Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumotoraks merupakan adanya udara yang terdapat antara pleura visceralis


dan pleura parietal di dalam cavum pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak
berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.
Pneumothoraks suatu penyakit dengan situasi mendesak yang harus segera diobati
setelah didiagnosis. Pneumotoraks dibagi menjadi primer dan sekunder.
Pneumotoraks primer terjadi tanpa sebab yang jelas atau tanpa adanya penyakit paru-
paru yang mendasarinya. Pneumothoraks sekunder terjadi dengan adanya penyakit
paru-paru yang mendasarinya. 1
Pneumothoraks bisa disebabkan oleh cedera iatrogenik. Kondisi ini terjadi
pada 7,4 hingga 18 per 100.000 pria setiap tahun dan 1,2 hingga 6 per 100.000
wanita setiap tahun. Kejadian pneumothoraks spontan sekunder adalah 6,3 per
100.000 pria setiap tahun dan 2 per 100.000 pria wanita setiap tahun Beberapa
penelitian di Inggris adatelah dilakukan baru-baru ini menunjukkan kejadian primer
pneumotoraks spontan 24 per 100.000 pada pria dan 9,8 100.000 wanita. Merokok
dikaitkan dengan risiko berkembang pneumotoraks pada pria merokok sehat.
Kejadian PSP sepertinya terkait dengan tingkat merokok tinggi. Risiko relatif
pneumotoraks adalah 100 kalilebih tinggi pada perokok berat (lebih dari 20 batang /
hari) dari pada bukan perokok. Insidensi peneumothoraks spontan primer puncaknya
pada usia 20 sampai 40 tahun sedangkan pneumothoraks spontan sekunder biasanya
terjadi pada orang yang lebih tua usia 60. Beberapa penelitian puncak terjadi pada
usia dekade ke tujuh yaitu sebanyak 60 / 100.000 setiap tahun. 2
Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Pada kondisi
normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat
ditimbulkan oleh karena adanya kerobekan pleura visceralis sehingga saat inspirasi
udara yang berasal dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis
ini disebut sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar
dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin
banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension pneumothorax. Yang kedua disebabkan karena robeknya dinding
dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura dengan

1
2

dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka
udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang
seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara
dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada
paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari
kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open
pneumothorax. 3
Simpel pneumothoraks bisa menjadi tension pneumothoraks jika peningkatan
sejumlah udara di dalam rongga thoraks meningkat secara nyata dan katup satu arah
terbentuk yang mengarah ke tension pneumothorax. Tension pneumothorax
disebabkan karena tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat
inspirasi. Dalam tension pneumotoraks, tekanan udara intrapleural melebihi tekanan
atmosfer. Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma fisik pada dada atau sebagai
komplikasi intervensi medis atau bedah (biopsi). Gejala biasanya termasuk nyeri
dada dan sesak napas. Diagnosis pneumotoraks memerlukan rontgen dada atau CT
scan. Pneumotoraks spontan kecil biasanya sembuh tanpa pengobatan dan hanya
membutuhkan pemantauan.1,4,5
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pneumotoraks merupakan adanya udara yang terdapat antara pleura visceralis
dan cavum pleura. Pneumothorkas suatu penyakit dengan situasi mendesak yang
harus segera diobati setelah didiagnosis. Pneumotoraks dibagi menjadi primer dan
sekunder. Pneumotoraks primer terjadi tanpa sebab yang jelas atau tanpa adanya
penyakit paru-paru yang mendasarinya. Pneumothoraks sekunder terjadi dengan
adanya penyakit paru-paru yang mendasarinya. 1

