Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Arbitrer

WATAK KATO DALAM BAHASA MINANGKABAU:


Sebagai Cerminan Perilaku Berbahasa
Masyarkat Minangbakabau1

Leni Syafyahya, Efriyades, dan Elly Delfia


Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas

Abstrak

Ketidaktepatan penggunaan seruan dalam kehidupan dapat menyebabkan


terjadinya kesalahapahaman dalam interaksi. Karena seruan itu memiliki watak
kato, ‘tata krama kata’ tertentu dalam penggunaannya. Dalam tulisan ini akan
dijelaskan,bentuk ujaran seruan, watak kato yang terdapat dalam ujaran seruan,
variasi leksikal dan variasi penggunaan

Tulisan ini berasal dari hasil penelitian kami. Secara teknis, penelitian ini
dilakukan dengan metode simak dan metode cakap dalam penyediaan data.
Metode cakap dapat disejajarkan dengan metode wawancara. Dalam analisis data
digunakan metode, editing (pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kelayakan
data), koding (klasifikasi data). Setelah itu, menafsirkan keabsahan teori dengan
data yang telah dikoding. Di samping itu, dalam analisis data juga digunakan
metode padan dan metode distribusional.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, dapat dijelaskan bahwa


bentuk ujaran seruan, watak kato yang terdapat dalam ujaran seruan, variasi
leksikal dan variasi penggunaannya. Ujaran seruan dalam bahasa Minangkabau
memiliki bentuk bentuk lengkap dan bentuk tidak lengkap. Dari bentuk lengkap
dan tidak lengkap ujaran seruan ini, dapat dikelompokan atas 4 watak kato,
yaitu,: Kato mancari kawan ‘ kata mencari teman’ Kato mancari lawan ‘kata
mencari teman’ Kato indak bakawan ‘kata tidak berteman’, dan Kato indak
balawan ‘kata tidak dilawan’. Di samping itu, ujaran seruan dalam bahasa
Minangkabau mempunyai variasi leksikal dan variasi penggunaan. Variasi
leksikal terjadi karena perbedaan daerah penggunaan, sedangkan variasi
penggunaan terjadi karena tujuan penggunaannya. Variasi leksikal juga dapat
terjadi pada daerah yang sama atau satu daerah. Begitu juga halnya dengan
variasi penggunaannya.

Kata Kunci: Watak Kato, Seruan, dan Bahasa Minangkabau

1
Tulisan ini berasal dari hasil penelitian Hibah Bersaing

13
Vol. 2, April 2015

I. PENDAHULUAN pertamanya bahasa Indonesia tidak


memahami makna dan aturan
Ujaran seruan dalam sosial budaya penggunaan seruan ini kepada siapa,
Minangkabau digunakan untuk kapan, dan situasi bagaimana ujaran
menjaga keharmonisan antara seruan ini boleh digunakan.
kelompok masyarakat. Hal ini
sesuai dengan filsafah orang Penggunaan ujaran seruan ini
Minangkabau memakai ukuran kadangkala tidak lagi memiliki
yang mereka sebut raso jo pareso batas, contohnya, antara kemenakan
‘rasa dengan periksa’. Artinya, dengan mamak. Si kemenakan tidak
setiap sesuatu yang akan diujarkan lagi menggunakan ujaran yang
dan dilakukan dihubungkan semestinya kepada mamak, begitu
dengan dengan ukuran perasaan pula sebaliknya. Akhirnya, watak
yang sama dan dengan kato tidak lagi terpakai dalam
pemeriksaan yang senilai. Ukuran budaya Minangkabau. Oleh karena
raso; hukum piciak jangek, sakik itu, penelitian ini penting untuk
dek awak sakik dek urang ‘ukuran dilakukan agar watak kato dalam
rasa; ukuran cubit kulit sakit oleh ujaran seruan itu dapat dipahami
kita sakit pula oleh orang’. Ukuran oleh generasi muda.
pareso; memakai nilai alua jo
patuik ‘ukuran periksa memakai Adapun maksud dan tujuan
alur dengan patut’. Dengan kata penggunaan ujaran seruan ialah
lain, dalam kehidupan untuk mengungkapkan perasaan
bermasyarakat haruslah saling dalam pertuturan. Perasaan yang
menghormati dan tenggang rasa. diungkapkan bisa perasaan senang,
Tenggang rasa tersebut dapat gembira, kagum, sedih, kecewa,
diungkapkan melalui ujaran jengkel, heran, cemas, mengupat,
seruan. mengutuk, memuji, dan marah. Di
samping itu, penggunaan ujaran
Akan tetapi, pada saat sekarang ini, seruan berkaitan dengan nada suara,
karena perkembangan kemajuan sikap atau cara sepanjang yang
teknologi dan penyederhanaan penulis amati memiliki beberapa
bentuk serta pengabaian praktik- perbedaan. Perbedaan tersebut
praktik budaya dalam masyarakat ditentukan oleh situasi,
Minangkabau menyebabkan kurang keharmonisan hubungan antara
tepatnya penggunaan seruan penutur dengan mitra tutur,
tersebut. Ketidaktepatan misalnya dengan gembira, santai,
penggunaan seruan itu dapat biasa/netral, serius, dan resmi, nada
menyebabkan terjadinya suara keras, lembut, dan biasa.
kesalahapahaman dalam interaksi. Penggunaan ujaran seruan yang
Di sisi lain, anak-anak yang bahasa salah dapat mengganggu keserasian

