Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penghasilan terbesar di Negara Indonesia

dikarenakan pada APBN 2018 penghasilan dari pajak menyentuh angka

sebesar Rp 1.136,6 triliun. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat (1),

pajak adalah

“Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “
Oleh sebab itu, pendapatan dari pajak dialokasikan pemerintah untuk

mendanai bidang pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur,

pembangunan sarana umum, dan belanja negara yang dikelola berdasarkan asas

pancasila. Untuk meningkatkan pendapatan dari pajak dibutuhkan kepatuhan

dalam pelaporan kewajiban perpajakan, dengan meningkatnya angka kepatuhan

maka diharapkan penerimaan pajak juga meningkat (Dewi dan Merkusiwati,

2018) . Menurut Devos (2004) kepatuhan Wajib Pajak adalah

“Kepatuhan Wajib Pajak telah didefinisikan sebagai kepatuhan dengan


persyaratan pelaporan, yang berarti bahwa wajib pajak mengajukan semua
pengembalian pajak yang diperlukan pada waktu yang tepat dan bahwa
pengembalian secara akurat melaporkan kewajiban pajak sesuai dengan
kode pendapatan internal, peraturan dan keputusan pengadilan yang berlaku
pada saat pengembalian diajukan.”

1
2

Namun pada realitasnya angka kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia masih

dianggap rendah. Dilansir dari Kontan.co.id, hal ini ditunjukkan dari realisasi

Wajib Pajak yang dianggarkan dalam pelaporan SPT hanya sekitar 14 juta dari

total 18 juta Wajib Pajak yang diharapkan pada batas akhir pelaporan SPT tahun

2018. Sedangkan di Yogyakarta sendiri ada sekitar 18.381 WP yang belum

melaporkan SPT nya. Lebih lanjut, Menteri Ekonomi menilai realisasi pajak

UMKM semester satu pada tahun 2018 masih terlampau rendah masih hanya

sekitar Rp.3-4 T dengan tarif PPh final yang sudah diturunkan sebesar 0,5%.

Walaupun UMKM sendiri pada tahun 2018 sudah menyetorkan 60% untuk PDB

Indonesia namun tetap masih ada catatan, bahwa pelaku UMKM masih belum

bertambah tiap tahunnya (Kompas.com).

Banyak program yang sudah dijalankan pemerintah untuk dapat

meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan kewajiban

perpajakannya. Salah satu program tersebut ialah tax amnesty. Tax Amnesty

menurut UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak adalah

“Penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi


administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Dengan
cara mengungkap harta dan membayar utang tebusan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini….”
Tax Amnesty diberlangsungkan pada Juli 2016 – 31 Maret 2017

(dilangsungkan dalam tiga periode) dan program ini memberikan dampak yang

luar biasa untuk penerimaan negara dari perpajakan khususnya terhadap

kepatuhan Wajib Pajak itu sendiri. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data dari

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi pada 1 April 2017, dimana penerimaan dari Tax
3

Amnesty menyentuh angka Rp 135 triliun pada tahun 2017 dengan kurang lebih

hampir 801.000 Wajib Pajak yang mengikuti program tersebut (Liputan 6.com).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kartini dan Isroah (2018). Tax

amnesty memiliki korelasi positif signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi di KPP Purworejo pada tahun 2016. Hal ini didukung pula dengan

penelitian yang dilakukan oleh Kesumasari dan Suardana (2018) dimana

pengetahuan tax amnesty berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan

pelaporan WPOP di KPP Pratama Gianyar. Jika Wajib Pajak memiliki

pengetahuan mengenai tax amnesty, hal itu kemungkinan besar akan memberikan

dorongan bagi wajib pajak untuk melakukan tax amnesty. Jika kita melihat dari

dua penelitian yang telah dilaksanakan dengan menggunakan variabel tax

amnesty sebagai yang mempengaruhi dan dengan kepatuhan Wajib Pajak sebagai

variabel yang dipengaruhi, dapat disimpulkan tax amnesty dapat meningkatkan

kepatuhan wajib pajak terhadap pelaporan SPT.

Seperti peneliti singgung sebelumnya bahwa banyak program yang

dilaksanakan pemerintah untuk dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam

melaporkan kewajiban perpajakannya dan salah duanya adalah modernisasi

administrasi perpajakan. Modernisasi administrasi perpajakan merupakan sistem

administrasi perpajakan yang menggunakan sistem informasi teknologi yang

andal dan terkini serta bersifat transparan dan akuntabel (Pandiangan, 2008).

Modernisasi administrasi perpajakan merupakan produk dari reformasi

administrasi perpajakan. Syarat utama yang harus dipenuhi dalam reformasi

administrasi perpajakan adalah penyederhanaan sistem perpajakan sehingga dapat


4

dikelola seefektif dan seefisien mungkin (Setiyaji dan Amir, 2005). Menurut

Laporan Tahunan Dirjen Pajak (2007) tujuan dari modernisasi administrasi

perpajakan adalah untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak,

meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan meningkatkan produktivitas dan

integritas aparat pajak. Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi

administrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan

komprehensif.