2.2 Epidemiologi
Pneumothoraks bisa disebabkan oleh cedera iatrogenik. Kondisi ini terjadi
pada 7,4 hingga 18 per 100.000 pria setiap tahun dan 1,2 hingga 6 per 100.000
wanita setiap tahun. Kejadian pneumothoraks spontan sekunder adalah 6,3 per
100.000 pria setiap tahun dan 2 per 100.000 pria wanita setiap tahun Beberapa
penelitian di Inggris adatelah dilakukan baru-baru ini menunjukkan kejadian primer
pneumotoraks spontan 24 per 100.000 pada pria dan 9,8 100.000 wanita. Merokok
dikaitkan dengan risiko berkembang pneumotoraks pada pria merokok sehat.
Kejadian PSP sepertinya terkait dengan tingkat merokok tinggi. Risiko relatif
pneumotoraks adalah 100 kalilebih tinggi pada perokok berat (lebih dari 20 batang /
hari) dari pada bukan perokok. Insidensi peneumothoraks spontan primer puncaknya
pada usia 20 sampai 40 tahun sedangkan pneumothoraks spontan sekunder biasanya
terjadi pada orang yang lebih tua usia 60. Beberapa penelitian puncak terjadi pada
usia dekade ke tujuh yaitu sebanyak 60 / 100.000 setiap tahun. 2

2.3 Etiologi
Pneumotoraks spontan dibagi menjadi dua jenis: primer, yang terjadi tanpa
adanya penyakit paru-paru yang diketahui, dan sekunder yang terjadi pada seseorang
dengan penyakit paru yang mendasarinya. Sampai sekarang penyebab pneumotoraks
spontan primer (PSP) belum diidentifikasi, namun; beberapa faktor risiko telah
4

diidentifikasi seperti; merokok, jenis kelamin laki-laki, dan riwayat keluarga


pneumotoraks. Beberapa mekanisme yang mendasarinya telah diamati dan dibahas di
bawah ini. Bahkan; PSP cenderung terjadi pada dewasa muda tanpa masalah paru
yang mendasarinya. Gejala-gejala seperti, nyeri dada dan kadang-kadang sesak napas
ringan biasanya diamati.
Pneumotoraks spontan sekunder terjadi karena penyakit dada yang
mendasarinya. Paling umum mereka diamati pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), yang menyumbang sekitar 70% dari kasus. Penyakit paru-
paru lain yang diketahui dapat meningkatkan kejadian pneumotoraks adalah; TBC,
nekrosis pneumonia, pneumonocystis carini, kanker paru-paru, sarkoma yang
melibatkan paru-paru, sarkoidosis, endometriosis, fibrosis kistik, asma berat akut,
artritis paru idiopatik, artritis paru idiopatik, spondilitis ankilosa, polimyositis dan
dermatomiositis, sklerosis dan sindroma, Danlers sindrom, histiositosis X dan
limfangioleiomiomatosis (LAM). Pneumotoraks spontan sekunder (SSP), menurut
definisi, terjadi pada individu dengan penyakit paru yang mendasarinya. Gejala-
gejala berikut biasanya diamati; hipoksemia dan hiperkapnia pada kasus yang lebih
parah. Tiba-tiba timbulnya sesak napas pada pasien dengan penyakit paru-paru yang
diketahui mendasar seperti; COPD, cystic fibrosis, atau penyakit paru-paru serius
lainnya karenanya harus segera diselidiki untuk mengidentifikasi kemungkinan
pneumotoraks.
Pneumotoraks traumatis terjadi ketika dinding dada ditusuk, seperti ketika luka
tusuk atau luka tembak memungkinkan udara masuk ke ruang pleura. Pneumotoraks
traumatis telah ditemukan terjadi pada hampir setengah dari semua kasus trauma
dada, dengan hanya fraktur tulang rusuk yang lebih umum pada kelompok ini.
Pneumotoraks dapat terjadi pada separuh kasus ini, tetapi dapat memebesar jika
digunakan ventilasi mekanis. Jenis pneumotoraks ini juga telah diamati pada pasien
yang telah menerima ventilasi mekanis karena beberapa alasan lain.1
2.4 Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan
penyebabnya: (a) pneumotoraks spontan (primer dan sekunder), (b) pneumotoraks
traumatik, (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan
bermotor), (c) pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis
tertentu (misalnya torakosentesis), (d) pneumotoraks karena tekanan. Kurang lebih
5

75% trauma tusuk pneumothorak disertai hemothorak. Tekanan di rongga pleura


pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan
berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm
H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O. 1
Table 1. Klasifikasi Pneumothoraks2

Spontaneous Primary (a rupture of a subpleural bleb)


