Anda di halaman 1dari 35

SALINAN

PRES I DEN
REPUELIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 58 TAHUN 2016
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013
TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19, Pasal 40


ayat(71, Pasal 42 ayat (3), Pasal 50, Pasal 56, Pasal 57 ayat (3),
dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ol3 tentang
Organisasi Kemasyarakatan, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 20 13 tentang Organisasi Kemasyarakatan;

Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 lahun 2Ol3 tentang
Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2Ol3 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5a30);

MEMUTUSKAN:

McNetapKan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN


UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2OI3 TENTANG
O RGANI SASI KEMASYARAKATAN.

BAB I
PRtrS IDEI\
I( I I\ DON ESIA
RtrF'I,J L:ILI

-2-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


1. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut
Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk
oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan
kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,
kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila.
2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
4. Dewan Perwakilan Ralryat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Surat Keterangan Terdaftar yang selanjutnya disingkat
SKT adalah dokumen yang diterbitkan oleh Menteri
yang menyatakan Ormas tidak berbadan hukum telah
terdaftar pada administrasi pemerintahan.
6. Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD adalah
peraturan dasar Ormas.
7. Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat
ART adalah peraturan yang dibentuk sebagai
penjabaran AD Ormas.

8. Pemberdayaan
PITIS IDEI\
l( I N Dot\l ESI/\
nl::IrLi Elt-l

-3-

8. Pemberdayaan Ormas adalah upaya untuk


meningkatkan kinerja dan menjaga keberlangsungan
Ormas dengan menciptakan kondisi yang
memungkinkan Ormas dapat tumbuh berkembang
secara sehat, mandiri, akuntabel, dan profesional.
9. Sistem Informasi Ormas adalah seperangkat tatanan
yang meliputi data, informasi, sumber daya manusia,
dan teknologi yang saling berkaitan dan dikelola secara
terintegrasi yang berguna untuk mendukung
manajemen pelayanan publik dan tertib administrasi.
10. Pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen
untuk menjamin agar kinerja Ormas berjalan sesuai
dengan tujuan dan fungsi Ormas sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
11. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa internal
Ormas yang difasilitasi oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah untuk memperoleh kesepakatan atas
permintaan para pihak yang bersengketa.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri.
13. Hari adalah hari kerja.

Pasal 2
Ormas didirikan oleh 3 (tiga) orang warga negara Indonesia
atau lebih, kecuali Ormas yang berbadan hukum yayasan.

Pasal 3
(1) Ormas dapat berbentuk:
a. badan hukum; atau
b. tidak berbadan hukum.
(21 Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dapat berbentuk perkumpulan atau
yayasan.

Pasal 4
PRES I DEN
REPUISt-II( INDOI\ESIA

-4-

Pasal 4
(1) Ormas tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dapat memiliki struktur
kepengurusan berj enjang atau tidak berj enj ang.
(21 Struktur kepengurusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam AD/ART Ormas.

BAB II
PENDAFTARAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5
(1) Ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah
mendapatkan pengesahan badan hukum dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia.
(21 Pengesahan badan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundan g-undangan.
(3) Dalam hal Ormas telah mendapat pengesahan badan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
memerlukan SKT.

Pasal 6
Ormas tidak berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah
mendapatkan SKT.

Pasal 7
SKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diterbitkan oleh
Menteri.

Pasal8...
PRES IDEI{
REItrU ELII(. IN DOI.JESIA

-5-

Pasal 8
(1) Pendaftaran Ormas yang memiliki struktur
kepengurusan berjenjang sebagaimana dimaksud
daiam Pasal 4 ayat(1) dilakukan oleh pengurus Ormas
di tingkat pusat.
(21 Pengurus Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaporkan keberadaan kepengurusannya di daerah
kepada Pemerintah Daerah setempat dengan
melampirkan SKT dan kepengurusan di daerah'

Pasal 9
ormas yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum
sebagaimana d.imaksud dalam Pasal 5 ayat (1), pengurus
Ormls melaporkan keberadaan kepengurusannya di daerah
kepada pemLrintah Daerah setempat dengan melampirkan
suiat keputusan pengesahan status badan hukum dan
susunan kepengurusan di daerah.

