Anda di halaman 1dari 16

Referat

BRONKOPNEUMONIA

Oleh :
Fiori Riviera, S.Ked
712018063

Pembimbing :
dr. H.M. Nazir Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:

BAYI LAHIR DARI IBU HbsAg POSITIF

Oleh:
Fiori Riviera, S.Ked

Telah dilaksanakan pada bulan Mei 2019 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan Anak
RS Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Mei 2019


Pembimbing

dr. H.M. Nazir Sp.A


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Bronkopneumonia” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di KSM Ilmu Kesehatan Anak RS Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. dr. H.M Nazir Sp.A selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Palembang BARI Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
referat ini
2. Teman – teman seperjuangan atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Mei 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru dengan ruang alveolar. Istilah


infeksi respiratori bawah seringkali digunakan untuk mencangkup penyakit
bronchitis, bronkiolitis, pneumonia atau kombinasi dari ketigannya.
Bronkopneumonia mengacu pada inflamasi paru yang terfokus pada area
bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat mengakibatkan
obstruksi saluran respiratori berkaliber kecil dan menyebabkan konsolidasi yang
merata ke lobulus yang berdekatan1
Bronkopneumonia dan infeksi saluran pernapasan bagian bawah lainnya
adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia. Karena bronkopneumonia
adalah umum dan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan,
diagnosa bronkopneumonia harus dilakukan dengan tepat dengan mengenali
dengan tepat setiap komplikasi atau kondisi yang mendasarinya, dan merawat
pasien dengan tepat adalah penting. Meskipun di negara maju diagnosis biasanya
dibuat berdasarkan temuan radiografi, World Health Organization (WHO) telah
mendefinisikan pneumonia semata-mata berdasarkan temuan klinis yang
diperoleh dengan inspeksi visual dan pada waktu laju pernapasan.2
Pada 2013, bronkopneumonia menyebabkan kematian pada 935.000 anak
di bawah 5 tahun. Agen penyebab etiologis bronkopneumonia adalah bakteri,
virus, parasit dan jamur. Karena populasi anak rentan dan spesifik, gambaran
klinis seringkali tidak spesifik dan dikondisikan oleh banyak faktor. Faktor-faktor
ini termasuk kelompok umur tertentu, adanya komorbiditas, paparan faktor risiko,
imunisasi yang dilakukan, dll.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang melibatkan alveoli paru-paru
(kantung udara) dan dapat disebabkan oleh mikroba, termasuk bakteri, virus,
atau jamur. Ini adalah penyebab infeksi utama rawat inap dan kematian di
Amerika Serikat dan membutuhkan biaya besar dalam hal ekonomi dan
manusia. Individu yang sehat dapat mengalami pneumonia, tetapi
kerentanannya sangat meningkat dengan berbagai karakteristik pribadi.1
Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronkopneumonia merupakan
peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang
berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).2
Bila parenkim paru terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga
meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia
lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satulobus
dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak bercak yang tersebar
bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan
jenis pneumonia yang seering dijumpai pada anak – anak1

2.2 Etiologi
Berbagai mikoorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain
virus, jamur, dan bateri, S. pneumonia merupakan penyebab tersering
pneumonia bacterial pada semua kelompok umur. Virus lebih sering
ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory synctical virus (RSV)
merupakan virus tersering pada anak kurang dari 3 tahun. Penelitian di
bandung menunjukan bahwa streptococcus pneumonia dan staphylococcus
epidermis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada apusan
tenggorokan pasien pneumonia umur 2-59 bulan.2

2.3 Epidemiologi
Pneumonia dapat terjadi pada semua usia, meskipun lebih sering terjadi
pada anak-anak yang lebih muda. Pneumonia menyumbang 13% dari semua
penyakit menular pada bayi di bawah 2 tahun. Dalam sebuah studi berbasis
komunitas besar yang dilakukan oleh Denny dan Clyde, tingkat kejadian
pneumonia tahunan adalah 4 kasus per 100 anak dalam kelompok usia
prasekolah, 2 kasus per 100 anak usia 5-9 tahun, dan 1 kasus per 100 anak
usia 9-15 tahun2
Pada 2015, WHO melaporkan hampir 6 juta anak balita meninggal dunia,
16 persen dari jumlah tersebut disebabkan pneumonia. Berdasarkan data
Badan PBB untuk Anak – Anak. Unicef, pada 2015 terdapat kurang lebih 14
persen dari 147.000 anak dibawah 5 tahun di Indonesia meninggal karena
pneumonia.2
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi. Sedangkan di
Amerika, pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak dibawah umur 2 tahun. Infeksi saluran napas bawah masih tetap
merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang
sedang berkembang maupun yang sudah maju3