14
Jurnal Arbitrer

dalam komunikasi bahkan akan Arti pantun di atas mengisyaratkan


menimbulkan pertengkaran di bahwa dalam kehidupan
antara peserta tindak ujaran bermasyarakat haruslah saling
(Syafyahya, 2008: 18). menghormati dan tenggang rasa.
Tenggang rasa tersebut dapat
Hal itu senada dengan pendapat
Sopiani (2008:1) mengatakan
diungkapkan melalui ujaran seruan.
sebaiknya kita semua mengendalikan Ujaran yang mengungkapkan
kata-kata yang keluar dari mulut kita peningkatan emosi dengan
dengan kata-kata positif dan baik.
penegasan, tekanan, nada, atau
Lebih lanjut beliau mengatakan,
bayangkan apa yang akan terjadi
intonasi tertentu disebut dengan
dengan anak-anak kita, pasangan kita, seruan (Kridalaksana, 1993: 196).
rekan-rekan kerja kita, dan orang-orang Di samping itu, Moussay (1998:
di sekeliling kita bahkan binatang dan 102) mengatakan untuk
tumbuh-tumbuhan di sekeliling kita mengungkapkan perasaan dalam
pun merasakan efek yang ditimbulkan atau penilaian afektif digunakan
dari getaran-getaran yang berasal dari ujaran seruan. Akan tetapi, kalau
pikiran dan ucapan yang kita lontarkan salah penggunaan ujaran seruan
setiap saat kepada mereka. Melihat tersebut akan dapat menimbulkan
pernyataan Sopiani itu, kita sebagai pertentangan bahkan bacakak
manusia boleh berpikir agar selalu banyak antarwarga. Hal itulah yang
bijaksana dalam memilih dan
mendasari penulis memilih topik
mengucapkan kata-kata yang keluar
dari mulut kita. penelitian ini.

Begitu pula dalam sosial budaya Alasan lain mengapa ujaran seruan
Minangkabau, untuk menjaga dalam bahasa Minangkabau yang
keharmonisan antara kelompok, dijadikan topik tulisan ini. Pertama,
masyarakat memakai ukuran yang perkembangan penggunaan karena
mereka sebut raso jo pareso ‘rasa kemajuan teknologi dan
dengan periksa’. Ajaran raso jo penyederhanaan bentuk serta
pereso terdapat dalam pantun pengabaian praktik-praktik budaya
berikut: dalam masyarakat Minangkabau
menyebabkan kurang tepatnya
Kaluak paku kacang balimbiang penggunaan seruan tersebut.
Tampuruang lenggang-lenggangkan
Bao manurun ka saruaso Kedua, perkembangan teknologi
Anak di pangku kamanakan sudah mempengaruhi generasi
dibimbiang muda. Pengaruh itu sangat jelas
Urang kampuang dipatenggangkan terlihat dalam penggunaan bahasa
Tenggang jo raso jo pareso (Navis, mereka. Mereka senang
1982:73) menggunakan bahasa gaul, prokem,
dan alay. Dalam penggunaan bahasa

15
Vol. 2, April 2015

tersebut, mereka tidak lagi Moussay (1998: 102)


