Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

CATCH UP IMUNISASI

Pembimbing:

dr. Andri Firdaus, Sp.A

Disusun Oleh :

Sri Wisnu Wardana


030.12.260

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 14 JULI - 21 SEPTEMBER 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul:

“CATCH UP IMUNISASI”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik

Ilmu Kesehatan Anak RS Umum Daerah Karawang

Periode 14 Juli 2019 – 21 September 2019

Yang disusun oleh:

Sri Wisnu Wardana

030.12.260

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Andri Firdaus, Sp.A, selaku dokter

pembimbing Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Karawang

Karawang, Juli 2019

dr. Andri Firdaus, Sp.A

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 2
2.1 Definisi.................................................................................................. 2
2.2 Jenis Vaksin............................................................................................2
2.3 Jadwal Imunisasi Rutin Lengkap Bayi dan Anak.................................. 4
2.4 Mengejar atau Melengkapi Imunisasi....................................................4
Hepatitis B..............................................................................................5
BCG ......................................................................................................5
DPT ......................................................................................................6
Polio.......................................................................................................6
Campak..................................................................................................6
MMR .....................................................................................................7
Hib ......................................................................................................7
Pneumokokus.........................................................................................7
Rotavirus................................................................................................8
Influenza.................................................................................................8
Varisela...................................................................................................8
Hepatitis A dan Tifoid............................................................................9
Vaksin pada Masa Remaja.....................................................................9
2.5 Cara Penyuntikan Vaksin ......................................................................12
BAB III KESIMPULAN........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................16

iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar
lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari
imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup, diperlukan
imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang optimal.1

Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian


Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar 1,7
juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status imunisasinya.1

Tujuan imunisasi adalah melindungi seseorang atau sekelompok masyarakat


terhadap penyakit tertentu, bahkan menghilangkan penyakit tertentu di dunia,
agar terlindungi dari penyakit tersebut, seseorang harus mempunyai kekebalan
tubuh dengan cara membentuk zat anti penyakit (antibodi) dengan kadar tertentu
yang disebut kadar protektif (kadar zat anti penyakit yang dapat melindungi).2

Untuk mencapai kadar perlindungan tersebut, imunisasi harus diberikan


sesuai jadwal yang telah ditentukan. Jadwal imunisasi terbagi atas jadwal
imunisasi dasar dan jadwal imunisasi ulangan. Ada yang cukup satu kali
imunisasi, ada yang memerlukan beberapa kali imunisasi dan bahkan pada umur
tertentu diperlukan ulangan imunisasi sesuai jadwal imunisasi berdasarkan
rekomendasi WHO dan organisasi profesi yang berkecimpung dalam imunisasi
setelah melalui uji klinis.2

Oleh karena itu, jika ada imunisasi yang belum diberikan sesuai jadwal yang
seharusnya, atau imunisasi tertunda, imunisasi harus secepatnya diberikan atau
dikejar.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila terpajan pada antigen serupa tidak terjadi
penyakit.1 Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau
resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang lain
diperlukan imunisasi lainnya.3

Dilihat dari cara timbulnya, maka terdapat dua jenis kekebalan yaitu aktif dan
pasif. Kekebalan pasif diperoleh dari luar tubuh dan tidak dibuat oleh individu
sendiri. Contohnya pada janin yang memperoleh kekebalan dari ibu atau kekebalan
yang diperoleh setelah mendapat suntikan immunoglobulin. Kekebalan aktif adalah
kekebalan yang dibuat oleh tubuh akibat terpajan antigen seperti pada imunisasi, atau
terpajan secara alamiah. Kekebalan ini akan berlangsung lebih lama daripada
kekebalan pasif karena adanya memori imunologik.4

Imunisasi itu sendiri akan memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin
BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio). 4

2.2 Jenis Vaksin

Terdapat dua jenis vaksin, yaitu:


