TINJAUAN PUSTAKA
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen2.
3.1.2 Etiologi
Etiologi dan Faktor Resiko infark miokard terjadi oleh penyebab yang
heterogen, antara lain:
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi
plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen
dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal
tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat
diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko
aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang
serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat
diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-
faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok,
diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol,
dan aktivitas fisik.4,5.
Wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih
lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini
diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita
dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap
penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti
pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen 4,6.
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab
penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
15
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan
mortalitas akibat infark miokard 7.
16
mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi
berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki
peningkatan resiko terkena penyakit 8.
3.1.4 Patofisiologi
17
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,
fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan
glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang,
asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH
intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan
fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh
monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi
reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel
berakhir pada infark miokard9.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI
karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral.
Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat10
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST
yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan
ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak
menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri coroner 10.
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi
lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan
istirahat ataupun pemberian nitrogliserin, Angina pektoris adalah “jeritan” otot
jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan
oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral
yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung.
Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi
berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut
18
mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering
timbul ketika pasien sedang beristirahat 10.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur.
Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit,
namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas
biasanya terasa dingin10.
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau
sedikit meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke
volume yang dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada
kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan
aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama
beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali
normal10.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang
melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar
pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung.
Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara
jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi
ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction
rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI 10.
3.1.6 Diagnosis
Diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria,
yaitu
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasa.
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
19
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi
segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil
berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan
oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran
EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non
STEMI11.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan
aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari
pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-
protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate
dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic
anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan
T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini
mengkonfirmasi adanya infark miokard .1. Adanya nyeri dada 2. Perubahan
elektrokardiografi (EKG) 3. Peningkatan petanda biokimia.11
20
akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka
potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika
elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury,
maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi.
ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan
dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda,
yang menyebabkan gambaran ST depresi12.
Pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat
ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan
perubahan gambaran EKG dapat dilihat di Tabel 3.1.5
21
Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark Miokard
Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis
aparatus kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin
T (39 kDa), troponin I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa). Troponin C berikatan
dengan ion Ca2+ dan berperan dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis
selama kontraksi otot jantung. Berat molekulnya adalah 18.000 Dalton. Troponin
I yang berikatan dengan aktin, berperan menghambat interaksi aktin miosin.
Berat molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang berikatan dengan
tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi kontraksi otot.
22
Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton. Struktur asam amino troponin T dan I
yang ditemukan pada otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot
skeletal dalam hal komposisi imunologis, sedangkan struktur troponin C pada
otot jantung dan skeletal identik11
3.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan dalam mendiagnosa gagal jantung dan memberi terapi dini tidak
berbeda dengan kondisi kronis lainnya, yaitu menurunkan mortalitas dan
morbiditas. Tujuan pengobatan gagal jantung antara lain :
1. Menurunkan mortalitas
2. Mempertahankan / meningkatkan kualitas hidup
3. Mencegah terjadinya kerusakan miokard, progresivitas kerusakan
miokard, remodelling miokard, timbulnya gejala-gejala gagal jantung
dan akumulasi cairan, dan perawatan di rumah sakit.13
1. Non Farmakologi
23
Perawatan mandiri mempunyai andil dalam keberhasilan pengobatan gagal
jantung dan dapat memberi dampak yang bermakna pada keluhan-keluhan
pasien, kapasitas fungsional, morbiditas dan prognosis. Perawatan mandiri
dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk
mempertahankan stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan deteksi dini gejala-gejala perburukan. Untuk bisa
merawat dirinya pasien perlu diberi pelatihan baik oleh dokter atau perawat
terlatih.13
2. Farmakologi13
Pasien dengan tidak ada kontra indikasi maupun pasien yang masih
toleran terhadap ACE Inhibitor (ACEI), ACEI harus digunakan pada
semua pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan LVEF < 40%.
Terapi dengan ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kesejahteraan
pasien, menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal
jantung dan meningkatkan angka keselamatan. Pada pasien yang
menjalani perawatan terapi dengan ACEI harus dimulai sebelum pasien
pulang rawat (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A).
Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
24
- LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala
- Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
25
risiko kematian akibat kardiovaskular atau perlunya perawatan akibat
perburukan gagal jantung. Pada pasien yang dirawat, terapi dengan
ARB harus dimulai sebelum pasien dipulangkan (Kelas Rekomendasi I,
Tingkat Bukti B)
Pengobatan dengan ARB meningkatkan fungsi ventrikel dan
kesehatan pasien dan menurunkan angka masuk rumah sakit akibat
perburukan gagal jantung. Angiotensin Reseptor Blocker
direkomendasikan sebagai pilihan lain pada pasien yang tidak toleran
terhadap ACEI.