Bagian Kedua
Tata Cara Pendaftaran
Pasal 10
(1) Ormas mengajukan permohonan pendaftaran secara
tertulis kepada Menteri melalui unit layanan
administrasi.
(2) Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat disampaikan melalui gubernur
bupati/walikota pada unit layanan administrasi
"t",
di provinsi atau kabuPaten/kota'
(3) Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan dan ditandatangani oleh pendiri
dan pengurus Ormas.
(4) Dalam hal pendiri meninggal dunia atau berhalangan
tetap, perrnohonan pendaftaran Ormas dapat diajukan
dan ditandatangani oleh pengurus Ormas.

Pasal 1L
PRES IDEN
REFTUE]LII( INDONESI,A

-6-

Pasal 11

Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 10 harus dilampiri:
a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang
memuat AD atau AD dan ART;
b. program kerja;
c. susunan pengums;
d. surat keterangan domisili sekretariat Ormas;
e. nomor pokok wajib pajak atas nama Ormas;
f. surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan
atau tidak dalam perkara di pengadilan; dan
g. surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan.

Pasal 12
AD dan ART sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a
memuat paling sedikit:
a. nama dan lambang;
b. tempat kedudukan;
c. asas, tujuan, dan fungsi;
d. kepengurusan;
e. hak dan kewajiban anggota;
f. pengelolaan keuangan;
g. mekanisme penyelesaian sengketa dan Pengawasan
internal; dan
h. pembubaran organisasi.

Pasal 13
(1) Susunan pengurus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 huruf c paling sedikit terdiri atas:
a. ketua atau sebutan lain;
b. sekretaris atau sebutan lain; dan
c. bendahara atau sebutan lain.

(2) Seluruh...
irRr_s illEI..l
F..]EF]U ELI I( i NI DO I\I ESIA

-7 -

(21 Seluruh pengurus sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dan anggota Ormas berkewarganegaraan
Indonesia.

Pasal 14
(1) Petugas unit layanan administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memeriksa
kelengkapan permohonan pendaftaran.
(2) Dalam hal permohonan pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum memenuhi
kelengkapan, berkas permohonan dikembalikan
kepada pemohon.

Pasal 15
(1) Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) yang telah memenuhi
kelengkapan dicatat oleh petugas unit layanan
administrasi dalam daftar registrasi permohonan.
{21 Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari
sejak permohonan pendaftaran dicatat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri memberikan atau
menolak penerbitan SKT.
(3) Dalam penerbitan atau penolakan SKT, Menteri dapat
berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait
sesuai dengan bidang Ormas.
(41 Keputusan penerbitan SKT atau surat penolakan
permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan oleh Menteri melalui
petugas unit layanan administrasi kepada pemohon.

Bagian Ketiga
Perubahan SKT
Pasal 16
Pengurus Ormas harrrs mengajukan perubahan SKT apabila
terjadi perubahan nama, bidang kegiatan, nomor pokok
wajib pajak, dan/atau alamat Ormas.

Pasal 17
PRES IDEI\
REPLIBLIl( INDOT{ESIA

-8-

Pasal 17
(1) Permohonan perubahan SKT sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 diajukan secara tertulis kepada
Menteri melalui unit layanan administrasi.
(2) Permohonan perubahan SKT sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada gubernur
dan/ atau bupati/walikota.
(3) Permohonan perubahan SKT sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditandatangani oleh pengurus Ormas dan
dilengkapi bukti pendukung permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.

Pasal 18
(1) Petugas unit layanan administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) memeriksa
kelengkapan permohonan perubahan SKT.
(2) Dalam hal permohonan perubahan SKT sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum memenuhi
kelengkap&fl,' berkas permohonan perubahan SKT
dikembalikan kepada pemohon.

Pasal 19
(1) Permohonan yang telah memenuhi kelengkapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dicatat
dalam daftar registrasi permohonan perubahan SKT.
(21 Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari
sejak permohonan perubahan SKT dicatat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri
menerbitkan atau menolak perubahan SKT.
(3) Dalam penerbitan atau penolakan perubahan
SKT, Menteri dapat berkoordinasi dengan
kementerian/lembaga terkait sesuai dengan bidang
Ormas.
(41 Keputusan penerbitan atau penolakan perubahan
SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan oleh Menteri melalui petugas unit
layanan administrasi kepada pemohon.

