoma:
1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di
dalampankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan
bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik
atau defisiensimitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai
dengansindrom resistansi insulin
3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, dan
menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
 Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
 Insuli requring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak
cukup untuk mencapai gejala normogli cemia, jika tidak disertai dengan tambahan
hormon dan luar tubuh.
 Not insulin requiring diabetes.
a. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset
diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes
yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya
sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita
oleh anak-anak maupun orang dewasa.Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan
tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan
penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit
ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin
umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini, diabetes
tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti
terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar
diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin.
Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet
dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan
pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan
insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan
pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta
dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".

Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan


memengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang
tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat
Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal
(80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l. Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl
(7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti
"frequent hypoglycemic events".Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti
dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga
menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan
perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang
rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.

b. Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related


diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes
mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah,
melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada
banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β,
gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh
disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan,
terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulinserta RBP4 yang menekan
penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.
Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom
terpadat yang ditemukan pada manusia.Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala
sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara
perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat),
dan lewat pengurangan berat badan.

Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian
berat/beban adalah rendah hati, sebagai contoh, di sekitar 5 kg (10 sampai 15 lb), paling
terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya,
jika perlu, perawatan dengan lisan (antidiabetic drugs). produksi hormon insulin adalah
pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan (sering yang digunakan di kombinasi)
kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (e.g.
sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh
hati (dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu (e.g., metformin),
dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin (e.g., thiazolidinediones).
Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk
memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang
tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling
terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.

Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-


baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.
Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka
peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.

c. Diabetes mellitus tipe 3


Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-
resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to
require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type
3 diabetes, atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah
melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada
lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan
sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan.
GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan.
GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama
masa kehamilan. Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik
dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami
oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung
bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon
insulin janin dapat menghambat produksisurfaktan janin dan mengakibatkan sindrom
gangguan pernapasan.
Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus
yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai
akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan
dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan
dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan resiko luka yang
berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.
3. Tanda dan gejala Diabetes Militus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana
peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine)
penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering
dilebung atau dikerubuti semut.

Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini
meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)


