oleh
TINJAUAN TEORI
1. ANATOMI FISIOLOGI
TROMBOSIT
Eritrosit
Trombosit atau (keping darah) berjumlah 250.000 sampai 400.000 per mm3.
Sekitar 30-40% terkonsentrasi di dalam limpa dan sisanya bersirkulasi dalam
darah.
Struktur, ukuran trombosit mencapai setengah ukuran sel darah merah.
Sitoplasmanya terbungkus oleh suatu membran plasma dan mengandung
berbagai jenis granula yang berhubungan dengan proses koagulasi darah.
Fungsi, trombosit berfungsi dalam hemostasis (penghentian perdarahan dan
perbaikan pembuluh darah yang robek).
Pembentukan trombosit ( trombositopoiesis):
- Karakteristik
1. Megakarioblas: berukuran 15 m - 50 m, intibesar, ,
banyaknukleolus, banyakribosom, mitosis , berdiferensiasi
2. Megakariosit : berukuran 35 m - 150 m , intiberlobus,
khromatinjelas, nukleolus : neg, sitoplasmabasofil, butirazurofil
3. Megakariosit : terpecah- pecah membentuk trombosit (dalam darah).
2. PENGERTIAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini
secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari
serotipe virus Dengue. (Saroso, 2007)
Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi
mendadak, disertai manifestasi perdarahan dan berpotensi menimbulkan
renjatan/syok dan kematian (DEPKES. RI, 1992)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya
memburuk setelah dua hari pertama (Mansjoer, 1999)
3. ETIOLOGI
Penyakit Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group arboviruses (virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
4. Respon Imun Terhadap Virus
Virus merupakan organisme obligat, umumnya terdiri atas potongan DNA dan
RNA yang diselubungi mantel dari protein atau lipoprotein. Respon imun terhadap
protein virus melibatkan sel T dan sel B. Antigen virus yang menginduksi antibodi
dapat menetralkan virus dan sel T sitotosik yang spesifik meupakan imunitas paling
efisien pada imunitas proteksi terhadap virus. Virus merupakan obligat intraseluler
yang berkembang biak di dalam sel, sering menggunakan mesin sintesis asam nukleat
dan protein pejamu. Dengan reseptor permukaan sel, virus masuk ke dalam sel dan
dapat menimbulkan kerusakan sel dan penyakit melalui berbagai mekanisme. Hal
tersebut disebabkan oleh replikasi virus yang mengganggu sintesis protein dan fungsi
sel normal serta efek sitopatik virus. Virus nonsitopatik dapat menimbulkan infeksi
laten dan DNA virus menetap dalam sel pejamu dan memproduksi protein yang dapat
atau tidak mengganggu fungsi sel.
IFN diproduksi oleh sel terinfeksi virus memiliki 3 efek penting. IFN-𝛼 dan
IFN-𝛽 menginduksi lingkungan antiviral terhadap sel sekitar ( mencegah transkripsi
dan translasi virus). IFN-𝛾 mengaktifkan makrofag dan sel NK meningkatakan
regulasi MHC. Sel NK membunuh sel terinfeksi virus tanpa bantuan molekul MHC
(Mayor Histocompatibility Complex)-1, tetapi melalui ADCC (Antibodi Dependent
Cell Cytotoxicity). Makrofag, fagosit memakan virus dan fragmen sel dan
memproduksi IFN. CD8+ menghancurkan peptida virus yang dipresentasikan molekul
MHC-I yang juga merusak sel. CD4+ mengaktifkan makrofag dan membantu
pembentukan antibodi dan respons sel Tc.
a. Respon Imun terhadap Infeksi Virus Dengue (Patogenesis dan
Patofisiologi DBD)
Virus dengue termasuk ke dalam Arthropoda Borne Virus (Arbo virus) dan terdiri
dari 4 serotype yaitu DEN 1, 2, 3, dan 4. Infeksi virus dengue untuk pertama kali
akan merangsang terbentuknya atibodi non-netralisasi. Antigen virus yang
menginduksi antibodi maka antibodi tersebut tidak bersifat menetralkan replikasi
virus, tetapi justru memacu replikasi virus. Akibatnya terbentuk kompleks imun
yang lebih banyak pada infeksi sekunder oleh serotype lain. Antibodi non-
netralisasi yang terbentuk akan bersirkulasi bebas di darah atau menempel di sel
fagosit mononuklear yang merupakan tempat utama infeksi virus dengue.