memperhatikan lawan tutur yang mengatakan untuk mengungkapkan
semestinya. Hal ini tentulah sangat perasaan dalam atau penilaian
mengkhawatir. Kalau keadaan ini afektif digunakan ujaran seruan.
dibiarkan saja, tentu harapan kita Lebih lanjut Moussay mengatakan,
bersama yaitu membangun generasi ujaran tersebut memiliki dua bentuk
yang berkarakter hanyalah sebuah yaitu bentuk lengkap dan bentuk
mimpi belaka. tidak lengkap. Bentuk lengkap
dibangun berdasarkan model yang
Di sisi lain, dapat dikatakan bahwa sama dengan ujran interogatif dan
kecerdasan merupakan bagian dari menggunakan partikel tak takrif
karakter manusia. Kemampuan yang sama sebagai ekslamatif.
berbahasa yang efektif, logis, lugas, Hanya intonasinya yang berbeda,
jelas, dan mudah dipahami yang di sini ditandai dengan tanda
merupakan refleksi kecerdasan. seru di akhir ujaran, sedangkan
Kecerdasan berbahasa berkaitan bentuk tak lengkap ialah bentuk
dengan kemampuan memahami yang dipersingkat menjadi intejeksi
orang lain, misalnya menyatakan saja. Bentuk itu dapat dipahami
simpati, mengucapkan rasa terima dalam suatu konteks dan tanda seru
kasih, menyatakan kecewa, dan diletakkan langsung setelah
bernegosiasi. Semua itu tentulah interjeksi yang lazim diletakkan di
menggunakan ujaran seruan. awal ujaran. Interjeksi itu termasuk
Alieva (1991:263) mengatakan onomatope, teriakan, kutukan,
kata-kata yang menyatakan panggilan ataupun umpatan. Semua
perasaan dan isi hati disebut dengan interjeksi itu dianggap sebagai kata
kata seru. Ada kata-kata seru tugas. Dengan demikian, Moussay
menyatakan perasaan dan ada yang mengklasifikasikan interjeksi ke
menyatakan arti kausatif, sifat dalam salah satu bagian dari ujaran
ajakan, suruhan, atau pernyataan. seruan. Dalam buku Moussay ini,
Rumusan yang hampir sama belumlah dijelaskan bentuk-bentuk
dinyatakan oleh Kridalaksana ujaran seruan secara mendalam, dan
(1993:84) bentuk yang tidak dapat kaidah penggunaannya. Oleh karena
diberi afiks dan yang tidak itu, dalam tulisan ini akan
mempunyai hubungan sintaksis dijelaskan hal-hal tersebut.
dengan bentuk lain dan dipakai Dalam bahasa Minangkabau, kata-
untuk mengungkapkan perasaan kata yang digunakan dalam ujaran
disebut interjeksi. Dengan kata lain, memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat
interjeksi itu adalah istilah lain dari kata-kata merupakan watak kato/
kata seru. ucapan yang bila diujarkan akan
menimbulkan reaksi bagi

16
Jurnal Arbitrer

pendengarnya (Navis, 1982: 101). sosial-budaya berdasarkan perspektif


Watak kata-kata itu terdiri dari sosiolinguistik. Di samping itu, secara
empat jenis yaitu: khusus tulisan ini bertujuan untuk:

1. Kato mancari kawan ‘ kata 1. Mendeskripsikan ujaran seruan bahasa


Minangkabau yang digunakan baik di
mencari teman’
daerah Darek ‘daerah asal
Kata-kata/ucapan yang Minnangkabau’ maupun daerah Rantau
menimbulkan rasa simpati atau ‘daerah baru Minangkabau’.
rasa senang bagi pendengarnya. 2. Menjelaskan watak kato dalam ujaran
2. Kato mancari lawan ‘kata seruan sebagai cerminan perilaku
berbahasa dan berbudaya masyarakat
mencari teman’
Minangkabau.
Kata-kata/ucapan yang3. Menjelaskan variasi leksikal dan variasi
menentan, tajam, atau kotor penggunaan ujaran seruan dalam
sehingga membangkitkan masyarakat Minangkabau.
amarah yang mendengarnya.
Secara teknis penelitian ini dilakukan
3. Kato indak bakawan ‘kata tidak dengan metode simak dan metode
berteman’ cakap dalam penyediaan data. Metode
cakap dapat disejajarkan dengan
Kata-kata/ucapan yang bersifat metode wawancara. Dalam analisis
fitnah, gunjingan/bohong . data digunakan metode, editing
(pemeriksaan terhadap kelengkapan
4. Kato indak balawan ‘kata tidak dan kelayakan data), koding (klasifikasi
dilawan’ data). Setelah itu, menafsirkan
Kata-kata/ucapan yang bersifat keabsahan teori dengan data yang telah
dikoding. Di samping itu, dalam
perintah yang salah tetapi harus
analisis data juga digunakan metode
tetap dilaksanakan. padan dan metode distribusional.
Rumusan yang senada dinyatakan Penyediaan data ujaran seruan peneliti
oleh (Ayub dkk, 1993:300 dalam peroleh dari penggunaan lisan. Data
bahasa Minangkabau terdapat bahasa lisan diperoleh tuturan lisan
ujaran seruan (interjeksi) yang pada masyarakat secara spontanitas di daerah
umumnya mengacu ke a). sikap Sumatera Barat minus Mentawai,
positif, b) sikap negatif, c) pengalaman pribadi individu, dan
menyatakan keheranan, dan d) observasi langsung ke lapangan.
netral/campuran, sesuai dengan Dalam sejarah Minangkabau,
konteks yang mengiringinya. dibicarakan tentang wilayah
Secara umum tulisan ini bertujuan Minangkabau yang terdiri atas dua
daerah, yaitu daerah Darek ‘darat’ dan
untuk mengiventarisasikan penggunaan
daerah Rantau ‘daerah pemukiman
ujaran seruan dan analisis konteks