2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktU
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhanny
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
4. Faktor Penyebab Diabetes Melitus
Penyakit diabetes bisa disebabkan oleh beberapa faktor pemicu,diantaranya:
1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh
dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. konsumsi makan yang berlebihan dan tidak
diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan
kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus.
2. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih
besar untuk terkena penyakit diabetes militus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk
berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.
3. Faktor genetis
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes
mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus.
Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat
kecil.
4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas,
radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak
ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala
jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas
5. Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang
pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada
sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit
seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema diabetes
mellitus.
6. Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang
malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes
mellitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam
tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab
diabetes mellitus selain disfungsi pankreas. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
mengatakan, kasus diabetes di negara-negara Asia akan naik hingga 90 persen dalam
20 tahun ke depan. “Dalam 10 tahun belakangan, jumlah penderita diabetes di Hanoi,
Vietnam, berlipat ganda. Sebabnya? Di kota ini, masyarakatnya lebih memilih naik
motor dibanding bersepeda,” kata Dr Gauden Galea, Penasihat WHO untuk Penyakit
Tidak Menular di Kawasan Pasifik Barat. Kesimpulannya, mereka yang sedikit
aktivitas fisik memiliki risiko obesitas lebih tinggi dibanding mereka yang rajin
bersepeda, jalan kaki, atau aktivitas lainnya.
7. Teh manis
Penjelasannya sederhana. Tingginya asupan gula menyebabkan kadar gula darah
melonjak tinggi. Belum risiko kelebihan kalori. Segelas teh manis kira-kira
mengandung 250-300 kalori (tergantung kepekatan). Kebutuhan kalori wanita dewasa
rata-rata adalah 1.900 kalori per hari (tergantung aktivitas). Dari teh manis saja kita
sudah dapat 1.000-1.200 kalori. Belum ditambah tiga kali makan nasi beserta lauk pauk.
Patut diduga kalau setiap hari kita kelebihan kalori. Ujungnya: obesitas dan diabetes.
8. Gorengan
Karena bentuknya kecil, satu gorengan tidak cukup buat kita. Padahal gorengan adalah
salah satu faktor risiko tinggi pemicu penyakit degeneratif, seperti kardiovaskular,
diabetes melitus, dan stroke. Penyebab utama penyakit kardiovaskular (PKV) adalah
adanya penyumbatan pembuluh darah koroner, dengan salah satu faktor risiko
utamanya adalah dislipidemia. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang
ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, LDL (kolesterol jahat) dan
trigliserida, serta penurunan kadar HDL (kolesterol baik) dalam darah. Meningkatnya
proporsi dislipidemia di masyarakat disebabkan kebiasaan mengonsumsi berbagai
makanan rendah serat dan tinggi lemak, termasuk gorengan
9. Suka ngemil
Kita mengira dengan membatasi makan siang atau malam bisa menghindarkan diri dari
obesitas dan diabetes. Karena belum kenyang, perut diisi dengan sepotong atau dua
potong camilan seperti biskuit dan keripik kentang. Padahal, biskuit, keripik kentang,
dan kue-kue manis lainnya mengandung hidrat arang tinggi tanpa kandungan serta
pangan yang memadai. Semua makanan itu digolongkan dalam makanan dengan
glikemik indeks tinggi. Sementara itu, gula dan tepung yang terkandung di dalamnya
mempunyai peranan dalam menaikkan kadar gula dalam darah.
10. Kurang tidur.
Jika kualitas tidur tidak didapat, metabolisme jadi terganggu. Hasil riset para ahli dari
University of Chicago mengungkapkan, kurang tidur selama 3 hari mengakibatkan
kemampuan tubuh memproses glukosa menurun drastis. Artinya, risiko diabetes
meningkat. Kurang tidur juga dapat merangsang sejenis hormon dalam darah yang
memicu nafsu makan. Didorong rasa lapar, penderita gangguan tidur terpicu menyantap
makanan berkalori tinggi yang membuat kadar gula darah naik.
11. Sering stress
Stres sama seperti banjir, harus dialirkan agar tidak terjadi banjir besar. Saat stres
datang, tubuh akan meningkatkan produksi hormon epinephrine dan kortisol supaya
gula darah naik dan ada cadangan energi untuk beraktivitas. Tubuh kita memang
dirancang sedemikian rupa untuk maksud yang baik. Namun, kalau gula darah terus
dipicu tinggi karena stres berkepanjangan tanpa jalan keluar, sama saja dengan bunuh
diri pelan-pelan
12. Kecanduan rokok
Sebuah penelitian di Amerika yang melibatkan 4.572 relawan pria dan wanita
menemukan bahwa risiko perokok aktif terhadap diabetes naik sebesar 22 persen.
Disebutkan pula bahwa naiknya risiko tidak cuma disebabkan oleh rokok, tetapi
kombinasi berbagai gaya hidup tidak sehat, seperti pola makan dan olahraga.
13. Menggunakan pil kontrasepsi
Kebanyakan pil kontrasepsi terbuat dari kombinasi hormon estrogen dan progestin, atau
progestin saja. Pil kombinasi sering menyebabkan perubahan kadar gula darah.
Menurut dr Dyah Purnamasari S, Sp PD, dari Divisi Metabolik Endokrinologi RSCM,
kerja hormon pil kontrasepsi berlawanan dengan kerja insulin. Karena kerja insulin
dilawan, pankreas dipaksa bekerja lebih keras untuk memproduksi insulin. Jika terlalu
lama dibiarkan, pankreas menjadi letih dan tidak berfungsi dengan baik.
14. Keranjingan soda
Dari penelitian yang dilakukan oleh The Nurses’ Health Study II terhadap 51.603
wanita usia 22-44 tahun, ditemukan bahwa peningkatan konsumsi minuman bersoda
membuat berat badan dan risiko diabetes melambung tinggi. Para peneliti mengatakan,
kenaikan risiko itu terjadi karena kandungan pemanis yang ada dalam minuman
bersoda. Selain itu, asupan kalori cair tidak membuat kita kenyang sehingga terdorong
untuk minum lebih banyak
BAB II
RIWAYAT PENGOBATAN PASIEN

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO


RM
PURWOKERTO
INSTALASI FARMASI
Nama : Ny. RM Nomor RM : 0 2 0 1 9 4 0 4
6
Tgl lahir/Umur : 21 Tahun BB : 45 kg; TB:cm ; Kamar: Mawar
RPM : lemas, mual, sesak napas
Lainnya :hiperglikemia sejak 2 bulan terakhir menggunakan insulin
DPJP : dr. Rachmat
Diagnosis : krisis hiperglikemia, DM tipe 1, DD tipe lain drug reaction

RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT HARIAN


Diisi oleh Apoteker yang merawat :
Parameter Penyaki Nilai Normal 12/7 13/7 14/7
Tanda Vital

Tekanan Darah <120/80 110/70 120/80 120/80


Nadi (kali per menit) 60-100 90 88 86
Suhu Badan (oC) 36-37 36.7 36,6 36,6
Respirasi 16-20 20 20 20
Sesak - - - -
Lemas - - - -
Gatal - - - -
KELUHAN