Antibodi non-netralisasi yang menempel pada sel fagosit mononuklear berperan
sebagai reseptor dan generator replikasi virus. Kemudian virus dengue dengan
mudah masuk dan menginfeksi sel fagosit (mekanisme aferen). Selanjutnya virus
bereplikasi di dalam sel fagosit dan bersama sel fagosit yang telah terinfeksi akan
menyebar ke organ lain seperti hati, usus, limpa, dan sumsum tulang belakang
(mekanisme eferen). Adanya sel fagosit yang terinfeksi akan memicu respon dari
sel imun lain sehingga muncul berbagai manifestasi klinis yang disebut sebagai
mekanisme efektor.
Mekanisme efektor dimulai dengan aktivasi:
1. Sel T helper (CD4), Sel T sitotoksik (CD8)
Th selanjutnya berdiferensiasi menjadi :
a. Th1 akan melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin.
1) IFN-γ akan merangsang monosit melepaskan TNF-α (Tumor Necrosing
Factor), IL-1, PAF (Platelet Activating Factor), IL-6, dan histamin.
2) Limfokin juga merangsang makrofag melepas IL-1.
3) IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1, TNF-α, dan IFN-γ
(dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul demam).
Pada jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi jalur
komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang
meningkatkan jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah
peningkatan IL-1, TNF-α, IFN-γ, IL-2, dan histamin.
a) IL-1 (berkerja pada pusat termoregulator)
(1) Menyebabkan Demam
Daerah spesifik IL-1 adalah pre-optik dan hipothalamus anterior
dimana terdapat corpus callosum lamina terminalis (OVLT).
OVLT terletak di dinding rostral ventriculus III dan merupakan
sekelompok saraf termosensitif (cold dan hot sensitive neurons).
IL-1 masuk ke dalam OVLT melalui kapiler dan merangsang sel
memproduksi serta melepaskan PGE2. Selain itu, IL-1 juga dapat
memfasilitasi perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2.
Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan berdifusi ke dalam
hipothalamus atau bereaksi dengan cold sensitive neurons. Hasil
akhir mekanisme tersebut adalah peningkatan thermostatic set
point yang menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk
menahan panas (vasokontriksi) dan memproduksi panas dengan
menggigil.
(2) rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan sintesis
albumin serta transferin.
Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama IL-1 dan
TNF-α. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel
adiposa. Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif
feedback ke hipothalamus ventromedial yang berakibat pada
penurunan intake makanan.
b) TNF-α dan IFN-γ (bekerja tidak secara langsung → merangsang
pelepasan IL-1)
(1) IFN-γ berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang baik,
menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk
memproduksi antibodi. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan
menimbulkan efek toksik seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi,
nyeri otot, nyeri kepala berat, muntah, dan somnolen.
b. Th2 melepaskan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.
2. Sistem komplemen oleh sel fagosit yang terinfeksi.
5. PATOFISIOLOGI
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah
viremia. Mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DHF adalah peningkatan
replikasi virus dalam makrofag oleh anti-bodi heterotipik. Hal tersebut
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-
pegal diseluruh tubuh, ruam atau batuk, bintik-bintik merah pada kulit (ptekie),
hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar
getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa.