1. Live attenuated (kuman atau virus hidup yang dilemahkan)
2. Inactivated (kuman, virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif)
a. Vaksin polisakarida
b. Vaksin rekombinan
Vaksin live attenuated diproduksi di laboratorium dengan melakukan modifikasi
patogen yaitu dengan dibiakkan berulang-ulang. Vaksin mikroorganisme yang
dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk bereplikasi dan menimbulkan
kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit. Walaupun vaksin ini dapat
menyebabkan penyakit, umumnya bersifat ringan dan dianggap sebagai kejadian
ikutan (adverse event), dan menimbulkan respons imun seperti yang terjadi pada
infeksi alamiah. Vaksin live attenuated bersifat labil dan dapat mengalami
kerusakan bila terpajan panas atau sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan
penyimpanan dengan baik agar vaksin efektif.5
Vaksin inactivated dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau
komponen dari kedua organisme tersebut yang dibuat tidak aktif tetapi tetap
imunogen. Vaksin ini dihasilkan dengan membiakkan bakteri atau virus dalam
media pembiakan dan dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia. Vaksin
inactivated tidak menyebabkan penyakit dan selalu membutuhkan dosis multipel.
Dosis pertama hanya memacu atau mentiapkan sistem imun. Respons imun
protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga, berbeda dengan vaksin hidup
yang memiliki respons imun mirip dengan infeksi alami. Titer antibody terhadap
antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu, maka vaksin ini
membutuhkan dosis suplemen (tambahan) secara periodik.6
Vaksin komponen dapat berbasis protein (toksoid dan produk sub-unit atau
subvision) atau polisakarida (dinding sel bakteri). Vaksin penggabungan
(conjugated vaccine) polisakarida adalah vaksin polisakarida yang secara kimiawi
dihubungkan dengan protein sehingga menjadi lebih poten.
Tabel 1. Jenis Vaksin

Live attenuated
Virus Campak, gondongan, rubella, polio, rotavirus
Bakteri Tuberkulosis (BCG), demam tifoid oral
Inactivated
Seluruh bagian
Virus Polio (injeksi), rabies, influenza, hepatitis
Bakteri Pertussis, tifoid, kolera, lepra
Toksin Tetanus, difteri, botulinum
Subunit
Virus Hepatitis B (hasil rekayasa genetik pada ragi)
Polisakarida Neisseria meningitidis, Streptococcus
kapsul bakteri Pneumoniae, Haemophillus influenzae B

2.3 Jadwal Imunisasi Rutin Lengkap Bayi dan Anak


Umur Jenis Imunisasi
<24 jam Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio tetes 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio Tetes 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio Tetes 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio Tetes 4,
Polio Suntik (IPV)
9 bulan Campak – Rubela
18 bulan DPT-HB-Hib, Campak-Rubela
Kelas 1 SD/ Madrasah/ Sederajat Campak-Rubela, DT
Kelas 2 SD/ Madrasah/ Sederajat Td
Kelas 5 SD/ Madrasah/ Sederajat Td

2.4 Mengejar atau melengkapi imunisasi (Catch up imunisasi)

Imunisasi dasar merupakan pemberian vaksin imunisasi sesuai jadwal untuk


bayi dibawah usia 1 tahun. Pada bayi baru lahir hingga berusia 1 tahun, imunisasi
dasar wajib dipenuhi untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit yang
berbahaya pada awal masa anak. Saat anak berusia 1-4 tahun, imunisasi ulangan
bertujuan untuk memperpanjang masa kekebalan imunisasi dasar tersebut. Masa ini
juga berfungsi untuk melengkapi imunisasi yang belum lengkap (catch up
immunization). Imunisasi diulang pada usia sekolah (5-12 tahun) dan usia remaja 13-
18 tahun sambil melengkapi imunisasi.2

