BRONKOPNEUMONIA
Oleh :
Fiori Riviera, S.Ked
712018063
Pembimbing :
dr. H.M. Nazir Sp.A
Referat
Judul:
Oleh:
Fiori Riviera, S.Ked
Telah dilaksanakan pada bulan Mei 2019 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan Anak
RS Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Bronkopneumonia” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di KSM Ilmu Kesehatan Anak RS Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. dr. H.M Nazir Sp.A selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Palembang BARI Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
referat ini
2. Teman – teman seperjuangan atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Etiologi
Berbagai mikoorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain
virus, jamur, dan bateri, S. pneumonia merupakan penyebab tersering
pneumonia bacterial pada semua kelompok umur. Virus lebih sering
ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory synctical virus (RSV)
merupakan virus tersering pada anak kurang dari 3 tahun. Penelitian di
bandung menunjukan bahwa streptococcus pneumonia dan staphylococcus
epidermis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada apusan
tenggorokan pasien pneumonia umur 2-59 bulan.2
2.3 Epidemiologi
Pneumonia dapat terjadi pada semua usia, meskipun lebih sering terjadi
pada anak-anak yang lebih muda. Pneumonia menyumbang 13% dari semua
penyakit menular pada bayi di bawah 2 tahun. Dalam sebuah studi berbasis
komunitas besar yang dilakukan oleh Denny dan Clyde, tingkat kejadian
pneumonia tahunan adalah 4 kasus per 100 anak dalam kelompok usia
prasekolah, 2 kasus per 100 anak usia 5-9 tahun, dan 1 kasus per 100 anak
usia 9-15 tahun2
Pada 2015, WHO melaporkan hampir 6 juta anak balita meninggal dunia,
16 persen dari jumlah tersebut disebabkan pneumonia. Berdasarkan data
Badan PBB untuk Anak – Anak. Unicef, pada 2015 terdapat kurang lebih 14
persen dari 147.000 anak dibawah 5 tahun di Indonesia meninggal karena
pneumonia.2
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi. Sedangkan di
Amerika, pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak dibawah umur 2 tahun. Infeksi saluran napas bawah masih tetap
merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang
sedang berkembang maupun yang sudah maju3
2.4 Anamnesis
Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala klinis
yang sering ditemui. Gejala-gejala klinis tersebut antara lain4:
a. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
b. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
c. Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama
beberapa hari
d. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
e. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk,
beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
f. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
g. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan
predominan PMN
h. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial
dan infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia
2.6 Patofisiologi
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(jamur, bakter, virus) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti
hidrokarbon (minyak tanah, bensin dan sejenisnya). Serta aspirasi ( masuknya
isi lambung ke dalam saluran napas). Awalnmya mikroorganisme akan masuk
melalui percikan ludah (droplet) infasi ini akan masuk ke saluran pernapasan
atas dan menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan
peradangan, dimana saat terjadi peradangan ini tubuh akan menyesuaikan diri
sehingga timbulah gejala demam pada penderita6.
Reaksi peradangan ini akan menimbulkan secret. Semakin lama secret
semakin menumpuk di bronkus sehingga aliran bronkus menjadi semakin
sempit dan pasien akan merasa sesak. Selain terkumpul di bronkus, lama
kelamaan secret akan sampai ke alveolus paru dan mengganggu system
pertukaran gas di paru6.
Selain menginfeksi saluran napas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna saat ia terbawa oleh darah. Bakteri ini akan membuat flora
normal dalam usus menjadi agen pathogen sehingga timbul masalah GI tract6.
Pemeriksaan Laboratorium7
1. Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan
untuk menentukan pemberian antibiotika
2. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram sputum dan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang berat
3. Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,
tetapi direkomendasikan pada pasien inap dengan kondisi berat dan pada
anak yang dicurigai menderita pneumonia bacterial
4. Pada anak kuang dari 18 bulan, dilakukan pemerksaan untuk mendeteksi
antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia
5. Jika ada efusi pleura, dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta
deteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk penegakan diagnosis
dan menentukan mulainnya pemberian antibiotik
6. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED. Dan pemeriksaan fase akut
lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemiksaan rutin
7. Pemeriksaan uji tuberculin selalu dipertimbangkan pada anak dengan
riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa.
2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut3 :
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring ”crackles”
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis ”pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfositpredominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan
2.9 Tatalaksana
A. Terapi Lama
a. Oksigen 1-2 liter/menit5
b. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10mEq/500ml
cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi5.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip5
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier5
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit5
f. Antibiotik sesuai hasil biakan.5
Mikroorganisme Antibiotik
Streptokokus dan stafilokokus Penisilin G 50.000 unit/hari/iv
atau
Penisilin prokain 600.000
U/kali/hari im atau Ampisilin
100mg/kgBB/hari atau
Seftriakson 75-200
mg/kgBB/hari.
B. Terapi Baru
a. Antibiotik
Penicilin merupakan terapi yang spesifik. Pada bayi dan
anak-anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian
penicillin-G dengan dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara
intramuskular dan ditambah dengan kloramfenikol 50- 75
mg/kgBB/hari. Selain itu, dapat juga diberikan antibiotik
spektrum luas seperti ampicillin6.
b. Antipiretik
Untuk mengatasi demam tinggi dapat diberi aspirin6.
c. Asupan cairan per oral
Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5%
dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan
KCl 10mEq/500 ml botol infus6.
Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya
tidak diberikan pada72 jam pertama karena akan mengaburkan
interpretasi reaksi antibioti awal3
2.10 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran
bakteri dalam ronggathorax ”seperti efusi pleura, empiema dan
perikarditis) atau penyebaran bakteremia danhematologi. Meningitis,
artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarangdari
penyebaran infeksi hematologi3
2.11 Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang adekuat dan dimulai secara dini
pada perjalanan penyakit tersebut, mortalitas pneumonia lobaris akibat
bakteri pneumokokus selama masa bayi dan masa kanak-kanak sekarang
menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya morbiditas yang berlangsung
lama juga menjadi rendah. Dalam keadaan malnutrisi energi protein akan
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi8.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pneumonia lobaris adalah infeksi parenkim paru yang terbatas pada alveoli
kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis.
Pneumonia lobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada
sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi
pada lobus paru.
2. Penegakan diagnosis pada Pneumonia Lobaris dapat dilakukan dengan
anamnesis, pasien datang dengan keluhan nafsu makan menurun, batuk
berdahak, myalgia, nyeri pleuritik pada daerah lobus yang terkena, dan
sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik terdapat pergerakan dada lambat pada
sisi yang sakit, jika diperkusi maka terdapat bunyi redup dan auskultasi
dengan bunyi ronki. Pemeriksaan penunjang didapati foto thoraks terlihat
infiltrat yang jelas dan gambaran konsolidasi pada salah satu atau beberapa
lobus yang terinfeksi.
3. Pneumonia lobaris dapat diobati dengan pemberian antibiotik yaitu
penicilin, antipiretik untuk mengatasi demam tinggi dan diberi asupan
cairan per oral. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5%
dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl
10mEq/500 ml botol infus.
DAFTAR PUSTAKA