Pada pasien DHF juga terjadi gangguan pada hemotasis yang mencakup
perubahan vaskular, trombositopenia, dan koagulopati. Temuan konstan pada DHF
adalah aktivitas sistem komplemen dengan depresi besar kadar C3 dan C5. Mediator
yang meningkatkan permeabilitas vaskular dan mekanisme pasti fenomena
perdarahan yang timbul pada infeksi dengue belum teridentifikasi sehingga
diperlukan studi lebih lanjut. Kompleks imun telah ditemukan pada DHF tetapi
perannya belum jelas.
Pada infeksi sekunder dengan virus dari serotipe yang berbeda dari yang
menyebabkan infeksi perimer, antibodi reaktif silang yang gagal untuk menetralkan
virus dapat meningkatkan jumlah monosit terinfeksi saat kompleks antibodi-virus
dengue masuk ke dalam sel. Hal ini selanjutnya dapat mengakibatkan aktivasi rektif
silang CD4+ dan CD8+ limfosit sitotoksik. Pelepasan cepat sitokin yang disebabkan
oleh aktivasi sel T dan oleh lisis monosit terinfeksi dimedia oleh limfosit sitotoksik
yang dapat mengakibatkan rembesan plasma dan peredaran yang terjadi pada DHF.
Trombositopenia
Premeabilitas
mambran
Mengirim implus ke
Hipoksia jaringan Asidosis metabolik Mual, muntah, vasomotor
nyeri
anoreksia
Suhu
tubuh
Metabolisme shock
anaerob
Intake nutirisi Gangguan homeostatis
(dehidrasi)
6. MANIFESTASI KLINIK
1. Demam Dengue
Penyakit demam akut selam 2-7 hari. Dengan tanda gejalanya:
Nyeri kepala
Nyeri retro- orbital
Mialgia/ Artralgia (nyeri sendi)
Ruam Kulit
Ptekie ( perdarahan)
Leukopenia. Pemeriksaan Serologi Dengue (+)
2. Demam Berdarah Dengue
Demam atau riwayat demam akut, antar 2-7 hari, biasanya bifasik. Demam
bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(pelana kuda/ saddleback fever)demam pertama dengan durasi 2-3 hari,
kemudian turun sampai dengan hari ke-5, kemudian demam lagi bahkan
kenaikan suhu bisa lebih tinggi.
Perdarahan : uji bendung positif
: ptekie, ekimosis, atau purpura
: Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis atau perdarahan gusi)
: Hematemesis atau melena
Trombositopenia ( jumlah trombosit < 100.000/ul)
Kebocoran plasma ( dapat menyebabkan syok ), seperti :
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin
- Peningkatan hematokrit > 20% sesudah terapi cairan, dibandungkan nilai
hematokrit sebelumnya.
- Efusi pleura
- Asites / hipoproteinemia
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DB adalah ditemukan
kebocoran plasma pada DBD.
Kondisi pasien yang berkembang ke arah syok tiba- tiba menyimpang setelah demam
selama 2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi pada waktu, atau segera setelah, penurunan
suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakit.
Terdapat tanda khas dari gagal sirkulasi: kulit menjadi dingin, bintul- bintul, dan
kongesti; sinosis sirkumonal sering terjadi; nadi menjadi cepat. Pasien pada awal
dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap
kritis dari syok. Nyeri abdominal akut adalah keluhan sering segera sebelum awitan
syok.
Pasien yang syok dalam bahaya kematian bila pengobatan yang tepat tidak segera
diberikan. Pasien dapat melewati tahap syok berat, dengan tekanan darah atau nadi
menjadi tidak terbaca. Namun, kebanyakan pasien tetap sadar hampir pada tahap
terminal.
Durasi syok adalah pendek: secara khas pasien meninggal dalam 12-24 jam, atau
sembuh dengan cepat setelah terapi penggantian volume yang tepat. Efusi pleural dan
asites dapat terdeteksi melalui pemeriksaan fisik atau radiografi.
