Anda di halaman 1dari 7

Curse

Aku,Valeri Agatha, cewek umur 18 tahun yang suka dengan hal-hal berbau mistis seperti
kutukan, rumah angker, dan penampakan makhluk-makhluk gaib. Aku juga suka menonton acara TV
horror seperti uji nyali ditempat yang angker, film bergenre horror, dan dokumenter tempat-tempat
kuno yang biasanya banyak penampakan terekam. Banyak teman sekelasku yang menganggapku aneh
karena fanatik dengan hal-hal mistis tersebut, tetapi aku tidak peduli dengan semua omongan tersebut
karena ini yang ku suka dan aku senang melakukannya.

Untuk menyalurkan hobiku yang suka dengan hal-hal berbau mistis, aku mengikuti komunitas
yang bernama Ghost Hunt. Di dalam komunitas ini aku paling dekat dengan Tina karena satu sekolah
dengannya, hanya berbeda kelas saja. Setiap bertemu dengannya aku banyak bercerita dan bertukar
pendapat mengenai cerita atau film bergenre horror yang baru kulihat. Hari ini aku dan teman-teman
komunitasku berencana menghabiskan waktu liburan sekolah untuk pergi ke vila yang berada di daerah
puncak. Kami memilih vila ini karena terkenal angker ruang bawah tanahnya serta cerita mistis berupa
kutukan yang ada di vila tersebut. Alasan lainnya karena udara yang sejuk dengan pohon-pohon yang
berjajar rapi menjadikan kami bisa melepas penat sejenak.

" Lo ikut ke acara penginapan komunitas apa enggak, Val?" Kata Tina sambil memakan sandwich
di tangannya.

"Tentu saja Tin" aku pasti mengikuti acara itu pasti sangat seru apalagi vila tersebut berada di
pelosok yang pastinya bisa dijadikan tempat untuk uji nyali.

Rencananya aku dan teman komunitasku berkumpul di depan sekolahku, SMA Bina Bangsa
sebelum berangkat ke vila. Setelah semua berkumpul, akhirnya kita berangkat kesana menggunakan bis.

"Hai Val, lo bawa apa aja buat ke vila?" Kata Griffin sambil memakan keripik kentang
kesukaannya.

"Gue cuman bawak baju bebas, snack, sama sepatu tambahan." Kataku.

" Sama dong.. tapi, kalau isi tas gue kebanyakan snack sih hehhehehehe." Kata Griffin sambil
menunjukkan isi tasnya.

Sepanjang perjalanan kami bernyanyi, bersenda gurau, dan bermain bersama dengan diiringi
angin yang berhembus kencang.

"Tin, cobak nyanyi lagu apa gitu biar nggak sepi." Kata Shintia.

"Lagu anak-anak kayaknya lucu deh gak papa a?." Kata Tina.

"Gapapa cobak aja nyanyi." Kata Shintia.

" Naik - naik, ke puncak gunung


tinggi - tinggi sekali

Naik - naik, ke puncak gunung

tinggi - tinggi sekali

Kiri - kanan kulihat saja

banyak pohon cemara

Kiri - kanan kulihat saja

banyak pohon cemara." dimulai dengan Tina bernyanyi, kemudian disusul aku, Griffin, Shintia,
dan teman-teman komunitas lainnya.

Setelah 2 jam akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Kemudian mencoba masuk ke dalam vila
tersebut untuk memilih kamar yang diinginkan. Vila itu bercat merah dengan ukiran unik di pintunya dan
memiliki 8 kamar dengan 4 kamar di lantai atas dan 4 di lantai bawah yang dilengkapi kamar mandi
perlantainya.

"Val gue pilih kamar pertama di lantai bawah ya nanti kita sekamar bertiga sama Tina juga." Kata
Shintia.

"Iya gue setuju kok, jadi nanti malam kita bisa enak kumpulnya buat uji nyali nanti malam di
ruang bawah tanah vila ini." Kataku sambil menunjukkan smirk smile ku.