17
Vol. 2, April 2015

baru’ (Batuah, 1965:25). Disebut interogatif dan menggunakan


sebagai daerah Darek karena terletak partikel tak takrif yang sama
jauh dari pinggiran laut dan dipandang sebagai eksklamatif. Hanya
sebagai daerah pemukiman tertua asal intonasinya yang berbeda, yang di
Minangkabau sementara daerah Rantau sini ditandai dengan tanda seru di
umumnya terletak di sepanjang pantai`
Pulau Sumatera (Medan, 1980:31).
akhir ujaran.
Bentuk lengkap ujaran seruan dalam
Daerah darek ialah daerah ‘asal bahasa Minangkabau, yaitu: a, aa,
Minangkabau’ dan yang termasuk apo, ‘apa’, bara,’berapa’, baa,
daerah Darek, yaitu: Solok ( kota dan baalah, ‘bagaimana’, di ma, ‘di
kabupaten), Solok Selatan, Bukittinggi, mana’,sia,’siapa’, anto, nto, ,
Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah manga,’ manga-manga, ’mengapa’,
Datar, Payakumbuah, Lima Puluah
Kota, dan Kabupaten Tanah Datar.
dek a,’kenapa’ dan bilo, ‘kapan’.
Daerah Rantau ialah daerah rantau dan Contoh:
yang termasuk daerah rantau, yaitu 1. Dima nyo lalok !
Kota Padang, Kabupaten Padang ‘Di mana dia tidur!’
Pariaman, dan Kabupaten Sawahlunto 2 . Anto mangko jadinyo laklah!
Sijunjuang, Kabupaten Dhamasraya, ‘Mengapa begini jadinya
Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Laillahailallah!
Pasaman, dan Kabupaten Pesisir
Selatan. Di samping itu, bentuk tak lengkap
ialah bentuk yang dipersingkat menjadi
II. PEMBAHASAN kata seru/interjeksi. Bentuk itu dapat
2.1 Bentuk Ujaran Seruan dalam dipahami dalam suatu konteks dan
Bahasa Minangkabau tanda seru diletakkan langsung setelah
interjeksi, yang lazimnya diletakkan di
Ujaran seruan bahasa Minangkabau awal ujaran. Interjeksi itu termasuk,
dibedakan atas bentuk lengkap dan teriakan, kutukan, dan umpatan. Di
bentuk tidak lengkap. Bentuk bawah ini, dijelaskan beberapa contoh
lengkap dibangun berdasarkan bentuk tidak lengkap ujaran seruan
model yang sama dengan ujaran dalam bahasa Minangkabau.
Bentuk Tidak Lengkap Ujaran Seruan
Teriakan a!, aa!, uu!, uuk!,ah!, eh! ii!, iiii!, ii pantiak!,
((Panggilan Minta aduah!, onde!, onde mande! Onde Mak!, onde
Perhatian/perintah Nak!, nde Nak!, nende!, nde!, ndeee!,
keras) nde+astagfirullah!, ndeh! alah!, alaa!, ee!, eee!,
e!, oi!, oih!, o!, hm!, ei!, ai!, laklah!,la a lah, lah!,
aa!, hah!, patuik ala oi!, alhamdulillah! , nama
binatang, kata carut. Oi!, oik!, ai!, hoi!, oih!,oii
kaniaklah!, ee a lah!, ee pantak!, oi bunduang!,
kama juo lai!, hoi!, oi kasikolah!, ai kamarilah!,

18
Jurnal Arbitrer

onde baa waang sabananyo ko!oi tolong angkek


iko a!
Pailah ang dari siko!, pailah ang/kau ka situ!,
kaluang ang/kau kini juo baruak!, baRonjaklah
ang/kau dari siko!bakureh lah ang lai!,
masuaklah ang capek!, woi, mada! Kamarilah
ang! bakiroklah ang/gaw!, batundolah dari siko!,
angkuilah baju ang!baa di ang/gaw nan katuju!,
pailah pokak!, pai copek!, bisuak jo dunsanak-
dunsanak ko awak karajoan kubuah lai!, iko
kecekan ka diundang!, oi, waang ndak salasi yo
kanciang!
Kutukan Mati kanai tangan!, ka diumbuik aba!, dilulua
bancah!, diumbuik gaca!, mati tatungkuik!,
malantonglah!, mati tagak!, anak ka ditumbuak
kalera!, ka dianta kalera!, tintiang kalera!,
diumbuik aba!, ditembak patuih!, wabah!,
tajirangkang!, tajangkak!, diampeh karamauik!,
sakangan!, sakang!, padek langek!, ditumbuak
potu lah ang!matilah ang!, capeklah ang mati!,
kok lai ka mati bisuak ang!, pugatlah ang/kau!,
dilulua bonca!, kok lai ditumbuak potu ang/kau!,
indak ka salomaik!, cilakolah gaw!, minta surek
anyuiklah ang/gaw!, matilah gaw!, oi mati
tagaklah gaw/ang!, ka lulua harimau!, didicak
setanlah gaw/ang!, lantak bunduang!,
bungkanglah ang/kau!= matilah ang!, jan
kasalamaik iduik waang!,
Umpatan Anak sarok!, anak samparah!, anak sampureh!,
anak singiang-ngiang rimbo!, anak baruak!,
kantuik alah hoi!, kuciang kurok!, kapunduang
ang!, anak kacik!, anak pacandolan!, anak
pacandaian! kata carut, anak ndak tau diuntuang
ang!, anglah kanai mah!, gilo!, anak luwo nikah
!, anak boruak!, anak bala!, anak galadia!, anak
gacik!, ancak saketek pado baruak!, paja i
sadah!, anak isampu!, a ka guno ang di rumah
ko!, malokeklah! Awak ang ndak ba utak!, anak
rubilih!, anak kanciang! Pokak ang!, anak

19
Vol. 2, April 2015

siampa ma!, anak kalera!