Syok yang tak teratasi dapat menimbulkan perjalanan penyakit terkomplikasi, dengan
terjadinya asidosis metabolik, perdarahan hebat dari saluran gastrointestinal dan organ
lain, dan prognosisnya buruk. Pasien dengan hemoragi intrakranial dapat mengalami
konvulsi dan koma. Ensefalopati, yang dilaporkan kadang, dapat terjadi dalam
hubungannya dengan gangguan metabolik dan elktrolit atau perdarahan intrakranial.
Pemulihan pada pasien dengan DSS teratasi adalah singkat dan tidak rumit. Bahkan
pada kasus syok berat, jika syok telah teratasi, pasien yang dapat bertahan akan
membaik dalam 2-3 hari, meskipun efusi pleural dan asites masih tampak. Tanda
prognosis yang baik adalah haluaran urine adekuat dan kembali mempunyai nafsu
makan.
Temuan umum selama masa penyembuhan pasien DHF adalah bradikardia sinus atau
arimia dan karakteristik ruam petekial konfluen dengan area bulat kecil bagian kulit
normal. Ruam makulopopular atau tipe- rubela kurang umum pada DHF dibanding
DF dan mungkin terlihat baik pada awal atau tahap lanjut penyakit. Perjalanan DHF
kira- kira 7-10 hari. Umunya, tidak terdapat keletihan lama.
Syok adalah kedaruratan medis. Pemberian segera cairan intravena untuk
meningkatkan volume plasma adalah penting. Anak- anak dapat masuk dan keluar
dari syok selama periode 48 jam. Akibatnya observasi ketat 24 jam oleh staf
keperawatan yang berkualitas adalah penting.
Pencatatan sering terhadap tanda vital dan penentuan hematokrit penting dalam mengevaluasi
hasil pengobatan. Bila pasien menunjukan dlam mengevaluasi hasil pengobatan. Bila pasien
menunjukkan tanda- tanda syok, terapi cermat harus diberikan dengan segera. Pasien
kemudian harus dibawah observasi konstan dan cermat sampai ada ketentuan beralasan
bahwa bahaya telah lewat. Tindakan berikut harus dilakukan secara rutin pada situasi
tersebut:
Tekanan darah dan pernapasan harus dicatat setiap 30 menit (atau lebih sering)
sampai syok teratasi.
Kadar hematokrit atau hemoglobin harus ditentukan setiap 2 jam selama 6 jam
pertama, kemudian setiap 4 jam sampai stabil.
Lembar periksa keseimbangan cairan harus dipertahankan, pencatatan tipe cairan dan
kecepatan serta volume pemberiannya untuk evaluasi keadekuatan penggantian
cairan. Frekuensi dan volume haluaran urine juga harus dicatat, dan kateter urine
mungkin diperlukan pada kasus syok sulit teratasi.
7. KLASIFIKASI
Derajat 0
Gejala : Demam disertai 2 atau lebih tanda (sakit kepala, nyeri retro-orbital, myalgia/
atralgia)
Uji Lab : Leukopenia, trombositopenia, tidak ada kebocoran plasma, serologi dengue
positif
Derajat 1 (DBD)
-Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah
ujiTourniquet positif.
- Gejala derajat 0 disertai uji bendung (+)
Uji Lab: Trombositopenia ( < 100.000/ µl), ada kebocoran plasma
Derajat 2 (DBD)
Gejala : Derajat 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Uji Lab: Trombositopenia ( < 100.000/ µl), ada kebocoran plasma
Derajat 3(DBD)
Gejala : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi
menurun (,20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita
menjadi gelisah.
Uji Lab: Trombositopenia ( < 100.000/ µl), ada kebocoran plasma
Derajat 4
Renjatan (syok) berat dengan nadi yang tidak diraba dan tekanan darah
yang tidak dapatdiukur
Uji Lab: Trombositopenia ( < 100.000/ µl), ada kebocoran plasma
8. TERAPI
Manajemen kasus bersifat simtomatik dan suportif
Tirah baring sangat dianjurkan selama fase demam akut
Manajemen DHF selama fase demam yaitu :
o Memberikan Antipiretik atau sponging harus dilakukan untuk menjaga
suhu tubuh tetap dibawah 40C. Jangan berikan aspirin karena dapat
mengakibatkan gastritis, perdarahan, dan asidosis;
o Berikan parasetamol
Dosis yang direkomendasikan :
< 1 tahun : 60 mg/dosis
1-2 tahun : 60- 12- mg/dosis
3-6 tahun : 120 mg/dosis
7-12 tahun : 240 mg/dosis
Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang
mengalami nyeri yang parah
Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang
mengeluarkan keringat berlebih atau muntah.