Pasien yang harus mendapatkan ARB :
26
kejadian rawat akibat perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
keselamatan. Jika memungkinkan pada pasien yang menjalani
perawatan, terapi BB harus dimulai secara hati-hati sebelum pasien
dipulangkan (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A).
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:
- Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian
diastolik sehingga memperbaiki perfusi miokard
- Meningkatkan LVEF
- Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal
Pasien yang harus mendapat BB :
27
- Dosis awalan : bisoprolol 1 x 1.25 mg, carvedilol2 x 3.125-6.25
mg, metoprolol CR/XL 1 x 12.5-25 mg, atau nebivolol 1 x 1.25
mg. Dengan supervisi jika diberikan dalam setting rawat jalan
- Pada pasien yang baru mengalami dekompensasi, BB dapat
dimulai sebelum pasien dipulangkan dengan hati-hati
d) Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung yang
disertai tanda dan gejala kongesti (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti
B). Diuretik memperbaiki kesejahteraan hidup pasien dengan
mengurangi tanda dan gejala kongesi vena sistemik dan pulmoner pada
pasien dengan gagal jantung. Diuretik mengakibatkan aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan biasanya digunakan
bersamaan dengan ACEI atau ARB. Dosis diuretik harus disesuaikan
dengan kebutuhan tiap pasien dan membutuhkan monitoring klinis yang
cermat. Secara umum loop diuretik dibutuhkan pada gagal jantung
sedang-berat. Thiazid dapat pula digunakan dengan loop diuretik untuk
edema yang resisten, namun harus diperhatikan secara cermat
kemungkinan dehidrasi, hipovolemia, hiponatremia, atau hipokalemia.
Selama terapi diuretik, sangat penting level kalium, natrium, dan
kreatinine dipanantau secara berkala.
Hal yang harus dicermati pada pemberian diuretik :
28
aldosteron harus dihindari. Kombinasi dari antagonis
aldosteron dan ACEI/ARB hanya boleh diberikan pada
supervisi yang cermat
e) Antagonis Aldosteron
Antagonis aldosteron menurunkan angka masuk rumah sakit untuk
perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka keselamatan jika
ditambahkan pada terapi yang sudah ada, termasuk dengan ACEI.
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
- LVEF < 35%
- Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV
NYHA)
29
- Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB
30
Cara pemberian hidralizin dan ISDN pada gagal jantung :
g) Digoxin
Pada pasien gagal jantung simtomatik dan atrial fibrilasi, digoxin
dapat digunakan untuk mengurangi kecepatan irama ventrikel. Pada
pasien dengan AF dan LVEF < 40%, digoxin dapat pula diberikan
bersamaan dengan BB untuk mengontrol tekanan darah (Kelas
Rekomendasi I, Tingkat Bukti C).
Pada pasien sinus ritme dengan gagal jantung simtomatik dan LVEF
< 40%, terapi dengan digoxin bersamaan dengan ACEI meningkatkan
fungsi ventrikel dan kesejahteraan pasien, mengurangi kemungkinan
perawatan ulang untuk perburukan gagal jantung, hal ini walau
demikian tidak memiliki dampak terhadap angka mortalitas (Kelas
Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B).
Glikosida jantung menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung
dengan meningkatkan kontraksi sarkomer jantung melalui peningkatan
kadar kalsium bebas dalam protein kontraktil, yang merupakan hasil
dari peningkatan kadar natrium intrasel akibat penghambatan Na-K-
ATPase dan pengurangan relatif dalam ekspulsi kalsium melalui
penggantian Na+ Ca2+ akibat peningkatan natrium intrasel.
Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal
:
31
- Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan
dan fungsi ventrikel kiri.
- Menstimulasi baroreseptor jantung
- Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga
menghasilkan penekanan sekresi renin dari ginjal.
- Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan
peningkatan vagal tone.
- Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat>
80x/menit, dan saat aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan
digoksin.
- Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri
(LVEF < 40%) yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI
atau/ dan ARB, beta bloker dan antagonis aldosteron jika
diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat
dipertimbangkan.
3.1.8 Prognosis
Menentukan prognosis pada gagal jantung sangatlah kompleks, banyak
variabel yang harus diperhitungkan seperti etiologi, usia, komorbiditas, variasi
progresi gagal jantung tiap individu yang berbeda, dan hasil akhir kematian
(apakah mendadak atau progresif akibat gagal jantung). Pengobatan gagal
jantung menggunakan ACE Inhibitor (ACEI) dan Beta-blocker (BB) saat ini
dapat memperpanjang usia harapan hidup pasien dengan gagal jantung.
32