Gunjingan Anak sianu tu yo santiang, Si anu tu yo elok bana,
Si anu tu rancak bana, Si anu tu yo mujue
untuang e. Ee..anak si re!, Anak tu maRacik
parangainyo, dek ulah paja tu, Anak si anu tu yo
bana mada,
Pujian rancaknyo padusi tu lai!, codiak ang kini yee!,
gadang e rumahnyo lai!, sontiang wak yo!,
gadihnyo anak tu lai!, gagahnyo ang lai!, angek
na hati wak e!, santiang!, onde yo santiang!,
hebaik bananyo!, onde buruak bana kau ma!

Semua contoh bentuk tidak lengkap ujaran yang bersifat mencari kawan
ujaran serua bahasa Minangkabau pada yang mengacu ke sikap positif. Sifat
tabel itu akan dapat dipahami ujaran mencari kawan artinya, antara
bergantung pada konteks penutur dengan mitra tutur dalam
penggunaannya. Artinya, bentuk itu peristiwa tutur berusaha
kadangkala dapat berpindah kelompok mengungkapkan kata-kata/ujaran yang
bergantung pada konteksnya. menimbulkan rasa simpati/rasa senang
bagi pendengarnya.
2.2 Watak Kato dalam Ujaran seruan
Bahasa Minangkabau Ujaran seruan yang mengacu ke sikap
positif ini biasanya diucapkan oleh
Bentuk lengkap dan tak lengkap ujaran manusia sebagai ekspresi senang,
seruan bahasa Minangkabau dapat kagum, gembira, dan bahagia. Ujaran
digunakan dalam berbagai keadaan. yang bersifat positif berarti memiliki
Artinya, ujaran itu dapat digunakan watak kato mancari kawan. Dari
dalam keadaan senang, sedih, marah, bentuk- bentuk lengkap yang telah
dan kecewa bergantung pada konteks. contohkan di atas, dapat kita lihat
Di samping itu, dalam bahasa contoh (1—2) dima ‘dimana’ dan anto
Minangkabau kata-kata yang ‘mengapa’ berwatak mencari teman
digunakan dalam ujaran juga memiliki yang mengacu ke sikap positif
watak tertentu. Dari bentuk lengkap mengungkapkan kekhawatiran dan
dan tidak lengkap ujaran seruan ini, kekecewaan si pembicara.
dapat dikelompokan atas 4 watak kato,
yaitu,: Di samping itu, sama dengan bentuk
lengkap, bentuk tak lengkap juga
1. Kato mancari kawan ‘ kata memiliki watak. Dari bentuk tak
mencari teman’ lengkap, kato yang berwatak
Berdasarkan analisis data, dapat dilihat mancari kawan, yaitu kato pujian
bahwa dalam kehidupan sehari-hari dan kato teriakan minta perhatian,
masih banyak manusia menggunakan serta teriakan. Contoh kato mencari

20
Jurnal Arbitrer

kawan yang mengacu ke sikap dengan mitra tutur dalam situasi


positif. tertentu/ konteks tertentu. .
3. a! lah tibo wak Berdasarkan analisis data, dari
‘ Nah! Kita sudah sampai’ semua bentuk ujaran seruan bahasa
4. hm! Tingga selah jo kami dih Minangkabau yang tergolong ke
‘Hm! Tinggal sajalah dengan dalam kato mancari lawan, yaitu
kami’ umpatan dan kutukan. Contoh
5. angek na hati wak e! 7. oi mati tagaklah gaw/ang!
‘saya senang sekali’ ‘ Oi mati berdirilah kamu’
6. santiang!, 8. ka lulua harimau!
‘pintar’ ‘ dimakan harimau kamu’
Berdasarkan analisis data, dari 9.didicak setanlah gaw/ang!
semua bentuk yang telah dijelaskan ‘ didicak setan kamu’
bahwa kato yang memiliki watak 10. kuciang kurok!
mencari kawan dalam ujaran seruan ‘ kucing kurok’
bahasa Minangkabau, yaitu kato 11. kapunduang ang!
teriakan, panggilan minta perhatian, 12. anak gacik!
dan kato pujian. ‘anak anjing’
13. anak pacandolan!
2. Kato mancari lawan ‘kata ‘ anak haram’
mencari teman’ Di samping ujaran umpatan dan
Ujaran mencari lawan artinya, kutukan di atas, bentuk teriakan
antara penutur dengan mitra tutur kadangkala juga digunakan sebagai
dalam peristiwa tutur berusaha ujaran untuk menyatakan perasaan
mengungkapkan kata-kata/ujaran kesal dan apabila diujarkan akan
yang menentang, tajam, atau kotor menimbulkan emosi pendengarnya.
sehingga membangkitkan amarah Contoh:
yang mendengarnya. Kato yang 14. Aa!, dikau palasik,
diujarkan membangkitkan amarah kamarilah kalau kau
pendengarnya tentulah bersifat bagak.
negatif. ujaran seruan yang 15. Hah!,
mengacu ke sikap negatif diucapkan 16. patuik ala oi!,
oleh manusia sebagai ekspresi dari
rasa kesal, marah, emosi atau 3. Kato indak bakawan ‘kata tidak
melecehkan orang lain. Akan tetapi, berteman’
kadang-kadang ujaran seruan
negatif juga dilontarkan sebagai Kata-kata/ucapan yang bersifat
tanda keakraban antara penutur fitnah, gunjingan/bohong
merupakan kato berwatak indak