Tabel 2. Jenis Vaksin Sesuai Kelompok Umur

Kelompok Umur Jenis Imunisasi

Lahir < 1 tahun BCG, polio, hepatitis B,


DPT, campak, HiB,
pneumokokus, rotavirus

1 - 4 tahun DPT, polio, MMR, tifoid,


hepatitis A, varisela,
influenza, HiB,
pneumokokus
5 - 12 tahun DPT, polio, campak,
MMR, tifoid, Hepatitis A,
varisela, influenza,
pneumokokus

12 - 18 tahun TT, hepatitis B, (MM)R,


tifoid, hepatitis A,
varisela, influenza,
pneumokokus, HPV

Lansia Influenza, pneumokokus

Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B idealnya diberikan sedini mungkin (<12 jam) setelah


lahir, lalu dianjurkan pada jarak 4 minggu dari imunisasi pertama. Jarak imunisasi
ke-3 dengan ke-2 minimal 2 bulan dan terbaik setelah 5 bulan. Apabila anak belum
pernah mendapat imunisasi hepatitis B pada masa bayi, ia bisa mendapat serial
imunisasi kapan saja saat berkunjung. Hal ini dapat dilakukan tanpa harus memeriksa
kadar anti hepatitis B.2

BCG

Imunisasi lain adalah imunisasi BCG. Indonesia saat ini merupakan negara ke-
3 tertinggi di dunia untuk penyakit TBC, setelah India dan Tiongkok. Imunisasi BCG
terbaik diberikan pada usia 2-3 bulan karena pada bayi usia <2 bulan sistem imun
anak belum matang. Pemberian imunisasi penyokong (booster) tidak dianjurkan.2

DPT

Imunisasi DPT juga termasuk komitmen global dalam rangka eliminasi tetanus.
Imunisasi DPT diberikan 3 kali sebagai imunisasi dasar, dilanjutkan dengan
imunisasi ulangan 1 kali (interval 1 tahun setelah DPT3). Pada usia 5 tahun,
diberikan ulangan lagi (sebelum masuk sekolah) dan pada usia 12 tahun berupa
imunisasi Td. Pada wanita, imunisasi TT perlu diberikan 1 kali sebelum menikah dan
1 kali pada ibu hamil, yang bertujuan untuk mencegah tetanus neonatorum (tetanus
pada bayi baru lahir).2

Apabila imunisasi DPT terlambat diberikan, berapa pun interval


keterlambatannya, jangan mengulang dari awal, tetapi lanjutkan imunisasi sesuai
jadwal. Bila anak belum pernah diimunisasi dasar pada usia <12 bulan, lakukan
imunisasi sesuai imunisasi dasar baik jumlah maupun intervalnya. Bila pemberian
DPT ke-4 sebelum ulang tahun ke-4, pemberian ke-5 paling cepat diberikan 6 bulan
sesudahnya. Bila pemberian ke-4 setelah umur 4 tahun, pemberian ke-5 tidak
diperlukan lagi.2

Polio

Vaksin polio oral (OPV) diberikan saat lahir, usia 2, 4, 6, 18 bulan (atau usia 2,
3, 4 bulan sesuai program pemerintah), sedangkan untuk vaksin polio suntik (IPV)
diberikan pada usia 2, 4, 6-18 bulan dan 6-8 tahun. Apabila imunisasi polio terlambat
diberikan, jangan mengulang pemberiannya dari awal, tetapi lanjutkan dan lengkapi
sesuai jadwal, tidak peduli berapa pun interval keterlambatan dari pemberian
sebelumnya.2

Campak

Imunisasi campak diberikan pada usia 9 bulan dan dosis ulangan (second
opportunity pada crash program campak) pada usia 6-59 bulan serta saat SD kelas 1-
6. Terkadang, terdapat program PIN (Pekan Imunisasi Nasional) campak yang
bertujuan sebagai penguatan (strengthening). Program ini bertujuan untuk mencakup
sekitar 5 persen individu yang diperkirakan tidak memberikan respon imunitas yang
baik saat diimunisasi dahulu. Bagi anak yang terlambat/belum mendapat imunisasi
campak: bila saat itu anak berusia 9-12 bulan, berikan kapan pun saat bertemu. Bila
anak berusia >1 tahun, berikan MMR.2