2.4 Anamnesis
Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala klinis
yang sering ditemui. Gejala-gejala klinis tersebut antara lain4:
a. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
b. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
c. Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama
beberapa hari
d. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
e. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk,
beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
f. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
g. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan
predominan PMN
h. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial
dan infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia

WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih


sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan4:
1. Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotik.
3. Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang
cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50
x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5
tahun.
4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda
seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotic

2.5 Peeriksaan Fisik


Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
salurannafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-400Cdan mungkin disertai kejang karena demam yang
tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitarhidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapatbatuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif3
Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,
interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.Tanda objektif yang
merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada;
penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung, orthopnea, dan
pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah
negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan
retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu
jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan
suprasternal.Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat
apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. fletraksi lebih mudah terlihat
pada bayi baru lahirdimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anakyang lebih tua.Kontraksi yang terlihat dari otot
sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama
inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan
jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing , yang
dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga
tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak adatanda distres
pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat
dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan
adanyadistress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek
secara abnormal contohnya pada kondisi nyeri dada. Pengembangan hidung
memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas
atas dan keseluruhan.Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas
dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.3
Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi yang
kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaranfremitus selama
jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru ”kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.3
Pada perkusi tidak terdapat kelainan3.
Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi
non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek danberulang dengan spektrum
frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggiataupun rendah ”tergantung
tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), kerasatau lemah ”tergantung
dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak ”tergantung jumlah crackles
individual ) halus atau kasar tergantung dari mekanisme terjadinya. Crackles
dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka3.

2.6 Patofisiologi
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(jamur, bakter, virus) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti
hidrokarbon (minyak tanah, bensin dan sejenisnya). Serta aspirasi ( masuknya
isi lambung ke dalam saluran napas). Awalnmya mikroorganisme akan masuk
melalui percikan ludah (droplet) infasi ini akan masuk ke saluran pernapasan
atas dan menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan
peradangan, dimana saat terjadi peradangan ini tubuh akan menyesuaikan diri
sehingga timbulah gejala demam pada penderita6.
Reaksi peradangan ini akan menimbulkan secret. Semakin lama secret
semakin menumpuk di bronkus sehingga aliran bronkus menjadi semakin
sempit dan pasien akan merasa sesak. Selain terkumpul di bronkus, lama
kelamaan secret akan sampai ke alveolus paru dan mengganggu system
pertukaran gas di paru6.
Selain menginfeksi saluran napas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna saat ia terbawa oleh darah. Bakteri ini akan membuat flora
normal dalam usus menjadi agen pathogen sehingga timbul masalah GI tract6.

Bronkhopneumonia dalam perjalanan penyakitnya akan menjalani


beberapa stadium, yaitu6:
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama).
Mengacu pada peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator
peradangan dari sel mast. Mediator tersebut mencakup histamin dan
prostagladin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen
bekerjasama dengan histamin dan prostagladin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus,
yang meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya).
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak mengandung
udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam
alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak sekali
eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari).
Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi pucat
kelabu terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus
terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler
tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi (7-11 hari).
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan dan eksudasi lisis.
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan
pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal yang
tidak terkena dapat diselamatkan
2.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang7
1. Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak
dengan infeksi saluran nafas bawah akut ringan tanpa komplikasi
2. Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang
dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan
3. Pemeriksaan foto dada Follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya
kolaps lous, kecurigaan terjadinnya komplikasi, pneumonia berat, gejala
yang menetap atau memburuk, atau tidak merespon terhadap antibiotic
4. Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen

Pemeriksaan Laboratorium7
1. Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan
untuk menentukan pemberian antibiotika
2. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram sputum dan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang berat
3. Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,
tetapi direkomendasikan pada pasien inap dengan kondisi berat dan pada
anak yang dicurigai menderita pneumonia bacterial
4. Pada anak kuang dari 18 bulan, dilakukan pemerksaan untuk mendeteksi
antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia
5. Jika ada efusi pleura, dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta
deteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk penegakan diagnosis
dan menentukan mulainnya pemberian antibiotik
6. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED. Dan pemeriksaan fase akut
lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemiksaan rutin
7. Pemeriksaan uji tuberculin selalu dipertimbangkan pada anak dengan
riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa.
2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut3 :
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring ”crackles”
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis ”pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfositpredominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan

2.9 Tatalaksana
A. Terapi Lama
a. Oksigen 1-2 liter/menit5
b. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10mEq/500ml
cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi5.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip5
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier5
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit5
f. Antibiotik sesuai hasil biakan.5

Pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi5 :

Mikroorganisme Antibiotik
Streptokokus dan stafilokokus Penisilin G 50.000 unit/hari/iv
atau
Penisilin prokain 600.000
U/kali/hari im atau Ampisilin
100mg/kgBB/hari atau
Seftriakson 75-200
mg/kgBB/hari.

M. Pneumoniae Eritromisin 15 mg/kgBB/hari


atau derivatnya
H. influenzae Kloramfenikol 100mg/kgBB/
Klebsiella hari atau Sefalosporin
P. aeruginosa

B. Terapi Baru
a. Antibiotik
Penicilin merupakan terapi yang spesifik. Pada bayi dan
anak-anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian
penicillin-G dengan dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara
intramuskular dan ditambah dengan kloramfenikol 50- 75
mg/kgBB/hari. Selain itu, dapat juga diberikan antibiotik
spektrum luas seperti ampicillin6.
b. Antipiretik
Untuk mengatasi demam tinggi dapat diberi aspirin6.
c. Asupan cairan per oral
Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5%
dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan
KCl 10mEq/500 ml botol infus6.
Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya
tidak diberikan pada72 jam pertama karena akan mengaburkan
interpretasi reaksi antibioti awal3
2.10 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran
bakteri dalam ronggathorax ”seperti efusi pleura, empiema dan
perikarditis) atau penyebaran bakteremia danhematologi. Meningitis,
artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarangdari
penyebaran infeksi hematologi3

2.11 Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang adekuat dan dimulai secara dini
pada perjalanan penyakit tersebut, mortalitas pneumonia lobaris akibat
bakteri pneumokokus selama masa bayi dan masa kanak-kanak sekarang
menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya morbiditas yang berlangsung
lama juga menjadi rendah. Dalam keadaan malnutrisi energi protein akan
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi8.
BAB III

KESIMPULAN

1. Pneumonia lobaris adalah infeksi parenkim paru yang terbatas pada alveoli
kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis.
Pneumonia lobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada
sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi
pada lobus paru.
2. Penegakan diagnosis pada Pneumonia Lobaris dapat dilakukan dengan
anamnesis, pasien datang dengan keluhan nafsu makan menurun, batuk
berdahak, myalgia, nyeri pleuritik pada daerah lobus yang terkena, dan
sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik terdapat pergerakan dada lambat pada
sisi yang sakit, jika diperkusi maka terdapat bunyi redup dan auskultasi
dengan bunyi ronki. Pemeriksaan penunjang didapati foto thoraks terlihat
infiltrat yang jelas dan gambaran konsolidasi pada salah satu atau beberapa
lobus yang terinfeksi.
3. Pneumonia lobaris dapat diobati dengan pemberian antibiotik yaitu
penicilin, antipiretik untuk mengatasi demam tinggi dan diberi asupan
cairan per oral. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5%
dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl
10mEq/500 ml botol infus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bennett, Nicholas John, 2018, Pediatric Pneumonia, MedScape di akses : 8


Mei 2019, diambil dari : https://emedicine.medscape.com/article/967822-
overview#a5
2. Bennete M.J. 2013.Pediatric Pneumonia . http: // emedicine. medscape.
com/article/967822-overview. Diakses : 9 Maret 2013
3. Bradley J.S., dkk. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia
in Infants and Children Older than3 Months of Age : Clinical Practice
Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Societyand the Infectious
Diseases Society of America. 7: 617-630
4. Samuel, Andy. 2014. Bronchopneumonia in Pediatric Patient. [J Agromed
Unila 2014; 1(2):185-189]
5. Mansjoer, Arif dan Triyanti, Kuspuji. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius
6. Hassan, A. et al., 2006. Stroke-Associated Pneumonia: Microbiological Data
and Outcome. Singapore Medical Journal, vol. 47(3): 204-207
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ilmu
Kesehatan Anak Ed I. Jakarta: Penerbit IDAI
8. Abdoerrachman, M.H. et al. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Infomedika Jakarta

Anda mungkin juga menyukai