-Terapi cairan intravena dapat diberikan dalam peroide 12- 24 jam
pada pasien rawat jalan.
- Penggantian volume yang berlebih dan terus- menerus setelah
kebocoran berhenti akan menyebabkan efusi pleura yang masif, asites,
dan kongesti/ edema paru disertai distress pernapasan.
- Umumnya volume yang dibutuhkan adalah voulume untuk
mempertahankan ditambah kekurangan 5- 8 %.
- Komposisi cairan yang digunakan untuk terapi pengganti harus
mengandng komposisi yang sama dengan plasma: 5% glukosa dalam
separuh atau sepertiga larutan saline fisiologis. Pada kauss asidosis,
seperempat cairan harus mengandng 0, 167 mol/ liter natrium
bikarbonat (mis., tiga perempat PSS ditambah glukosa ditambah
seperempat natrium bikarbonat). Kehilangan plasma dapat ditinjau dari
adanya perubahan kadar hematokrit, tanda- tanda vital atau volume
haluaran urine.
- Tipe cairan yang dapat diberikan sebagai terapi:
a. Kristaloid :
5% dekstrosa dalam larutan Ringer laktat (5% D/ RL)
5% dekstrosa dalam larutan Ringer asetat ( 5% D/ RA)
5% dekstrosa dalam separuh kekuatan larutan saline normal
(5% D/1/2/ NSS)
5% dektrosa dalam larutan saline normal ( 5% D/ NSS)
b. Koloid :
Dekstran 40
Plasma
Berikut paliran penggantian volume pada kasus demam berdarah
Dengue
Pada daerah endemik DHF, pasien harus dipantau sampai tidak demam dan
setelah hitung trombosit dan hematrokit dipastikan kembali normal.
9. TES DIAGNOSTIK
1. Trombositopenia
- Trombosit turun sampai dibawah 100.000/mm3
- ditemukan antara hari ke- 3 dan ke- 8
- sering sebelum atau bersamaan dengan perubahan hematokrit.
2. Hemokonsentrasi.
-Peningkatan kadar hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya pada hari
ke 3 demam.
-terjadi pada kasus non-syok, tetapi lebih menonjol pada kasus syok.
- menunjukkan adanya peningkatan permeabilitas vaskular dan rembesan plasma.
- kadar hematokrit dapat mempengaruhi baik pada penggantian dini volume atau
oleh perdarahan.
3. Leukosit
- jumlah sel darah putih bervariasi (dapat normal atau menurun), julai hari ke 3
dapat ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit ).
-adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit pada fase
syok akan meningkat
- Limpositosis relatif, dengan adanya limpositis atipikal adalah temuan umum
sebelum penurunan suhu atau syok.
4. Serum biokimia dan enzim biasanya normal, tetapi kadar enzim hati mungkin
meningkat.
5. Hemostasis
- Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi pendarahan atau kelainan pembekuan darah.
6. Hipoproteinemia (karena kehilangan albumin dan kebocoran plasma.
7. SGOT/ SGPT meningkat
8. Gangguan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
9. Imunoserologi
- Dilakukan pemeriksaan Ig M dan Ig G terhadap dengue.