21
Vol. 2, April 2015

bakawan. Gunjingan merupakan penggunaan kato teriakan, kato


kato atau tuturan yang digunakan pujian, kato kutukan, dan kato
untuk membicarakan orang atau umpatan tidak dapat dihindari
seseorang. Gunjingan, fitnah, dan dalam pergunjingan.
berkata bohong terjadi biasanya di
tempat umum, seperti di warung, di 4. Kato indak balawan ‘kata tidak
pasar, dan di kantor. Gunjingan ini dilawan’
dapat terjadi antarteman sebaya,
lebih besar, bahkan lebih tua. Kata-kata/ucapan berwatak perintah
yang keras tetapi harus tetap
Dalam pergunjingan sering dilaksanakan. Kato perintah keras
dibicarakan kebaikan dan yang dimaksud ialah perintah yang
keburukan seseorang. Menurut digunakan ketika seseorang marah
pandangan masyarakat gunjingan kepada anaknya, adiknya, atau
ini merupakan perkataan yang tidak kemenakannya yang tidak mau
bersifat positif. Contoh penggunaan disuruh atau dilarang dalam
gunjingan dalam kehidupan sehari- melakukan suatu perbuatan. Tuturan
hari: ini sering dilakukan hampir di
17. Paja tu elok bana nasibnyo. semua tempat dengan nada keras.
‘anak itu nasibnya baik sekali’
18. Ampulai e ndak amuah mancari Contoh,
‘Suaminya tidak mau bekerja’ 20. Pailah balian gulo tu, pantek!
19. Anak paja u yo bana mada ‘Pergilah belikan gula, kata
‘Anaknya nakal sekali’ carut!’
21. Antian lah kajo Waang a!
Kato indak bakawan, dalam tuturan ‘Hentikanlah kerja Kamu!’
biasanya dibicarakan oleh beberapa 22. Masuaklah Kau capek, anak
orang dan ditujukan untuk palasik!
seseorang atau kelompok orang. ‘Masuklah kamu, cepat, anak
Dalam pertuturan kalau palasik!’
pergunjingan tidak didengar oleh
Sama halnya dengan kato indak
orang yang dipergunjingan tentulah bakawan, dalam penggunaan kato
tidak akan menimbulkan masalah indak balawan, si penutur juga sering
dalam hubungan sosial. Akan tetapi, mempergunakan kato umpatan,
pergunjingan yang terjadi di dengar teriakan, dan kato kutukan. Kata-kata
oleh orang/kelompok yang tersebut digunakan sebagai ungkapan
dipergunjingkan tentulah akan perasaan kesal atau marah si penutur
menimbulkan kesalahapahaman kepada mitra tutur.
bahkan pertekangkaran.
Dari uraian watak kato di atas, dapat
Karena pergunjingan membicarakan dilihat bahwa dalam kehidupan
kebaikan dan keburukan seseorang, sehari-hari masih banyak manusia