Secondary
Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
Cystic fibrosis
Bronchial asthma
Connective tissue diseases (Marfan Syndrome)
Interstitial lung diseases (Eosinophilic granuloma)
Pneumocystis carinii pneumonia (in AIDS patients)
Pneumonia with lung abscess
Pulmonary hydatid disease
Lung cancer (metastatic sarcoma)
Esophageal perforation
Catamenial pneumothorax
Neonatal pneumothorax
Traumatic Iatrogenic
Central venous catheter insertion
Pacemaker implantation
Transthoracic needle biopsy
Transbronchial needle aspiration
Thoracocentesis
Laparoscopic surgery
Barotrauma
Blunt trauma
Road traffic accident trauma, falls, sports injuries
Penetrating trauma
Shot wounds, stab wounds
6

2.5 Patofisiologi
Rongga toraks mengandung paru-paru, jantung, dan banyak pembuluh
darah utama. Pada setiap sisi rongga, membran pleura menutupi permukaan paru-
paru (visceral pleura) dan juga melapisi bagian dalam dinding dada (parietal
pleura). Antara dua lapisan ada sejumlah kecil cairan serosa pelumas. Paru-paru
sepenuhnya mengembang di dalam rongga karena tekanan di dalam saluran
udara lebih tinggi daripada tekanan di dalam ruang pleura. Pneumotoraks hanya
dapat berkembang jika udara diizinkan masuk, melalui kerusakan dinding dada
atau kerusakan paru-paru itu sendiri, atau kadang-kadang karena mikroorganisme
di ruang pleura menghasilkan gas.1
2.6 Manifestasi Klinis
Peningkatan tekanan dalam pleura akan menghalangi paru-paru untuk
menggelembung saat kita menarik napas. Kondisi inilah yang bisa menyebabkan
sakit dada dan napas tersengal-sengal. Meski demikian, kedua gejala tersebut juga
bisa menandakan berbagai penyakit lain.5
2.7 Diagnosis
awal pemeriksaan, dokter akan menanyakan gejala serta riwayat kesehatan
pasien serta keluarga. Diagnosis pneumotoraks ditetapkan dari riwayat pasien dan
pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada inspeksi : penurunan
pergerakan hemithoraks, pada palpasi ditemukan fremiitus menurun atau tidak
ada, pada perkusi ditemukan hipersonoritas pada dan pada auskultasi didapatkan
suara nafas menurun atau tidak terdengar pada sisi pneumothoraks. 5
Setelah menjalani pemeriksaan fisik pasien akan menjalani pemeriksaan
rontgent dada untuk memastikan diagnosis.Posisi dan proyeksi PA pada dada
adalahmetode yang paling umum untuk mendiagnosis pneumotoraks. Fitur utama
pneumotoraks pada radiografi thoraks adalah garis pleura visceral putih, yang
dipisahkan dari pleura parietal oleh kumpulan gas. Hasil rontgent inilah yang
umumnya memungkinkan dokter untuk mendeteksi pneumothorax. Radiograf
yang diperoleh dalam posisi dekubitus lateral dapat berguna dalam kasus yang
diduga secara klinis neumotoraks, sedangkan PA radiograf normal. Jika
dibutuhkan, dokter juga akan menganjurkan USG serta CT scan dalam melihat
7

bulla. Langkah diagnosis ini digunakan untuk memeriksa tingkat keparahan


kondisi pasien. Beberapa gambaran foto thoraks pada pasien pneumothorak. 6

Gambar 2.1 Spontan Pneumotoraks2


Pneumothoraks spontan sekunder terjadi akibat adanya penyakit yang
mendasarinya seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), pneumonia, serta
tuberkulosis. Penyakit paru-paru yang paling umum yang menyebabkan
pneumotoraks spontan adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK),
Pneumothoraks spontan sekunder biasanya terjadi pada orang yang lebih tua usia
60. Beberapa penelitian puncak terjadi pada usia dekade ke tujuh yaitu sebanyak
60 / 100.000 setiap tahun. 2
8

Gambar 2.2 a. Hidropneumothoraks akibat penyakit Tuberkulosis. b.