Pasal 20
If I{E:S IDEN
I?trPUBLIl( INDOT!ESIA

-9-

Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan atau
perubahan SKT, format, penomoran, dan pejabat
penandatangan SKT, serta ketentuan pelaporan kegiatan
Ormas diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB III
PEMBERDAYAAN

Pasal 21
Pemberdayaan Ormas dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan, daya tahan, dan kemandirian Ormas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pasal 22
(1) Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 dilakukan oleh Ormas yang bersangkutan.
(2) Dalam melakukan pemberdayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Ormas dapat bekerja sama
dengan:
a. Ormas lainnya;
b. masyarakat; dan/atau
c. swasta.

Pasal 23
(1) Pemberdayaan Orrnas yang dilakukan dengan cara
bekerja sama dengan Ormas lainnya, masyarakat,
atau swasta sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
ayat (21 dapat berupa pemberian penghargaan,
program, bantuan, dan dukungan operasional
organisasi.
(2) Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan prinsip
kemitraan, kesetaraan, kebersamaan, dan saling
menguntungkan.

Pasal24...
PRES IDEN
REIfUBLII( INDONESIA

- 10-

Pasal24
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan
Pemberdayaan Ormas melalui fasilitasi kebijakan,
penguatan kapasitas kelembagaan, dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia.
(2) Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibiayai dari APBN dan/atau APBD.

Pasal 25
Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 dilakukan kepada:
a. Ormas yang berbadan hukum; dan
b. Ormas yang terdaftar.

Pasal 26
Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 harus:
a. selaras dengan program perencanaan pembangunan
nasional dan/ atau program perencanaan pembangunan
daerah;
b. menghormati dan mempertimbangkan aspek sejarah,
rekam jejak, peran, dan integritas Ormas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pasal 27
Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB IV
PRES I DEN
REPUE,LII( INDONESIA

- 11-

BAB IV
SISTEM INFORMASI ORMAS

Pasal 28
(1) Pemerintah membentuk Sistem Informasi Ormas
untuk meningkatkan pelayanan publik dan tertib
administrasi.
(2) Pengelolaan Sistem Informasi Ormas memuat data dan
informasi tentang keberadaan, kegiatan, dan informasi
lain yang dibutuhkan.
(3) Sistem Informasi Ormas sebagaimana dimaksud pada
ayat (21 diintegrasikan dan dikoordinasikan oleh
Menteri.

Pasal 29
(1) Data dan informasi Ormas dikelola oleh kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang dalam negeri, kementerian terkait sesuai
dengan bidang Ormas, atau instansi terkait sesuai
dengan lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya.
(21 Kementerian atau instansi terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memberikan data atau
informasi yang diperlukan oleh Menteri secara berkala
6 (enam) bulan sekali.

Pasal 30
(1) Pengolahan data dan informasi Ormas dilakukan
dengan menggunakan sistem komputerisasi yang
memiliki kemampuan terhubung secara online sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(21 Dalam hal pengelolaan Sistem Informasi Ormas
belum memiliki infrastruktur dengan sistem
komputerisasi, pengolahan data dan informasi
Orrnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara manual.

Pasal 31 .
PRES IDEN
F{EI]UE}LII( INDONESIA

-t2_

Pasal 31
(1) Pengamanan informasi Ormas dilakukan untuk
menjamin agar informasi Ormas:
a. tetap tersedia dan terjaga keutuhannya; dan
b. terjaga kerahasiaannya.
(21 Pengamanan informasi Ormas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan sesuai dengan standar
pengamanan.
(3) Kerahasiaan informasi Ormas dan standar
pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 32
Sistem Informasi Ormas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1) dikembangkan oleh kementerian atau
instansi terkait yang dikoordinasikan dan diintegrasikan
oleh Menteri.

Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sistem
Informasi Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (21diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB V
PERIZINAN, TIM PERIZINAN, DAN PENGESAHAN
ORMAS YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

Pasal 34
(1) Ormas yang didirikan oleh warga negara asing dapat
melakukan kegiatan di wilayah Indonesia.
(2) Ormas yang didirikan oleh warga negara asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. badan hukum yayasan asing atau sebutan lain;

b. badan
PIIES IDEN
REPIJEILII( INDOI{ESIA

-13-

b. badan hukum yayasan yang didirikan oleh warga


negara asing atau warga negara asing bersama
warga negara Indonesia; atau
c. badan hukum yayasan yang didirikan oleh badan
hukum asing.

Pasal 35
(1) Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)
huruf a wajib memiliki izin prinsip dan izin
operasional.
(2) lzin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang luar negeri dan izin
operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 36
Badan hukum yayasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2) huruf b dan huruf c disahkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia setelah mendapatkan
pertimbangan tim perizinan.

Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, tim perizinan,
dan pengesahan ormas yang didirikan oleh warga negara
asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 sampai dengan
Pasal 36 diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

BAB VI
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA

-14-

BAB VI
PENGAWASAN

Pasal 38
(1) Untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas serta
menjamin terlaksananya fungsi dan tujuan Ormas
atau ormas yang didirikan oleh warga negara asing
dilakukan Pengawasan.
(2t Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara internal dan eksternal.

Pasal 39
(1) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (2) dilakukan oleh pengawas internal.
(2) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berfungsi menegakkan kode etik organisasi dan
memutuskan pemberian sanksi dalam internal
organisasi sesuai dengan AD/ART Ormas.

Pasal 40
Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (2) dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah,
dan/atau Pemerintah Daerah.

Pasal 4 1
(1) Bentuk Pengawasan oleh masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 berupa pengaduan.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Menteri, menteri/pimpinan
lembaga terkait, gubernur, dan/ atau bupati/ walikota.
(3) Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat disampaikan secara tertulis dan/atau
tidak tertulis.

Pasal42...
PRES I DEN
REPUE}LII( INDONESIA

-15-

Pasal 42
(1) Pengaduan masyarakat secara tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4l ayat (3) difasilitasi oleh unit
pelayanan pengaduan masyarakat pada
kementerian/lembaga danlatau Pemerintah Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pengaduan masyarakat secara tidak tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4I
ayat (3) dapat
disampaikan melalui aparatur Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah setempat.

Pasal 43
(1) Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (21 paling sedikit memuat informasi
mengenai subjek, objek, dan materi pengaduan.
(2) Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus objektif dan dapat
dipertan ggun gj awabkan.

Pasal 44
(1) Kementerian/lembaga sesuai dengan lingkup tugas
dan fungsinya menindaklanjuti pengaduan
masyarakat secara terkoordinasi dengan
kementerian / lembaga terkait.
(2) Gubernur dan bupati/walikota menindaklanjuti
pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) secara terkoordinasi.

Pasal 45
(1) Pengawasan eksternal oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 dilakukan sesuai dengan jenjang
pemerintahan.

(2) Pengawasan
PRES Ii]EI..I
RE:FUBLll( llrlDol\ESIA

16-

(2) Pengawasan eksternal oleh Pemerintah sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh:
a. Menteri untuk Ormas berbadan hukum Indonesia
dan tidak berbadan hukum; dan
b. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang luar negeri bagi ormas
berbadan hukum yayasan asing atau sebutan lain.
(3) Pengawasan eksternal oleh pemerintah provinsi
dikoordinasikan oleh gubernur.
(4) Pengawasan eksternal oleh pemerintah
kabupaten/kota dikoordinasikan oleh
bupati/walikota.

Pasal 46
Pengawasan eksternal oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal45
dilakukan secara terencana dan sistematis, baik sebelum
maupun sesudah terjadi pengaduan masyarakat.

Pasal 47
(1) Pelaksanaan Pengawasan eksternal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 dilaksanakan melalui
monitoring dan evaluasi oleh tim terpadu.
(2) Tim terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri, menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
luar negeri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.

BAB VII
MEDIASI PENYELESAIAN SENGKETA ORMAS

Pasal 48
(1) Dalam hal terjadi sengketa internal Ormas,
penyelesaiannya dilakukan sesuai mekanisme yang
diatur dalam AD atau AD dan ART Ormas yang
bersangkutan.

(2) Dalam...
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-t7-

(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, Pemerintah
dapat memfasilitasi Mediasi atas permintaan para
pihak yang bersengketa.

Pasal 49
(1) Permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 ayat (2) untuk Ormas yang berbadan hukum
disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
(2) Permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 ayat (2) untuk Ormas yang tidak berbadan
hukum, disampaikan kepada Menteri melalui
gubernur dan/ atau bupati/walikota.

Pasal 50
(1) Menteri dapat mendelegasikan kepada gubernur
atau bupati/walikota untuk memfasilitasi Mediasi
penyelesaian sengketa Ormas.
(21 Pendelegasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan domisili terdaftarnya Ormas.

Pasal 51
(1) Permintaan para pihak kepada Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) disampaikan secara
tertulis dan ditandatangani oleh para pihak yang
bersengketa.
(21 Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib melampirkan resume permasalahan yang
dipersengketakan.

Pasal 52
(1) Pemerintah sebagai mediator mempersiapkan jadwal
pertemuan Mediasi dalam jangka waktu 5 (lima) hari
sejak diterimanya surat permohonan.

(2) Jadwal
PRES I DEN
RtrPUELII( INDOI!ESIA

-18-

(2) Jadwal pertemuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) harus disepakati oleh para pihak yang
bersengketa.

Pasal 53
(1) Pemerintah wajib mendorong para pihak untuk
menyelesaikan sengketa dengan itikad baik secara
musyawarah dan mufakat.
(21 Mediasi penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (21 dilakukan paling
lama 30 (tiga puluh) hari.

Pasal 54
(1) Jika Mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian,
para pihak dibantu oleh Pemerintah merumuskan
kesepakatan perdamaian.
(2t Kesepakatan perdamaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara
kesepakatan serta ditandatangani oleh para pihak dan
Pemerintah.

Pasal 55
Kesepakatan perdamaian yang telah ditandatangani para
pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2)
bersifat mengikat para pihak.

Pasal 56
(1) Jika Mediasi penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasa1 53 ayat 12) tidak tercapai
kesepakatan, para pihak dapat menempuh
penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri.
(2) Terhadap putusan pengadilan negeri terkait
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi.

Pasal57...
PRES I DEN
REPUBLII( INDONESI/\

-19-

Pasal 57
Dalam hal sengketa yang terjadi di internal Ormas yang
berpotensi perseteruan dan/atau benturan fisik dengan
kekerasan baik perorangan maupun kelompok yang dapat
mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum,
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban
melakukan pencegahan agar tidak terjadi konflik tanpa
permintaan yang bersengketa.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 58
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai
lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan
sanksi administratif kepada Ormas yang melanggar
kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2l dan Pasal 59 Undang-Undang.
(2) Sebelum menjatuhkan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah terlebih dahulu
melakukan upaya persuasif
(3) Upaya persuasif sebagaimana dimaksud pada ayat (21
berupa:
a. pemanggilan pengurus Ormas untuk dimintai
klarifikasi;
b. menyampaikan kepada Ormas bahwa
pelanggaran yang dilakukan merupakan tindakan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan;
c. meminta kepada Ormas untuk tidak mengulangi
pelanggaran;
d. meminta pengurus Ormas untuk menjaga
ketertiban umum serta persatuan dan kesatuan
bangsa;
e. meminta kepada Ormas untuk mematuhi
peraturan perundan g-undangan.

Pasal 59
Pl{[:S lDEl{
t:{EtrLJ t-it-t t( I N Dot\ EStA

-20-

Pasal 59
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
ayat (1) terdiri atas:
a. peringatantertulis;
b. penghentian bantuan dan/atau hibah;
c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. pencabutan SKT atau pencabutan status badan hukum.

Pasal 60
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 huruf a diberikan secara berjenjang sesuai
dengan tempat kejadian pelanggaran.
(21 Pelanggaran yang terjadi di wilayah kabupaten/kota,
peringatan tertulis diberikan oleh bupati/walikota.
(3) Pelanggaran yang terjadi di lebih dari satu
kabupaten/kota dalam wilayah provinsi, peringatan
tertulis diberikan oleh gubernur.
(4) Pelanggaran yang terjadi di lebih dari satu provinsi,
peringatan tertulis diberikan oleh:
a. Menteri untuk Ormas yang tidak berbadan hukum;
atau
b. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia untuk Ormas yang berbadan hukum.

Pasal 61
(1) Setiap peringatan tertulis yang diberikan oleh Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4)
diberitahukan kepada gubernur yang menjadi tempat
terjadinya pelanggaran dan/atau kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi rnanusia bagi Ormas yang
berbadan hukum.