Setelah semua orang sudah memilih kamar, dilanjutkan dengan games menarik di taman depan
vila seperti TOD (Truth Or Dare), berbagi cerita horror yang menyeramkan, dan merencanakan untuk
menonton film bergenre horror bersama di bioskop setelah pulang dari vila ini.

“Guys nanti kita jadi kan uji nyali di ruang bawah tanah vila ini?” Kataku.

“Jadi dong kan kita mau ngebuktiin cerita yang beredar dari internet yang katanya di vila ini
ruang bawah tanahnya angker.” Kata Julian.

“Eh, emang ceritanya gimana?, gue belum dengar cerita lengkapnya sih cuman sekilas aja
taunya.” Kata Griffin sambil menaikkan resleting jaketnya karena waktu sudah semakin sore, sehingga
udaranya juga semakin dingin.

“Jadi gini, dulu pada zaman penjajahan yang punya vila ini itu keluarga Belanda. Keluarga ini
suka menjadikan orang pribumi sebagai budaknya dengan sistem kerja yang tidak manusiawi dan
pemberian upah yang tidak layak. Pada saat itu para budak tersebut bersatu untuk melakukan
perlawanan dengan mencoba membunuh keluarga Belanda tersebut. Melihat banyak budaknya yang
berkumpul diluar dengan membawa senjata seperti clurit, pisau, dan benda tajam lainnya keluarga
Belanda tersebut bersembunyi di ruang bawah tanah. Tapi, bodohnya keluarga tersebut tidak
memperhitungkan bahwa para budak tersebut sudah mengetahui dimana ruangan yang paling
tersembunyi di rumah tersebut yaitu di ruang bawah tanahnya. Tanpa pikir panjang para budak
membuka salah satu lantai yang paling berbeda jika diketuk menggunakan tangan, suaranya nyaring
seperti terdapat ruangan dibawahnya. Para budak langsung menyerang keluarga Belanda itu dengan
membabi buta sampai semuanya tewas dan tidak berbentuk. Terus ada berita yang beredar bahwa vila
ini itu terkutuk karena jika ada orang yang masuk ruang bawah tanahnya maka orang tersebut bakal
hilang dan tidak bisa ditemukan lagi.” Kataku dengan tampang yang serius.

“Oh gitu, lumayan serem sih asal usulnya, tapi kalau enggak nyobak sendiri nggak afdol
rasanya.” Kata Griffin.

“Bener banget, mangkanya nanti kita mau ngerasain sendiri gimana suasana di ruangan itu.”
Kata Julian.

“Mantap, bakalan seru nih kayaknya.” Kata Griffin dengan mata yang berbinar.

Karena waktu sudah sore kita kembali semua kembali ke kamarnya masing-masing untuk
memakan snack,menonton TV , atau hanya sekedar untuk istirahat sejenak.

` “Val kamu nanti bawa apa aja buat uji nyali nanti malem ?” Kata Tina

“Gue paling cuman bawa senter sama jaket aja.”Kataku sambil mengeluarkan senter dan jaket
dari dalam tasku.

“Nggak bawa snack atau minuman gitu kah?” Kata Shintia sambil memakan wafer kesukaannya.

“Emang kita mau piknik, kan kita itu mau uji nyali Shinn.” Kataku dengan wajah yang sudah
memerah menahan rasa sebal karena kepolosan temannya tersebut.

“Iya-iya santai dong gausah ngegas.” Kata Shintia dengan tangan membentuk peace.

Tak terasa akhirnya waktu untuk uji nyali telah tiba karena jam sudah menunjukkan pukul 10
malam.