Bentuk-bentuk dari modernisasi administrasi perpajakan yang diterapkan di

Indonesia di antaranya adalah e-registrasion, e-billing, e-filing, e-SPT, e-NJOP,

dan e-NPWP. Pada penelitian kali ini peneliti akan berfokus kepada e-filing

sebagai variabel yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak UMKM dalam

pelaporan SPT. Menurut DJP Kementerian Keuangan e-filing adalah

“Suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik


yang dilakukan secara online dan real time melalui internet pada website
Direktorat Jenderal Pajak (http://www.pajak.go.id) atau Penyedia Layanan
SPT Elektronik atau Application Service Provider (ASP)”
Aplikasi e-filing terbukti mampu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak

dalam melaporkan SPT nya. Berdasarkan penelitian dari Agustiningsih dan Isroah

(2016), e-filing mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sebesar 45,4% dan hal ini

didukung pula dengan penelitian dari Arif, dkk (2016), dimana diperoleh

kesimpulan bahwa modernisasi perpajakan berkorelasi positif terhadap kepatuhan

Wajib Pajak. Dilihat dari angkanya hampir sebagian besar kepatuhan Wajib Pajak

dipengaruhi oleh e-filing. Dapat disimpulkan e-filing sangat mempengaruhi para


5

Wajib Pajak dalam melaporkan SPT nya. Semakin baik e-filing maka angka

kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT akan meningkat tiap tahunnya.

Cara pelaporan yang sudah dipermudah untuk Wajib Pajak harus ditopang

pula dengan sanksi administrasi perpajakan yang tegas dan adil agar para Wajib

Pajak semakin patuh dalam melaporkan SPT nya tepat waktu dan tidak

menganggap enteng dalam pelaporan SPT. Sanksi administrasi perpajakan

merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga

dan kenaikan (Mardiasmo, 2018). Priambodo (2017) berpendapat bahwa sanksi

perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Suryadi dan Sunarti (2016) menemukan bahwa sanksi

administrasi perpajakan menunjukkan hasil yang positif terhadap tingkat

kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam memenuhi kewajibannya. Namun

terjadi hal yang berbeda jika objek penelitian difokuskan kepada Wajib Pajak

UMKM. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2015), sanksi

administrasi perpajakan terhadap Wajib Pajak UMKM tidak berpengaruh positif

terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melakukan penelitian ulang karena

adanya perbedaan atau ketidakkonsistenan pada penelitian-penelitian terdahulu.

Peneliti menggunakan obyek yang berbeda yaitu terfokus pada UMKM di daerah

Yogyakarta. Peneliti menggunakan variabel tax amnesty, modernisasi administrasi

perpajakan, dan sanksi administrasi perpajakan sebagai variabel independen serta

kepatuhan Wajib Pajak UMKM sebagai variabel dependen karena adanya


6

ketidakkonsistenan pada hasil penelitian terdahulu khususnya pada sanksi

administrasi perpajakan dan ingin mengetahui apakah variabel lain ikut berubah

dampaknya jika dengan obyek yang berbeda pula. Peneliti memilih Wajib Pajak

UMKM di daerah Yogyakarta sebagai obyek penelitian karena adanya fenomena

yang cukup menarik perhatian peneliti, yaitu menurut Kanwil Direktorat Pajak

DIY mulai periode pertama (Juli-September) tax amnesty diberlakukan hingga

November 2016 jumlah WP UMKM yang telah mengikuti program pengampunan

pajak hanya sebanyak 1.049 orang terdiri atas 778 WP perorangan dan 271

perorangan atau badan usaha. Padahal jumlah total WP UMKM yang tercatat di

DIY cukup banyak mencapai 136.844 baik yang perorangan maupun non

perorangan dan pada semester pertama tahun 2017 hanya sekitar 1% dari 230.000

WP UMKM di Yogyakarta yang melaporkan kewajiban perpajakannya (Dilansir

dari PemeriksaanPajak.Com).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah Tax

Amnesty, modernisasi administrasi perpajakan, dan sanksi administrasi perpajakan

berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Daerah Yogyakarta.

Sehingga peneliti mengangkat judul Pengaruh Tax Amnesty, Modernisasi

Administrasi Perpajakan, dan Sanksi Administrasi Perpajakan terhadap

Kepatuhan WP UMKM di Daerah Yogyakarta Dalam Menyampaikan

Surat Pemberitahuan Tahunan.


7

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini

akan dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah tax amnesty berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak

UMKM di Daerah Yogyakarta dalam Menyampaikan SPT ?

2. Apakah modernisasi administrasi perpajakan berpengaruh terhadap

kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Daerah Yogyakarta dalam

Menyampaikan SPT?

3. Apakah sanksi administrasi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan

Wajib Pajak UMKM di Daerah Yogyakarta dalam Menyampaikan

SPT?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan

sebelumnya, penelitian ini diangkat untuk melakukan pengujian ulang karena

adanya ketidakkonsistenan pada hasil penelitian terdahulu khususnya pada sanksi

administrasi perpajakan dan apakah variabel lain ikut berubah dampaknya jika

dengan obyek yang berbeda yaitu Wajib Pajak UMKM di daerah Yogyakarta,

serta faktor apa saja yang membuat variabel independen mempengaruhi variabel

dependen. Alasan peneliti memilih obyek tersebut dikarenakan kurangnya

partisipasi Wajib Pajak UMKM dalam mengikuti tax amnesty dan sedikitnya

Wajib Pajak UMKM yang melaporkan SPT di semester pertama tahun 2017.
8

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain

adalah sebagai berikut:

1. Kontribusi Teori

Kontribusi teori penelitian ini adalah agar dapat menjadi referensi untuk

penelitian sejenis, menambah pemahaman, dan wawasan tentang

program ataupun kebijakan pemerintah terhadap kepatuhan Wajib Pajak

khususnya Wajib Pajak UMKM.

2. Kontribusi Praktik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Wajib Pajak

UMKM agar lebih memahami dan menyadari pentingnya melaporkan

kewajiban pajak tepat waktu, sehingga tidak hanya meningkat

penerimaan pajak dari pihak UMKM namun juga dapat meningkatkan

kepatuhan Wajib Pajak secara konsisten setiap tahun yang akan

berdampak pada peningkatan perekonomian Indonesia. Penelitian ini

juga dapat membantu pemerintah untuk menerapkan program dan

kebijakan mana yang dianggap baik untuk sistem perpajakan di

Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai