Anda di halaman 1dari 2

Gas yang dikategorikan sebagai Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas yang berpengaruh secara

langsung maupun tidak langsung terhadap efek rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.
Dalam konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention On Climate
Change-UNFCCC), ada enam jenis yang digolongkan sebagai GRK yaitu karbondioksida (CO2), gas
metan (CH4), dinitrogen oksida (N2O), sulfurheksafluorida (SF6), perfluorokarbon (PFCS) dan
hidrofluorokarbon (HFCS). Selain itu ada beberapa gas yang juga termasuk dalam GRK yaitu
karbonmonoksida (CO), nitrogen oksida (NOX), klorofluorokarbon (CFC), dan gas-gas organik non
metal volatile. Gas-gas rumah kaca yang dinyatakan paling berkontribusi terhadap gejala pemanasan
global adalah CO2, CH4, N2O, NOX, CO, PFC dan SF6. Namun, untuk Indonesia dua gas yang disebut
terakhir masih sangat kecil emisinya, sehingga tidak diperhitungkan.

Dari keenam gas-gas rumah kaca tersebut di atas, karbon dioksida (CO2) memberikan kontribusi
terbesar terhadap pemanasan global diikuti oleh gas methan (CH4). Lebih dari 75% komposisi GRK di
atmosfir adalah CO2 sehingga apabila kontribusi CO2 dari berbagai kegiatan dapat dikurangi secara
signifikan maka ada peluang bahwa dampak pemanasan global terhadap perubahan iklim akan
berkurang. Total emisi GRK di Indonesia dari semua sektor pada tahun 2000 sebesar : 1,377,982 Gg
CO2e dan sektor industri memberikan kontribusi sebesar 3,12 %. Untuk mengurangi dampak negatif
dari fenomena perubahan iklim, perlu dihitung jumlah emisi GRK dari kegiatan industri.

Dalam proses sintering/peleburan, pencampuran sintering timah terkonsentrasi dengan sinter yang
didaur ulang. Batukapurdan silika, oksigen, serta lumpur kandungan tinggi timah
untukmenghilangkan belerang dan logam mudah menguap melalui pembakaran.
Prosesyangmenghasilkansinterpanggangyangterdiridarioksidatimahoksida logamlainnya,
menghasilkanemisi sulfurdioksida(SO2) dan energy
karbondioksida(CO2)gasalamyangdigunakanuntukmenyalakanoksidatimah.
Sinterpanggangkemudiandimasukkandalamtanurtiup dengan bijih yang mengandunglogamyanglain,
udara, peleburan berdasarkan produk. Proses
pengambilanpeleburanterjadipadasalahsatutanurtiuptradisionalatautungkupelebu ranimperial, dan
pengurangandarioksidatimahselamaproses yangmenghasilkanemisi CO2.

1.4 Model Dasar Penghitungan Pendekatan Tier-1 dan Tier-2 merupakan metodologi penghitungan
emisi GRK yang paling sederhana, yaitu berdasarkan data aktifitas dan faktor emisi. Estimasi emisi
GRK Tier-1 dan Tier-2 menggunakan Persamaan 1 berikut. Persamaan 1 Persamaan Umum Tier-1
dan 2 Emisi GRK = Data Aktivitas x Faktor Emisi Data aktifitas adalah data mengenai banyaknya
aktifitas umat manusia yang terkait dengan banyaknya emisi GRK. Contoh data aktivitas sektor
energi: volume BBM atau berat batubara yang dikonsumsi, banyaknya minyak yang diproduksi di
lapangan migas (terkait dengan fugitive emission). Faktor emisi (FE) adalah suatu koefisien yang
menunjukkan banyaknya emisi per unit aktivitas (unit aktivitas dapat berupa volume yang diproduksi
atau volume yang dikonsumsi). Untuk Tier-1 faktor emisi yang digunakan adalah faktor emisi default
(IPCC 2006 GL). Pada metoda Tier-2 data aktivitas yang digunakan dalam perhitungan lebih detil
dibanding metoda Tier-1. Sebagai contoh, pada Tier-1 data aktivitas penggunaan solar sektor
transportasi merupakan agregat konsumsi solar berdasarkan data penjualan di SPBU,

tanpa membedakan jenis kendaraan pengguna. Pada Tier-2 data aktivitas konsumsi solar sektor
transportasi dipilah (break down) berdasarkan jenis kendaraan pengguna. Faktor emisi yang
digunakan pada Tier-2 dapat berupa FE default IPCC atau FE yang spesifik berlaku untuk kasus rata-
rata Indonesia atau berlaku pada suatu fasilitas/pabrik tertentu di Indonesia. 1.5 Sumber Data Dalam
penyusunan inventarisasi GRK, IPCC GL mendorong penggunaan data yang bersumber pada publikasi
dari lembaga resmi pemerintah atau badan nasional, misalnya Energy Balance Table dan Handbook
Statistik Energi & Ekonomi Indonesia; dan Data dan Pertumbuhan Penduduk dari BPS. Inventarisasi
dengan pendekatan sektoral memerlukan data konsumsi energi menurut sektor pengguna
(penggunaan BBM di sektor transport, sektor industri dan lain-lain). Penerapan metoda Tier-2
memerlukan data aktivitas yang lebih detail. Sebagai contoh, perhitungan emisi dari pembakaran
bahan bakar memerlukan data penggunaan bahan bakar yang lebih detail, yaitu: penggunaan BBM
per jenis menurut jenis kendaraan, penggunaan BBM per jenis menurut jenis pabrik, penggunaan
batubara per jenis/kualitas batubara menurut jenis pabrik.

Anda mungkin juga menyukai