Aku, Shintia,dan Tina sudah bersiap-siap untuk menuju tempat berkumpul sebelum uji nyali
tersebut yaitu di ruang tamu vila. Setelah semua berkumpul, masing-masing anggota komunitas Ghost
Hunt mengambil undian nomor urut untuk masuk ke ruang bawah tanah tersebut. Pada saat itu ketua
komunitas Ghost Hunt juga menyampaikan aturan-aturan yang harus dipatuhi agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan.

“Shin lo dapet nomor berapa?” Kataku.

“Gue dapet no 5 Val, sumpah aku exited banget tapi juga takut, gatau wes bingung aku gimana
rasanya , kalau kamu nomor berapa?” Kata Shintia.

“Gue nomor terakhir, 25 Shin males banget nunggunya boring banget pasti.” Kataku dengan
muka bored.
“Gapapa Val nanti ngobrol-ngobrol dulu aja sama Tina atau temen lainnya.”Kata Shintia sambil
menunjuk padaku agar memperhatikan arahan ketua Ghost Hunt.

“Baiklah Guys aku bacain aturannya ya, pertama kalian nggak boleh nyalain senter kalo nggak
perlu, kedua jangan teriak-teriak waktu di dalem ruangan bawah tanah itu, ketiga kalian hanya boleh
bawa 1 lilin buat penerangan dan 1 senter biar pas turun tangga nggak kesandung , tapi pas masuk
ruangnnya senter itu harus dimatiin, terakhir kalau kalian nggak kuat, nyalain peluit yang akan kalian
bawa saat di dalem ruangan.”Kata Septa.

“Oke sekarang masuk dulu yang dapat nomor urut pertama biar gue tunjukkin jalan ke ruangan
tersebut, siapa nomor urut 1?” Kata Septa.

“Gue Sep, tapi kok rada nyeremin ya tapi juga penasaran sih.” Kata Griffin.

“Halah Fin biasanya aja lo kalau nonton film horror sendirian aja berani masa gini aja takut.”Kata
Septa.

“ Ya beda bro, kan ini asli bukan buatan orang.” Kata Griffin dengan tidak santai.

“Oke Fin terserah deh, ayo mulai nanti keburu kemaleman.” Kata Septa.

Griffin mulai memasuki ruangan dengan membawa satu lilin sebagai penerangan. Dia mulai
menelusuri setiap bagian ruangan bawah tanah tersebut dengan teliti. Awalnya dia biasa saja karena
sudah sering melihat scene film horror yang menjadikan tempat yang minim pencahayaan atau bahkan
tidak ada pencahayaan sama sekali sebagai latarnya, tetapi lama kelamaan suasana di ruangan tersebut
mulai mencekam dan tidak wajar seperti terdapat suara benda-benda yanhg jatuh dan suara orang yang
menangis di belakang Griffin. Hingga puncaknya yaitu lilin Griffin yang mati dan tiba-tiba muncul
penampakan seorang perempuan berambut panjang. Saat itu juga Griffin menyalakan peluit sebagai
tanda bahwa ia sudah menyerah dalam uji nyali ini. Setelah beberapa lama kemudian akhirnya Septa
datang untuk menjemput Griffin.

“Gimana Fin, apa yang ngebuat lo nyerah.”

“Sumpah Sep tadi ada cewek rambutnya panjang banget di depan muka gue, gimana gak kaget
coba.”

“ Weh gila lucky banget lo bro bisa ketemu penunggu ruangan ini, kan biasanya lo cuman bisa
liat di layar laptop nah sekarang bisa ketemu yang asli bro.”Kata Septa sambil menepuk bahu Griffin.

“Lucky apaan, serangan jantung yang ada gue.”

“Santai bro gausah ngegas.”

“Gue udah santai ini.”

“Udah sekarang kita balik dulu ke ruang tamu sama temen-temen.”


“Oke bro.”

Setelah sampai di ruang tamu Griffin diwawancarai oleh teman-temannya gimana rasanya
masuk ruang bawah tanah tersebut.

“Gimana Fin, ketemu noni-noni Belanda gak?”Kataku dengan menampakkan smirk smile nya.