Mual - - - -
Muntah - - - -

Laboratorium Rutin / Nilai Normal 10/7 11/7


Tanggal
Laboratorium Rutin

Leukosit 3600-11000 26040


Ureum darah 14,98-38,52 9,1
Glukosa sewaktu <200 121 206

Terapi Aturan Pakai 12/7 13/7 14/7


RUTE PARENTERAL

Inj. Novorapid 3x144 + - -


Inj. Levemir 0-0-16 + - -
Inj. Ciprofloxacin 200mg/12jam + + +
Inj. Ranitidin 50mg 2x50mg + + +
Inj. Difenhidramin 2x1amp + + -
Inj. Levemir 0-0-12 + -
Inj. Fluconazole 1x1 + +
Inj. Novorapid 3x10unit + -
Inj. Novorapid 3x8unit +
Inj. Levemir 0-0-10unit +
cetrizin 2x1 + + +
Topical soft u derm + + +
RUTE ORAL

Nacl 0,9 30 tpm + + +


I.V.F.D
.

BB : Berat Badan; TB : Tinggi Badan; RPM : Riwayat Penyakit saat MRS; RPD : Riwayat Penyakit Dahulu
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO
RM
PURWOKERTO
INSTALASI FARMASI
Nama : Ny. RM Nomor RM : 0 2 0 1 9 4 0 4
8
Tanggal lahir/Umur : (21th) Berat Badan : 45 kg Tinggi Badan : cm

PEMANTAUAN TERAPI OBAT


Diisi oleh Apoteker yang merawat :
Tang Asuhan Kefarmasian Nama
gal & Paraf
& Assesment Apotek
Subyektif Obyektif Planning
Jam (DRP) er
12/07 - Subjektif Renacana monitoring terapi obat : Sutrimo
/18 Sudah tidak sesak, lemas berkurang, gatal (-)
1. Monitoring tanda vital pasien (suhu,
- Objektif nadi, tekanan darah, respirasi)
Diagnosa: krisis hiperglikemia, DM tipe 1, 2. Monitoring glukosa darah sewaktu,
DD tipe lain drug reaction gula darah puasa, GDRJPP rutin,
Tanda Vital 12/07/2018 : TD : 110/70 mmHg, ureum darah, leukosit.
Nadi : 90x/menit, RR : 20x/menit, dan suhu 3. Kebutuhan total insulin harian
0
badan : 36.7 C. 0.5 x 45kg = 22.5 UI
Terapi sesuai instruksi DPJP Ins. Novorapid = 3x5 UI
1. Pemeriksaan darah 10/07/2018: Leukosit Ins. Levemir = 1x9 UI
26.040 (H), Ureum darah 9.1 (L), GDS 121
2. Hasil Lab 11/7/2018 : GDP 206 (H)

- Assessment (DRP)
1. Perhitungan kebutuhan insulin.
0.5 x 45kg = 22.5 UI
60% = 0.6 x 22.5 UI = 13.5 UI =5-5-5
(Novorapid)
40% = 0.4 x 22.5 UI = 9 UI 1x9UI
(levemir)
13/07 - Subjektif Renacana monitoring terapi obat : Sutrimo
/2018 Sudah tidak sesak, lemas berkurang, gatal (-)
1. Monitoring tanda vital pasien (suhu,
- Objektif nadi, tekanan darah, respirasi)
Diagnosa: krisis hiperglikemia, DM tipe 1, 2. Monitoring glukosa darah sewaktu,
DD tipe lain drug reaction gula darah puasa, GDRJPP rutin,
Tanda Vital 12/07/2018 : TD : 110/70 mmHg, ureum darah, leukosit.
Nadi : 90x/menit, RR : 20x/menit, dan suhu 3. Kebutuhan total insulin harian
0
badan : 36.7 C. 0.5 x 45kg = 22.5 UI
Terapi sesuai instruksi DPJP Ins. Novorapid = 3x5 UI
1. Pemeriksaan darah 10/07/2018: Leukosit Ins. Levemir = 1x9 UI
26.040 (H), Ureum darah 9.1 (L), GDS 121
2. Hasil Lab 11/7/2018 : GDP 206 (H)

- Assessment (DRP)
1. Perhitungan kebutuhan insulin.
0.5 x 45kg = 22.5 UI
60% = 0.6 x 22.5 UI = 13.5 UI =5-5-5
(Novorapid)
40% = 0.4 x 22.5 UI = 9 UI 1x9UI
(levemir)
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien atas nama Ny.RM berusia 21 tahun datang RS.Margono pada tanggal

12/07/18 dengan keluhan nyeri perut, perut membesar sejak beberapa hari yang lalu,

lemas, kedua kaki membengkak. Dokter diagnosis pasien krisis hyperkalemia DM I dd

tipe lain drug reaction,. Tanda vital pasien menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg,

nadi 90x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36.70ºC. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien

menunjukan peningkatan leukosit dan GDP, serta penurunan ureum darah. Terapi yang

diberikan untuk pasien insulin novorapid 3x14UI, levemir 0-0-16 UI, Inj. Ciprofloxacin

2x200 mg, Inj. Ranitidin 2x50mg, Inj. Difenhidramin 2x1amp.