Fibrothoraks setelah pemasangan selang dada2

Pneumothoraks spontan terjadi pada bayi sesaat setelah lahir sebanyak 1-


2%. Pneumothoraks pada bayi biasanya didapatakan pada bayi dengan berat
badan lahir rendah dan kelahiran prematur sebanyak 15%. Hal ini terjadi akibat
tekanan awal dalam melebarkan paru-paru Tekanan transpulmonary memiliki
nilai rata-rata 40cm H2O saat nafas pertama kehidupan, dengan jika tekanan
transpulmonary setinggi 100 cm H2O dapat menyebabkan ruptur paru-paru. 6
9

Gambar 2.3 Pneumothoraks pada anak2


Penyebab utama pneumotoraks iatrogenik adalah aspirasi jarum
transthoracic (24%), subclavia needle (22%), thoracentesis (20%), biopsi
transbronkial (10%), biopsi pleura (8%) dan tekanan positif ventilasi (7%).
pneumotoraks iatrogenik termasuk trakeostomi, blok saraf interkostal,
mediastinoscopy, biopsi hati, kegagalan nasogastrik, resusitasi kardiopulmoner.
10

Gambar 2.4 Pneumothorak iatrogenik akibat trauma2


Pneumotoraks traumatik dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma
tajam kedinding dada. Pneumotoraks dapat terjadi pada saat cedera, segera setelah
cedera, atau lambat. Kejadian pneumotoraks traumatis lebih tinggi dari 20% dari
insiden cedera dada. Pneumotoraks dapat terjadi jika pleura visceral terkoyak
akibat fraktur tulang rusuk atau dislokasi. Kompresi dada yang tiba-tiba dapat
meningkatkan tekanan alveolar, yang dapat menyebabkan alveolar pecah. Trauma
tumpul juga dapat menyebabkan ruptur alveolar lambat. Dengan trauma dada
yang menembus, luka itu memungkinkan udara memasuki ruang pleura secara
langsung melalui dinding dada yaitu melalui pleura visceral atau melalui cabang
trakeobronkial. 2
11

Gambar 2.5 Pneumothoraks traumatik akibat kecelakaan lalu lintas2

Pneumotoraks traumatis juga dapat mengakibatkan tension


pneumothoraks. Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan positif pada
saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Dalam tension pneumotoraks,
tekanan udara intrapleural melebihi tekanan atmosfer. 2
12

Gambar 2.6 Tension pneumothoraks2

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Tatalaksana Emergensi
Pengobatan pneumotoraks tergantung pada sejumlah faktor, dan dapat
bervariasi apakah dialkukan dekompresi jarum segera atau penyisipan chest tube.
Perawatan juga tergantung pada dokter yang akan menangani pasien; dokter paru
biasanya melakukan torakoskopi medis (invasif minimal), sedangkan ahli bedah
toraks menggunakan suite bedah. 2
Pada pneumotoraks traumatis, chest tube biasanya dimasukkan dan pasien
ini ditangani oleh ahli bedah toraks karena organ dada lainnya mungkin terkena.
Jika ventilasi mekanik diperlukan, risiko tension pneumotoraks sangat meningkat
dan pemasangan chest tube wajib dilakukan. Setiap luka dada terbuka harus
ditutup dengan segel kedap udara, karena membawa risiko tinggi mengarah ke
tension pneumothorax. 2
13