“ Nggak ketemu doang, ditampakin di depan muka gue malah.”Kata Griffin sambil begidik ngeri.

“Gokil banget, pingin tau gue wajah lo pas dihantuin noni-noni Belanda, pasti absurd banget
hahahahahha.” Kataku sambil menahan tawa.

“Wah katain aja gue terus.” Kata Griffin dengan muka sebalnya.

“Udahlah Fin kan gue bercanda, jangan diambil hati dong.” Kata Valeri dengan tampang
menyesal.

“ Iya-iya gue maafin.”

Setelah itu giliran nomor urut 2 yang masuk ke dalam ruangan bawah tanah, sampai waktunya
giliran Shintia yang masuk ke dalam ruangan tersebut.

“Udah siap Shin?” Kata Septa.

“Udah siap gue.” Kata Shintia dengan tampang ragu-ragu.

“Oke gue tinggal, kalo nyerah jangan lupa tiup tuh peluit, jangan sampek keduluan pingsan,
nanti berabe gaada yang kuat gendong lo soalnya.” Kata Septa dengan menahan tawa dengan sekuat
tenaga.

“Ya lo mah gitu orangnya, gak ada seriu-seriusnya becanda mulu.”

“Yaudah kalo gitu gue cabut ke depan.”

“Oke, siap Sep.”

Akhirnya Shintia mulai melihat-lihat sekitar ruangan tersebut, awalnya suasana di dalam sana
biasa saja, akan tetapi lama-kelamaan makin tidak terkendali saat terdapat makhluk gaib yang
menjahilinya, dengan cara menyentuh tangannya dan mengeluarkan suara-suara aneh seperti suara
anak kecil yang bermain di dekatnya. Saat itu juga Shintia meniup peluit yang ada di tangannya sebagai
tanda bahwa ia sudah menyerah.

“Gimana Shin di dalem sana mencekam gak?”Kataku dengan muka penasaran.

“Sumpah merinding banget di dalem sana ada arwah anak kecil yang ngajak gue main, nyubit-
nyubit tangan gue segala lagi.” Jawab Shintia dengan tampang tidak santai.

“Wah gila, mungkin arwahnya demen kali sama lo.” Kataku dengan wajah mengejek.
“Amit-amit deh gue jangan sampek di demenin sama tuh arwah.” Jawab Shintia dengan
mengelus dadanya.

Setelah itu dilanjutkan uji nyali itu sampai giliran Tina, kemudian Julian. Keduanya juga
mengalami hal yang sama yaitu dihantui oleh sosok anak kecil dan wanita berambut panjang. Tetapi
terdapat kejanggalan di dalam sana karena dari cerita yang beredar di dalam vila tersebut terdapat
penunggu yang bersosok tinggi besar dengan mata yang berwarna merah tidak menampakkan diri.
Sosok ini lah yang membuat resah penduduk karena ada anak kecil yang hilang setelah tidak sengaja
bermain di vila tersebut pada waktu menjelang maghrib.

Akhirnya tiba saatnya giliranku untuk masuk ke dalam. Aku masuk dengan rasa penasaran dan
keingintahuan yang tinggi untuk bertemu sosok para penunggu ruangan bawah tanah tersebut. Karena
terlalu exited aku sampai lupa larangan yang kedua yaitu menyalakan senter ke setiap sudut ruangan.
Aku menyalakan senter itu agar bisa terlihat jelas saat ada sosok yang menampakkan diri. Setelah
beberapa lama kemudian akhirnya aku sadar bahwa telah melanggar aturan kedua yaitu menyalakan
senter. Dengan secepat kilat aku mematikan senter tersebut. Ceroboh sekali aku karena sudah lupa
aturan yang dikatakan Septa tadi. Tiba –tiba saat aku akan melangkah menuju sebuah lemari yang sudah
usang, tepatnya di sebelah kiri ruangan aku melihat sosok tinggi besar yang bermata merah berada di
depanku dengan raut wajah yang tidak bersahabat. Dengan sekuat tenaga aku berlari sambil terus
meniup peluit yang kubawa di tangan kanan. Saat sudah sampai di lantai yang menuju ruang bawah
tanah aku melihat Septa yang menunggu disana karena mendengar suara peluit yang kubunyikan tadi
dengan raut muka yang kaget.

“Kenapa Val, apa yang bikin lo takut, setau gue lo orangnya fearless dan suka kalo ketemu sosok
gaib gitu.”

“Pertama gue mau nyampek in kesalahan gue, tadi gue gak sengaja nyalain senter lama banget
biar jelas pas gue nelusuri ruang itu, gue sadar kalo udah ngelanggar aturan pasti hal yang gak diinginin
akan terjadi, tapi terlambat Sep tadi gue udah ketemu sama sosok yang auranya jahat banget, sosok
tinggi besar sama mata merahnya yang mancarin aura terganggu gitu. Dan parahnya lagi matanya kayak
mancarin aura gak suka gitu sama gue, gue takut banget sumpah.”

“Sumpah lo udah ngelakuin kesalahan fatal nih, apalagi kalau sosoknya udah marah dan ngerasa
terganggu pasti bakal ganggu terus tuh sosok. Udah habis ini kita kumpul terus ngomong kalo besok kita
udah harus pulang dari vila ini ,nyiapin packing dan langsung tidur aja, terus kalau keluar kamar usahain
berdua atau gak sama-sama gitu takutnya hal yang nggak diinginin bakal terjadi.”Ujar Septa dengan
tampang serius.

“Sekali lagi maafin gue Sep karena udah ngelanggar aturan.” Ujarku dengan raut muka
menyesal.

“ Udah gapapa, hal yang udah terjadi gausah disesali, kita perbaiki aja sekarang kesalahan itu.”
Kemudian setelah Valeri dan Septa kembali ke ruang tamu, Septa menyuruh semua aggota
komunitas untuk kembali ke kamar masing-masing dan segera tidur agar besok pagi mereka bisa segera
pulang. Semua orang bingung karena di dalam agenda yang sudah disusun masih ada kegiatan lagi yaitu
renungan malam yang biasa diadakan setiap tahun saat liburan diluar seperti ini. Tetapi, akhirnya
mereka kembali ke kamar masing-masing dengan rasa penasaran yang masih ada dalam diri mereka.

Satu-persatu anggota komunitas Ghost Hunt mulai tidur dan suasana kembali sepi, hanya ada
suara jangkrik pada malam hari. Tetapi, saat tengah hari tiba, tepatnya pukul 12 malam satu persatu
anggota Ghost Hunt mulai tidak nyaman dan dinganggu terus menerus saat tidur oleh sesosok gaib.
Hingga puncaknya saat satu persatu anggota komunitas ini hilang entah kemana dengan cara yang aneh
dan sulit dijelaskan dengan akal sehat.

Aku merasa terganggu saat ada suara benda jatuh yang tidak jauh dari tempat tidurku . Saat itu
mencoba bertanya pada Tina dan Shintia mengenai benda siapa yang baru saja terjatuh , tetapi mereka
berdua tidak menyahutku sehingga aku melihat ke arah tempat tidur mereka . Saat itu aku melihat Tina
dan Shintia menghilang. Dengan penuh tanda tanya dan rasa terkejut aku bergerak keluar kamar untuk
melihat keadaan tapi semua terasa sepi dan sunyi seakan tidak ada kehidupan disana. Sat itu juga aku
merasakan ada seseorang di belakangku, dengan langkah ragu aku melihat ke belakang dan ternyata ada
sosok tinggi besar di depanku dengan mata yang berwarna merah memancarkan aura kemarahan
padaku. Dan akhirnya aku tak sadarkan diri.

THE END

Anda mungkin juga menyukai