(2) Setiap
PRES I DEN
REPUEILIl( INDONESIA

-21 -

(21 Setiap peringatan tertulis yang diberikan oleh


bupati/walikota dan gubernur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (2) dan ayat (3) dilaporkan kepada
Menteri dan/atau kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia bagi Ormas yang
berbadan hukum.

Pasal62
(1) Dalam hal Ormas telah mematuhi peringatan tertulis
sebelum berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari,
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat mencabut
peringatan tertulis dimaksud.
(2) Pencabutan peringatan tertulis yang diberikan oleh
Menteri atau menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (41
diberitahukan kepada gubernur atau bupati/walikota.
(3) Pencabutan peringatan tertulis yang diberikan oleh
gubernur atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal60 ayat (2) atau ayat (3) dilaporkan kepada
Menteri dan/atau kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia bagi Ormas yang
berbadan hukum.

Pasal 63
(1) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis
ketiga, Pemerintah atau Pemerintah Daerah
menjatuhkan sanksi berupa:
a. penghentian bantuan danf atau hibah; dan/atau
b. penghentian sementara kegiatan.
12) Penghentian bantuan dan/atau hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan di setiap
jenjang pemerintahan yang diperoleh Ormas.

Pasal 64
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-22-

Pasal 64
Penghentian bantuan dan/atau hibah oleh gubernur
dan/atau bupati/walikota dilaporkan kepada Menteri
dan/atau kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia bagi
Ormas yang berbadan hukum.

Pasal 65
Dalam hal Ormas tidak memperoleh bantuan dan/atau
hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)
huruf a Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat
menjatuhkan sanksi penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf c.

Pasal 66
(1) Penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan
Ormas oleh Pemerintah wajib meminta pertimbangan
hukum dari Mahkamah Agung.
(21 Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari Mahkamah Agung tidak memberikan
pertimbangan hukum, Pemerintah berwenang
memberikan sanksi penghentian sementara kegiatan.
(3) Penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan
Ormas oleh gubernur terlebih dahulu dimintakan
pertimbangan pimpinan DPRD provinsi, kepala
kejaksaan tinggi, dan kepala kepolisian daerah.
(41 Penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan
Ormas oleh bupati/walikota terlebih dahulu
dimintakan pertimbangan pimpinan DPRD
kabupatenf kota, kepala kejaksaan negeri, dan kepala
kepolisian wilayah.
(s) Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari pimpinan DPRD, kepala kejaksaan, dan
kepala kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (41 tidak memberikan pertimbangan,
gubernur dan bupati/walikota berwenang mernberikan
sanksi penghentian sementara kegiatan.

Pasal 67
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA

-23-

Pasal 67
(1) Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum tidak
mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota dapat menjatuhkan
sanksi pencabutan SKT.
(2) Pencabutan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terlebih dahulu dimintakan pertimbangan hukum
kepada Mahkamah Agung.

Pasal 68
(1) Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak mematuhi
sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia dapat menjatuhkan
sanksi pencabutan status badan hukum.
(21 Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah adanya
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap mengenai pembubaran Ormas berbadan
hukum.

Pasal 69
Pencabutan status badan hukum Ormas, pembubaran
Ormas berbadan hukum, dan proses hukum pembubaran
Ormas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 70
Dalam hal ormas berbadan hukum yayasan asing atau
sebutan lainnya melanggar kewajiban dan larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan Pasal 52
Undang-Undang, Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi:
a. peringatan tertulis;
b. penghentiankegiatan;
c. pembekuan izin operasional;
d. pencabutan izin operasional;
e. pembekuan . .
{,ffi
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-24-

e. pembekuan izin prinsip;


f. pencabutanizinprinsip; dan/atau
g. sanksi keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 71
Ketentuan mengenai penjatuhan sanksi terhadap ormas
berbadan hukum yayasan asing atau sebutan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diatur dengan
Peraturan Pemerintah tersendiri.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal72
(1) Dalam hal terjadi perubahan kepengurusan Ormas,
pengurus Ormas memberitahukan perubahan
kepengurusan dimaksud kepada Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota.
(21 Pemberitahuan perubahan kepengurusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
terjadinya perubahan kepengurusan.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 73
Sistem Informasi Ormas yang terhubung secara online
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) harus sudah
dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

Pasal 74
Peraturan Pemerintah mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar
{ru
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-25-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Desember 2016
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Desember 2016
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 261