MMR

Vaksin MMR diberikan pada usia 15-18 bulan dengan minimal interval 6 bulan
antara imunisasi campak dengan MMR. MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum
atau sesudah penyuntikan imunisasi lain. Apabila seorang anak telah mendapat
imunisasi MMR pada usia 12-18 bulan dan diulang pada usia 6 tahun, imunisasi
campak (monovalen) tambahan pada usia 6 tahun tidak perlu lagi diberikan. Bila
imunisasi ulangan (booster) belum diberikan setelah berusia 6 tahun, berikan vaksin
campak/MMR kapan saja saat bertemu. Pada prinsipnya, berikan imunisai campak 2
kali atau MMR 2 kali.2

HiB

Imunisasi HiB dapat berupa vaksin PRP-T (konjugasi) diberikan pada usia 2, 4,
dan 6 bulan, dan diulang pada usia 18 bulan. Vaksin HiB juga dapat diberikan dalam
bentuk vaksin kombinasi. Apabila anak datang pada usia 1-5 tahun, HiB hanya
diberikan 1 kali . Anak di atas usia 5 tahun tidak perlu diberikan karena penyakit ini
hanya menyerang anak dibawah usia 5 tahun. Saat ini, imunisasi HiB telah telah
masuk program pemerintah, yaitu vaksin Pentabio produksi Bio Farma, vaksin HiB
diberikan bersama DPT, Hepatitis B.2

Pneumokokus
Imunisasi yang penting lainnya yaitu imunisasi Pneumokokus untuk mencegah
infeksi kuman pneumokokus salah satu penyebab penting dari radang telinga,
pneumonia, meningitis dan beredarnya bakteri dalam darah. Sayangnya, imunisasi
ini belum masuk program pemerintah.2

Tabel 3. Jadwal dan Dosis Pemberian Imunisasi Pneumokokus

Usia Dosis dan Ulangan


Interval
2 - 6 bulan 3 dosis, interval 6 - 8 minggu 1 dosis, 12 - 15 bulan
7 - 11 bulan 2 dosis, interval 6 - 8 minggu 1 dosis, 12 - 15 bulan

12 - 23 bulan 2 dosis, interval 6 - 8 minggu

> 24 bulan 1 dosis


Rotavirus
Angka kejadian kematian diare masih tinggi di Indonesia dan untuk mencegah
diare karena rotavirus, digunakan vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus yang beredar di
Indonesia saat ini ada 2 macam. Pertama Rotateq diberikan sebanyak 3 dosis:
pemberian pertama pada usia 6-14 minggu dan pemberian ke-2 setelah 4-8 minggu
kemudian, dan dosisi ke-3 maksimal pada usia 8 bulan. Kedua, Rotarix diberikan 2
dosis: dosis pertama diberikan pada usia 10 minggu dan dosis kedua pada usia 14
minggu (maksimal pada usia 6 bulan). Apabila bayi belum diimunisasi pada usia
lebih dari 6-8 bulan, maka tidak perlu diberikan karena belum ada studi
keamanannya.2

Influenza
Vaksin influenza diberikan dengan dosis tergantung usia anak. Pada usia 6-35
bulan cukup 0,25 mL. Anak usia >3 tahun, diberikan 0,5 mL. Pada anak berusia <8
tahun, untuk pemberian pertama kali diperlukan 2 dosis dengan interval minimal 4-6
minggu, sedangkan bila anak berusia >8 tahun, maka dosis pertama cukup 1 dosisi
saja.2

Varisela
Vaksin varisela (cacar air) diberikan pada usia >1 tahun, sebanyak 1 kali. Untuk
anak berusia >13 tahun atau pada dewasa, diberikan 2 kali dengan interval 4-8
minggu. Apabila terlambat, berikan kapan pun saat pasien datang, karena imunisasi
ini bisa diberikan sampai dewasa.2