Tension pneumotoraks biasanya diobati dengan dekompresi jarum


(thorakosisntesis) yang harus segera dilakukan. Ada beberapa kasus di mana "paru
diam" diamati dan dekompresi jarum mungkin diperlukan sebelum dibawa ke
rumah sakit pada lokasi kecelakaan, dan dapat dilakukan oleh teknisi medis
darurat atau profesional terlatih lainnya. Jarum atau kanula dibiarkan di tempat
sampai chest tube dapat dimasukkan. Jika tension pneumothorax menyebabkan
henti jantung, dekompresi jarum dilakukan sebagai bagian dari resusitasi karena
dapat mengembalikan curah jantung. 2
2.8.2 Tatalaksana Konservatif
Tatalaksana Konservatif direkomendasikan untuk pasien dengan PSP
kurang dari 15% dari hemithorax. Pada sebagian besar pasien PSP, observasi tetap
menjadi lini pertama pengobatan pada pasien dengan pneumotoraks kurang dari
kedalaman 1 cm atau pneumotoraks apikal terisolasi. Tingkat penyerapan udara
adalah 1, 25% setiap 24 jam. Oksigen tambahan dapat diberikan untuk meningkat
tingkat penyerapan udara.7
2.8.3 Tatalaksana Operatif
Aspirasi
PSP besar (> 50%), atau dalam PSP yang berhubungan dengan sesak napas,
pedoman merekomendasikan bahwa untuk mengurangi ukuran dilakuakn dengan
atau pemasangan chest tube. Untuk melakukan prosedur ini, anestesi lokal
diperlukan dan memasukkan jarum yang terhubung ke tabung 2,5 liter udara (pada
orang dewasa). Apabila telah terjadi pengurangan yang signifikan dalam ukuran
pneumotoraks pada pemeriksaan rontgen berikutnya, pengobatan selanjutnya
adalah konservatif.1
Chest tube
Sebuah tabung dada (atau saluran interkostal) adalah pengobatan awal dari
pneumotoraks. Chest tube dimasukkan melalui sayatan di ruang intercostals 4 atau
5 linea axillaris anterior atau midclavicularis. Chest tube juga bisa dimasukkan di
intercostal 2 line midclavicula seperti terlihat pada gambar 2.7. 2
14

Gambar 2.7 Drainase Trocar thoraks pada paru kanan2

Chest tube biasanya dimasukkan ke dalam area di bawah aksila (ketiak)


yang disebut "segitiga aman", di mana kerusakan pada organ internal dapat
dihindari. Anastesi lokal diperlukan saat dilakuakn tindakan. Biasanya ada dua
jenis tabung yang digunakan. Dalam pneumotoraks spontan, tabung kecil (lebih
kecil dari 14 F, diameter 4,7 mm) dapat dimasukkan dengan teknik Seldinger.
Tabung yang lebih besar tidak memiliki keunggulan. Pada pneumotoraks
traumatis, digunakan tabung yang lebih besar (28 F, 9,3 mm). Chest tube
diperlukan dalam PSP yang tidak respon terhadap aspirasi jarum, dan hal ini juga
diperlukan pada SSP besar (> 50%), dan kasus tension pneumotoraks. Metode ini
menunjukkan bahwa selang terhubung ke sistem katup satu arah yang
memungkinkan udara keluar, tetapi tidak masuk kembali ke dada. Tabung
dibiarkan di tempat sampai tidak ada udara terlihat keluar darinya untuk jangka
waktu tertentu (tidak lebih dari 2 hari), dan untuk mengevaluasi pengobatan maka
15

pasien di lakukan rontgen ulang untuk mengkonfirmasi perluasan kembali paru-


paru. Jika setelah 2-4 hari masih ada bukti kebocoran udara, berbagai opsi
tersedia. Jika kebocoran udara berlanjut maka, operasi mungkin diperlukan,
terutama di SSP.1,2
Chest tube juga digunakan sebagai pengobatan lini pertama ketika
pneumotoraks terjadi pada orang dengan AIDS, biasanya karena pneumonia
pneumokokus yang mendasari (PCP), karena fakta bahwa kondisi ini
berhubungan dengan kebocoran udara yang berkepanjangan. Lebih lanjut, ketika
pneumotoraks bilateral terjadi umum pada orang dengan PCP, pembedahan
seringkali diperlukan.