- Ig M : terdeteksi dari hari ke 3 – 5. Meningkat sampai minggu ketiga,
menghilang setelah 60 – 90 hari
-Ig G: Pada infeksi primer, Ig G mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi
sekunder Ig G mulai terdeteksi hari ke 2
10. Uji HI : Dilakukan pengambilan bahan pada hari 1 serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
11. NS 1: Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam, hari 1 – 8. Sensitivitas
antigen NS1 berkisar 63%- 93,4% dengan spesifitas 100% sama tingginya dengan
spesifitas gold standars culture virus. Hasil negatif antigen NS1, tidak menyingkirkan
adanya infeksi virus dengue.
10. KOMPLIKASI
1. Kejang
- kadang terjadi selama fase demam pada bayi, disebabkan karena cairan
serebrospinal ditemukan normal pada kasus ini. Intoksikasi air akibat dari
pemberian cairan isotonik berlebihan untuk mengatasi pasien DHF dengan
hiponatremia dapat menimbulkan ensefalopati.
- ensefalopati : komplikasi dari koagulasi intravaskular
- Spastisitas
- perubahan kesadaran
- paresis transien
2. Perdarahan luas.
3. Shock atau renjatan.
4. Effuse pleura
5. Penurunan kesadaran
11. ASKEP
1. Pengkajian
a) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat demam dengue, dengan minum penurun panas dan istirahat demam
tidak dirasakan lagi
- Lingkungan rumah yang berdempet, banyak air tergenang, pembuangan barang-
barang bekas dan kaleng-kaleng bekas sembarangan
- Riwayat demam kembali dengan tanda-tanda perdarahan (tanda-tanda
perdarahan yang khas dari demam berdarah dengue)
b) Pola nutrisi metabolic
- Intake menurun karena mual dan muntah
- Adakah penurunan BB?
- Adakah kesulitan menelan?
- Demam tinggi yang tiba-tiba sampai kadang menggigil selama 2-7 hari
c) Pola eliminasi
- Konstipasi
- Diare
- Tinja berwarna hitam pada perdarahan hebat
- Produksi urine menurun (kurang dari 1cc/KgBb/jam) pada syok
d) Pola aktivitas dan latihan
- Badan lemah, nyeri otot dan sendi
- Tidak bisa beraktivitas, pegal-pegal seluruh badan
e) Pola istirahat dan tidur
- Istirahat dan tidur terganggu karena demam, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi,
gelisah
f) Pola persepsi kognitif
- Apakah yang diketahui klien dan keluarga tentang penyakitnya?
- Apakah yang diharapkan klien/keluarga terhadap sakitnya
g) Pola persepsi dan konsep diri
- Apakah klien merasa puas terhadap keadaan dirinya?
- Adakah perasaan malu terhadap penyakitnya?
h) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Adanya perasaan cemas, takut terhadap penyakitnya
- Ingin ditemani orang tua atau orang terdekat saat sakit
i) Pola reproduksi seksual
- Pada anak perempuan apakah ada perdarahan pervagina (bukan menstruasi)?
j) Pola sistem kepercayaan
- Menyerahkan penyakitnya kepada Tuhan / pasrah
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
Tingkatkan istirahat
Administrasi Analgesik
Ukur IWL
Suhu tubuh dalam
rentang normal
Ukur warna dan suhu kulit
(36-37 ˚ C
Nadi dan RR
dalam rentang Ukur tekanan darah, nadi dan RR
normal
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Tidak ada
perubahan warna
Periksa WBC, Hb, dan Hct
kulit dan tidak
ada pusing Ukur intake dan output / balance cairan
Selimuti pasien
Regulasi Temperatur
Batasi pengunjung
Dorong istirahat
Pasien dan
Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
keluarga mampu
tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
menjelaskan
kembali apa yang Diskusikan perubahan gaya hidup yang
dijelaskan mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi
perawat/tim di masa yang akan datang dan atau proses
kesehatan lainnya pengontrolan penyakit
http://vardhani.wordpress.com/2010/06/16/respon-imun-terhadap-infeksi-virus-dengue-
patogenesis-dan-patofisiologi-dbd/
http://nurse87.wordpress.com/2011/10/28/asuhan-keperawatan-anak-dengan-dhf/