22
Jurnal Arbitrer

menggunakan ujaran yang berwatak 2.3 Variasi Leksikal dan Variasi


mencari kawan, berwatak mencari, Penggunaan Ujaran Seruan
berwatak indak bakawan, dan dalam Bahasa Minangkabau
berwatak indak balawan. Hal ini Ujaran seruan dalam bahasa
dilatarbelakangi oleh berbegai Minangkabau mempunyai variasi
situasi beragam yang dihadapi leksikal dan variasi penggunaan.
dalam kehidupan. Sepertinya, Variasi leksikal terjadi karena
tingkat pendidikan tidak perbedaan daerah penggunaan,
berpengaruh dalam penggunaan
sedangkan variasi penggunaan
kata-kata tersebut. Artinya, terjadi karena tujuan
penggunaan ujaran seruan yang penggunaannya. Variasi leksikal
memiliki lima watak itu kadangkala juga dapat terjadi pada daerah yang
juga diujarkan oleh penutur yang sama atau satu daerah. Begitu juga
memiliki pendidikan tinggi. halnya dengan variasi
Bahkan, perbedaan umur juga penggunaannya.
kadangkala tidak lagi
dipertimbangkan. Berdasarkan bentuknya dapat kita
lihat variasi leksikal dan variasi
Di samping itu, penggunaan ujaran
seruan berkaitan dengan nada suara,
penggunaan ujaran seruan dalam
sikap atau cara sepanjang yang penulis bahasa Minangkabau:
amati memiliki beberapa perbedaan. 1. Bentuk Teriakan dan Perintah
Perbedaan tersebut ditentukan oleh Keras
situasi, keharmonisan hubungan antara
penutur dengan mitra tutur, misalnya Bentuk teriakan bervariasi leksikal
dengan gembira, santai, biasa/netral, berdasarkan daerah penggunaannya,
serius, dan resmi, nada suara keras, misalnya, di daerah Pariaman ada
lembut, dan biasa. Kadang-kadang hoi!, eeui!, wayoee, di Pasaman ada,
ujaran seruan mencari lawan juga auu!, oooi!, E koma!, dan di
dilontarkan sebagai tanda keakraban
Payakumbuah ada, aaa!, onde!,
antara penutur dengan mitra tutur.
kama juo lai!. Berdasarkan contoh
Sepanjang pengamatan yang dilakukan, di atas, dapat dikatakan bahwa kato
tampaknya hubungan sosial lebih teriakan bervariasi leksikal pada
dominan dalam mengatur penggunaan penggunaan daerah yang sama dan
ujaran seruan. Penggunaan ujaran pada daerah yang berbeda.
seruan yang salah dapat mengganggu
keserasian dalam komunikasi bahkan Penggunaan bentuk teriakan ini juga
akan menimbulkan pertengkaran di bervariasi, yaitu digunakan untuk
antara peserta tindak ujaran mengungkapkan rasa marah dan
untuk menyapa. Penggunaan kato
teriakan untuk mengungkapkan rasa

23
Vol. 2, April 2015

marah dapat dilihat pada contoh digunakan kepada anak yang sulit
berikut ini, untuk dimintai tolong.
23. Eee! Pakak mah! 2. Bentuk Kutukan
‘Eee! Tuli! Variasi leksikal pada bentuk
24. Hoi kalera ang yo! kutukan terjadi karena perbedaan
‘hai KCr kamu ya! daerah penggunaan. Contohnya, di
Bukittinggi, mati ka ditembak
Namun, bentuk teriakan ini juga
patuih!, di Padang, ka mati
dapat digunakan untuk menyapa
anyuiklah!, di Damasraya, ka mati
orang sebagai basa-basi dalam
tumbuak ikuk puso dang an!. Pada
kehidupan bermasyarakat. Berikut
daerah yang sama juga dapat terjadi
contoh penggunaannya:
variasi leksikal, contohnya, di
25. kama juo tu! Payakumbuah dilulua boncah! dan
‘Mau kemana tu!’ Matilah copek!
26. Oi marilah!
Dalam penggunaannya, pada dasarnya
‘Hai kemarilah!’ bentuk kutukan tidak bervariasi.
Di samping bentuk teriakan, adalagi Bentuk kutukan digunakan masyarakat
teriakan berbentuk perintah. Bentuk untuk mengekspresikan rasa marah
kepada orang lain. Akan tetapi, dalam
yang dimaksud ialah bentuk
konteks tertentu bagi sekelompok orang
perintah keras atau memaksa orang kadangkala bentuk kutukan digunakan
melakukan sesuatu. Perintah keras sebagai tanda keakraban antara penutur
ini mempunyai variasi leksikal baik dengan mitra tutur.
di daerah yang sama maupun di
3.
daerah yang berbeda. Contoh variasi Bentuk Umpatan
leksikal di daerah yang sama, yaitu Bentuk umpatan mempunyai variasi
daerah Pasaman, oi tolong tua!, leksikal. Variasi leksikal terjadi
hindanglah!, dan tobang karena perbedaan daerah
ambualah!. Contoh variasi leksikal penggunaan. Contoh, di Padang,
yang terjadi di daerah yang berbeda, anak haram!, di Bukittinggi, anak
yaitu: di Padang, barangkeklah jadah!, dan di Solok anak galadak!.
baruak!, di Pariaman pailah Sama halnya dengan bentuk kutukan,
anjiang!, dan di Bukittinggi, pada dasarnya penggunaan umpatan
tabanglah ang kambiang!. tidak bervariasi. Bentuk umpatan ini
Dari sisi penggunaannya, bentuk hanya digunakan untuk
mengungkapkan rasa kesal dan marah
perintah keras ini tidak bervariasi.
kepada orang lain. Akan tetapi, dalam
Bentuk ini hanya digunakan untuk konteks tertentu bagi sekelompok orang
mengekspresikan rasa marah dan kadangkala bentuk kutukan digunakan
kesal kepada orang. Biasanya sebagai tanda keakraban antara penutur
dengan mitra tutur.