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Bidang Pemerintahan Dalam
dan Otonomi Daerah,
Depu m dan Perundang-undangan,
\

Bt-
{iw
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 58 TAHUN 2016
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013
TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

I. UMUM
Undang-Undang Nomor t7 Tahun 2Ol3 tentang Organisasi
Kemasyarakatan mendelegasikan pengaturan lebih lanjut Pasal 19 mengenai
tata cara pendaftaran dan pendataan Ormas, Pasal 40 ayat (7) mengenai
pemberdayaan Ormas, Pasal 42 ayat (3) mengenai Sistem Informasi Ormas,
Pasal 50 mengenai perizinart, tim perizinan, dan pengesahan Ormas yang
didirikan oleh warga negara asing, Pasal 56 mengenai pengawasan oleh
masyarakat dan Pemerintah serta Pemerintah Daerah terhadap Ormas,
Pasal 57 ayat (3) mengenai tata cara Mediasi, dan Pasal 82 mengenai
penjatuhan sanksi bagi Ormas, ormas badan hukum yayasan asing atau
sebutan lainnya, dan Ormas badan hukum yayasan yang didirikan warga
negara asing atau warga negara asing bersama dengan warga negara
Indonesia.
Pendaftaran Ormas dalam Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur
Ormas yang tidak berbadan hukum dimaksudkan untuk pencatatan dalam
administrasi pemerintahan dengan diberikan SKT oleh Pemerintah yang
diselenggarakan oleh Menteri. Sedangkan materi muatan mengenai
pendataan Ormas dalam Peraturan Pemerintah ini tidak diatur, karena
berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82lPUU-XI l2Ol3
dinyatakan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ol3 tentang
Organisasi Kemasyarakatan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Pemberdayaan Ormas dimaksudkan untuk memberikan kemampuan
dan daya tahan serta peningkatan kemandirian Ormas. Pemberdayaan tidak
hanya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, tetapi dilakukan
juga oleh Ormas, masyarakat, dan swasta.

Dalam
PRES IDEN
REPUELIK INDONESIA

-2-

Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan tertib


administrasi, Pemerintah membentuk Sistem Informasi Ormas. Sistem
Informasi Ormas yang dibentuk oleh Pemerintah dikembangkan oleh
kementerian atau instansi terkait yang dikoordinasikan dan diintegrasikan
oleh Menteri.
Pengawasan Ormas dilakukan secara internal dan eksternal.
Pengawasan internal dilakukan oleh Ormas tersebut sesuai dengan AD/ART
Ormas, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Pengawasan yang dilakukan oleh
masyarakat berupa pengaduan yang disampaikan baik tertulis maupun tidak
tertulis. Untuk meningkatkan dan mengefektifkan pengawasan, Pemerintah
dan Pemerintah Daerah melakukan monitoring dan evaluasi dalam rangka
deteksi dini sebelum terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh ormas.
Penyelesaian sengketa Ormas pada prinsipnya diselesaikan oleh
Ormas itu sendiri. Pemerintah dapat memediasi apabila diminta oleh para
pihak yang bersengketa. Permintaan para pihak untuk Ormas yang berbadan
hukum diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, sedangkan yang
tidak berbadan hukum diajukan kepada Menteri.
Sanksi diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai
lingkup tugas dan kewenangannya kepada ormas yang melakukan
pelanggaran. Sanksi dalam Peraturan Pemerintah ini adalah sanksi
administratif. Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebelum menjatuhkan
sanksi administratif kepada ormas melakukan upaya persuasif.
Adapun materi muatan mengenai perizinan, tim perizinan, dan
pengesahan Ormas yang didirikan oleh warga negara asing serta tata cara
pengenaan sanksi terhadap ormas berbadan hukum yayasan asing atau
sebutan lain diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri, tetapi
implementasi Peraturan Pemerintah tersebut merupakan satu kesatuan dali
Peraturan Pemerintah ini.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
PI{ES lDEt\
FtE[:]t,l BLI ti I l'..l f)ot\l tasl/-\

-3-

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Yang dimaksud dengan "kepengurusannya di daerah"
kepengurusan di daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 1 1
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14. . .
PRESIDEN
REPU BLIK INDONESIA

-4-

Pasal 14
. Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "unit layanan administrasi" adalah unit
layanan yang ditetapkan oleh kepala daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 2 1
Cukup jelas.