Gambar 2.8 Pemasangan Chest Tube2

Pleurodesis dan pembedahan


Pleurodesis dianggap sebagai solusi akhir. Ini adalah prosedur yang secara
permanen menghilangkan ruang pleura dan menempelkan paru-paru ke dinding
dada. Jika chest tube sudah ada, berbagai agen dapat ditanamkan melalui tabung
16

untuk mencapai pleurodesis kimia, seperti bedak, tetrasiklin, minocycline atau


doksisiklin. Hasil pleurodesis kimia cenderung lebih buruk dari pada ketika
menggunakan pendekatan bedah, talur pleurodesis telah ditemukan memiliki hasil
terbaik. 1
Manajemen bedah adalah metode umum untuk pneumotoraks dengan
kebocoran udara persisten (5 hingga 7 hari setelah drainase toraks), kegagalan
paru untuk mengembang, pneumotoraks kambuh (ipsilateral atau kontralateral),
pneumotoraks sponatenous bilateral, hemotoraks, profesi berisiko tinggi (personel
pesawat terbang, penyelam scuba). Tujuan dari manajemen bedah pneumotoraks
adalah untuk menghilangkan udara dari rongga pleura (reseksi blebs) dan untuk
mencegah kekambuhan. 1
Torakotomi bedah dengan identifikasi sumber kebocoran udara dan stapel
bleb diikuti oleh pleurektomi pada lapisan pleura luar dan abrasi pleura pada
lapisan dalam dianggap paling efektif. Selama proses penyembuhan, paru-paru
menempel ke dinding dada, secara efektif menghilangkan ruang pleura. Tingkat
kekambuhan sekitar 1%. Pasien harus diamati yeri pasca-torakotomi. 1

Gambar 2.9 Pnemothorak spontan primer dipecahkan bula dengan stapler2


17

Pendekatan yang kurang invasif adalah thoracoscopy, biasanya dalam


bentuk prosedur yang disebut video thoracoscopic surgery (VATS). VATS
merupakan prosedur bedah yang paling umum. 2

Gambar 2.10 Reseksi VATS dengan bulla.2


2.8.4 Rehabilitasi
Jika pneumotoraks terjadi pada perokok, mungkin disarankan bagi
seseorang untuk tetap tidak bekerja hingga seminggu setelah pneumotoraks
8-17
spontan. Bagi mereka yang telah menjalani pleurodesis mungkin perlu dua
hingga tiga minggu cuti untuk pulih. Perjalanan udara tidak disarankan hingga
tujuh hari setelah resolusi lengkap pneumotoraks jika kekambuhan tidak terjadi.
Penyelaman bawah laut dianggap tidak aman setelah episode pneumotoraks
18-27
kecuali jika prosedur pencegahan telah dilakukan. Saat ini pedoman
profesional menunjukkan bahwa pleurektomi harus dilakukan pada kedua paru-
paru dan tes fungsi paru-paru dan CT scan dinormalisasi sebelum menyelam
dilanjutkan. Pilot pesawat juga mungkin memerlukan penilaian untuk operasi. 28-35
18

2.9 Komplikasi
Tension pneumothorax dapat menyebabkan cardiorespiratory distress dan
cardiac arrest.5

2.10 Prognosis
Tension pneumotoraks adalah kondisi yang diketahui mengancam jiwa yang
membutuhkan dekompresi jarum. Penatalaksaan yang cepat dan tepat dapat
menurunkan angka kematian pada pasien. Ruptur diafragma adalah cedera yang
relatif jarang dan sulit didiagnosis. Kombinasi dari pneumotoraks tension dengan
adanya ruptur diafragma ipsilateral dapat disebut menyelamatkan jiwa karena
udara di ruang pleura dapat keluar ke perut.4
19

BAB III
KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan adanya udara yang terdapat antara pleura


visceralis dan pleura parietal di dalam cavum pleura. Pneumothoraks suatu
penyakit dengan situasi mendesak yang harus segera diobati setelah didiagnosis.
Pneumotoraks dibagi menjadi primer dan sekunder. Pneumotoraks primer terjadi
tanpa sebab yang jelas atau tanpa adanya penyakit paru-paru yang mendasarinya.
Pneumothoraks sekunder terjadi dengan adanya penyakit paru-paru yang
mendasarinya.
Simpel pneumothoraks bisa menjadi tension pneumothoraks jika
peningkatan sejumlah udara di dalam rongga thoraks meningkat secara nyata dan
katup satu arah terbentuk yang mengarah ke tension pneumothorax. Tension
pneumothorax disebabkan karena tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura
pada saat inspirasi. Dalam tension pneumotoraks, tekanan udara intrapleural
melebihi tekanan atmosfer. Tension pneumothoraks merupakan suatu
kegawatdaruratan pada pneumothoraks dan harus dilakukan tatalaksana segera.
Tatalaksana pneumotoraks tergantung pada sejumlah faktor, dan dapat
bervariasi apakah dialkukan dekompresi jarum segera atau penyisipan chest tube.
Hal tersebut tergantung jenis dan luasnya pneumotraks yang terjadi.
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Zarogoulidis P, Kioumis L, Pitsiou G, Porpodis, Lampaki S, Papaiwannou


