Anda di halaman 1dari 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Retinoblastoma adalah keganasan primer intraokular yang paling sering
terjadi pada anak dan mewakili sekitar 3% dari keseluruhan kasus keganasan
pada anak. Menurut American Academy of Ophthalmology, frekuensi
Retinoblastoma 1 : 14.000 sampai 1 : 20.000 dari kelahiran hidup, bergantung
pada masing-masing negara. Dua pertiga kasus muncul sebelum akhir tahun
ketiga. Pada 90% kasus, diagnosis ditegakkan sebelum akhir tahun ketiga.
Sekitar 60% kasus bersifat unilateral dan non-herediter, 15 % unilateral dan
herediter, dan 25% bilateral dan herediter. Keterlibatan yang bersifat bilateral
ditemukan sebanyak 42% pada usia kurang dari 1 tahun.1
Retinoblastoma biasanya tidak disadari hingga tumor berkembang menjadi
cukup besar sehingga menimbulkan manifestasi klinis berupa pupil putih
(leukokoria), strabismus, atau peradangan. Secara umum, semakin dini penemuan
dan terapi tumor, semakin besar kemungkinan untuk mencegah perluasan tumor.
Enukleasi adalah terapi pilihan untuk retinoblastoma dengan ukuran besar.
Sedangkan tumor yang berukuran lebih kecil dapat diterapi secara efektif dengan
radioterapi plaque atau external beam, krioterapi, atau fotokoagulasi laser.
Kemoterapi juga dapat digunakan untuk mengobati tumor yang sudah meluas ke
otak, orbita, atau ke distal dan biasanya diberikan setelah dilakukan enukleasi
pada pasien dengan resiko penyebaran penyakit yang tinggi.1,2
Kemoterapi dapat digunakan untuk memperkecil ukuran tumor besar
sebelum dilakukan terapi jenis lain dan terkadang sebagai terapi tunggal.
Kemoterapi digunakan untuk meminimalkan efek yang terjadi akibat modalitas
terapi lain, seperti enukleasi yang dapat menyebabkan kehilangan bola mata, atau
External-beam Radiation Therapy yang dapat mengakibatkan kerusakan lensa
atau saraf optik akibat dari proses pengobatan yang berkaitan dengan radiasi.2

Anda mungkin juga menyukai