24
Jurnal Arbitrer

Bentuk Gunjingan baik pada daerah yang sama


Variasi leksikal terjadi akibat maupun pada daerah yang berbeda.
perbedaan daerah penggunaan. Lain Di sisi lain, variasi penggunaan
daerah kadang-kadang lain pula kata ujaran seruan dalam bahasa
yang digunakan untuk bergunjing. Minangkabau terjadi karena
Contohnya, di Pasaman, Si anu tu perbedaan tujuan.
congkak bona!, di Solok, Anak si
anu tu yo dak elok!, dan di Pesisir III. KESIMPULAN
Selatan, onde! Yo santiang bana
Berdasarkan analisis data yang telah
wak yo.
dilakukan, dapat disimpulkan
Variasi penggunaan kato gunjingan bahwa:
ada dua, yaitu gunjingan digunakan
1. Ujaran seruan dalam bahasa
untuk membicarakan kebaikan Minangkabau memiliki bentuk bentuk
orang lain dan gunjingan untuk lengkap dan bentuk tidak lengkap. Dari
membicarakan keburukan orang bentuk lengkap dan tidak lengkap
lain. Kedua jenis gunjingan itu ujaran seruan ini, dapat dikelompokan
dalam kehidupan sehari-hari atas 4 watak kato, yaitu,: Kato mancari
tetaplah merupakan hal yang tidak kawan ‘ kata mencari teman’ Kato
terpuji. mancari lawan ‘kata mencari teman’
Kato indak bakawan ‘kata tidak
Bentuk Pujian berteman’, dan Kato indak balawan
Variasi leksikal kato pujian ‘kata tidak dilawan’
dapat terjadi karena perbedaan
daerah penggunaannya. Contoh, di 2. Ujaran seruan dalam bahasa
Minangkabau mempunyai variasi
Padang, gadih wak yo!, di
leksikal dan variasi penggunaan.
Damasraya, Codiak nyian kiro!, dan Variasi leksikal terjadi karena
di Pasaman Barat, kan elok ti paja perbedaan daerah penggunaan,
tu!. Variasi leksikal kato pujian ini sedangkan variasi penggunaan terjadi
juga bisa terjadi pada daerah karena tujuan penggunaannya. Variasi
penggunaan yang sama, contoh di leksikal juga dapat terjadi pada daerah
Padang, manih bana!, yo santiang yang sama atau satu daerah. Begitu
bana!, dan coga bana!. Dalam juga halnya dengan variasi
penggunaannya, kato pujian tidak penggunaannya.
bervariasi. Kato ini hanya
digunakan untuk memuji atau
menyenangkan hati orang atau mitra
wicara.
Berdasarkan keterangan variasi
lekasikal di atas, dapat dikatakan
bahwa variasi leksikal dapat terjadi

25
Vol. 2, April 2015

REFERENSI

Alieva, N. F. et al.1991. Bahasa Indonesia Deskripsi dan Teori.


Yogyakarta: Kanisius.
Ayub, Asni. dkk.1992.Tata Bahasa Minangkabau. Jakarta : Pusat
Pembinaan dan Pengembanagan Bahasa Departemen Pendidikan dan
kebudayaan.
Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Batuah. A. Dt. 1965. Tambo Alam Minangkabau Payakumbuh : Pt Limbagao.
Chaer, Abdul dan Agustina,Leoni. 1995. Sosiolinguistik. Jakarta : Rineka Cipta.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian
dan Kajian. Bandung : Eresco.
Halim, Abdul Hanafi. 2007. Metodologi Penelitian Bahasa. Batusangkara: STAIN
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
Marsono, dan Paina Pratama. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA.
Medan, Tamsin 1980. Geografi Dialek Bahasa Minangkabau. Jakarta : Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Moleong, Lexy J. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
______________. 2007. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Moussay, Gerard. 1998. Tata Bahasa Minangkabau. Terj. Hidayat Rahayu S.
Jakarta : EFFEO University of Leiden.
Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : PT Gramedia.
Navis, A.A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta. Pustaka Grafiti.
Sopiani, Ahmad. 2008. “ Orang Besar Dibentuk Kata-Kata Positif’ dalam
http://nasruni.wordpress.com.
Subroto, D. Edi. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Ed. 1.
Surakarta : Sebelas Maret University Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta : Duta
Wacana University Press.
Syafyahya, Leni dkk. 2000. Kata Sapaan Bahasa Minangkabau di Kabupaten
Agam. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

26
Jurnal Arbitrer

Syafyahya, Leni. 2008 “Ujaran Seruan Bahasa Minangkabau di Kabupaten Agam”


Padang: Universitas Andalas.
Spolsky, Bernard. 2003. Sociolinguistics. Oxford : University Press
Suwito. 1982. Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta: Henary Offset.
Toeah, Datoek. 1976. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi : CV Pustaka
Indonesia.
Wardhaugh, Ronald. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. Second Edition.
New York : Basil Blackwell.

27

Anda mungkin juga menyukai