A, et al., Pneumothorax: from definition to diagnosis and treatment. J
Thorac Dis. 2014 Oct; 6(Suppl 4): S372–S376.

2. Slobodan M, Marko S, and Bojan M. Pneumothoraks : Diagnosis and


Treatment . Sanamed; 2015 : 10(3). 221-228

3. Pratama VD. Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus pneumothoraks dextra


di RSU PKU Muhammadyah Jogjakarta. Naskah Publikasi; 2014

4. Sylavain AA and Clercq S.Tension pneumothorax and life saving


diaphragmatic rupture: a case report and review of the literatur. ; World
Journal of Emergency Surgery:2011;6:23

5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumothoraks. The Indonesian


Asociaty of Respirology; 2003.

6. Mason RJ, Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA, editors. Murray and
Nadel’s Textbook of Respiratory medicine. 4th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2005.

7. M. Henry, T. Arnold, J. Harvey.BTS guidelines for the management of


spontaneous pneumothorax Thorax. 2003; 58(suppl 2): 1139–52.

8. Tsakiridis K, Mpakas A, Kesisis G, et al. Lung inflammatory response


syndrome after cardiac-operations and treatment of lornoxicam. J Thorac
Dis 2014;6Suppl 1:S78-98. [PMC free article] [PubMed

9. Tsakiridis K, Zarogoulidis P, Vretzkakis G, et al. Effect of lornoxicam in


lung inflammatory response syndrome after operations for cardiac surgery
with cardiopulmonary bypass. J Thorac Dis 2014;6Suppl 1:S7-20. [PMC
free article] [PubMed]

10. Argiriou M, Kolokotron SM, Sakellaridis T, et al. Right heart failure post
left ventricular assist device implantation. J Thorac Dis 2014;6Suppl 1:S52-
9. [PMC free article] [PubMed

11. Madesis A, Tsakiridis K, Zarogoulidis P, et al. Review of mitral valve


insufficiency: repair or replacement. J Thorac Dis 2014;6Suppl 1:S39-
51. [PMC free article] [PubMed]

12. Siminelakis S, Kakourou A, Batistatou A, et al. Thirteen years follow-up of


heart myxoma operated patients: what is the appropriate surgical
technique? J Thorac Dis 2014;6Suppl 1:S32-8. [PMC free article][PubMed]
21

13. Foroulis CN, Kleontas A, Karatzopoulos A, et al. Early reoperation


performed for the management of complications in patients undergoing
general thoracic surgical procedures. J Thorac Dis 2014;6Suppl 1:S21-
31. [PMC free article] [PubMed]

14. Nikolaos P, Vasilios L, Efstratios K, et al. Therapeutic modalities for


Pancoast tumors. J Thorac Dis2014;6Suppl 1:S180-93. [PMC free
article] [PubMed]

15. Koutentakis M, Siminelakis S, Korantzopoulos P, et al. Surgical


management of cardiac implantable electronic device infections. J Thorac
Dis 2014;6Suppl 1:S173-9. [PMC free article] [PubMed]

16. Spyratos D, Zarogoulidis P, Porpodis K, et al. Preoperative evaluation for


lung cancer resection. J Thorac Dis 2014;6Suppl 1:S162-6. [PMC free
article] [PubMed]

17. Porpodis K, Zarogoulidis P, Spyratos D, et al. Pneumothorax and asthma. J


Thorac Dis 2014;6Suppl 1:S152-61. [PMC free article] [PubMed]

18. Panagopoulos N, Leivaditis V, Koletsis E, et al. Pancoast tumors:


characteristics and preoperative assessment. J Thorac Dis 2014;6Suppl
1:S108-15. [PMC free article] [PubMed