Hepatitis A & Tifoid


Imunisasi hepatitis A dan tifoid diberikan pada usia lebih dari 2 tahun. Imunisasi
hepatitis A diberikan sebanyak 2 dosis dengan interval 6-12 bulan. Imunisasi tifoid
diberikan pada usia lebih dari 2 tahun, dengan ulangan setiap 3 tahun. Vaksin tifoid
merupakan vaksin polisakarida sehingga di atas usia 2 tahun.2
Vaksin pada masa remaja
Imunisasi HPV, pencegahan kanker mulut rahim yang diberikan pertama kali
pada usia remaja awal, sebagai persiapan menuju masa dewasa dan kehamilan.
Vaksin HPV diberikan sejak anak berusia 10 tahun, dapat diberikan hingga anak
berusia 26 tahun. Vaksin ini bertujuan untuk mencegah kanker leher rahim. Kejadian
kanker serviks di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan kanker payudara.
Terdapat dua jenis vaksin HPV. Pertama, vaksin HPV bivalen (tipe 16 dan 18), yang
diberikan pada 0, 1, dan 6 bulan. Kedua, vaksin HPV kuadrivalen (tipe 6, 11, 16, dan
18) diberikan pada 0, 2, dan 6 bulan, Pada masa remaja pertengahan, imunisasi
diberikan pada remaja yang tidak mendapat imunisasi lengkap sebelumnya, misalnya
imunisasi hepatitis B, polio, MMR, varisela, hepatitis A, pnumokokus polisakarida,
serta vaksin untuk remaja tertentu yang berisiko tinggi. Demikian juga, pada masa
remaja akhir, semua jenis vaksin sudah harus dilengkapi pemberiannya. Imunisasi
juga penting diberikan pada lansia untuk mengurangi terjadinya penyakit, khususnya
influenza dan bakteri pneumokokus.2
Berikut rancangan imunisasi menurut WHO (Gambar 1) termasuk catch up,
jadwal imunisasi Departemen Kesehatan (Gambar 2) dan Jadwal imunisasi anjuran
Ikatan Dokter Anak Indonesia (Gambar 3). Apabila status imunisasi pasien tidak
diketahui, maka dianggap belum pernah diimunisasi dan harus diimunisasi sesuai
jadwal.2
Gambar 3: imunisasi anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia
2.5 CARA PENYUNTIKAN VAKSIN
Subkutan
 Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela, meningitis
 Perhatikan rekomendasi untuk umur anak

Umur Tempat Ukuran jarum Insersi jarum


Bayi (lahir s/d12Paha anterolateral Jarum 5/8’’-3/4 Arah jarum 45o
bulan) Spuit no 23-25 Terhadap kulit
1-3 tahun paha anterolateral/ Jarum 5/8’’-3/4 Cubit tebal untuk
Lateral lengan atas Spuit no 23-25 suntikan subkutan
Anak > 3 tahun Lateral lengan atas Jarum 5/8’’-3/4 Aspirasi spuit sebelum
Spuit no 23-25 disuntikan
Untuk suntikan multipel
diberikan pada
ekstremitas berbeda

Intramuskular
 Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.
 Perhatikan rekomendasi untuk umur anak
Umur Tempat Ukuran jarum Insersi jarum
Bayi (lahir Otot vastus Jarum 7/8’’-1’’ 1. Pakai jarum yang
s/d 12 bulan lateralis pada Spuit n0 22-25 cukup panjang untuk
paha daerah mencpai otot
anterolateral
1-3 tahun Otot vastus Jarum 5/8’’-1 ¼’’ 2. Suntik dengan
lateralis pada (5/8 untuk suntikan arah jarum 80-90o.
paha daerah di deltoid umur 12- lakukan dengan
anterolateral 15 bulan cepat
sampai masa otot Spuit no 22-25 1. Tekan kulit
deltoid cukup sekitar tepat suntikan
besar (pada dengan ibu jari dan
umumnya umur 3 telunjuk saat jarum
tahun ditusukan
Anak > 3 Otot deltoid, di Jarum 1’’-1 ¼’’ 2. Aspirasi spuit
tahun bawah akromion Spuit no 22-25 sblm vaksin
disuntikan, untuk
meyakinkan tidak
masuk ke dalam
vena.Apabilaterdapa
t darah, buang dang
ulangi dengan suntik
yang baru.
3. Untuk suntikan
multipel diberikan
pada bagian
sekstremitas berbeda

Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular

Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 dalam otot vastus
lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan
ke arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan
pada sudut 900.8
Tempat Suntikan yang Dianjurkan

Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada
bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam
batas antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling
tebal dan padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang
lebih besar ( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.8
Penyuntikan pada daerah vastus lateralis, pada bayi dan anak umur dibawah
12 bulan dikarenakan untuk menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada
suntikan daerah gluteal, daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk
menyerap suntikan secara adekuat, imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan
berkurang apabila disuntikkan di daerah gluteal, menghindari risiko reaksi lokal dan
terbentuknya nodulus di tempat suntikan yang menahun, menghindari lapisan lemak
subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.8
BAB III
KESIMPULAN

Tujuan imunisasi adalah melindungi seseorang atau sekelompok masyarakat


terhadap penyakit tertentu. Agar terlindungi dari penyakit tersebut, seseorang
harus mempunyai kekebalan tubuh dengan cara membentuk zat anti antibodi
dengan kadar tertentu yang disebut kadar protektif. 1
Untuk mencapai kadar perlindungan tersebut, imunisasi harus diberikan sesuai
jadwal yang telah ditentukan. Jadwal imunisasi terbagi atas jadwal imunisasi
dasar dan jadwal imunisasi ulangan. Ada yang cukup satu kali imunisasi, ada
yang memerlukan beberapa kali imunisasi dan bahkan pada umur tertentu
diperlukan ulangan imunisasi. Jadwal imunisasi tersebut dibuat berdasarkan
rekomendasi WHO dan organisasi profesi yang berkecimpung dalam imunisasi
setelah melalui uji klinis.2
Imunisasi yang telah diberikan sudah menghasilkan respon imunologis
walaupun masih di bawah ambang kadar proteksi atau belum mencapai
perlindungan untuk kurun waktu yang panjang sehingga dokter tetap perlu
melanjutkan dan melengkapi imunisasi agar tercapai kadar perlindungan yang
optimal.2
Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar
lengkap, bayi berusia kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-
0), usia 1 bulan diberikan (BCG dan Polio 1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-
Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3), usia 4
bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik), dan usia 9
bulan diberikan (Campak atau MR).4
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Berikan Anak Imunisasi Rutin Lengkap. Artikel


Kesehatan. Tersedia di http:// http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=18043000011.
Diakses pada 23 Juli 2019.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Melengkapi atau Mengejar Imunisasi. Artikel
Kesehatan. Tersedia di http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/melengkapi-
mengejar-imunisasi. Diakses pada 23 Juli 2019.
3. Cahyono, Suharjo B. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta.
Kanisius: 2010.
4. Matondang CS, Siregar SP. Dasar-dasar imunisasi: aspek imunologi imunisasi.
Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke 3. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2008. Hal: 10.
5. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi dasar. Edisi ke-9. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2010. Hal : 560-618.
6. Suyitno H. Jenis vaksin. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke 3.
Jakarta:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008.Hal :23-28
7. Rahajoe NN. Vaksin pada program pengembangan imunisasi: tuberkulosis.
Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta:Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2008. Hal :131- 134.
8. Rosandali, Fajriah, aziz, Rusdi, suharti, Netti. Hubungan antara pembentukan scar
vaksin BCG dan kejadian infeksi tuberkulosis. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016.

Anda mungkin juga menyukai