Pasal22
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "prinsip kemitraan" adalah hubungan kerja
sama saling membutuhkan, saling mendukung, dan saling
menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembangan
untuk mencapai tujuan bersama.

Yang
PRES I DEN
IlEPIJBLI}(. II!DONESIA

-5-

Yang dimaksud dengan "prinsip kesetaraan" adalah persamaan hak


dan kewajiban dalam melaksanakan kerja sama.
Yang dimaksud dengan "prinsip kebersamaan" adalah kerja sama
dilakukan secara bersama-sama untuk kepentingan bersama.
Yang dimaksud dengan "prinsip saling menguntungkan" adalah
kerja sama menguntungkan kedua belah pihak dan tidak ada yang
dirrrgikan hak dan kepentingannya dalam melaksanakan kegiatan.

Pasal24
Ayat (1)
Pemberdayaan Ormas melalui fasilitasi kebijakan dimaksudkan
untuk memberikan pemahaman dan meningkatkan peran serta
Ormas dalam perumusan dan pelaksanaan peraturan perundang-
undangan.

Pemberdayaan Ormas melalui penguatan kapasitas kelembagaan


dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan Ormas agar dapat
menganalisa lingkungannya, mengidentifikasikan masalah,
kebutuhan, dan peluang-peluang untuk kemandirian dan
kesinambungan Ormas.
Pemberdayaan Ormas melalui peningkatan kapasitas sumber daya
manusia dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahLr.an,
keahlian, pengalaman, kompetensi, profesionalisme, etika, dan
moralitas pengurus dan/atau anggota Ormas dalam menjalankan
tugas dan fungsinya.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
PRES IDEN
REPUELIK INDONESIA

-6-

Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "aspek sejarah" adalah peran serta Ormas di
masa lalu dalam penentuan keadaan sekarang serta arah di masa
depan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan "rekam jejak" adalah semua hal yang telah
dilakukan oleh organisasi di masa lalu yang menunjukkan sikap
perilaku dan perbuatan organisasi dalam berbangsa dan bernegara.
Yang dimaksud dengan "peran" adalah keikutsertaan Ormas dalam
kehidupan bermasyarakat atau bernegara.
Yang dimaksud dengan "integritas" adalah potensi dan kemampuan
Ormas yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.

Pasal 27
Cukup je1as.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Kementerian terkait" adalah kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang terkait dengan
bidang kegiatan Ormas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
PRESIOEN
REPU BLIK INDONESIA

-7-
Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 4O
Cukup jelas.

Pasal 4 I
Cukup jelas.

Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "difasilitasi" meliputi penatausahaan,
penerimaan, dan pemantauan tindak lanjut pengaduan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
PRES I DEN
IIEIfLJBLII( INDONESIA

-8

Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "monitoring dan evaluasi" adalah deteksi
dini, peringatan dini, dan pencegahan dini.
Ayat (21
Yang dimaksud dengan "tim terpadu tingkat pusat" adarah tim yang
terdiri atas unsur kementerian/lembaga terkait.
Yang dimaksud dengan "tim terpadu tingkat daerah" adalah tim
yang terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, kepolisian, kejaksaan,
dan badan intelijen negara di daerah serta unsur terkait lainnya
sesuai kebutuhan.

Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "sengketa internal Ormas" adalah sengketa
kepengurusan Ormas.
Ayat (21
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "resume permasalahan" adalah kronologi
terjadinya sengketa di internal Ormas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
PRES IDEI{
REPUBLII( INDONESIA

-9 -

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "undang-Undang" adalah Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2073 tentang organisasi Kemasyarakatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "setiap peringatan tertulis" adalah
peringatan tertulis pertama, kedua, dan ketiga.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
PRES IDEI\
REFJU EILII( INDONESI,T\

-10-

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 70
Yang dimaksud dengan "Undang-Undang" adalah Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2ol3 tentang organisasi Kemasyarakatan.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "memberitahukan perubahan
kepengurusan" adalah ormas memberitahukan perubahan
kepengurusan kepada pejabat penandatangan SKT sesuai dengan
tempat terdaftar Ormas dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup je1as.

Pasal 74
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5958

Anda mungkin juga menyukai