19. Visouli AN, Darwiche K, Mpakas A, et al. Catamenial pneumothorax: a rare


entity? Report of 5 cases and review of the literature. J Thorac
Dis 2012;4Suppl 1:17-31. [PMC free article] [PubMed]

20. Zarogoulidis P, Chatzaki E, Hohenforst-Schmidt W, et al. Management of


malignant pleural effusion by suicide gene therapy in advanced stage lung
cancer: a case series and literature review. Cancer Gene Ther2012;19:593-
600. [PubMed]

21. Papaioannou M, Pitsiou G, Manika K, et al. COPD Assessment Test: A


Simple Tool to Evaluate Disease Severity and Response to
Treatment. COPD 2014;11:489-95. [PubMed]

22. Boskovic T, Stanic J, Pena-Karan S, et al. Pneumothorax after transthoracic


needle biopsy of lung lesions under CT guidance. J Thorac Dis 2014;6Suppl
1:S99-107. [PMC free article] [PubMed]
23. Papaiwannou A, Zarogoulidis P, Porpodis K, et al. Asthma-chronic
obstructive pulmonary disease overlap syndrome (ACOS): current literature
review. J Thorac Dis 2014;6Suppl 1:S146-51. [PMC free article] [PubMed]

24. Zarogoulidis P, Porpodis K, Kioumis I, et al. Experimentation with inhaled


bronchodilators and corticosteroids. Int J Pharm 2014;461:411-8. [PubMed]
22

25. Bai C, Huang H, Yao X, et al. Application of flexible bronchoscopy in


inhalation lung injury. Diagn Pathol 2013;8:174. [PMC free
article] [PubMed]

26. Zarogoulidis P, Kioumis I, Porpodis K, et al. Clinical experimentation with


aerosol antibiotics: current and future methods of administration. Drug Des
Devel Ther 2013;7:1115-34. [PMC free article] [PubMed]

27. Zarogoulidis P, Pataka A, Terzi E, et al. Intensive care unit and lung
cancer: when should we intubate? J Thorac Dis 2013;5Suppl 4:S407-
12. [PMC free article] [PubMed]

28. Hohenforst-Schmidt W, Petermann A, Visouli A, et al. Successful


application of extracorporeal membrane oxygenation due to pulmonary
hemorrhage secondary to granulomatosis with polyangiitis. Drug Des Devel
Ther 2013;7:627-33. [PMC free article] [PubMed

29. Zarogoulidis P, Kontakiotis T, Tsakiridis K, et al. Difficult airway and


difficult intubation in postintubation tracheal stenosis: a case report and
literature review. Ther Clin Risk Manag 2012;8:279-86. [PMC free
article] [PubMed]

30. Zarogoulidis P, Tsakiridis K, Kioumis I, et al. Cardiothoracic diseases: basic


treatment. J Thorac Dis2014;6Suppl 1:S1. [PMC free article] [PubMed]

31. Kolettas A, Grosomanidis V, Kolettas V, et al. Influence of apnoeic


oxygenation in respiratory and circulatory system under general
anaesthesia. J Thorac Dis 2014;6Suppl 1:S116-45. [PMC free
article][PubMed]

32. Turner JF, Quan W, Zarogoulidis P, et al. A case of pulmonary infiltrates in


a patient with colon carcinoma. Case Rep Oncol 2014;7:39-42. [PMC free
article] [PubMed]

33. Machairiotis N, Stylianaki A, Dryllis G, et al. Extrapelvic endometriosis: a


rare entity or an under diagnosed condition? Diagn
Pathol 2013;8:194. [PMC free article] [PubMed

34. Tsakiridis K, Zarogoulidis P. An interview between a pulmonologist and a


thoracic surgeon-Pleuroscopy: the reappearance of an old definition. J
Thorac Dis 2013;5Suppl 4:S449-51. [PMC free article] [PubMed]

35. Huang H, Li C, Zarogoulidis P, et al. Endometriosis of the lung: report of a


case and literature review. Eur J Med Res 2013;18:13. [PMC free
article] [PubMed]
23

Anda mungkin juga menyukai