Pasien didiagnosa menderita krisis hiperglikemi DM I dd tipe lain drug

reaction. Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM

Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat

memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus

mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam

tubuhnya dapat berjalan normal (Depkes RI. 2005). Terapi insulin yang diberikan sudah

tepat, karna terbukti bahwa terapi insulin pada pasien hiperglikemia memperbaiki

luaran klinis. Insulin, selain dapat memperbaiki status metabolik dengan cepat,

terutama kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara lain

perbaikan inflamasi, Selain itu, penggunaan infus insulin juga dapat menurunkan

mortalitas di rumah sakit secara keseluruhan.


Idealnya, sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk

kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Respon

individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itu jenis sediaan insulin mana

yang diberikan kepada seorang penderita dan berapa frekuensi penyuntikannya ditentukan

secara individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu.

Umumnya, pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian

ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan.

Insulin kerja singkat diberikan sebelum makan, sedangkan Insulin kerja sedang umumnya

diberikan satu atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan.

Seperti yang dikatakan sebelumya respon tubuh individu masing-masing itu berbeda,

pasien ini mengalami alergi berupa gatal-gatal ini kemungkinan adalah alergi dari salah satu

terapi maupun salah satu jenis insulin. Maka dari itu pasien diberikan terapi injeksi

difenhidramin dimana indikasi difenhidramin adalah untuk antihistamin. Difenhidramin

merupakan antihistamin turunan etanolamin, generasi pertama antihistamin. Difenhidramin

bekerja dengan cara menghalangi kinerja senyawa histamin alami tubuh yang menyebabkan

munculnya gejala alergi.


Pada tanggal 13/07/2018 insulin novorapid, diturunkan dosisnya menjadi 3x10UI dan

pada tanggal 14/07/2018 dosis diturunkan lagi menjadi novorapid 3x8UI dan levemir 0-0-

10UI. Pada tanggal 14/07/2018 juga pasien diperbolehkan untuk pulang.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Departemen

Kesehatan RI. Jakarta

Fernando ME, Crowther RG, Pappas E, Lazzarini PA, Cunningham M, Sangla KS, Buttner P,
Golledge J. 2014. Plantar pressure in diabetic peripheral neuropathy patients
with active foot ulceration, previous ulceration and no history of ulceration: a
meta-analysis of observational studies. plos one. UK

Frykberg, R. G., Zgonis, T., Armstrong, D. G., Driver, V. R., Giurini. J. M., Kravitz, S. R.
2006. Diabetic foot disorders: A clinical practice guideline. JFAS. USA

Yotsu RR, Pham NM, Oe M, Nagase T, Sanada H, Hara H, Fukuda S, Fujitani J, Yamamoto-
Honda R, Kajio H, Noda M, Tamaki T. (2014). Comparison of characteristics
and healing course of diabetic foot ulcers by etiological classification:
Neuropathic, ischemic, and neuro-ischemic type. proquest. USA

Chuan, F., Tang, K., Jiang, P., Zhou, B., He, X. 2015. Reliability and Validity of the Perfusion,
Extent, Depth, Infection and Sensation (PEDIS) Classification System and
Score in Patients with Diabetic Foot Ulcer. Proquest. USA

Potter, Patricia A. dan Anne G. Perry. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1. Ed. 7. Salemba
Medika. Jakarta

Clayton, W. Elasy, T. A. 2009. A Review Of The Pathophysiology, Classification, And


Treatment Of Foot Ulcers In Diabetic Patients. ADA. USA

Esposito S, Noviello S, Vanasia A, Venturino P. 2004. Ceftriaxone versus Other Antibiotics


for Surgical Prophylaxis : A Meta-Analysis. NCBI. Republic of Ireland

Hamid Reza Eftekharian, Homa Ilkhani Pak. 2017. Effect of Intravenous Ketorolac on
Postoperative Pain in Mandibular Fracture Surgery; A Randomized, Double-
Blind, Placebo-Controlled Trial .BEAT. Iran

Katharine Ker, Phil Edwards, Pablo Perel, Haleema Shakur, Ian Roberts. 2012. Effect of
tranexamic acid on surgical bleeding: systematic review and cumulative meta-
analysis. BMJ. London

Anda mungkin juga menyukai